Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Uas Bioteknologi Lingkungan

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 20

UAS BIOTEKNOLOGI LINGKUNGAN

MAKALAH
BIOREMEDIASI LIMBAH PETROLEUM Di AIR LAUT

OLEH:

Ivan Fadhillah (2010242014)

DOSEN PENGAMPU:

Prof. Dr. Adrianto Ahmad, MT

JURUSAN TEKNIK KIMIA S2


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2021
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah, tuhan semesta alam yang telah memberikan penulis
kemampuan dan kesanggupan untuk menyelesaikan tugas makalah tentang Biotteknologi
Lingkungan. Makalah ini berisikan tentang aplikasi bioteknologi lingkungan pada teknologi
bioremediasi limbah petroleum di air laut.
Kami sebagai penulis dan juga mahasiswa ingin memberikan penjelasan yang cukup
akan konpetensi dasar yang harus dipenuhi, dan jelas akan materi yang disampaikan dalam
makalah ini serta banyak bermanfaat bagi pembaca sekalian. Makalah ini masih belum bisa
menjawab semua pertanyaan pembaca tentang Bioteknologi Lingkungan, maka kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Untuk kesalahan yang terdapat dalam
penulisan makalah ini, kami mohon maaf. Dan ucapan terima kasih kami berikan kepada
pembaca yang telah menjadikan makalah ini sebagai referensi pelajaran.

Pekanbaru, Juni 2021

(Punils)

i
DAFTAR ISI

ii
2

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Minyak bumi adalah sumber utama energi fosil yang memegang peranan penting
untuk industri, transportasi, dan rumah tangga. Produksi minyak mentah dunia diperkirakan
sebanyak tiga miliar ton per tahun, dan sekitar setengahnya diangkut melalui laut. Berbagai
kegiatan eksplorasi, eksploitasi, transportasi, penyimpanan, pengolahan dan distribusi minyak
mentah maupun minyak olahan masih sering menghasilkan kejadian kebocoran dan atau
tumpahan minyak ke lingkungan. Penanganan kondisi lingkungan yang tercemari minyak
bumi dapat dilakukan secara fisika, kimia dan biologi. Remediasi secara fisika dan kimia
bersifat remediasi jangka pendek dan tidak tuntas (perpindahan massa antar media
lingkungan), hanya sekitar 10-15% pencemar dapat dipindahkan dari media laut.
Untuk penuntasan remediasi, diperlukan penghilangan media secara biologi
(bioremediasi). Bioremediasi didefinisikan sebagai teknologi yang menggunakan mikroba
untuk mengolah (cleaning) hidrokarbon minyak bumi dari kontaminan melalui mekanisme
biodegradasi alamiah (intrinsic bioremediation) atau meningkatkan mekanisme biodegradasi
alamiah dengan menambahkan mikroba. Salah satu mikroba yang dapat digunakan untuk
mendegradasi kandung hidrokarbon pada air laut yaitu Pseudomonas aeruginosa yang
mampu menggunakan lebih dari 75 macam organik sebagai sumber karbon dan sumber
energi, mampu menggunakan respirasi aerobik (dengan oksigen) dan anaerob pada nitrat atau
akseptor electron alternatif lainnya juga mampu tumbuh pada nutrien dalam jumlah sedikit.

1.2 Rumusan Masalah


Tingkat pencemara di laut masih tinggi sejalan dengan meningkatnya aktivitas
industri permnyakan yang mencemari air laut, mengakibatkan kerusakan ekosistem.
Pencemaran air laut oleh minyak bumi disebabkan karena tumpahnya minyak bumi pada
proses pengolahan, produksi, distribusi maupun penggunaannya sehingga komponen-
komponen minyak bumi terlepas ke perairan, seperti misalnya kebocoran tangker minyak
bumi, jalur pipa transmisi, kebocoran karena peralatan yang tidak terawat dengan baik, proses
produksi yang tidak baik, ataupun pembuangan sisa minyak bumi. Dampak ekologis yang
ditimbulkan dari pencemaran minyak bumi di laut, yaitu: pencemaran laut yang berasal dari
tumpahan minyak akan merusak ekosistem laut antara lain plankton
3

