Thursday, December 15, 2011
Mahasiswa dan Pergerakan
Thursday, August 07, 2008
Rapat dengan Mahasiswa Asing
Dr Suhaimi Abdul Aziz, wakil dekan dan sekaligus penasehat klub kami, selalu setia menemani pengurus dan anggota membincangkan banyak hal berkaitan dengan pengembangan akademik dan kegiatan rekreatif mahasiswa. Kehadiran Pak Ardi, mahasiswa PhD Geografi dan Pak Nasir, PhD Sastera, menghidupkan rapat ini karena keduanya fasih berbahasa Inggeris. Hanya seorang mahasiswi, Mariam dari Iran, yang menghadiri pertemuan ini.
Hanya memerlukan satu jam, rapat itu usai. Saya sendiri bertugas untuk menangani pembuatan T-Shirt yang bertuliskan acara piknik ke Batu Ferringi setelah Annual General Meeting. Pak Ardi diminta untuk mendesain kaos tersebut agar tampak catchy, seperti dikatakan oleh Dr Suhaimi.
Setelah rapat, saya pun pulang ke rumah. Sesampai di sana, kawan karib Melayu saya, Encik Zailani menelepon untuk minum sore di restoran Istimewa. Saya dan isteri pun datang ke warung tempat mahasiswa sering nongkrong karena dilengkapi fasilitas wireless (di Malaysia disebut tanpa wayar).
Friday, May 30, 2008
Menjelang Kongres PPI Malaysia
Esok, perhelatan kongres Persatuan Pelajar Indonesia Malaysia ke-10 akan digelar. Jika tidak ada aral melintang, acara tahunan ini akan dihelat hingga 1 Juni 2008 di Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM). Tepatnya di Aula Abdullah Mohammad Salleh. Menurut Mas Widdy Mubarak, human kongres, acaranya akan dimulai jam 8 pagi. Satu ikhtiar yang bagus untuk menunjukkan semangat, menggelar acara di awal pagi.
Saya menaruh minat dengan pergerakan mahasiswa Indonesia di tanah jiran ini. Bahkan, saya pernah menulis makalah untuk sebuah konperensi internasional di Malang yang membahas peran PPI dalam hubungan dua bangsa, Indonesia dan Malaysia. Kebetulan di acara ini saya juga berjumpa dengan beberapa mahasiswa yang juga turut serta, seperta dari UKM dan UIAM. Di sana, malah saya berjumpa dengan teman adik kelas di Jogja.
Dengan pengalaman dua kali mengikuti kongres, saya telah menyelami karakter perhelatan mahasiswa Indonesia di tingkat nasional di sini. Seperti perhelatan yang lain, pemilihan ketua adalah sesi yang paling menguras perhatian dan tentu saja disertai kasak-kusuk yang melibatkan emosi, ideologi dan tak jarang solidaritas etnik. Pada Kongres ke-8 di Universitas Teknologi Malaysia, Skudai Johor, saya tidak menemukan pertarungan ideologi yang begitu kuat seperti yang ke-9 di Universitas Utara Malaysia, Sintok Kedah. Pada yang terakhir, saya menemukan aroma mobilisasi ideologi pelbagai kelompok, NU, Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera dan independen.
Saya memprediksikan pada kongres besok di Universitas Kebangsaan Malaysia, PKS akan menggolkan calonnya karena didukung oleh kekompakan pegiatnya. Meskipun, calon dari Universitas Malaya yang dijaring melalui konvensi akan memberi perlawanan yang sengit karena mencoba untuk menggunakan keterikatan kelompok ideologis tradisional dan modern serta mencoba menjaring dukungan dari cabang dari Universitas atau kolej swasta. Saya lihat cabang-cabang dari universitas Swasta akan datang sebagai peserta pasif seperti sebelumnya, tanpa mampu menyodorkan anggotanya untuk turut bertanding meramaikan pesta demokrasi ini. Maaf, jika pandangan ini dianggap terlalu peyoratif, tetapi sekaligus sebuah pengakuan bahwa kehadiran mereka tetap penting.
