Pengaruh Penambahan Trace Metal Terhadap Pembuatan Biogas Dari Sampah Organik Dengan Starter Kotoran Sapi
Pengaruh Penambahan Trace Metal Terhadap Pembuatan Biogas Dari Sampah Organik Dengan Starter Kotoran Sapi
Pengaruh Penambahan Trace Metal Terhadap Pembuatan Biogas Dari Sampah Organik Dengan Starter Kotoran Sapi
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sumber daya energi merupakan salah satu kebutuhan yang sangat penting
untuk kelangsungan kehidupan. Fenomena krisis energi telah terjadi di seluruh dunia,
meliputi krisis energi minyak bumi dan gas alam, energi listrik, serta bahan bakar fosil.
Indonesia terancam krisis energi bila tidak segera memanfaatkan energi baru yang
terbarukan [1]. Selama tahun 2000-2011, konsumsi energi meningkat rata-rata 3% per
tahun. Konsumsi energi terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi,
penduduk, dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah. Dalam Outlook Energi
Indonesia 2013, pertumbuhan rata-rata kebutuhan energi diperkirakan sebesar 4,7% per
tahun selama tahun 2011-2030 [2]. Konsumsi energi per jenis sumber energinya
ditunjukkan dalam gambar 1.1.
biogas sudah dikembangkan sebagai energi alternatif yang bisa memanfaatkan berbagai
limbah dari sektor pertanian dan peternakan.
Pada sektor pertanian termasuk sampah organik di Indonesia sangat besar
jumlah limbah yang dihasilkan seperti limbah rumah tangga, jumlah yang dihasilkan
pada tahun 2020 diperkirakan meningkat 5 kali dimana setiap orang memproduksi
sekitar setengah kilogram sampah organik per hari [3]. Sama halnnya pada sektor
peternakan dalam keberadaan sapi di Indonesia, volume kotoran sapi yang dihasilkan
meningkat setiap tahunnya dan sebagian besar dibuang ke tempat pembuangan tanpa
adanya pengolahan. Hal ini menyebabkan masalah lingkungan seperti bau, gas rumah
kaca, dan sebagainya [4]. Potensi yang dimiliki sampah organik dan kotoran sapi untuk
dijadikan biogas sangatlah besar.
Saat ini telah diterapkan teknologi fermentasi yang dapat meningkatkan
perolehan biogas dari limbah organik yaitu dengan menyediakan kebutuhan logam pada
mikroorganisme. Mikronutrien seperti trace metal dibutuhkan oleh mikroorganisme
dalam proses pengolahan limbah secara anerobik karena trace metal diperlukan
mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Namun ketersediaannya secara alami di dalam
limbah yang akan diolah sangat kecil sehingga tidak mencukupi untuk proses anaerobik
yang optimal maka perlu dilakukan penambahan agar proses fermentasi dapat
berlangsung secara optimum. [4]. Ketersediaan nutrien yang seimbang untuk
meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme sangat penting dalam membantu kinerja
penguraian substrat. Terlepas dari keseimbangan antara makronutrien (C, N, P),
kebutuhan trace element tentu telah menunjukkan peranannya terhadap dampak
produksi biogas. Trace metal yang telah diketahui sangat penting untuk aktivitas enzim
di dalam sistem metanogenesis adalah kobalt (Co), nikel (Ni), besi (Fe), zinc (Zn),
molybdenum (Mo) dan tungsten (W). Penambahan sejenis atau kombinasi dari trace
metal pada prosesnya dalam skala laboratorium telah meningkatkan kinerja dengan
mempercepat perombakan substrat dan menurunkan penumpukan VFA [5]. Walaupun
trace metal bukan merupakan kebutuhan pokok pada proses anerobik tetapi
keberadaannya dapat menstimulasi aktivitas bakteri metanogenik sehingga dapat
meningkatkan produksi biogas [4].
Banyak penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu tentang
pembuatan biogas dari biomassa yang dimuat dalam tabel 1.1.
Study
Biogas
Metodologi
Hasil Terbaik
Dilakukan dalam reaktor batch Hasil
terbaik
pada
Rubbish as Producing
Material [3]
dihasilkan
Substrat
Sampah buah sebagai substrat dan sisa isi terbaik pada digester uji
sapi
Sisa
Supplementation on the
Mesophilic
Anaerobic
makanan
dicampurkan Diperoleh
perolehan
terbaikdengan
metal
Mo
Digestion of Foodwaste
Influence of Inoculum
Origin [8]
kering
dan
Se
meningkatkan
Biogas
and
Production [9]
Methane
Mo, Se, Fe, Ni, Co adalah trace metal yang telah digunakan dalam pembuatan biogas.
Penggunaan trace metal ini sangat kecil tetapi essensial bagi pertumbuhan
mikroorganisme. Pada penelitian ini, penulis memilih trace metal Ni, Co dengan dasar
penetapan konsentrasi dari penelitian Abdelsalam, dkk tahun 2015 dalam perolehan
biogas karena ketersediaannya pada sampah organik tidak banyak namun memiliki
unsur Fe yang tinggi [10].
