Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Showing posts with label Olahraga. Show all posts
Showing posts with label Olahraga. Show all posts

Monday, July 18, 2016

Bukit Kachi

Saya tak pernah bosan menikmati kehijauan lapangan sepak bola ini. Ia telah menjadi sebagian nadi kenyamanan keseharian. Dari balkon rumah asrama, saya acap melemparkan pandangan ke segala penjuru, seperti bukit, pohon, bangunan, dan akhirnya berlabuh ke lapangan rumput ini.

Si bungsu, Zumi, acap penasaran dengan keriangan para pemain bola di waktu sore. Di musim liburan ini, belum ada keriuhan orang bermain si kulit bundar. Namun pekerja yang memastikan lapangan ini terawat selalu menjaganya dengan setia. Ya, hanya seorang yang melakukannya. Dengan mesin pemotong rumput, ia memangkas rumput agar tak tumbuh liar.

Ketika matahari masih sepenggalah, sinarnya yang hangat dan sisa tetesan hujan semalam betul-betul menyenangkan (pleasure). Agar kebahagian sempurna, seperti kata Paul Dolan dalam Happiness by Design, seseorang harus memberikan makna pada semua ini (purpose), misalnya dengan memanfaatkannya setiap individu mendapatkan kawan untuk berbagi, tidak menyia-nyiakan fasilitas, dan mensyukuri tempat bermain. 

Sunday, June 16, 2013

Danau Yang Memukau

Beberapa Minggu sebelumnya, sekumpulan pemuda menggelar pesta buku dan puisi (Peristiwa ini diabadikan dalam surat kabar Sinar Harian, 14/6/13). Kemarin, sekelompok pemuda lain menggelar musik. Danau D'Aman sememangnya tempat yang memukau.

Di sela berlari, saya sempat menikmati lagu M Nasir diperdengarkan. Setiap pemain tampak menikmati alat yang dimainkan. Penyanyi pun membawakan lagu dengan rentak-menghentak. Ada kegembiraan yang membuncah dari rona wajah mereka. Aha! seorang bayi turut menikmati keindahan ini.

Sebelumnya, kami sempat menikmati beberapa lagu. Si kecil pun menari dengan tanpa beban. Malah, ia sempat keliru menarik tangan pengunjung yang disangka sebagai bundanya. Kami pun tertawa lepas. Hakikatnya, hidup itu hanya menjalani hidup dengan riang agar tak redup. Di danau inilah, saya menyusuri lorong untuk berlari. Ibu Nabbiyya juga. Kami memeras keringat agar badan tidak penat. Tubuh itu didisiplinkan agar jiwa ini tidak terlena dalam badan yang lemah. Jiwa ini pun terbuka bagi segala kenikmatan. Musik itu hanya alat, bukan tujuan. Ia tak lebih dari bunyi. Namun dengan berirama, nada itu tidak sumbang. 

Tuesday, October 30, 2012

Menikmati Sore


Biasanya kami berlari di seputar perumahan, baik pagi atau sore. Kali ini, kami mengunjungi taman D'Aman, tak jauh dari rumah, untuk melemaskan otot. Mengelilingi jalan berkonblok, saya bisa menikmati danau dan hijau dedaunan, bahkan kicauan burung. Kehadiran pengunjung yang juga bersukan di sini menambah semangat untuk memeras keringat.

Dengan langit cerah dan sinar matahari tak menyengat, saya memerhatikan begitu banyak pengunjung menikmati waktu menjelang senja. Lihat pulau kecil yang berada di tengah-tengah air itu! Dengan perahu atau kayak, siapa pun bisa menyentuhnya. Namun, mereka harus memakai jaket pelampung untuk keselamatan. Semakin menjelang malam, banyak pengunjung berdatangan dengan pelbaga rupa kegiatan, seperti memberi makan ikan dengan pakan yang dibeli seharga 1 Ringgit, bercengkerama dengan keluarga atau teman, sementara anak-anak kecil berlarian di rumput.

Setelah penat, mereka pun mengunjungi warung makan dan minuman di tenda putih itu. Di sana mereka bisa menikmati pelbagai menu makanan, seperti mie goreng dan cucur udang serta aneka minuman, dari kaleng hingga buatan tangan. Fasilitas umum ini bermanfaat bagi banyak warga tanpa harus merogoh kantong untuk menikmatinya dan makanan yang disediakan juga tak mahal. Ruang seperti inilah yang akan mengeratkan hubungan antar anggota keluarga, yang pada gilirannya  akan menumbuhkan kebahagiaan. 