Sementara Universitas Sains Malaysia, tempat saya belajar, telah diplot ke calon dari kelompok yang didukung partai tertentu (maaf jika salah!), padahal sebelumnya saya maju di Kedah untuk membelajarkan adik-adik bertarung di ruang yang lebih besar. Tradisi menegaskan bahwa selalu saja ketua PPI Malaysia didominasi oleh 3 universitas besar di sekitar Kuala Lumpur, Universitas Islam Antarabangsa Malaysia (UIAM), Universitas Kebangsaan Malaysia dan Universitas Malaya. Demikian pula, Mas Aliyuddin Syah, juga mencoba mencairkan kebekuan dengan turut serta mencalonkan diri, meskipun suaranya lebih baik daripada saya, dengan tambahan satu utusan (6 orang) sehingga perolehannya 12 suara. Keinginan untuk membentuk aliansi universitas di luar dominasi KL, seperti Johor, Perak, dan Pulau Pinang bubrah di tengah jalan.
Terus terang, pertarungan kali ini akan lebih seru karena posisi penting di PPIM tahun ini dianggap sekaligus pertarungan menjelang pemilihan umum tahun 2009. Saya masih belum melihat apakah Partai Demokrat, Partai Golkar, Partai Amanat Nasional dan Partai Kebangkitan Bangsa yang mempunyai cabang istimewanya di sini telah bertaruh untuk memenangkan pertandingan ini. Bagaimanapun, kehadiran mereka tetap bisa diterima, dengan catatan tidak bermain kasar. Namanya juga usaha.
Bagaimanapun, kongres bukan tujuan dari sebuah perkumpulan, melainkan alat untuk meraih tujuan bersama. Oleh karena itu, semua peserta harus memikirkan kembali apa tujuan dari PPI agar kegiatan ke depan makin mengukuhkan eksistensi sebagai garda terdepan dalam mewujudkan kehidupan yang lebih baik bagi mahasiswa dan warga Indonesia di negeri jiran. Tanpa pernah merumuskan agenda jangka pendek dan panjang, kita hanya akan menjadi perkumpulan yang mengulang-ulang acara seremonial belaka. Celakanya, ia menghabiskan begitu banyak uang, baik yang diperoleh dari pemerintah RI melalui KBRI Malaysia dan sponsor.
Monday, May 26, 2008
Jangan Pukul Kepala Itu!
Sumber: Jawa Pos, 26 Mei 2008
Oleh Ahmad Sahidah
Maraknya demonstrasi di tanah air sebelum dan setelah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) perlu diperhatikan semua pihak. Tentu saja, selama unjuk rasa itu dikoordinasikan dengan baik, proses dialog akan berjalan baik. Peristiwa kekerasan di Universitas Nasional (Jawa Pos, 24/5/08) adalah bentuk kegagalan sebuah komunikasi.
Kepeloporan mahasiswa dalam menolak kebijakan pemerintah yang dianggap mencederai kaum miskin seharusnya dilihat sebagai alat kontrol alternatif di tengah macetnya saluran resmi, parlemen, yang terbelit oleh mekanisme dan kepentingan pragmatis. Namun, tidak jarang, aksi mereka berakhir dengan kericuhan yang menyebabkan terjadinya kekerasan berupa pemukulan, tendangan, bahkan penganiayaan oleh aparat.
Demo kenaikan harga BBM dulu juga pernah memantik aksi turun ke jalan. Pada masa itu, SBY mengingatkan agar polisi melakukan pengamanan. Dan sebagaimana dikatakan Juru Bicara Presiden Andi Mallarangeng, demo tersebut dinilai wajar dan tidak mempermasalahkannya. Syaratnya, unjuk rasa dilakukan tanpa melanggar ketentuan yang berlaku.
Protes Mahasiswa
Jürgen Habermas dalam bukunya Toward A Rational Society: Student, Protest, Science and Politics (1971: 13) menyebutkan bahwa mahasiswa merupakan aktor penting di negara berkembang yang telah mencatat menumbangkan para pemimpinnya, termasuk di Indonesia. Tambahnya lagi, jika mahasiswa mendapat tekanan politik oleh aparat. Bukankah di berbagai daerah banyak mahasiswa yang ditangkap dan sebagian mengalami luka karena kekerasan aparat?
Acap terjadi, setiap demonstrasi mahasiswa dicurigai ditunggangi kelompok pembonceng. Kebiasaan polisi untuk menyederhanakan persoalan bisa dipahami. Namun, persoalan harus segera bergeser pada substansi persoalan yang diusung ke jalan, menolak kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada rakyat kebanyakan.