(fitoplanktonzooplankton) dan nekton. Pencemaran minyak di laut sebagai akibat dari


tumpahan minyak dapat mempengaruhi tingkat intensitas fotosintesis.
Bioremediasi didefinisikan sebagai proses penanggulangan senyawa pencemar
melalui penguraian atau reduksi limbah organik maupun anorganik yang bersifat toksik di
lingkungan secara biologis menjadi senyawa lain yang tidak atau kurang berbahaya, seperti
karbon dioksida atau beberapa gas lain, senyawa anorganik dan air. Kelebihan metode
bioremediasi dengan metode lain yaitu penggunaannya yang lebih ramah lingkungan.
Menurut US EPA (United States Environmental Protection Agency), agen bioremediasi
didefinisikan sebagai kultur mikroorganisme, enzim atau stimulan berupa nutrien yang dapat
meningkatkan laju biodegradasi. Penggunaan mikroorganisme dinilai lebih efektif karena
kapasitas degradasi kontaminan yang tinggi menjadi senyawa tidak berbahaya atau kurang
berbahaya (Leung, 2004). Oleh karena itu, potensi bakteri laut untuk aplikasi bioremediasi
telah banyak digali dalam upaya mengatasi pencemaran di lingkungan perairan laut.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan kemampuan bakteri laut dalam mendegradasi
maupun mereduksi berbagai senyawa pencemar.

1.3 Tujuan Makalah


Tujuan makalah ini diantaranya:
1. Mengetahui istilah bioremediasi.
2. Mengetahui aplikasi bioremediasi dalam pengolahan limbah petroleum air laut
3. Mengetahui jenis bakteri yang mampu mendegradasi hidrokarbon di laut

1.4 Manfaat Makalah


1. Memberikan informasi mengenai bioremediasi limbah petroleum air laut
2. Memberikan wawasan mengenai bakteri yang digunakan dalam bioremediasi limbah
petroleum air laut
BAB II
ISI PEMBAHASAN

2.1. PETROLEUM (MINYAK BUMI)


Minyak bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi
tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral
atau ozokerit, dan bitumin yang diperoleh dari proses penambangan tetapi tidak termasuk
batu bara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk pada yang diperoleh dari kegiatan
yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha dan minyak bumi. Menurut (Jasji, 1996) Minyak
bumi merupakan senyawaan kimia yang terdiri dari unsur-unsur karbon, hidrogen, sulfur,
oksigen, halogenida dan logam. Minyak bumi mengandung 50-98% komponen hidrokarbon
dan non hidrokarbon. Kandungannya bervariasi tergantung pada sumber minyak.

Tabel 2.1 Komponen Hidrokarbon dan Non-hidrokarbon pada Minyak Bumi


Senyawa Jumlah (%)
Karbon 83,9-86,8
Hidrogen 11,4-14
Belerang 0,06-8
Nitrogen 0,11-1,7
Oksigen 0,5
Logam 0,03

Senyawa yang hanya terdiri dari unsur karbon dan hydrogen dikelompokan kedalam
senyawa hidrokarbon. Terdapat empat seri hidrokarbon minimal yang terkandung di dalam
minyak bumi, yaitu seri n-paraffin (n-alkana) yang terdiri atas metana (CH4), aspal yang
memiliki atom karbon (C) lebih dari 25 pada rantainya, seri iso- paraffin (isoalkana) yang
terdapat hanya sedikit dalam minyak bumi, seri neptena (sikloalkana) yang merupakan
komponen kedua terbanyak setelah n-alkana, dan seri aromatik. Komposisi senyawa
hidrokarbon pada minyak bumi berbeda bergantung pada sumber penghasil minyak bumi
tersebut (Munawar, 2007).
Senyawa hidrokarbon yang terkandung dalam minyak bumi berupa benzena, toluena,
ethylbenzena, dan isomer xylena, dikenal sebagai BTEX, merupakan komponen utama dalam
minyak bumi, bersifat mutagenik dan karsinogenik pada manusia. Senyawa ini bersifat

3
4

rekalsitran, yang artinya sulit mengalami perombakan di alam, baik di air maupun di darat,
sehingga hal ini dapat mengalami proses biomagnition pada ikan ataupun pada biota laut
yang lain. Bila senyawa aromatik tersebut masuk ke dalam darah, akan diserap oleh jaringan
lemak dan mengalami oksidasi dalam hati membentuk phenol, kemudian pada proses
berikutnya terjadi reaksi konjugasi membentuk senyawa glucuride yang larut dalam air,
kemudian masuk ke ginjal. Komposisi senyawa hidrokarbon pada minyak bumi tidak sama,
bergantung pada sumber penghasil minyak bumi tersebut. Misalnya, minyak bumi Amerika
komponen utamanya ialah hidrokarbon jenuh, yang digali di Rusia banyak mengandung
hidrokarbon siklik, sedangkan yang terdapat di Indonesia banyak mengandung senyawa
aromatik dan kadar belerangnya sangat rendah (Hardjono, 2001).

