Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Showing posts with label USM. Show all posts
Showing posts with label USM. Show all posts

Friday, January 13, 2012

Musik dan Konsumsi

Saya bersyukur karena dulu saya tak banyak memiliki koleksi musik. Dengan keterbatasan ini, saya terseret pada pendalamnikmatan (intensitas) musik tertentu. Bayangkan, jika orang tua saya memberi banyak uang untuk menambah koleksi kaset, maka saya akan terus menambah benda hanya untuk mengurus jiwa. Saya bisa menikmati lagu dari pengeras suara pesta perkawinan, kumpulan pengajian, atau milik penduduk lokal di seberang sungai, yang sengaja menegakkan bambu yang di ujungnya bertengger TOA.

Kursi dan buku itu sengaja diperlihatkan. Setelah penat memelototi huruf, saya menyepi di sini seraya mendengarkan aneka pilihah musik. Aneh, bukan? Menyunyi di tempat bising? Ya, ruangan di atas adalah sebagian fasilitas Perpustakaan Universitas Sains Malaysia untuk mahasiswa rehat sekaligus memesan lagu pada petugas. Ketika saya mendengarkan lagu Ella, Layar Impian, saya ingat sepupu, Endang (ingat E tidak dibaca e pepet), nama lengkapnya Iskandar. Hingga hari ini, saya belum mengunjungi tempat serupa di Universitas Utara Malaysia. Setelah ujian semester akhir, saya akan menyepi di Perpustakaan Sultanah Bahiyah, menikmati instrumetalia, agar dunia ini bisa dipahami tanpa harus dengan kata. Bayangkan, saya menikmati Caravansary Kitaro, sambil membaca Jean Baudrillard tentang mengapa kita banyak membeli sesuatu agar kita bahagia?

Ya, diam itu adalah emas. Kata-kata itu kadang terjerat oleh propaganda, sadar atau tidak. Masalahnya, mengapa saya menggunakan kata-kata untuk menyampaikan pikiran ini? Karena saya yakin kata itu adalah alat, bukan tujuan. Sekali waktu, kita diam, dengan cara menikmati bunyi, lalu akhirnya sunyi, sepi. Di sini, kita akan menemukan hati.

Friday, February 11, 2011

Merenung

Di pagi hari, Anda berada di mana? Kita pun bisa memilih di mana saja agar nyaman itu terasa. Jika Anda kebetulan berada di kampus dalam Taman, mungkin Anda bisa merasakan hujan, meski terik, karena atap kantin Anjung Semarak ini senantiasa memercirkan gemericik air. Akal budi kita telah berhasil menciptakan suasana agar kehendak kita akan kesejahteraan bisa diraih bukan dalam angan-angan.

Sunday, February 06, 2011

Obrolan di Siang Hari


Siang yang terik membuat warga kampus mencari tempat berteduh. Tentu banyak kantin untuk mengelak panas, tapi saya memilih Anjung Semarak. Coba lihat atap yang terbuat dari kaca itu! Ada air mengalir tak henti-hati. Sementara, di ujung sana Taman Buku terbuka bagi siapa saja untuk menekuri dunia pengetahuan.

Pertemuan dengan teman baik, Sri Murniati, asal Jakarta, Al-Mustaqeem al Radhi asal Kuala Lumpur dan Yatno Ladiqi asal Surabaya menyempurnakan rasa teduh itu. Secara kebetulan, Mas Ray, asal Medan turut bergabung memeriahkan suasana menjelang sore itu. Obrolan pun memecah kebekuan, seraya mencomot banyak isu dan tema. Setiap orang mencetuskan gagasan, yang lain pun menanggapi. Perbincangan itu membuat saya belajar mendengar (listening), yang kata Willard Spiegelman dalam Seven Pleasures: Essays on Ordinary Happiness mendengarkan itu mendatangkan kebahagiaan.

Minuman itu mengandung es, sementara bolpoin adalah hadiah dari penginapan dan buku itu merupakan pemberiaan dua kawan baik, sebagaimana tertulis di pojok kiri bawah. Tak hanya buku itu, Mustaqeem juga memberi buku berjudul Liberalisme: Esei-Esei Terpilih F.A. Hayek. Tapi, apakah percakapan akan juga menyodorkan hal-hal berat sebagaimana dibuku? Mungkin, tapi bahasanya mungkin lebih cair. Saya rasa mengerutkan dahi di siang hari hanya akan menambah muka kita kusut. Lelucon dan humor pun bermunculan.