Saturday, December 17, 2011

(H)ujung Minggu

Untuk keempat kalinya, kami menikmati tasik atau danau buatan D'Aman, yang berada tak jauh dari rumah. Gambar di atas adalah pengalaman kedua kami menyusuri lorong berkonblok. Dengan membawa roti untuk dilempar ke danau, kami berharap ikan-ikan itu berlompatan. Kegirangan tiba-tiba membuncah melihat ikan itu saling berebut dan secara bergantian melahap remahan roti. Pada pengalaman pertama, kami pernah menaiki kendaraan yang sering digunakan di lapangan golf untuk mengelilingi danau bersama keluarga Pak Bunyan.

Nah, pakaian berwarna kulit jeruk itu adalah pakaian keselamatan untuk mereka yang menaiki kayak atau perahu berbentuk binatang angsa. Untuk dua yang terakhir ini, kami belum menikmatinya. Tentu, kami masih ingin merasakan berada di tengah-tengah air sambih mengayuh dayung. Berbeda dengan kunjungan kedua di atas, pada kali keempat, pengunjung yang datang sangat ramai. Ada yang berlari, bermain layangan, duduk-duduk di tepi danau, dan sebagian yang lain memenuhi kursi kantin yang menyediakan kudapan dan minuman ringan.

Bagaimanapun, ruang publik seperti di atas merupakan katup dari pelepasan rutinitas yang membosankan, baik di tempat kerja maupun di rumah. Diharapkan, setelah berekreasi mereka akan menemukan kesegaran dan kebugaran dan kembali pada pekerjaan masing-masing. Kami sendiri pun memetik peluh karena berlarian sambil menikmati segala macam rupa pemandangan. Bayangkan, kalau kami memeram diri di rumah, hanya tembok putih, suara musik dan program televisi mengisi hari, yang tentu saja tak baik bagi hati kami. Kita hanya perlu keluar dari rumah untuk mendapatkan perasaan segar-bugar.

Monday, December 13, 2010

Berlari

Anak kecil itu berlari, tepatnya berjalan lebih cepat, seperti yang lain di stadion kampus. Tentu, Anda bisa menebak siapa yang sedang berlari di depannya, berkaos putih dan bercelana hitam. Tentu ia terlalu kecil untuk berlari sejajar dengan orang tuanya, namun ia telah memulai untuk melangkah. Kita pun juga begitu, selalu mengejar apa yang ada di depan.

Mungkin sekali waktu, kita hanya perlu menikmati perjalanan kita sendiri. Biarlah yang ada di depan bertarung dengan kehendak sendiri. Dengan daya yang ada pada kita, setiap langkah adalah ikhtiar untuk membuat nyaman tubuh dan pikiran kita sendiri. Kadang tebersit, kita hanya ingin mengejar dan mengejar harapan, sehingga melupakan apa yang sedang digenggam.

Setiap orang hakikatnya mengurus hidupnya sendiri. Bahkan dalam kebersamaan, masing-masing sedang memperbesar kenikmatan yang bisa diraup sebanyak mungkin. Namun, pertemuan itu bisa dijadikan cara agar satu sama lain saling berbagi untuk mewujudkan kegembiraan tanpa harus mengorbankan orang lain. Namun drama hidup kadang berjalan di luar keinginan, ada yang merasa nyaman ketika korban berjatuhan.

Saturday, November 27, 2010

Meregang Otot

Bermain bola untuk pertama kalinya setelah Nabiyya lahir mendatangkan sensasi tersendiri. Ya, kemarin kami, mahasiswa dan staf konsulat melakukan pertandingan persahabatan di lapangan sepak bola milik Majlis Perbandaran Pulau Pinang, di belakang rumah sakit Adventist, sepelemparan batu dari kantor konsulat Indonesia. Karena kurang peregangan, otot pegal, meskipun setiap inci dari urat terasa lebih kencang dan nyaman. Belum lagi, saya bisa mereguk udara lebih leluasa dan melempar pandangan lebih jauh.