2.2. Oli
Oli merupakan salah satu produk turunan minyak bumi yang juga berpotensi untuk
mencemari lingkungan. Oli mengandung sejumlah zat yang dapat mengotori udara, tanah
maupun air. Menurut Keith dan Telliard (1979) setelah masa pemakaian oli sebagai pelumas
berakhir, maka oli bekas akan mengandung lebih banyak hidrokarbon, logam dan polycyclic
aromatic hydrocarbon (PAH) bersifat mutagenik dan karsinogenik. PAH yang masuk ke
dalam darah akan diserap oleh jaringan lemak dan mengalami oksidasi dalam hati
membentuk fenol. Berikutnya akan terjadi reaksi konjugasi membentuk glukoronida yang
larut dalam air, kemudian masuk ke ginjal. Senyawa antara yang terbentuk adalah epoksida
yang beracun dan dapat menyebabkan kerusakan pada tulang sumsum. Keracunan PAH yang
kronis dapat menyebabkan kelainan pada darah, termasuk menurunnya sel darah putih, zat
beku darah, dan sel darah merah yang menyebabkan anemia. Akibatnya, akan merangsang
timbulnya preleukemia, kemudian leukemia yang pada akhirnya menyebabkan kanker (Philp,
1995).
Oli bekas merupakan golongan limbah B3, karena oli bekas dapat menyebabkan tanah
menjadi tandus dan kehilangan unsur haranya, sedangkan sifatnya yang tidak dapat larut
dalam air dapat menyebabkan pencemaran air, selain itu oli juga mudah terbakar
(Mukhlishoh, 2012). Hidrokarbon minyak bumi ini mengandung hidrokarbon alifatik,
hidrokarbon alisiklik, dan hidrokarbon aromatik (Speight, 1980). Menurut Udiharto (2000)
keberadaan senyawa ini dalam limbah akan menyebabkan degradasi kualitas lingkungan.
Dampak terhadap tumbuhan, yaitu toksisitas akibat kontak langsung yaitu hidrokarbon
melarutkan struktur membran lipid sel (Bossert dan Bartha, 1984).
5

Meskipun oli bekas masih dapat dimanfaatkan kembali, apabila tidak ditangani
dengan baik dapat membahayakan lingkungan sekitarnya. Penanganan oli bekas yang
dilakukan dengan baik dapat memberikan keuntungan bagi pengelola oli bekas dan juga bagi
industri untuk mengurangi biaya produksi dengan cara memanfaatkan kembali oli bekas
sebagai pelumas untuk berbagai peralatan. Karena pada dasarnya oli bekas memang masih
dapat dimanfaatkan kembali untuk pelumas dengan cara pemakaian yang berbeda dari
sebelumnya.
Susanto (1973) menjelaskan akibat-akibat jangka pendek dari pencemaran hidrokarbon
sudah banyak dilaporkan. Molekul-molekul hidrokarbon dapat merusak membran sel yang
berakibat pada keluarnya cairan sel dan berpenetrasinya bahan tersebut ke dalam sel. Secara
langsung oli dapat menimbulkan kematian pada biota laut. Hal ini disebabkan oleh kekurangan
oksigen, keracunan karbondioksida dan keracunan langsung oleh bahan beracun yang terdapat
dalam minyak. Akibat jangka panjang menurut Sumalidang (1995) pencemaran hidrokarbon
ternyata dapat pula menimbulkan beberapa masalah yang serius terutama bagi biota yang masih
muda.

2.3. Total Petroleum Hydrocarbon


Total Petroleum Hydrocarbon (TPH) adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan ratusan bahan kimia yang secara alami muncul dari crude oil. Crude oil
digunakan untuk membuat produk petroleum, yang dapat mengontaminasi lingkungan.
Dikarenakan begitu banyaknya bahan kimia yang berbeda-beda di dalam crude oil dan
produk petroleum lainnya, tidak dilakukan pengukuran masing-masing kandungan secara
terpisah. Oleh karena itu pengukuran yang dilakukan di lapangan adalah jumlah Total
Petroleum Hydrocarbon (TPH) (Agency for Toxic Substance and Disease Registry, 1999).
Petroleum berasal dari kata petra yang artinya batu dan oleum yang artinya minyak.
Petroleum merupakan campuran kompleks. Petroleum terdiri dari senyawa hidrokarbon
(98%), Sulfur (1 – 3%), Nitrogen (< 1%), Oksigen (< 1%), Logam atau mineral (< 1%),
Garam (< 1%). Menurut EPA (Environmental Protection Agency), petroleum hidrokarbon
berasal dari minyak mentah (crude oil). Crude oil ini digunakan untuk membuat produk
petroleum, yang dapat mencemari lingkungan.
TPH adalah jumlah hidrokarbon minyak bumi yang terukur di dalam suatu media
lingkungan. Hidrokarbon minyak bumi (PHC–Petroleum Hydrocarbon) adalah berbagai jenis
senyawa hidrokarbon yang terdapat dalam minyak bumi. Dalam satu jenis campuran minyak
bumi akan terdapat rantai hidrokarbon dengan rantai C5–C40. Dengan demikian, metode
6