1.2 Perumusan Masalah
Nikel, kobalt dan besi yang umum digunakan mikronutrien dalam pertumbuhan
mikroorganisme. Penelitian ini akan menggunakan sampah organik dalam pembuatan
biogas menggunakan trace metal Ni dan Co. Menurut US Departement of Health and
Human Service, 2005 logam Ni dan Co sangat berperan penting dalam pertumbuhan
biologis mikroorganisme sedangkan trace metal Fe diyakini sudah tersedia di dalam
sampah organik berupa sayuran yang dijadikan sebagai bahan baku dalam pembuatan
biogas. Untuk itu perlu diketahui dengan pasti jumlah trace metal yang sesuai
ditambahkan dalam pembuatan biogas.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui pengaruh penambahan trace metal Ni terhadap kinerja anaerobik
digester dalam perolehan biogas.
2. Mengetahui pengaruh penambahan trace metal Co terhadap kinerja anaerobik
digester dalam perolehan biogas.
3. Mengetahui pengaruh penambahan trace metal Ni dan Co terhadap kinerja
anaerobik digester dalam perolehan biogas.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1. Memberikan pengetahuan mengenai pengaruh penambahan trace metal (Ni, Co)
dalam pembuatan biogas.
2. Meningkatkan nilai pemanfaatan sampah organik dan kotoran sapi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biogas sebagai Energi Alternatif
Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik
oleh mikroorganisme pada kondisi langka oksigen (anaerob). Komponen biogas pada
umumnya terdiri dari: CH4 (metana), CO2 (karbondioksida) dan N2, O2, H2, & H2S [4].
Biogas yang dihasilkan memiliki sifat yang mudah terbakar. Komponen biogas yang
dapat dijadikan sebagai bahan bakar adalah gas metana dengan kandungan lebih dari 50
%. Kandungan yang terdapat dalam biogas dapat mempengaruhi sifat dan kualitas
biogas sebagai bahan bakar. Biogas yang kandungan metananya lebih dari 45% bersifat
mudah terbakar dan memiliki nilai kalor bakar yang tinggi. Tetapi jika kandungan CO 2
dalam biogas sebesar 2550 % maka dapat mengurangi nilai kalor bakar dari biogas
tersebut. Sedangkan kandungan H2S dalam biogas dapat menyebabkan korosi pada
perpipaan, nitrogen dalam biogas juga dapat mengurangi nilai kalor bakar biogas
tersebut serta uap air dapat merusak pembangkit yang digunakan [4]. Dengan demikian,
untuk mendapatkan hasil pembakaran yang optimal, perlu dilakukan pra kondisi
sebelum biogas dibakar yaitu melalui proses pemurnian karena biogas mengandung
beberapa gas lain yang tidak menguntungkan.
Biogas dapat dibakar seperti elpiji, dalam skala besar,sehingga dapat dijadikan
sumber energi alternatif yang ramah lingkungan dan terbarukan. Manfaat energi biogas
adalah energi sebagai pengganti bahan bakar khususnya minyak tanah dan dipergunakan
untuk memasak kemudian sebagai bahan pengganti bahan bakar minyak (bensin, solar).
Dalam skala besar, biogas dapat digunakan sebagai pembangkit energi listrik.
Disamping itu, dari proses produksi biogas dihasilkan lumpur organik yang dapat diolah
untuk dipergunakan sebagai pupuk organik. Sehingga, potensi pengembangan biogas
diIndonesia masih cukup besar.
2.2 Bahan Bahan Pembuatan Biogas
2.2.1 Sampah Organik
Sampah organik adalah material sisa yang mengandung senyawa organik yang
tersusun dari unsur C, H, O, N dll yang mudah terurai secara alami oleh
mikroorganisme. Beberapa jenis sampah organik atau biodegradable waste adalah sisa
makanan, tumbuhan, hewan, kertas, dan manure. Sumber sampah organik yang
terbanyak berasal dari pemukiman dan pasar tradisional [1]. Banyaknya sampah organik
yang dihasilkan berasal dari pasar sayur dan pasar buah yang menimbulkan penimbunan
sampah sehingga menjadi masalah bagi kesehatan lingkungan. Tabel 2.1 menunjukkan
berat harian rata-rata sampah Pasar Setia Budi Medan
Tabel 2.1 Berat Harian Rata-Rata Sampah Pasar Setia Budi Medan
Hari Ke-
Tanggal
Hari
14 Januari 2013
Senin
595,24
15 Januari 2013
Selasa
431,52
16 Januari 2015
Rabu
440,22
17 Januari 2013
Kamis
453,44
18 Januari 2013
Jumat
565,44
19 Januari 2013
Sabtu
634,66
20 Januari 2013
Mingg
u
600,58
21 Januari 2013
Senin
452,12
Berat
Harian
Rata-Rata
521,65
Jenis sampah organik yang dihasilkan dari Pasar Setia Budi Medan ditunjukkan dalam
tabel 2.2.
Tabel 2.2 Komposisi Sampah Organik Pasar Setia Budi Medan
Jenis Sampah
Organik
Berat
Sayuran
203,7565 kg
39,06
Buah
120,3968 kg
23,08
Ikan, ayam,
daging dll
35,2636 kg
6,76
Total
359,4169
68,90
[11]
Dari tabel di atas tampak bahwa dengan mengolah sampah organik maka
permasalahan sampah dapat direduksi lebih dari 60% dari total sampah yang dihasilkan
setiap harinya dengan menjadikan sebagai sumber energy [12]. Sehingga sampah
organik sangat berpotensi baik diolah menjadi biogas dengan komponen dan
kandunganny yang dimuat dalam tabel 2.3.
