Tinjauan Pustaka: 1. Biogas
Tinjauan Pustaka: 1. Biogas
Tinjauan Pustaka: 1. Biogas
2. TINJAUAN PUSTAKA
1. Biogas
Biogas yang didominasi oleh gas metana, merupakan gas yang dapat
dibakar. Metana secara luas diproduksi di permukaan bumi oleh bakteri
pembusuk dengan cara menguraikan bahan organik. Sekurangnya 10 tipe
bakteri pembusuk yang berbeda dari bakteri methanogenesis yang
berperan dalam pembusukan. Biogas merupakan campuran gas yang
dihasilkan dari aktivitas bakteri metanogenik pada kondisi anaerobik atau
fermentasi bahan-bahan organik (Wahyuni, 2010). Komposisi jenis gas
dan jumlahnaya pada suatu unit biogas disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi jenis gas dan jumlahnya pada suatu unit biogas
2. 2. Jerami
Jerami padi adalah batang padi yang ditinggalkan termasuk daun
sesudah diambil buahnya yang masak. Sekitar 30% jerami padi digunakan
untuk beberapa kepentingan manusia berupa atap rumah, kandang,
penutup tanah (mulsa), bahkan bahan bakar industri dan untuk pakan
ternak (bila terpaksa) selebihnya dibuang atau dibakar yang tidak jarang
akibatnya mengganggu keseimbangan lingkungan. Pemanfaatan jerami
padi untuk pakan ternak di Indonesia berkisar antara 31-39%,
dikembalikan ketanah sebagai pupuk (36-62 %) dan sisanya berkisar 7-
16% digunakan untuk industri (Komar, 1984).
Masyarakat petani pada umumnya masih rendah dalam pemanfaatan
Jerami. Sebagian besar petani hanya membakar jerami padi setelah panen
dimana limbah ini berfungsi sebagai pupuk organik, di samping itu adanya
anggapan dari responden bahwa hijauan pakan tersedia dalam jumlah yang
mencukupi dilahan pekarangan, sawah dan kebun untuk kebutuhan ternak
(Febrina dan Liana, 2008). Winarno et al, (1985) menyatakan limbah
pertanian pada umumnya belum mendapat perhatian dan belum banyak
dimanfaatkan untuk menjadi komoditas baru yang mempunyai harga lebih
baik atau nilai tambah (added value) yang setinggi mungkin sehingga
dapat memberikan kontribusi terhadap pendapatan total rumah tangga
petani. Potensi jerami di Indonesia sangat besar, menurut ZREU (2000),
potensi jerami padi sekitar 49 juta ton per tahun. Potensi Biomassa
disajikan pada Gambar 1.
Menurut Kim dan Dale (2004) potensi jerami kurang lebih 1,4 kali
dari hasil panen. Rata-rata produktivitas padi nasional adalah 48.95 ku/ha,
sehingga jumlah jerami yang dihasilkan kurang lebih 68.53 ku/ha. Potensi
jerami yang sangat besar ini sebagian besar masih disia-siakan oleh petani.
Sebagian besar jerami hanya dibakar menjadi abu, sebagian kecil
dimanfaatkan untuk pakan ternak.
2. 3. Sampah Pasar
Sampah mempunyai kontribusi besar terhadap meningkatnya emisi
gas rumah kaca, hal ini dikarenakan penumpukan sampah tanpa diolah
akan melepaskan gas metana/methane (CH4). Setiap 1 ton sampah padat
menghasilkan 50 kg gas metana. Diperkirakan pada tahun 2020, sampah
yang dihasilkan oleh penduduk indonesia sekitar 500 juta kg/hari atau
190 ribu ton/tahun (Nengsih, 2002).
Pada tahun 2007 total timbulan sampah dari 170 kota yang mengikuti
program Adipura mencapai 45.4 juta meter kubik. Dari jumlah tersebut,
sekitar 71 persen atau sebanyak 32.5 juta meter kubik terangkut ke tempat
pembuangan akhir (TPA). Menurut pedoman IPCC 2006, timbulan
sampah di Indonesia adalah sebesar 0.28 ton per kapita per tahun. Dengan
menggunakan asumsi tersebut dan proyeksi jumlah penduduk tahun
2001 2007, timbulan sampah pada tahun 2007 diperkirakan mencapai
63 ribu ton dimana 58 persen diantaranya berasal dari pulau Jawa. Hal ini
sesuai dengan jumlah dan pertumbuhan penduduk di pulau Jawa yang
lebih tinggi dibandingkan dengan pulau-pulau besar lainnya di Indonesia.