analisa TPH didefinisikan sebagai metoda analisis yang digunakan untuk mengukur jumlah
hidrokarbon minyak bumi dalam suatu media (Ghazali, 2004). Menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Nilai TPH pada baku mutu air laut daerah pelabuhan ditentukan
dibawah 5 mg/liter atau 5 ppm, sedangkan untuk biota laut dibawah 1 mg/liter atau 1 ppm.

2.4. Bioremediasi
Bioremediasi merupakan suatu upaya pemulihan kondisi lingkungan dengan
menggunakan aktivitas biologis mikroba untuk mendegradasi dan menurunkan toksisitas dari
berbagai senyawa pencemar (Madigan et al, 2009). Sedangkan menurut lampiran KEPMEN
LH No 128 Tahun 2003 Bioremediasi adalah proses pengolahan limbah minyak bumi yang
sudah lama atau tumpahan/ceceran minyak pada lahan terkontaminasi dengan memanfaatkan
makhluk hidup termasuk mikroorganisme, tumbuhan, atau organisme lain untuk mengurangi
konsentrasi atau menghilangkan daya racun bahan pencemar.
Saat ini, bioremediasi telah berkembang pada pengolahan air limbah yang
mengandung senyawa-senyawa kimia yang sulit untuk didegradasi dan biasanya
dihubungkan dengan kegiatan industri, antara lain logam-logam berat, petroleum
hidrokarbon, dan senyawa-senyawa organik terhalogenasi seperti pestisida dan herbisida
(Tortora, 2010), maupun nutrisi dalam air seperti nitrogen dan fosfat pada perairan tergenang.
Cookson (1995) menjelaskan beberapa faktor yang diperlukan dalam proses biologi dalam
mendegradasi kontaminan, yaitu antara lain:
1. Keberadaan mikroorganisme pendegradasi kontaminan
2. Keberdaan substrat yang menjadi kontaminan
3. Keberadaan inducer yang dapat mendorong pembentukan enzim spesifik
4. Kebradaan sistem akseptor-donor electron
5. Kondisi lingkungan yang mendukung reaksi katalisis enzim
6. Nutrien yang menunjang pertumbuan bakteri dan produksi enzim
7. Kisaran temperature yang mendukung aktivitas mikrobadan reaksi kataitas.
8. Tidak adanya material/substansi yang bersifat toksik terhadap mikroorganisme
pendegradasi.
9. Keberadaan organisme yang dapat mendegradasi produk metabolit
10. Keberadaan organisme yang dapat mencegah terbentuknya senyawa toksik.
11. Kondisi lingkungan yang dapat meminimalis organisme kompetitif yang berkatian
dengan keberlangsungan reaksi.
7