Tabel 2.3 Komponen dan Kandungan Sampah Sayuran
Komponen
Kandungan
Air (%)
30,0 - 60,0
4,1 6,0
Lemak (%)
3,0 9,0
4,0 17,0
3,1 9,3
Keasaman (pH)
5,0 8,0
[13]
2.3 Kotoran Sapi
Kotoran sapi adalah substrat yang mengandung bakteri penghasil gas metan yang
terdapat dalam usus sapi. Keberadaan sapi di Indonesia merupakan sektor yang paling
banyak di bidang peternakan dengan volume kotoran sapi yang dihasilkan dari
peternakan meningkat setiap tahunnya, yang sebagian besar dibuang ke tempat
pembuangan atau diterapkan dalam tanah tanpa adanya pengolahan. Hal ini
menyebabkan masalah lingkungan dan kesehatan seperti kontaminasi patogen, bau, gas
rumah kaca, dan sebagainya. Untuk mencegah hal tersebut, kotoran sapi dipilih sebagai
bahan pembuatan biogas, karena ketersediannya yang sangat besar di seluruh dunia.
Kotoran sapi mempunyai keseimbangan nutrisi, yang mudah diencerkan sehingga dapat
diproses secara biologi. Pada proses fermentasi kotoran segar lebih mudah diproses
dibandingkan dengan kotoran yang lama atau yang telah dikeringkan serta keberadaan
bakteri didalam usus sapi tersebut dapat membantu proses fermentasi sehingga proses
pembentukan biogas dapat dilakukan lebih cepat. Kandungan nutrien utama pada proses
pembuatan biogas adalah nitrogen, fosfor, dan kalium. Kandungan nitrogen dalam
bahan sebaiknya sebesar 1,45%, sedangkan fosfor dan kalium masing-masing sebesar
1,10%. Nutrien utama tersebut dapat diperoleh dari substrat kotoran ternak yang dapat
meningkatkan rasio C/N dalam pembuatan biogas. Unsur yang terdapat dalam kotoran
sapi yaitu hemiselulosa sebesar 18,6%, selulosa 25,2%, lignin 20,2%, nitrogen 1,67%,
fosfat 1,11%, dan kalium sebesar 0,56%. Feses sapi mempunyai rasio C/N sebesar 16,625%. Oleh karena bakteri yang terkandung pada kotoran sapi dan rasio C/N nya yang
cukup tinggi inilah yang membuat kotoran sapi dipilih sebagai bahan baku pembuatan
biogas [6]. Berdasarkan data BPS tahun 2011, jumlah ternak sapi di provinsi Sumatera
Utara mencapai 541.000 ekor. Sedangkan untuk tahun 2013, jumlah ternak sapi yang
ada mencapai 590.000 ekor. Untuk satu ekor sapi rata-rata dapat menghasilkan 20 kg
kotoran per hari. Berdasarkan data tersebut maka kotoran sapi sangat berpotensi untuk
digunakan dalam pembuatan biogas.
2.4 Biogas dari Sampah Organik dan Kotoran Sapi
Biogas dari sampah organik dan kotoran sapi adalah gas yang dihasilkan dari proses
penguraian bahan organik oleh bakteri dalam kondisi anaerob yang dapat berlangsung
di degester anaerob maupun di tempat pembuangan akhir sampah (sanitary landfill).
Biogas yang dihasilkan dari fermentasi anaerob oleh bakteri metanogenesis pada bahanbahan organik seperti kayu/tumbuhan, buah-buahan, kotoran hewan dan manusia
merupakan gas campuran gas metana (60-70%), CO2 dan gas lainnya. Komposisi biogas
bervariasi tergantung pada limbah organik dan proses fermentasi anaerob, dengan
komposisi lengkap sebagai berikut:
Tabel 2.4 Komposisi Kandungan Biogas
Komponen
Metana (CH4)
55-75
25-45
Nitrogen (N2)
0-0,3
Hidrogen (H2)
1-5
0-3
Oksigen (O2)
0,1-0,5
Biogas mempunyai sifat yang mudah menyala (flammable). Biogas dapat digunakan
untuk menggantikan bahan bakar konvensional seperti minyak tanah (kerosene) atau
kayu bakar [14]. Penggunaan biogas juga meyelamatkan lingkungan dari pencemaran
dan mengurangi kerusakan lingkungan hidup.
2.5 Proses Pembuatan Biogas
Secara umum, alur proses pencernaan/digesting sampah organik sampai menjadi
biogas dimulai dengan pencernaan sampah organik yang disebut juga dengan
fermentation/digestion anaerob. Pencernaan tergantung kepada kondisi reaksi dan
interaksi antara bakteri methanogens, non-methanogens dan limbah organik yang
dimasukkan sebagai bahan input/feedstock kedalam digester. Proses pencernaan ini
(methanization) disimpulkan secara sederhana melalui empat tahap, yaitu: hidrolisis
(liquefaction), asidifikasi (acyd production), asetogenesis dan metanogenesis (biogas
production) seperti gambar berikut:
2.5.1 Hidrolisis
Gambar 2.1 Empat Tahapan Fermentasi Anaerob Limbah
Hidrolisis merupakan tahap pertama dari fermentasi anaerobik, bahan-bahan
organik komplek (polimer) didekomposisi[4]
menjadi unit-unit yang lebih kecil (monodan oligomer). Saat hidrolisis, polimer seperti karbohidrat, lemak, asam-asam nukleat
dan protein dikonversi menjadi glukosa, gliserol, purin dan piridin.
