Kereta di atas adalah becak hias. Tak hanya satu, banyak model seperti di atas dengan pelbagai bentuk, seperti kereta berkuda, atau berupa singgasana kerajaan. Raja dan ratu yang bertahta itu adalah murid-murid taman kanak-kanak dan sekolah dasar (Madrasah Ibtidaiyah) di sebuah lembaga pesantren. Menjelang puasa, begitu banyak pesantren menggelar pawai atau karnaval. Tak hanya kereta, mereka juga menghadirkan kumpulan drumband yang sengaja diundang dari luar. Pelbagai atraksi dan drama jalanan juga ditampilkan. Saya bersama warga kampung berduyun-duyun, berdiri di pinggir jalan, menikmati hiburan yang hanya berlangsung setahun sekali, sebagai petanda dari perayaan akhir sekolah.
Showing posts with label Kebudayaan. Show all posts
Showing posts with label Kebudayaan. Show all posts
Wednesday, August 17, 2011
Sunday, December 05, 2010
Ilir-Ilir di Pulau Mutiara
Merasakan lagu Sunan Bonang di Pulau Pinang, saya membayangkan Sang Wali hidup kembali, membelai ubun-ubun. Lagu ini dibawakan oleh adik-adik dari grup nasyid Jakarta. Dalam rangkaian acara di atas, ada persembahan lain, seperti tarian zapin, barzanji dan dangdut. Wow, semua berada dalam satu panggung. Mereka menanti giliran untuk tampil. Seperti hidup ini, kita hanya menunggu giliran, apa pun. Kalau tidak dapat di sini, paling tidak kita masih bisa berharap di tempat lain.
Thursday, September 10, 2009
Malam Kebudayaan Indonesia
Sparkling Indonesia akan digelar untuk kedua kalinya pada 2-3 Oktober 2009. Acara malam kebudayaan Persatuan Pelajar Indonesia ini merupakan kegiatan rutin tahunan untuk memperkenalkan wajah Indonesia di kampus. Sebelumnya, acara serupa, Inaweeks turut melakukan hal yang sama. Namun, panitia juga memasukkan acara musik lokal dengan mengundang Bunkface sebagai wujud silaturahmi. Pada Sparkling 1 mereka menampilkan The Times, band lokal yang juga gape bermain musik.
Tentu, perhelatan ini sangat penting di tengah perseteruan kedua negara, Indonesia-Malaysia, memuncak. Kabar terakhir, Khairi Jamaluddin, Ketua Pemuda UMNO, partai terbesar di negeri jiran, berucap, "Don't test our patience" (The Star, 10/9/09). Nada kemarahan ini muncul karena rakyat Indonesia tidak memahami bahwa Orang Malaysia juga sensitif dan marah jika negaranya dicerca. Apatah lagi, bendera kebangsaannya dibakar. Berbeda dengan pemimpin lain, seperti Rais Yatim, yang cenderung tampil kalem dengan mengusulkan kerjasama kebudayaan antara kedua negara.
Mungkin, panitia acara Sparkling juga bekerja lebih keras untuk melibatkan sebanyak mungkin organisasi lokal untuk menjalin silaturahmi pada acara tersebut. Ia tidak semata-mata promosi kebudayaan yang mempunyai sifat narsis, tetapi lebih jauh menyemai nilai-nilai kemanusiaan hakiki, persaudaraan. Hakikatnya, kehadiran Bunkface sebagai band lokal telah menunjukkan ikhtiar merajut kembali hubungan yang hampir retak karena ulah segelintir orang.
Sunday, February 24, 2008
Merayakan Perbedaan di Panggung
24 Seasonal Drum asal Cina yang ditampilkan sebagai pembukaan adalah instrumentalia yang melibatkan banyak orang. Kekompakan mereka menabuh beduk patut diacungi jempol. Sang pemimpin berdiri di tengah barisan depan menuntun para pemain lainnya untuk memukul kulit dengan irama dari rendah hingga tinggi, seakan-akan mereka sedang mendaki ke puncak. Saya pun hanyut terbuai oleh bebunyian ritmik. Mata ini pun juga terbetot oleh kelincahan mereka silih berganti bertukar beduk dan atraksi gerakan tubuh turut menambah elok pemandangan. Uniknya, pemainnya juga ada yang mengenakan jilbab dan ini tak menghalangi mereka untuk tampil energik. Saya merasa digedor-gedor ketika mereka memukul keras sehingga atap gedung seperti bergetar. Adakah tembok itu juga merasakan hal yang sama dengan saya?
Selanjutnya, Song of Ocean adalah tarian yang menggambarkan riak yang tenang menghanyutkan dan ombak ganas yang menggulung. Tubuh lentur penari seakan-akan mengusung peristiwa laut ke atas panggung. Sebuah pertunjukan yang sempurna dalam menyimbolkan peristiwa alam. Kata-kata tidak cukup untuk menggambarkannya, karena simbol mempunyai kekuatan sendiri. Mereka seperti menyihir saya untuk tak berkedip.
Saya pun pulang dengan hati riang karena memeroleh hiburan yang menyegarkan. Tidak itu saja, ia makin menebalkan keyakinan saya bahwa perbedaan itu tak perlu ditabukan, malah sebaliknya, dirayakan. Di sini, kita akan mereguk keindahan tak terpermanai. Perbedaan tak perlu ditekuk hanya karena kita merasa apa yang menjadi milik kita telah cukup. Menengok milik orang lain justeru akan mengkayakan pengalaman raga dan batin kita dalam menjalani hidup. Tuhan itu tidak hanya ada dalam teks tertulis, tetapi juga di seluruh pelosok ufuk dan diri manusia. Masihkan kita memaksakan bahwa pemahaman kita akan sesuatu sebagai satu-satunya 'kebenaran' dan menampik kebenaran yang lain? Duh, jika begini keadaannya, ini adalah pertanda bahwa kita telah memenjarakan hidup yang fana ini ke dalam kepicikan.
Ahmad Sahidah
Penikmat Seni Panggung
Nota tambahan: ketika saya menggerakkan jemari di atas komputer, instrumentalia Kitaro dengan setia menemani. Jika Agreement menyentak, Caravansari mengoyak.
Subscribe to:
Posts (Atom)
Pemurnian
Jati diri seringkali dikaitkan dengan darah keturunan. Padahal, secara genetik, kita mungkin tak sepenuhnya berasal dari satu ras. Namun, po...
-
Semalam, kami berlatih menyanyikan lagu daerah, Apuse Kokondao Papua dan Ampar-Ampar Pisang dari Kalimantan. Ibu Yunita, mahasiswa PhD Musik...
-
Semalam takbir berkumandang. Hari ini, kami bersama ibu, saudara, dan warga menunaikan salat Idulfitri di masjid Langgundhi. Setelah pelanta...
-
Saya membawa buku Philosophy for Dummies untuk coba mengenalkan anak pada filsafat. Biyya tampak bersemangat tatkala pertama kali mendapatka...