Berdasarkan agen proses biologis serta pelaksanaan rekayasa, bioremediasi dapat dibagi
menjadi dalam Empat kelompok, yaitu (Vidali dalam Hardiani, dkk., 2011:32):
a. Fitoremediasi
Fitoremediasi merupakan proses teknologi yang menggunakan tumbuhan untuk
memulihkan tanah yang tercemar oleh bahan polutan secara in situ. Teknologi ini dapat
ditunjang dengan peningkatan perbaikan media tumbuh dan ketersediaan mikroba tanah
untuk meningkatkan efesiensi dalam proses degradasi bahan polutan.
b. Bioremediasi in situ
Bioremediasi in situ disebut juga bioremediasi dasar atau natural attenuation. Teknologi ini
memanfaatkan kemampuan mikroba indigen dalam merombak polutan di lingkungan.
Proses ini terjadi dalam tanah secara alamiah di dalam tanah secara alamiah dan berjalan
sangat lambat
c. Bioremediasi ex situ
Bioremediasi ex situ dikenal sebagai metode dimana mikroorganisme diaplikasikan pada
tanah atau air terkontaminasi yang telah dipindahkan dari tempat asalnya. Teknik ex situ
terdiri atas: Landfarming, Composting, Biopiles, Bioreactor.
d. Bioagumentasi
Metode dengan menambahkan organisme dari luar (exogenus microorganism) pada
subpermukaan yang dapat mendegradasi kontaminan spesifik.
Secara garis besar, Gordon (1994) menyebutkan ada 3 faktor yang mempengaruhi
bioremediasi, yaitu mikroorganisme, nutrien (substrat) dan faktor lingkungan. Venosa (2002)
menyatakan bahwa ada 2 pendekatan utama dalam bioremediasi minyak bumi yaitu
bioaugmentasi (penambahan mikroorganisme pendegradasi minyak bumi untuk membantu
proses degradasi) dan biostimulasi (penambahan nutrien atau substrat untuk menstimulasikan
pertumbuhan mikroorganisme pendegradasi).
Bahkan, saat ini, flokulan umum berbahan baku Alam untuk menurunkan bahan
pencemar air sungai telah bisa digantikan dengan bioflokulan yang mikroorganismanya
diisolasi dari proses lumpur aktif dan diketahui dapat menurunkan turbiditi sebesar 84-94%
(Buthelezi et al, 2009). Selain itu, kehandalan mikroba termasuk diantaranya bakteri, jamur,
dan protozoa dalam pengolahan air limbah dan peranannya dalam menjaga keseimbangan
ekologis perairan sudah banyak dielaborasi (Gerardi., 2006).
8

2.5. Mekanisme Degradasi Hidrokarbon


Kecenderungan proses biodegradasi hidrokarbon minyak bumi dilakukan dengan
urutan sebagai berikut: n-alkana > alkana bercabang > aromatik dengan berat molekul rendah
> alkana siklik. Resin dan asphaltenes adalah senyawa yang paling bandel dari hidrokarbon
minyak bumi [73].
a. Bakteri Degradasi Alkana
Alkana adalah senyawa hidrokarbon jenuh yang tersusun secara teratur oleh atom
karbon dan hidrogen. Mereka dapat berupa n-alkana (linier), sikloalkana (siklik) atau
isoalkana (bercabang).
Berbagai mikroorganisme aerobik dan anaerobik memiliki kemampuan metabolisme
menggunakan alkana sebagai satu-satunya sumber karbon dan energi. Degradasi alkana oleh
bakteri telah dipelajari secara ekstensif [58]. Biodegradasi hidrokarbon jenuh pada dasarnya
adalah proses aerobik yang dilakukan oleh bakteri. Mikroorganisme pendegradasi alkana
tersebar luas di lingkungan. Biodegradasi n-alkana lebih dikenal daripada kelas hidrokarbon
jenuh lainnya. Alkana hidroksilase adalah enzim utama yang terlibat dalam degradasi alkana
[74].
Metana monooksigenase terlibat dalam degradasi alkana rantai pendek (C2-C4) [74].
Degradasi medium n-alkana (C5-C17) dilakukan melalui sitokrom P450 dan monooxygenas s
termasuk AlkB [73]. Untuk degradasi n-alkana panjang > C18, beberapa hidroksilase alkana
dilaporkan [74].
Alcanivorax spp., awalnya tidak terdeteksi dalam air laut yang terkontaminasi
minyak, dilaporkan merupakan 90% dari seluruh komunitas bakteri setelah penambahan
nutrisi dalam pengobatan biostimulasi [39]. Deteksi gen alkB, yang mengkodekan aktivitas
katalitik hidroksilase alkana yang memungkinkan degradasi hidrokarbon rantai menengah
hingga panjang, juga dilaporkan [74]. Gen ini pertama kali ditemukan pada Pseudomonas
putida GPo1. Setelah itu, ditemukan pada sebagian besar bakteri pendegradasi alkana.
Dengan penelitian lanjutan, 250 homolog gen alkB dilaporkan pada bakteri stik hidrokarbon
[74].

b. Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs)


PAH mewakili kelas polutan lingkungan berbahaya yang terakumulasi di lingkungan
dari aktivitas antropogenik. PAH hadir dalam minyak mentah tetapi dengan konsentrasi
rendah. Mereka sangat beracun dan susah dihilangkan [60, 61]. Saat ini, banyak peneliti
melaporkan tentang katabolisme aerobik senyawa aromatik dan jalur katabolic lainnya.
9