Sedianya ingin berlari kecil, namun jika mendapatkan umpan, saya pun sekuat tenaga berlari membawa bola dan kembali mengumpan bola pada kawan. Tiba-tiba, otot dan urat terasa ditarik kuat, ada sedikit nyeri di situ. Tak hanya menggunakan kaki, mulut pun tak berhenti bersuara, meminta umpan dan memberi ide agar bola ditendang ke kawan di sayap kiri, atau umpan tarik ke depan gawang. Kadang di tengah permainan tawa pun pecah karena melihat kelucuan, apakan tidak, Pak Usman menggunakan tangan agar bola tak menembus gawang dan wasit pun, Mas Didi, mengeluarkan kartu ATM untuk menghukum kartu kuning, meski pemain lawan meminta kartu merah.

Untungnya, matahari berselimut awan, sehingga terik tak menerjang bumi. Di sela-sela permainan, kami pun masih sempat ngobrol ringan. Seorang staf berujar baru pertama kali main bola, yang lain membanyol, bahwa salah seorang pemain adalah pemain dunia, bukan akhirat. Aha, kelakar yang lumayan menerbitkan tawa ketika napas ngos-ngosan. Akhirnya, permainan usai, lalu bersiap-siap ke konsulat untuk menikmati nasi goreng dan kerupuk udang.



Tuesday, November 03, 2009

Trek Jogging


Saya tidak lagi menggunakan trek lari (jogging) stadium untuk berolahraga. Selain menghindari kejenuhan, saya menemukan suasana lain di sepanjang jalan di atas. Seorang lelaki tua menyapu jalan dari pasir yang bertaburan, bahkan ketika jam kerja usai. Seorang pekerja perempuan Indonesia yang baru turun dari bis umum, berlari kecil menuju toko bahan bangunan, dan lalu lalang kendaraan yang terburu-buru beranjak pulang.

Dengan menyusuri trotoar, kaki ini berlari kecil untuk membakar lemak yang menimbun di tubuh. Tak jauh dari jalan di atas, jalan menanjak menghadang, yang membuat langkah makin berat. Namun, kaki tetap bergerak, meski melambat. Keringat menetes. Napas beradu cepat. Beberapa menit kemudian, jalan mendatar dijejaki sehingga langkah terasa ringan. Kelegaan menguap dari lubang pori-pori. Tak lama kemudian, jalan menurun, yang justeru tidak membuat nyaman, malah harus menahan tubuh agar tak menggelinding.

Kemarin, saya terpaksa berteduh di bawah pohon nangka karena hujan turun. Dengan menggunakan plastik, saya telah menyimpan telepon genggam agar tak basah. Namun, tak lama kemudian, reda mendera. Sisa butiran hujan hingga di rerumputan dan dedaunan. Meski air merembesi sepatu, saya terus berlari. Matahari pun muncul, memendarkan tetesan air. Sore itu benar-benar indah untuk dinikmati.

Friday, June 12, 2009

Di sini, Saya Mereguk Udara


Gambar lapangan bola di atas diambil setelah saya mewawancarai kepala unit olahraga kampus. Sudah beberapa bulan, saya tak berlari menyusuri track berwarna merah terbuat dari karet lembut ini. Lebih lama lagi, saya tak mengocek bola bersama teman-teman dari Thailand. Biasanya saya memilih waktu pagi, setelah Subuh agar bisa mendengar kokok ayam dari perumahan sebelah stadion. Lamat-lamat suara binatang berkaki dua hilang dan matahari menyembul di kaki langit, saya pun mengakhiri jogging. Selalu begitu.

Pada hari minggu, saya kadang bersama keluarga berjalan mengelilingi lapangan dan kemudian ke warung terdekat menyeruput minuman panas dan membaca koran, Utusan. Ruangan sastera selala memantik saya untuk mengenal lebih dekat dunia kata. Tentu informasi kesehatan yang menjadi rubrik khusus hari Minggu tak luput dari perhatian. Sekarang, kebiasaan ini tak lagi dilakukan karena si kecil belum bisa diajak serta. Tentu, setelah agak besar, kami akan membawanya mengelilingi track agar ia tak selalu bermalas-malasan menikmati tidur.

Oh ya, Minggu besok mungkin saya akan menyentuh tanah lapangan bola itu lagi. Rasanya berat badan saya mulai bertambah. Lingkar perut mengembang sehingga sabuk seakan-akan mengikat erat, membuat tidak nyaman. Apatah lagi, rumput baru saja dipotong. Lapangan bola itu selaksa karpet raksasa yang digelar dan nyaman di mata. Ia tetes yang membuat mata menjadi lebih nyaman dan sehat.

Pemurnian

Jati diri seringkali dikaitkan dengan darah keturunan. Padahal, secara genetik, kita mungkin tak sepenuhnya berasal dari satu ras. Namun, po...