10
Lipase
Asam Amino
Senyawa tidak larut, seperti selulosa, protein, dan lemak dipecah menjadi
senyawa monomer (partikel yang larut dalam air) oleh exo-enzime (enzim ekstraselular)
secara fakultatif oleh bakteri anaerob. Dimana lipid diurai oleh enzim lipase membentuk
asam lemak dan gliserol sedangkan polisakarida diurai menjadi monosakarida. Protein
diurai oleh protease membentuk asam amino. Produk yang dihasilkan dari hidrolisis
diuraikan lagi oleh mikroorganisme yang ada dan digunakan untuk proses metabolisme
mereka sendiri [4].
2.5.2 Asidogenesis
Asidogenesis ialah tahapan dimana produk- produk yang dihasilkan dari proses
hidrolisis dikonversi oleh bakteri asidogenik menjadi substrat metanogenik. Gula
sederhana, asam amino, dan asam lemak didegradasi menjadi asetat, karbondioksida,
dan hidrogen (70%), dan juga menjadi volatile fatty acids (VFA) dan alkohol (30%).
Produk akhir dari aktivitas metabolisme bakteri ini tergantung dari substrat awalnya dan
pada kondisi lingkungannya. Bakteri yang terlibat dalam asidifikasi ini merupakan
bakteri yang bersifat anaerobik dan merupakan penghasil asam yang dapat tumbuh pada
kondisi asam. Bakteri penghasil asam menciptakan suatu kondisi anaerobik yang
penting bagi mikroorganisme penghasil metan [4].
2.5.3 Asetogenesis
Asetogenesis ialah tahapan dimana asam butirat dan dan propionat diuraikan oleh
bakteri pembentuk asam menjadi asam asetat, gas H2, dan CO2. Produk dari tahapan
inilah yang nantinya akan menjadi bahan baku untuk menghasilkan gas metan pada
tahap metanogenesis. VFA dan alkohol dioksidasi menjadi substrat metanogenik seperti
11
asetat, hidrogen, dan karbondioksida. VFA dengan rantai karbon lebih panjang daripada
dua unit dan alkohol dengan rantai karbon lebih panjang daripada satu unit, dioksidasi
menjadi asetat dan hidrogen. Produksi hidorgen meningkatkan tekanan parsial hidrogen.
Ini dapat dianggap sebagai produk buangan dari asetogenesis dan menghambat
metabolisme dari bakteri asetogenik. Selama metanogenesis, hidrogen dikonversi
menjadi metan. Asetogenesis dan metanogenesis biasanya dijalankan pararel, sebagai
simbiosis dari dua kelompok organisme [4].
2.5.4 Metanogenesis
Metanogenesis ialah tahapan paling akhir dimana bakteri metanogenik atau
bakteri pembentuk metan menghasilkan gas metan, karbondioksida, dan sedikit gas lain.
Sebanyak 70% dari metan yang terbentuk berasal dari asetat, sedangkan sisanya 30%
dihasilkan dari konversi hidrogen (H) dan karbon dioksida (CO ), menurut persamaan
berikut:
Bakteri metanogenik
CH3COOH
CH4 + CO2
Bakteri metanogenik
H2 + CO2
CH4 + H2O
Suhu
12
digester anaerob skala kecil, yang sering terdapat disekitar kita umumnya bekerja pada
suhu bakteri Mesophilic dengan suhu antara 25 C- 37C [14].
Derajat
keasaman
mempunyai
efek
terhadap
aktivasi
mikroorganisme.
Konsentrasi derajat keasamam (pH) yang ideal antara 6,6 dan 7,6. Bila pH lebih kecil
atau lebih besar maka akan mempunyai sifat toksit terhadap bakteri metanogenik. Bila
proses anaerob sudah berjalan menuju pembentukan biogas, pH berkisar 7-7,8 [14].
2.6.4 Kandungan Nitrogen dan Rasio Karbon Nitrogen
Karbon dan Nitrogen adalah sumber makanan utama bagi bakteri anaerob, sehingga
pertumbuhan optimum bakteri sangat dipengaruhi unsur ini, dimana karbon dibutuhkan
untuk mensuplai energi dan nitrogen dibutuhkan untuk membentuk struktur sel bakteri.
Konsentrasi nitrogen yang baik berkisar 2001500 mg/lt dan bila melebihi 3000 mg/lt
akan bersifat toxic. Proses fermentasi anaerob akan berlangsung optimum bila rasio C:N
bernilai 30:1, dimana jumlah karbon 30 kali dari jumlah nitrogen. Limbah organik yang
bernilai C/N tinggi dapat dicampur dengan yang lebih rendah sehingga diperoleh nilai
rasio C/N yang ideal, seperti pencampuran limbah jerami (straw) kedalam limbah toilet
(latrine waste) untuk mencapai kadar C/N yang ideal atau mencampurkan kotoran gajah
dengan kotoran manusia sehingga mendapat jumlah rasio C/N yang seimbang dan
produksi biogas dapat berjalan optimum [14].
2.6.5 Total Solid (TS)
Total solid content (TS) adalah jumlah materi padatan yang terdapat dalam limbah
pada bahan organik selama proses digester terjadi dan ini mengindikasikan laju
13
Fungsi
Bagian dari vitamin B12 biasanya digunakan untuk
Zinc
Molybdenum
DNA polymerase
Diperlukan untuk
Cupper
Mangan
dengan
asimilasi
oksigen
nitrogen
seperti
dan
sitokrom
oksidase
Diperlukan oleh sejumlah enzim pada tempat
14
katalitik.