Secara umum, dibedakan menjadi dua cara untuk degradasi PAH ada dan tidak adanya
oksigen [74]. Biasanya, degradasi PAH oleh bakteri melibatkan mono dan dioksigenase
karena langkah pertama adalah hidroksilasi cincin aromatik melalui dioksigenase yang terdiri
dari kompleks enzim yang disusun oleh subunit reduktase, ferredoxin dan terminal
oksigenase. Selain itu, beberapa bakteri mendegradasi PAH melalui sitokrom P450 [24].
PAH dapat sepenuhnya dimetabolisme menjadi karbon dioksida dan air karena
adanya oksigen [61,75]. Biodegradasi anaerobik PAH adalah proses yang lambat, dan
beberapa studi pendahulu telah melaporkan jalur degradasi, gen katabolik dan enzim dari
degradasi ini. Di antara hasil penelitian degradasi PAHs, pada umumnya dalam kondisi
anoxic, kita dapat menyebutkan naftalena, antrasena, fenantrena, fluorene, acenaphthene dan
fluoranthene [74].

2.6. Mikroorganisme Pendegradasi Minyak


Pada lingkungan yang telah tercemar maupun kolam pengolahan limbah, secara
alamiah telah terdapat bakteri pendegradasi minyak/lemak yang bersaing dan berkonsorsia
dengan mikroorganisme lain di dalamnya. Oleh karena itu pada masa mendatang
pengendalian pencemaran menggunakan mikroba lebih berpotensi untuk diterapkan karena
prosesnya yang ramah lingkungan serta dapat mengurangi penggunaan bahan kimia yang
berpotensi menimbulkan pencemaran baru (Suyasa, 2007).
Mikroorganisme hidrokarbonoklastik yaitu mikroorganisme yang mampu
mendegradasi senyawa hidrokarbon dan memanfaatkan senyawa tersebut sebagai sumber
karbon dan energi yang diperlukan bagi pertumbuhannya. Mikroorganisme ini mampu
menguraikan komponen minyak bumi kemudian akan menghasilkan bioproduk seperti gas,
asam lemak, surfaktan, dan biopolimer (Hadi, 2003).
Di dalam minyak bumi terdapat dua macam komponen yang dibagi berdasarkan
kemampuan mikroorganisme menguraikannya, yaitu komponen minyak bumi yang mudah
diuraikan oleh mikroorganisme dan komponen yang sulit didegradasi oleh mikroorganisme.
Komponen minyak bumi yang mudah didegradasi oleh bakteri merupakan komponen terbesar
dalam minyak bumi, yaitu alkana yang bersifat lebih mudah larut dalam air dan terdifusi ke
dalam membran sel bakteri. Jumlah bakteri yang mendegradasi komponen ini relatif banyak
karena substratnya yang melimpah di dalam minyak bumi. Isolat bakteri pendegradasi
komponen minyak bumi ini biasanya merupakan pengoksidasi alkana normal (Handrianto,
2011).
10

Komponen minyak bumi yang sulit didegradasi merupakan komponen yang


jumlahnya lebih kecil dibanding komponen yang mudah didegradasi. Hal ini menyebabkan
bekteri pendegradasi komponen ini berjumlah lebih sedikit dan tumbuh lebih lambat karena
kalah bersaing dengan pendegradasi alkana yang memiliki substrat lebih banyak. Isolasi
bakteri ini biasanya memanfaatkan komponen minyak bumi yang masih ada setelah
pertumbuhan lengkap bakteri pendegradasi komponen minyak bumi yang mudah didegradasi
(Handrianto, 2011).
Bakteri maupun jamur yang memiliki kemampuan sebagai mikroorganisme
hidrokarbonoklastik ini terdistribusi secara luas di laut, perairan tawar, dan tanah sebagai
tempat hidupnya (Sugoro, 2002). Akan tetapi, tempat yang paling baik untuk menemukan
mikroba pendegradasi minyak bumi adalah dari tumpahan minyak itu sendiri (Furlong, et al.,
1998). Mikroba pendegradasi hidrokarbon minyak bumi yang tergolong ke dalam bakteri
hidrokarbonoklastik diantaranya adalah Pseudomonas, Arthrobacter, Alcaligenes,
Brevibacterium, Brevibacillus, dan Bacillus.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan mikroorganisme dalam
menguraikan minyak bumi adalah suhu lingkungan. Berdasarkan suhu optimum
pertumbuhannya, mikroorganisme dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu psikrofilik, dengan
suhu optimum pertumbuhannya berkisar antara 5-15°C, mesofilik 25-40°C, dan termofilik 45-
60°C. Pada umumnya, bioremediasi limbah minyak menggunakan mikroorganisme mesofilik
(Karwati, 2009).