Siapa pun yang datang ke kantin itu akan merasakan suasana nyaman. Di sana, kita bisa berlama-lama karena tidak hanya menyemai pertemanan, tetapi juga menikmati suasana kampus yang riang. Pengunjung berdatangan dan tak satu pun di antara mereka menunjukkan wajah kusut dan muram . Satu hal lagi, harga minuman tak mahal, meskipun pelayanan sangat memuaskan. Dalam seminggu itu, saya sudah dua kali mereguk udara di kantin itu. Kerinduan pun muncul lagi. Mungkinkah ini lahir karena saya akan pulang? Ah, hidup itu memang selalu begitu, kita merasa kehilangan setelah kita hendak meninggalkan.


Monday, January 17, 2011

Melatih Raga

Resimen Mahasiswa (Menwa) kampus sedang bertatih di bawah terik panas matahari. Padahal, ketika pagi yang masih gelap, saya sempat melihat mereka telah berbaris di bawah arahan seorang komando. Tak semua orang bisa melakukannya. Mereka memilih untuk merawat tubuh agar tak mudah loyo di terjang panas dan dingin.

Thursday, January 06, 2011

Menginsankan Universitas

Pidato tahunan Naib Canselor (baca: rektor) kampus mengungkap isu penting, penginsanan universitas. Dengan menyuguhkan banyak data, Dzulkifli A Razak mengungkap persoalan kemanusiaan yang makin hari makin buruk. Adalah aneh jika universitas, tempat orang bijak berkumpul, abai. Untuk itu, ia menyarankan bahwa ciri universitas baru itu bukan lagi kebijaksanaan orang pintar (wisdom of experts), tetapi kebijaksanaan orang ramai (wisdom of crowds). Untuk itu, saya memetik premis terakhir ini di kicauan twitter kemarin, lalu menambahkan jika yang terakhir gagal, maka yang pertama perlu diragukan.

Oleh karena itu, di antara ciri khas 7 Universitas APEX, kemanusiaan menempati posisi tengah, yang menerangi tiga di atas dan di bawah, yaitu 1. Masa Depan 2. Keunikan 3. Kelestarian dan 5. Kesejagadan (universal) 6. Perubahan dan 7. Pengorbanan. Betapa pun kampus menggalakkan penelitian sains, namun hasil pengamatan itu akan dimanfaatkan oleh manusia. Jika kecemerlangan peneliti menghasilkan penemuan, maka ia makin memanusiakan manusia. Oleh karena itu, tugas universitas tidak hanya terbatas pada pemenuhan kehendak industri dan bisnis, tetapi mengangkat manusia dari keterpurukan (dehumanisasi). Pada waktu yang sama, universitas harus mengambil peran untuk turut membangun peradaban global, dengan mempertimbangkan Millenium Development Goals (MDGs) yang dicanangkan Persatuan Bangsa-Bangsa.

Selama penyampaian pesan tahunan ini, ada banyak kutipan menggugah, di antaranya: Bukan waktunya lagi berpikir, tetapi kita perlu membuat pengurusan keputusan (management decision) dan hal terindah di dunia ini harus dilihat dari hati, seraya memetik Hadits Nabi yang mengulas tentang segumpal daging dalam dada manusia yang menentukan hitam putih hidup mereka. Tentu, dengan mencanangkan keberhasilan pada tahun 2013, Universitas ini akan terus mengorak langkah, yang tidak melulu tentang kejayaan yang bisa dilihat, tetapi juga yang tidak bisa diukur. Akhirnya, acara tahunan ini ditutup dengan penghargaan pada seorang mahasiswa, Kumanan Kandasamy, dan ibunya yang berjuang untuk menata hidupnya, yang sempat dihantam badai. Hebat, mereka masih mampu berdiri di atas panggung dan tentu menjalani hidup dengan tegar.

Tuesday, December 28, 2010

Membaui Rumput

Empat orang bertopeng itu bukan ninja, tetapi pekeja pemotong rumput. Ketika mesin mereka bergerak, bau rumput segar menyeruak. Saya merasa kesegaran menyerbu hidung. Bau rumput mengeluarkan aroma alam. Selain itu, kawasan kampus makin berseri karena pemandangan indah dan semak tak marak. Mungkin mudah melakukan ini semua, tetapi hakikatnya ia mengandaikan hierarki dan pengurusan (manajemen).