Sebagai
Nikel
enzim
fotosintetik
tertentu
untuk
[15]
Trace elemen atau yang dikenal dengan trace metal merupakan logam tertentu
yang memainkan peranan penting dalam pertumbuhan dan metabolisme mikroba jika
sesuai dengan kadar yang diberikan karena logam-logam tersebut dapat juga menjadi
racun bila berada pada konsentrasi yang tinggi. Kebutuhan akan trace metal tersebut
tergantung pada kinerjanya dalam enzim sebagai kofaktor tertentu dalam metabolisme
mikroba. Trace metal yang diperlukan oleh mikroorganisme, ketersediaannya secara
alami bagi proses anaerobik tidak mencukupi sehingga perlu dilakukan penambahan
agar proses fermentasi dapat berlangsung secara optimum [4]. Dalam Osuna et al, 2003
kurangnya konsentrasi trace metal dalam proses anaerobik menyebabkan berkurangnya
konversi propionate dan senyawa volatile fatty acid (VFA) lainnya menjadi metan
sehingga menghambat proses anaerobik karena menumpuknya VFA dalam sistem [16].
Metana diproduksi oleh berbagai macam bakteri metanogen yang masing-masing
membutuhkan trace metal dan kondisi yang berbeda-beda. Kurangnya konsentrasi salah
satu trace metal dalam proses anaerobik dapat menghambat keseluruhan proses.
Walaupun trace metal bukan merupakan kebutuhan pokok pada proses anerobik tetapi
keberadaannya dapat meningkatkan produksi metana [4]. Trace metal yang sering
digunakan untuk meningkatkan produksi biogas dengan penambahan logam Ni, Co, Fe
dan Zn [17]. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini ditambahkan logam Ni, Co dalam
pengaruhnya terhadap volume biogas yang dihasilkan dengan pengurangan konsentrasi
yang digunakan dari penelitian terdahulu yang dilakukan Abdelsalam, dkk pada tahun
2015.
BAB III
15
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium
3.2.2 Peralatan
Pada penelitian ini, peralatan yang digunakan antara lain:
1. Peralatan Utama, Digester anaerobic dari stoples platik 5L
2. Peralatan Analisa
Oven
Desikator
Alumunium Foil
16
3.2.3
Kertas Saring
pH meter
Neraca analitik
Selang plasik
Suntikan
Alat-alat gelas seperti: beaker glass, erlenmeyer, gelas ukur, corong gelas,
dan lain-lain.
Rangkaian Peralatan
Gambar berikut menunjukkan rangkaian peralatan yang digunakan dalam
pembuatan biogas.
Penampung Biogas
Pengambil Contoh
Termometer
17
C). Selanjutnya
Tanpa
penambahan
dandengan
variasi air
penambahan trace m
mpah organik sebanyakKotoran
1000 grsapi
diblender
dengan
airgram
sebanyak
1000
diencerkan
Dimasukkan ke dalam
digester
Pengukuran
volume gas yang terbentuk dan
alisis pH, COD, VSS dan TSS dilakukan sekali dalam 2 hari
Biogas
Selesai
3.4
Prosedur Analisa
18
6. Asam sulfamat.
7. Serbuk merkuri sulfat (HgSO4).
Adapun peralatan yang diperlukan untuk melakukan penentuan harga
COD dengan refluks terbuka antara lain :
1. Peralatan refluks, yang terdiri dari labu Erlenmeyer, pendingin Liebig 30 cm;
2. Hot plate atau yang setara;
3. Labu ukur 100 mL dan 1000 mL;
4. Buret 25 mL dan 50 mL;
5. Pipet volum 5 mL; 10 mL; 15 mL dan 50 mL;
6. Erlenmeyer 250 mL (labu refluk); dan
7. Timbangan analitik.
Sebelum melakukan penentuan harga COD dengan refluks terbuka, perlu
dipakukan persiapan uji antara lain :
1. Aduk contoh uji hingga homogen dan segera lakukan analisis.
2. Contoh uji diawetkan dengan menambahkan H2SO4 sampai pH lebih kecil dari
2 dan contoh uji disimpan pada pendingin 4 oC dengan waktu simpan 7 hari.
Adapun prosedur untuk melakukan penentuan harga COD dengan refluks
adalah sebagai berikut :
1. Pipet 10 mL contoh uji, dimasukkan kedalam Erlenmeyer 250 mL.
2. Tambahkan 0,2 g serbuk HgSO4 dan beberapa batu didih.
3. Tambahkan 5 mL larutan kalium dikromat, K2Cr2O7 0,25 N.
4. Tambahkan 15 mL pereaksi asam sulfat perak sulfat perlahan-lahan sambil
didinginkan dalam air pendingin.
5. Hubungkan dengan pendingin Leibig dan didihkan diatas hot plate selama 2
jam.
6. Didinginkan dan cuci bagian dalam dari pendingin dengan air suling hingga
volume contoh uji menjadi lebih kurang 70 mL.
7. Dinginkan sampai temperature kamar, tambahkan indikator ferroin 2 sampai
dengan 3 tetes, titrasi dengan larutan FAS 0,1 N sampai warna merah
kecoklatan, catat kebutuhan larutan FAS.
19
8. Lakukan langkah 1 sampai dengan 7 terhadap air suling sebagai blanko. Catat
kebutuhan larutan FAS. Analisis blanko ini sekaligus melakukan pembakuan
larutan FAS dan dilakukan setiap penentuan COD.