Gambar 2.1. Contoh Reaksi Degradasi Hidrokarbon Alifatik


Degradasi senyawa alifatik (parafin) seperti n-alkana terutama melalui oksidasi pada
gugus metil terminal membentuk alkohol primer dengan bantuan enzim oksigenase. Alkohol
akan dioksidasi lebih lanjut menjadi aldehid, kemudian asam organic dan akhirnya dihasilkan
11

asam lemak dan asetil koenzim A. Senyawa antara asetil Ko-A akan masuk ke dalam siklus
Krebs, rantai karbon akan berkurang dari Cn menjadi Cn-2 yang terus berlanjut sampai
molekul hidrokarbon teroksidasi (Udiharto 1996). Hasil biodegradasi minyak bumi adalah
pemotongan hidrokarbon menjadi rantai yang lebih pendek dan gas-gas. Gas-gas tersebut
adalah CO2, CO, CH4, C2H6, C3H8, C4H10, H2S, N2, dan H2. Gas CH4 dan CO2 sering
dijadikan indikator terjadinya biodegradasi (Nugroho, 2006). Reaksi degradasi hidrokarbon
alifatik oleh mikroorganisme dapat dilihat pada Gambar 2.1.

2.7. Studi Kasus Bioremediasi pada Dekontaminasi Lingkungan Laut yang


Tercemar
Banyak peneliti yang dilakukan, misalnya, aplikasi proses bioremediasi di Laut
Mediterania, namun, yang sangat menarik adalah contoh yang dapat disimpulkan dari karya
Cappello et al. [91], Genovese dkk. [65] dan Fodelianakis et al. [38].
Dalam karya Cappello et al. [91] dan Genovese dkk. [65], sistem modular yang
bertujuan untuk mengoptimalkan proses biodegradasi diimplementasikan dan diuji untuk
remediasi sedimen yang terkontaminasi hidrokarbon di pelabuhan Messina (Italia). Sistem ini
dirancang untuk beroperasi langsung di lapangan tetapi tetap mempertahankan keunggulan
yang tidak berdampak pada lingkungan sekitar. Efek dari kondisi udara dan/atau cepat lambat
penebaran bakteri, pengaturan suhu dan peningkatan daya serap minyak pada sistem
dievaluasi. Treatment sekumpulan mikroba pertama dipantau selama 30 hari. Pengukuran
aktivitas mikroba, BOD, skrining gen fungsional, kuantitatif degradasi hidrokarbon minyak
bumi dan bioassay ekotoksikologi menggunakan organisme Corophium orientale.
Sistem yang dirancang sesuai dengan dua kebutuhan pada penelitian Nikolopoulou
dan Kalogerakis: (a) pengembangan sistem oksigenasi murah untuk bioremediasi aerobik dari
sedimen anoksik yang terkontaminasi dan (b) pengembangan metode biostimulan baru yang
tidak beracun bagi laut lingkungan (Tabel 2).
Hasil penelitian Mahjoubi et al, menunjukkan pengaruh injeksi udara terhadap
perkembangan biomassa bakteri dengan peningkatan populasi bakteri berdasarkan DAPI dan
MPN count dengan insuflasi udara dibandingkan dengan kontrol (endapan yang tidak diberi
perlakuan). Penambahan nutrisi dan pengaturan suhu meningkatkan laju degradasi untuk
mencapai degradasi tinggi dalam waktu sesingkat mungkin. Dalam sistem mesocosm, ~70%
dari total minyak dan hidrokarbon linier terdegradasi dengan perkembangan bakteri
mesofilik. Selain itu, penambahan pupuk mendorong degradasi minyak mentah
12

meningkatkan efisiensi degradasi dalam waktu 30 hari perawatan ketika >90% n-alkana
(C15-C30) dan >60% (alkil) nafta terdegradasi.

Gambar 2.2. Table Example of Successful Bioremediation Strategies


Sebagai contoh lain untuk strategi bioremediasi untuk mengevaluasi efektivitas
bioaugmentasi dengan konsorsium bakteri allochthonous dalam bioremediasi sedimen
terkontaminasi minyak yang dikumpulkan dari pantai yang berdekatan dengan kilang minyak
(teluk Elefsina, Yunani) diperlakukan ex situ dengan landfarming. Untuk perawatan
bioaugmentasi, konsorsium bakteri yang terdiri dari strain hidrokarbonokl yang diisolasi dari
sedimen terkontaminasi minyak berbeda yang dikumpulkan dari Afrika Utara (Maroko,
Tunisia, Mesir) dan Laut Merah (Yordania) digunakan. Selain itu, biostimulasi dilakukan
dengan penambahan N/P berupa KNO3/KH2PO4 dengan perbandingan akhir C:N:P
(100:10:1). Percobaan dilakukan selama 56 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
13