Peta timbunan sampah domestik disajikan pada Gambar 2.
2. 4. Fermentasi
Menurut Esposito et al (2011) dan Batstone et al (2002) secara garis
besar proses pembentukan biogas dapat dilihat pada Gambar 4 dan dibagi
dalam empat tahap yaitu: hidrolisis, asidogenesis, asetogenesis dan
metanogenesis.
Limbah Pertanian Inert (partikel,
(Jerami padi & Sampah Pasar) terlarut)
Disintegrasi
Hidrolisis
Gula/ Long Chain Fatty
Asam Amino (AA)
Monosakarida(MS) Acids (LCFA)
1 2 3 Asidogenesis
Asetogenesis
Acetat H2
6 7 Metanogenesis
Metana (CH4),
CO2
1. Tahap Hidrolisis
Pada tahap hidrolisis, bahan organik dienzimatik secara eksternal
oleh enzim ekstraselular (selulose, amilase, protease dan lipase)
mikroorganisme. Bakteri memutuskan rantai panjang karbohidrat
komplek, protein dan lipida menjadi senyawa rantai pendek. Sebagai
contoh polisakarida diubah menjadi monosakarida sedangkan protein
diubah menjadi peptida dan asam amino. Menurut Deublein dan
Steinhauser (2008), dalam tahapan hidrolisis terjadi pemecahan enzimatis
dari bahan yang tidak mudah larut seperti lemak, polisakarida, protein,
asam nukleat dan lain-lain menjadi bahan yang mudah larut. Protein
dihidrolisis menjadi asam-asam amino, karbohidrat menjadi gula-gula
sederhana, sedang lemak diurai menjadi asam rantai pendek.
2. Tahap Asidogenesis
Pada tahap asidogenesis, bakteri menghasilkan asam, mengubah
senyawa rantai pendek hasil proses pada tahap hidrolisis menjadi asam
asetat, hidrogen dan karbondioksida. Bakteri tersebut merupakan bakteri
anaerobik yang dapat tumbuh dan berkembang pada keadaan asam. Untuk
menghasilkan asam asetat bakteri tersebut memerlukan oksigen dan
karbon yang diperoleh dari oksigen yang terlarut dalam larutan,
pembentukan asam dalam kondisi anaerobik sangat penting untuk
membentuk gas metan oleh mikroorganisme pada proses selanjutnya.
Selain itu, bakteri tersebut juga mengubah senyawa yang bermolekul
rendah menjadi alkohol, asam organik, asam amino, karbondioksida, H2S
dan sedikit gas metan (Amaru, 2004).
Menurut Deublein dan Steinhauser (2008) produk terpenting dalam
tahapan asidogenesis adalah asam asetat, asam propionate, asam butirat,
H2 dan CO2. Selain itu dihasilkan sejumlah kecil asam formiat, asam
laktat, asam valerat, methanol, etanol, butadienol dan aseton.
3. Asetogenesis
Tidak semua produk asetogenesis dapat dipergunakan secara
langsung pada tahap metanogenesis, alkohol dan asam volatile rantai
pendek tidak dapat langsung dipergunakan sebagai substrat pembentuk
metan, tetapi harus dirombak dulu oleh bakteri asetogenik menjadi asetat,
H2 dan CO2. Produk yang dihasilkan ini menjadi substrat pada
pembentukan gas metan oleh bakteri metanogenik. Setelah asidogenesis
dan asetogenesis, diperoleh asam asetat, hidrogen, dan karbondioksida
yang merupakan hasil degradasi anaerobik bahan organik.