3.4.1.1Flowchart Persiapan Uji Penentuan Harga COD
Mulai
Mulai
Aduk contoh uji hingga homogen dan segera lakukan analisis
Pipet 2 ml contoh uji, masukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml
Selesai
Tambahkan 5 ml larutan kalium dikromat 0,25 N
Gambar 3.3 Flowchart Persiapan Uji Penentuan Harga COD
Tambahkan 15 ml pereaksi asam sulfat perak sulfat perlahan-lahan sambil didinginkan dalam air
Hubungkan dengan pendingin Liebig dan didihkan di atas hot plate selama 2 jam
3.4.1.2 Flowchart Penentuan Harga COD
ginkan dan cuci bagian dalam dari pendingin dengan air suling hingga volume contoh uji menjadi le
r, tambhakan indicator ferroin 2 sampai dengan 3 tetes, titrasi dengan larutan FAS 0,1 N samapi wa
20
sebagai blanko. Catat kebutuhan larutan FAS. Analisis blanko ini sekaligus melakukan pembakuan la
Selesai
21
(A - B) 1000
volume sampel, mL
22
Selesai
23
(A - B) 1000
volume sampel, mL
3.5
Prosedur Pengamatan
Mulai
3.5.1 Pengukuran pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter.
Diambil 10 ml sampel dari dalam digester kemudian dimasukkan ke dalam wadah
Dicatat pH sampel
24
Selesai
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakterisasi Limbah Organik dan Kotoran Sapi
Bahan baku yang digunakan adalah limbah sayuran yaitu kubis dan sawi putih
diperoleh dari pasar tradisional dan kotoran sapi dari peternakan sapi.
Menurut
Sutrisno, 2010 kandungan yang terdapat pada sampah sayuran yaitu air 30-60%, lemak
0,02 gr, protein 1,4 gr, karbohidrat 5,3 gr, rasio C/N 18,44 (Astuti dan Andang, 2010)
dan menurut Tampubolon, 2001 kandungan yang terdapat pada kotoran sapi yaitu
protein 6,74%, lemak 2,45%, karbohidrat 36,64%, rasio C/N 16,6-25% (Clinton, 2015).
Ketersediaan limbah sayuran sebesar 295,727 kg/hari (Ramadhani, 2013) dan menurut
25
BPS tahun 2011 kotoran sapi sebesar 20 kg/hari menjadikan perlunya integrasi langsung
terhadap pemanfaatannya. Sehingga pemanfaatan limbah sayuran dan kotoran sapi
menjadi salah satu alternatif pengurangan jumlah pencemaran lingkungan yaitu sebagai
bahan baku pembuatan biogas. Adapun karakterisasi campuran limbah sayuran dan
kotoran sapi dengan tanpa penambahan, penambahan trace metal Ni, Co dan Ni+Co
dapat dilihat pada tabel 4.1
Tabel 4.1 Karakterisasi Campuran Limbah Sayuran dan Kotoran Sapi dengan tanpa
penambahan, penambahan Ni, Co dan Ni+Co
pH
Suhu (oC)
COD
(mg/L)
TSS
(mg/L)
VSS
(mg/L)
Tanpa penambahan
4,3
30
25200
18200
16780
Nikel
4,3
30
24000
14860
13740
Cobalt
4,6
30
24200
17460
16540
Nikel + Cobalt
4,6
29
24600
16080
15280
Variasi
Nilai COD dan TSS yang besar menunjukan tingginya kandungan zat organik di dalam
campuran limbah sayuran dan kotoran sapi. Hal ini menunjukkan bahwa limbah ini
bersifat mudah dibiodegradasi untuk dijadikan sebagai salah satu bahan baku
pembuatan biogas.
26
30
25
20
15
Suhu Tanpa
Suhu Nikel
Suhu Cobalt
Suhu Ni+ Co
10
5
0
0
Suhu
(oC)
10
15
20
25
30
batch dengan temperatur 25-30oC. Adapun profil temperature terhadap variasi yang
dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 4.1
Gambar 4.1 Profil Temperatur terhadap Pengaruh Tanpa Penambahan dan Penambahan
Ni, Co dan Ni+Co
Dari grafik diatas menunjukkan bahwa suhu yang diperoleh selama 30 hari
fermentasi untuk tanpa penambahan, penambahan Ni, Co dan Ni+Co berada pada
rentang suhu 25-30 oC yang memiliki kecenderungan suhu yang sama. Menurut Kon et
al, 2006 umumnya digester anaerob skala kecil yang terdapat disekitar kita bekerja pada
suhu mesophilik dengan suhu antara 25-37 oC karena rentang suhu ini tidak terlalu
sensitif terhadap perubahan lingkungan, sehingga bakteri metanogenesis dapat bekerja
untuk mencerna bahan organik dan memproduksi gas metana, karbon dioksida,
hidrogen sulfide dalam siklus hidupnya pada kondisi anaerob.
27
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
30
Gambar 4.2 Profil pH terhadap Pengaruh Tanpa Penambahan dan Penambahan Ni,
Co dan Ni+Co
Dari grafik di atas pH awal tanpa penambahan 4,3; pH Ni 4,3; pH Co 4,6 dan pH
Ni+Co 4,6 sedangkan pada hari ke 2 (pengamatan pertama) selama 30 hari fermentasi
diperoleh pH tanpa penambahan 6,3 ; pH nikel 5,6 ; pH cobalt 5,7 dan pH Ni+Co 5,8.