biodegradasi sebagian besar dilakukan oleh pendegradasi asli, sedangkan bioaugmentasi tidak
meningkatkan proses remediasi.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dihasilkan dari makalah ini yaitu:
1. Bioremediasi merupakan suatu upaya pemulihan kondisi lingkungan dengan
menggunakan aktivitas biologis mikroba untuk mendegradasi dan menurunkan
toksisitas dari berbagai senyawa pencemar.
2. Bioremediasi telah berkembang pada pengolahan air limbah yang mengandung
senyawa-senyawa kimia yang sulit untuk didegradasi dan biasanya dihubungkan
dengan kegiatan industri, antara lain logam-logam berat, petroleum hidrokarbon, dan
senyawa-senyawa organik terhalogenasi seperti pestisida dan herbisida, maupun
nutrisi dalam air seperti nitrogen dan fosfat pada perairan tergenang.
3. Mikroorganisme memiliki peranan penting dalam mendegradasi senyawa hidrokarbon
secara sempurna. Kemampuan bakteri dalam mendegradasi minyak melibatkan kerja
dari enzim alkana hidroksilase yang dikode oleh gen alkB. Genus Alcanivorax adalah
kelompok bakteri yang terkenal sebagai pendegradasi minyak.

3.2. Saran
Berdasarkan informasi yang didapat dan disajikan dalam makalah ini, maka beberapa
saran disampaikan sebagai berikut:
1. Perlu pengawasan dan pemeliharaan ketat terhadap kelestarian kondisi laut, terkhusus
didaerah lintasan aktivitas industry petroleum
2. Perlu pengembangan dan penerapan secara merata bioremediasi air laut untuk
meminimalkan kerusakan akibat limbah petroleum.

13
DAFTAR PUSTAKA
Buthelezi, S. P., Olaniran, A. O. and Pillay, B., 2009, Turbidity and microbial load removal
from river water using bioflocculants from indigenous bacteria isolated from wastewater
in South Africa, African Journal of Biotechnology Vol. 8 (14), pp. 3261-3266.
William, B. H. 1995. Organic Chemistry. Saunders College Publishing, USA.
Jasji, E. 1996. Pengolahan Minyak Bumi. Lemigas, Jakarta.
Munawar, M., Mukhtasor, M. and Surtiningsih, T., 2007. Bioremediasi Tumpahan Minyak
Mentah dengan Metode Biostimulasi Nutrien Organik di lingkungan pantai Surabaya
Timur. Berkala Penelitian Hayati, 13(1), pp.91-96.
Hardjono, A. 2001. Teknologi Minyak Bumi Edisi I. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Keith, L. H., dan Telliard, W. A. 1979. Priority Pollutans I-a Prespective View. Enviro. Sci.
Technol. 13 : 416-23
Philp, R. B. 1995. Environmental Hazards and Human Health. Lewis Publishers, New York.
Mukhlishoh, I. 2012. Pengolahan Limbah B3 Bengkel Resmi Kendraan Bermotor Roda Dua
di Surabaya Pusat. ITP paper. Institus Sepulun Nopember, Surabaya.
Speight, J. G. 1980. The Chemistry and Technology of Petroleum. Marcel Dekker Inc., New
York.
Udiharto, M. 2000. Hubungan Antar Tingkat Toksisitas dan Hidrokarbon Aromatik yang
Terkandung dalam Lumpur Pengeboran dan Bahan Dasarnya. Lembar Publikasi
Lemigas, Jakarta.
Bossert, I. dan Bartha, R. 1984. The Fate of Petroleum Soil Ecosystems Petroleum
Microbiology. New York: Macmillan.
Susanto, V. 1973.Water Pollution. Correspondence – Course - Central, Jakarta.
Sumalidang, K. 1995. Lingkungan Pembangungan. Mutiara, Jakarta.
Ghazali, M. F., Zaliha, N. R., Abdul, R. N., Salleh, A. B., dan Basri, M. 2004.
Biodegradation of Hydrocarbons in Soil by Microbial Consortium. International
Biodeterioration and Biodegradation.
Mahjoubi, M., Cappello, S., Souissi, Y., Jaouani, A. and Cherif, A., 2018. Microbial bioremediation of
petroleum hydrocarbon–contaminated marine environments. Recent insights in petroleum science
and engineering, 325, pp.325-350.

14
15
5

Anda mungkin juga menyukai