4. Tahap Pembentukan Gas Metana (Metanogenesis)
Pada tahap ini bakteri metanogenik mendekomposisikan senyawa
dengan berat molekul rendah menjadi senyawa dengan berat molekul
tinggi. Sebagai contoh bakteri ini menggunakan hidrogen, CO2 dan asam
asetat untuk membentuk metana dan CO2. Bakteri penghasil asam dan gas
metana bekerjasama secara simbiosis. Bakteri penghasil asam membentuk
keadaan atmosfir yang ideal untuk bakteri penghasil metana. Sedangkan
bakteri pembentuk gas metana menggunakan asam yang dihasilkan bakteri
penghasil asam. Tanpa adanya proses simbiotik tersebut, akan
menciptakan kondisi toksik bagi mikroorganisme penghasil asam. Metana
diproduksi dari asam asetat, hidrogen dan karbon dioksida (Juanga, 2005).
Prinsip reaksi metanogenik disajikan pada Gambar 5.
2. Lama Proses
Lama proses atau jumlah hari bahan terproses didalam bioreaktor.
Pada reaktor tipe aliran kontinyu, bahan akan bergerak dari inlet menuju
outlet selama waktu tertentu akibat terdorong bahan segar yang
dimasukkan, setelah itu bahan akan keluar dengan sendirinya. Misalnya
apabila lama proses atau pengisian bahan ditetapkan selama 30 hari, maka
bahan akan berada didalam bioreaktor atau menuju outlet selama 30 hari.
Setiap bahan mempunyai karakteristik lama proses tertentu, sebagai
contoh untuk kotoran sapi diperlukan waktu 2030 hari. Sebagian biogas
diproduksi pada 10 sampai dengan 20 hari pertama (Wahyuni, 2010)
Apabila terlalu banyak volume bahan yang dimasukkan (overload) maka
akibatnya lama pengisian menjadi terlalu singkat. Bahan akan terdorong
keluar sedangkan biogas masih diproduksi dalam jumlah yang cukup
banyak.
3. Derajat Keasaman (pH)
Kegagalan proses pencernaan anaerobik dalam reaktor biogas bisa
dikarenakan tidak seimbangnya populasi bakteri metanogenik terhadap
bakteri asam yang menyebabkan lingkungan menjadi sangat asam (pH
kurang dari 7) yang selanjutnya menghambat kelangsungan hidup bakteri
metanogenik. Kondisi keasaman yang optimal pada pencernaan anaerobik
yaitu sekitar pH 6.8 sampai 8, laju pencernaan akan menurun pada kondisi
pH yang lebih tinggi atau rendah (Wahyuni, 2010), sedang menurut
Nguyen (2004), kondisi optimum pH pada rentang 7.2 sampai 8.2.
4. Penghambat Nitrogen dan Ratio Carbon Nitrogen
Menurut Wahyuni (2010) dan Haryati (2006), bakteri yang terlibat
dalam proses anaerobik membutuhkan beberapa elemen sesuai dengan
kebutuhan organisme hidup seperti sumber makanan dan kondisi
lingkungan yang optimum. Bakteri anaerob mengkonsumsi karbon sekitar
30 kali lebih cepat dibanding nitrogen. Hubungan antara jumlah karbon
dan nitrogen dinyatakan dengan rasio karbon/nitrogen (C/N), rasio
optimum untuk reaktor anaerobik berkisar 20 - 30. Jika C/N terlalu tinggi,
nitrogen akan dikonsumsi dengan cepat oleh bakteri metanogen untuk
memenuhi kebutuhan pertumbuhannya dan hanya sedikit yang bereaksi
dengan karbon akibatnya biogas yang dihasilnya menjadi rendah.
Sebaliknya jika C/N rendah, nitrogen akan dibebaskan dan berakumulasi
dalam bentuk amonia (NH4) yang dapat meningkatkan pH. Jika pH lebih
tinggi dari 8.5 akan menunjukkan pengaruh negatif pada populasi bakteri
metanogen.
Penimbangan
(2.5 kg Sampah
& 1 kg Jerami)
Pengukuran TS-VS
Sampah (+Kotoran sapi Fermentasi Media Padat bahan, COD bahan &
277 g, Jerami (+kotoran pada suhu 35-40oC selama lindi, pH bahan&lindi
sapi 350 g & air 3000 g) 30-40 hari setiap 2 hari sekali
Pengukuran TS-VS
Fermentasi Media Padat bahan, COD bahan &
pada suhu 35-40oC selama lindi, pH bahan&lindi
30-40 hari setiap 2 hari sekali
KOMPOS &
BIOGAS PUPUK CAIR