Sejarah bangsa ini memperlihatkan bahwa protes mahasiswa telah menumbangkan beberapa rezim karena mereka didukung oleh banyak unsur masyarakat. Tapi, sekarang polarisasi muncul. Keran demokrasi telah memungkinkan fragmentasi yang tajam dalam kelompok masyarakat.
Hal seperti itu tentu menuntut mahasiswa untuk bersikap cerdas dan arif agar tidak muncul kekerasan horizontal antara mereka dengan masyarakat.
Apalagi, pemerintahan sekarang adalah hasil pemilu yang mempunyai legitimasi kuat dan didukung parlemen. Meski itu bukan jaminan mereka akan mewujudkan program yang segera mengubah kehidupan perekonomian secara drastis, komitmen, janji, dan pelaksanaannya dengan mudah bisa dilihat dan diminta pertanggungjawaban.
Mahasiswa tetap mempunyai tugas moral untuk mengawal agar proses itu berjalan sesuai yang telah dicanangkan mereka dalam program nyata. Inilah saatnya bekerja dan menunjukkan bukti.
Cegah Kekerasan
Pada 1998, dari kantor pengabdian masyarakat kampus almamater, saya melihat dengan mata kepala sendiri seorang mahasiswa yang dipukuli polisi setelah mereka berhasil memasuki kampus dan mahasiswa tersebut tidak bisa meloloskan diri.
Mungkin, kita juga bisa melihat di televisi bagaimana para polisi memperlakukan para demonstran bila tertangkap. Dengan brutal, mereka mengarahkan pukulan pada kepada karena paling mudah. Celakanya, kebanyakan mahasiswa tidak menggunakan helm ketika beraksi.
Tentu, kita prihatin terhadap kekerasan semacam itu. Perlu diketahui bahwa kepala kita adalat pusat tubuh yang rentan cedera jika mengalami benturan keras. Jika luka berat, akibatnya fatal.
Tentu, peran ahli saraf di Indonesia untuk mengingatkan hal tersebut menjadi penting. Kita tidak ingin melihat kepala mahasiswa bocor karena pentungan polisi yang seharusnya merupakan aparat terdepan dalam memberi teladan bagi penegakan hukum. Bahkan, seorang maling dilindungi polisi ketika diamuk massa karena tertangkap basah. Mengapa mahasiswa mengalami nasib yang lebih buruk dari maling?
Memang, selama ini tidak ada berita tentang perubahan psikis mahasiswa peserta aksi yang mengalami kekerasan. Tapi, ini bukan alasan untuk mengabsahkan pemukulan terhadap kepala, yang menjadi pusat tubuh dan kesadaran. Kepala adalah anggota tubuh yang rentan dan simbol kehormatan. Karena itu, penghargaan terhadapnya adalah sebuah keniscayaan.
Namun, kita bersama juga berharap kepada mahasiswa untuk menjaga perilaku dalam berunjuk rasa. Sebab, kekerasan polisi kadang muncul dari cemoohan yang dilontarkan mereka ketika berorasi atau melantunkan lagu-lagu pelesetan. Sebagai kelompok terpelajar, mereka diharapkan menunjukkan tindakan yang rasional, terukur, dan elegan.
Bagaimanapun, drama kenaikan harga BBM ini harus diletakkan dalam perspektif "milik" bersama untuk dipikirkan dan dipecahkan bersama, bukan dijadikan pintuk masuk kepentingan lain yang bisa melahirkan tindakan kekerasan yang justru meminta korban yang tidak diinginkan.
Ahmad Sahidah, kandidat doktor Departemen Filsafat dan Peradaban Universitas Sains, Malaysia
Pemurnian
Jati diri seringkali dikaitkan dengan darah keturunan. Padahal, secara genetik, kita mungkin tak sepenuhnya berasal dari satu ras. Namun, po...
-
Semalam, kami berlatih menyanyikan lagu daerah, Apuse Kokondao Papua dan Ampar-Ampar Pisang dari Kalimantan. Ibu Yunita, mahasiswa PhD Musik...
-
Semalam takbir berkumandang. Hari ini, kami bersama ibu, saudara, dan warga menunaikan salat Idulfitri di masjid Langgundhi. Setelah pelanta...
-
Saya membawa buku Philosophy for Dummies untuk coba mengenalkan anak pada filsafat. Biyya tampak bersemangat tatkala pertama kali mendapatka...