Namun sebagaimana di tempat lain, pembangunan tak pernah usai. Pagar seng biru membuat keadaan tampak centang-perenang. Di tempat lain, banyak jalan beraspal di kampus tak rata karena baru digali dan menimbulkan warna hitam pekat, tak serasi dengan warna jalan semula. Oleh karena itu, dosen arsitektur kampus, Syed Talhah mengkritik penggalian jalan untuk keperluan penanaman kabel baru karena membuat jalan tak elok dipandang mata. Apa boleh buat, perkembangan teknologi menuntut penghuni untuk menyesuaikan diri.

Demikian pula, penambahan gedung baru makin membuat kampus sesak. Ruang publik makin terdesak. Mungin penambahan pohon bisa dilakukan untuk memanfaatkan ruang agar hijau. Sebagaimana dalam hitungan ahli ruang bahwa manusia memerlukan pohon untuk bernapas lega. Untuk menyiasati ini, beberapa sudut kampus pun dihijaukan dengan rumput dan pohon, sehingga penghuninya tak merasa berada di hutan batu.

Friday, December 17, 2010

Melewati Ruang

Melewati gedung ini, saya merasakan lebih tentram. Dulu, di pinggir Dewan Tunku Syed Putera, tak ditanami rumput dan pohon. Sekarang, seperti Anda lihat, pemandangan lebih segar. Meskipun jalan menaik, saya menikmati setiap langkah. Anda juga mengalami hal serupa jika melakukannya. Tentu, jalan kaki 10 ribu langkah yang dianjurkan agar kita sehat memerlukan lingkungan yang juga nyaman. Sekarang, kampus telah menyediakan fasilitas, tinggal orang ramai memanfaatkan agar kaki kita tak malas mengayun langkah.

Tampaknya, pembuatan dan perbaikan jalan setapak telah banyak dilakukan, seperti di depan Pendidikan Jarak Jauh. Tentu, pemanfaatan jalan tersebut bisa maksimal kalau pengaturan parkir dilakukan. Pihak kampus harus mengatur pusat parkir di beberapa titik kampus, seperti di depan stadium, lapangan sepak bola minden, dan depan Masjid.

Thursday, November 11, 2010


Kadang hidup tak selalu berjalan seperti yang diinginkan. Niat hati melaju ke kampus, saya tertahan karena langit ambrol. Di bulan November, hujan datang tanpa bisa diramalkan. Saya pun hanya mengail ingatan, apa yang pernah terjadi di sini? Lapangan sepak bola kampus menyeret saya pada pengalaman pertama kali menginjakkan kaki, merasakan keras konblok ketika berlari di pagi hari setelah Subuh, atau sore ketika matahari masih bertengger di atas bukit. Bahkan, saya pernah bermain bola, baik satu lapangan penuh atau hanya separuhnya dengan teman-teman.
Di sini, saya pernah duduk di tribun seraya menonton pertandingan bola. Di lain waktu, saya juga bermain tenis di sebelah kiri lapangan. Setiap kali hujan, saya membayangkan lapangan itu basah dan rumput naik, berwarna hijau segar. Mata pun bugar. Adakah hujan itu ingin memberitahu saya bahwa saya telah lama tak singgah ke sini untuk melemaskan otot dan memeras keringat? Pengalaman yang juga tak dilupakan tentu pertandingan final Nike bawah 15 tahun antara tim Indonesia-Malaysia. Meskipun kalah, saya menemukan semangat para remaja itu. Semoga mereka masih berjalan lurus untuk menjadi pemain handal.
Lalu, setelah hujan berhenti, saya pun bergegas ke kampus. Diiringi rintik, saya menembus jalan yang masih muram. Bau rumput dan pohon menyengat. Alam selalu membuat saya nyaman. Dalam hujan dan panas, pesonanya tak hilang. Hanya saja setelah bumi diterjang panas, hujan yang menderu dan hilang, memercik keindahan tersendiri. Udara lebih bersih dan pandangan mata lebih jernih karena debu tak berkeliaran, beringas.