Hal ini terjadi kemungkinan pada hari ke 0-2 masih berada pada tahap asidogenesis dan
asetogenesis dekomposisi bahan organik anaerobik untuk menciptakan suatu kondisi
anaerobik yang penting bagi mikroorganisme penghasil metana (Khaerunnisa dan Ika,
2013). Sehingga derajat keasaman (pH) dijaga sesuai dengan keinginan dengan
menambahkan NaHCO3, untuk menciptakan kondisi yang optimal bagi mikroba dalam
proses pembentukan biogas. Dari grafik ditunjukkan bahwa pada hari ke 4 sampai hari
ke 30 fermentasi untuk semua variasi berada pada rentang pH dijaga konstan. Menurut
Yani dan Darwis, 1990 pertumbuhan bakteri penghasil gas metana akan baik bila pH
berada pada keadaan 6,5 7. Apabila nilai pH di bwah 6,5 maka aktivitas bakteri
28
metanogen akan menurun dan apabila nilai pH di bawah 5 maka fermentasi akan
terhenti.
4.4 Pengaruh Tanpa Penambahan dan Penambahan Ni, Co, Ni+Co terhadap
Reduksi COD
Chemical Oxygen Demand (COD) merupakan parameter yang menunjukkan
banyaknya senyawa organik yang terdapat dalam limbah sayuran dan kotoran sapi
sebagai sampel awal saat t0 dan keluaran dari fermentor sebagai ti. Menurut Yee-Shian
Wong et al, 2011 COD merupakan salah satu parameter yang menentukan kinerja
bakteri didalam fermentor. Pengaruh Tanpa Penambahan dan Penambahan Ni, Co,
Ni+Co ditunjukkan pada gambar 4.3.
30000
25000
20000
15000
Tanpa
Nikel
Cobalt
Ni + Co
10000
5000
0
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
30
Gambar 4.3 Grafik Pengaruh Tanpa Penambahan dan Penambahan Ni. Co, Ni+Co
terhadap Reduksi COD
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa degradasi COD terhadap variasi dengan tanpa
dan penambahan trace metal Ni, Co dan Ni+Co mengalami fluktuasi. pada hari ke 4
untuk tanpa penambahan dan penambahan Ni, Ni+Co mengalami peningkatan
sedangkan penambahan cobalt mengalami penurunan. Hal ini diakibatkan oleh aktifitas
mikroba pada proses asidogenesis dan asetogenesis yang memproduksi asam dimana
membutuhkan oksigen lebih banyak pada tahapan prosesnya dan tidak tersebarnya
secara merata bahan organik yang akan dirombak oleh mikroorganisme sehingga
terjadinya penumpukan. Menurut Osuna et al, 2003 trace elemen dengan konsentrasi
yang tepat sebagai mikronutrien bagi mikroba berperan untuk mempercepat proses
29
anarobik yaitu merombak VFA yang menumpuk dalam sistem. Sehingga fluktuasi yang
terjadi selama 30 hari fermentasi memerlukan pengadukan untuk lebih mudah
menyesuaikan kondisi lingkungan bagi aktivitas mikroorganisme.
4.5 Pengaruh Tanpa Penambahan dan Penambahan Ni, Co, Ni+Co terhadap
Reduksi TSS
TSS (Total Suspended Solid) merupakan parameter yang menunjukkan banyaknya
zat yang tersuspensi dalam volume tertentu di dalam air. TSS akan mengalami
penurunan akibat aktivitas mikroorganisme. Menurunnya kadar TSS terjadi karena
bahan organik mengalami degradasi pada saat proses hidrolisis. Selama proses
hidrolisis, padatan tersuspensi berkurang karena telah berubah menjadi terlarut
(Paramitha, dkk., 2012). Pengaruh tanpa penambahan dan penambahan Ni, Co, Ni+Co
terhadap reduksi TSS ditunjukkan pada gambar 4.4.
25000
20000
15000
Tanpa Penambahan
Nikel
Cobalt
Ni + Co
10000
5000
10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30
Gambar 4.4 Grafik Pengaruh Tanpa Penambahan dan Penambahan Ni, Co, Ni+Co
terhadap TSS
Dari gambar 4.4 dapat dilihat bahwa nilai TSS dari variasi yang ada mengalami
fluktuasi yaitu TSS awal hingga hari ke 6 cenderung menurun dan di hari ke 6 ke hari 8
meningkat pada variasi tanpa penambahan, penambahan Co, dan penambahan Ni+Co
dikarenakan kondisi lingkungan mikroorganisme sangat mempengaruhi aktivitas dan
jumlah mikroorganisme dalam merombak senyawa organik. Menurut Kahar, dkk., 2016
peningkatan laju TSS disebabkan oleh meningkatnya laju konsumsi substrat yang
30
semula
tidak
bisa
terbiodegradasi
menjadi
dapat
terbiodegradasi.
Aktivitas
Tanpa Penambahan
Nikel
Cobalt
Ni + Co
6000
4000
2000
0
10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30
Gambar 4.5 Grafik Pengaruh Tanpa Penambahan dan Penambahan Ni, Co, Ni+Co
terhadap VSS
Gambar 4.5 menunjukkan bahwa profil VSS pada variasi tanpa penambahan dan
penambahan Ni, Co, Ni+Co mengalami fluktuasi. Selama 30 hari fermentasi anaerob
pada tanpa penambahan diperoleh konsesntrasi VSS sebesar 1.280 16.780 mg/L, pada
penambahan Ni sebesar 4.580 13.380 mg/L, penambahan Co sebesar 2.880 16.540
mg/L dan pada penambahan Ni+Co diperoleh nilai VSS sebesar 2.500 16.480 mg/L.