Tuesday, September 28, 2010

Menyegarkan Kampus


Menebus kesalahan kita dengan mengosongkan kawasan kampus dari asap kendaraan perlu dilakukan. Bagaimanapun, monoksida itu adalah berbahaya untuk lingkungan dan manusia. Dengan peluncuran laluan bersepeda, orang ramai tentu tidak akan selalu menghisap asap dan berusaha untuk memanfaatkan kaki mereka untuk melangkah menuju tempat tertentu. Tadi, saya pun berjalan dari kantor ke masjid, tempat rumah terbuka menyambut Syawal dihelat. Dengan menyusuri kampus dengan kaki, saya bisa menikmati rumput, pohon dan udara yang segar. Tak hanya itu, saya pun bertemu banyak benda di sepanjang perjalanan lebih cermat dan khidmat.

Mengingat jalan-jalan setapak baru di kampus telah dibangun, mungkin lahan parkir khusus bisa digunakan, seperti Padang Kawad dekat Stadium, untuk memungkinkan warga berjalan ke tempat kerja masing-masing. Tentu, ada banyak titik-titik parkir lain yang bisa dimanfaatkan dengan patokan sesuai dengan jarak tempuh yang paling dekat. Dr Talhah Idrus, dosen arsitektur, pernah bercerita bahwa dengan lalu-lalang warga di sepanjang jalan akan memungkinkan komunikasi terjadi. Dulu di awal tahun 1970-an, para mahasiswa dan dosen acapkali bertegur sapa karena mereka tidak terburu-buru dengan kendaraan yang melaju cepat. Kalau kebijakan (policy) ini dikeluarkan, kampus USM akan menjadi kawasan silaturahim yang dahsyat.

Sepatutnya jalan kaki adalah pengalaman mengasyikkan di dalam Kampus Dalam Taman. Sembari menikmati beberapa pojok yang enak dilihat mata, seperti di depan Masjid, kita pun bisa menikmati kicauan burung, yang acapkali berseliweran di sela-sela pepohonan. Saya yang sering menyusuri kampus di hari libur bisa merasakan betapa keadaan lengang itu membuat napas tak tersedak dan telinga lebih tajam menangkap isyarat alam. Dalam keadaan seperti ini, ingin rasanya kampus cuti setahun, agar monoksida itu tak mengeruhkan suasana alamiahnya.

Monday, August 16, 2010

Pelajar Itu Menikmati Matahari

Hanya pelajar dari Eropa yang mau berpanas-panas sambil membaca. Memang matahari belum naik di atas kepala, tetapi jam 10-an, sengatannya bisa membuat kulit kebanyakan orang perih.

Saturday, July 17, 2010

Dari Rumah Tetamu Kampus


Saya menyukai sudut pandang ini. Pohon di depan tapak kokoh memaku bumi. Di bawah, lapangan sepak bola yang dipagari pepohonan dan di kejauhan tampak bukit yang ditengahi oleh laut.

Friday, June 25, 2010

Jalan Kaki


Kemarin, saya tak naik motor ke kampus, tapi berjalan kaki. Sebenarnya jarak rumah ke kampus tidak jauh, namun karena saya harus memutar, masa tempuh yang dihabiskan lebih lama. Malah boleh dikatakan saking dekatnya, tak lebih dari sepelemparan batu. Pagar telah menghalang kedekatan, namun tentu itu diperlukan untuk keamanan. Untuk menjalani ritual ini, saya sengaja menyetel radio, Sinar FM, radio lokal yang acapkali memperdengarkan lagu-lagu retro atawa lama. Di perjalanan, lagu Menghitung Hari Kris Dayanti menempati deretan lagu yang diputar. Langkah kaki ringan, karena pagi itu sisa basah hujan masih kuat. Udara segar menyerbu masuk rongga dada.

Niat hati untuk menikmati taman kampus dengan berjalan tak menjadi kenyataan. Di pintu masuk, teman Yaman, Ali, berhenti di pos satuan pengaman (satpam), menanyakan sesuatu pada petugas tersebut sambil menghentikan langkah saya. Lalu, setelah usai berbincang, dia mengajak saya untuk diantar ke tempat tujuan. Alamak! jadilah saya masuk ke mobil lamanya. Padahal dalam benak, saya akan mengambil gambar deretan bus yang diparkir. Kendaraan berbadan besar dari seluruh perguruan tinggi negeri se-Malaysia mengantarkan stafnya untuk mengikuti lomba olahraga antara staf dari tanggal 10-26 Juni 2010. Gambar grafis yang tertera di badan bus perguruan tinggi itu tampak khas dan unik. Untungnya, kawan baik itu berhenti di kantor pusat satpam. Udah lama saya ingin mengambil gambar danau kampus dari tempat ini (seperti di atas). Meski niat tak sampai, paling tidak gambar ini telah mengobati.

Kabar baik yang sempat berselirat di benak adalah selentingan yang sempat terdengar bahwa kampus akan menerapkan kebijakan semua civitas academica tak menggunakan kendaraan, melainkan berjalan kaki. Mengingat pengalaman sebelumnya, berjalan kaki di dalam kampus akan membuat hubungan erat antara mereka. Hiruk-pikuk dan asap bus, mobil, dan sepeda motor membuat tak nyaman warga. Oleh karena itu, penyatuan tempat parkir di lapangan besar seperti Padang Kawad Resimen Mahasiswa mungkin dilakukan. Mungkinkah?

Friday, May 21, 2010

Menjelang Esok


Pengurus Persatuan Pelajar Indonesia Universitas Sains Malaysia memanfaatkan email mailist list dan facebook untuk mengabarkan acara mingguan, pengajian di Masjid Khalid. Untuk Sabtu besok, giliran mahasiswa PhD bidang industri makanan, Herpandi Gumay, menyampaikan ceramah, yang berkisar tentang makanan halal. Saya pun tak sabar untuk mendengarkan pria kelahirkan Palembang ini mengurai tentang asupan yang sehat. Sebelumnya, kami sempat ngobrol tentang radikal bebas dalam proses pemakanan.

Tuesday, February 09, 2010

Pasukan Irak di Kampus


Pasukan yang dimaksud adalah tim sepakbola mahasiswa Irak di kampus. Mereka tampil dalam pertandingan futsal untuk merayakan hari mahasiswa pascasarjana Universitas Sains Malaysia. Meski matahari hampir bergeser tepat di atas kepala, pemain tetap bersemangat untuk terus mengocek bola.

Friday, August 21, 2009

Say No to Plastic Bags


Katakan tidak pada tas plastik! Sebuah slogan kampanye yang acapkali ditemukan di pelbagai sudut kampus, warung, toko dan dalam pelbagai kesempatan. Kali ini, pesan ini ditempelkan pada perut Badut dalam sebuah pameran wisuda. Tentu, pesan ini akan dilihat banyak pengunjung luar, selain mahasiswa, yang akan membawa pulang pesan itu hingga ke hati. Ironinya, pesan itu justeru di tulis di plastik. Aneh, bukan?

Tuesday, August 18, 2009

Kurangi Penggunaan Plastik


Kampanye pengurangan penggunaan plastik pada pameran menyambut wisuda Universitas Sains Malaysia merupakan langkah bijak karena di sekelilingnya adalah gerai yang menjual aneka makanan. Tentu, pembungkus yang digunakan kebanyakan plastik, hanya sedikit yang menggunakan kertas daur ulang. Saya pun tak bisa mengelak menggunakannya ketika membeli panganan.

Berbeda ketika membeli barang keperluan yang tidak berminyak, saya tidak meminta plastik. Minuman yang saya suka acapkali diletakkan begitu saja di keranjang sepeda motor. Penjual kedai terpaksa mengangguk sambil tersenyum ketika saya menolak tawaran plastik dengan bertukas save the planet. Tentu tak arif hanya membeli satu kotak minuman seharga RM 1.20 dan sebuah koran Sinar Harian saya membawa plastik pulang. Selama barang itu bisa digenggam, sebaiknya memang kita tak perlu meminta plastik pembungkus. Mubazir!

Kemarin, malah, kami membawa tas green bag, produk Tesco, agar kami tak membawa banyak plastik ke rumah. Tas ini dibuat dari serat yang biasa digunakan untuk karung beras, jatah Bapak saya sebagai pegawai rendahan. Saya begitu menikmatinya karena merasa telah berbuat untuk menyelamatkan bumi dari sampah. Duh, narsis banget! Tapi, ini adalah kabar gembira yang mungkin orang lain tak merasa dicecoki khotbah kebaikan.

Pemurnian

Jati diri seringkali dikaitkan dengan darah keturunan. Padahal, secara genetik, kita mungkin tak sepenuhnya berasal dari satu ras. Namun, po...