Hal ini disebabkan karena perubahan konsentrasi mikroba dalam proses digestasi
anaerobik disebabkan oleh perubahan keadaan lingkungannya pH dan suhu. Parameter
31
parameter ini harus diketahui sehingga proses fermentasi anaerobik dapat memberikan
hasil yang maksimal dalam produksi biogas. Fluktuasi yang terjadi disebabkan karena
tidak tersebarnya secara merata senyawa organik yang akan dirombak oleh
mikroorganisme sehingga terjadinya penumpukan yang menyebabkan berubahnya
kondisi lingkungan di dalam fermentor yang menghambat aktivitas mikroorganime
(Osuna et al, 2003). Menurut penelitian yang dilakukan Rungrawee Yingyuad et al
kondisi pengadukan didalam reaktor sangat dibutuhkan yang menyebabkan bakteri
berkembang dengan lebih cepat, pengadukan menjaga keseragaman didalam fermentor
serta menghambat pengendapan.
4.7
bakteri metanogenesis di dalam campuran selama 30 hari fermentasi. Selain itu dapat
dijumlah untuk mengetahui jumlah gas yang dihasilkan setiap harinya (Kusumaningrum
and Oktavia, 2010). Dengan variasi tanpa penambahan dan penambahan Ni, Co, Ni+Co
dapat dilihat volume biogas yang dihasilkan perharinya dengan pengamatan dilakukan
dengan metode water displacement technique. Pengaruh tanpa penambahan dan
penambahan Ni, Co, Ni+Co terhadap volume biogas yang dihasilkan ditunjukkan pada
gambar 4.6.
1200
1000
800 Volume Tanpa Penambahan
Volume Nikel
Volume Cobalt
10
15
20
25
30
35
Gambar 4.6 Grafik Pengaruh Tanpa Penambahan dan Penambahan Ni, Co, Ni+Co
terhadap Volume Biogas yang Dihasilkan
32
Gambar 4.6 menunjukkan volume kumulatif biogas yang diamati setiap hari selama 30
hari fermentasi dengan variasi tanpa penambahan dan penambahan Ni, Co, Ni+Co
mengalami peningkatan. Namun, dari keempat variasi yang menghasilkan volume
biogas paling banyak yaitu penambahan Nikel dan dilanjutkan dengan tanpa
penambahan, penambahan Co, dan Ni+Co. Menurut Sutarma, 2000 trace metal Ni
berfungsi sebagai enzim untuk metabolisme CO, urea dan metanogenesis. Sedangkan
Cobalt merupakan bagian dari vitamin B12 yang digunakan untuk membawa gugus
metil. Walaupun trace metal bukan merupakan kebutuhan pokok pada proses anaerobik
tetapi keberadaanya dapat mengingkatkan produksi metana (Fatimah, 2012).
DAFTAR PUSTAKA
33
[1] Fairuz, Adam, Agus Haryanto, Ahmad Tusi. Pengaruh Penambahan Ampas Kelapa
dan Kulit Pisang terhadap Produksi Biogas dari Kotoran Sapi. Jurnal Teknik
Pertanian Lampung Vol. 4, No. 2: 91-98 (2015).
[2] BPPT. Outlook Energi Indonesia 2013. Energy Development in Supporting
Transportation Sector and Mineral Processing Industry. ISBN 978-979-95202-96 (2013).
[3] Santosa, Sandra, Omil Charmyn Chatib dan Asep Dian Prima. Study og Biogas
Production with Organic Rubbish as Producing Material. Production and
Agricultural Machines and Equipments Management Laboratory, Agricultural
Engineering Department,
34
and
35
[17]Suraya, Irma, Hari Tiarasti, Irvan, Bambang Trisakti. Pengaruh Kadar Fe terhadap
Kuantitas Biogas yang dihasilkan dari Fermentasi Limbah Cair Pabrik
Kelapa Sawit. Jurnal Teknik Kimia USU, Vol 1, No.1, (2012).
36
LAMPIRAN A
DATA PENELITIAN
A.1 Data Penelitian
Dari penelitian yang dilakukan dengan variasi tanpa penambahan dan penambahan Ni,
Co dan Ni+Co dari hari pertama pengamatan sampai hari ke 30 fermentasi terhadap
volume biogas yang terbentuk, pengamatan suhu, pengukuran pH, analisa COD, TSS,
VSS dapat dilihat pada tabel A1.1.
37
LAMPIRAN B
CONTOH PERHITUNGAN
B.1 Perhitungan Volume Digester
Kapasitas digester
= 5 Liter
= 20%
= 20% x 5 L
=1L
= 1.000 gr
Limbah organik
= 1.000 gr
= 2.000 mL
(A - B) 1000
volume sampel, mL
TSS
38
Awal - Akhir
x100%
Awal
Misalnya pada penambahan Nikel dengan COD awal = 25.600 mg/L dan
COD pada hari ke-30 adalah 17.400 mg/L maka persentase penyisihannya
adalah:
%Penyisiha n TSS/COD
25600 - 17400
x100%
25600
Misalnya pada penambahan Nikel dengan COD awal = 25.600 mg/L dan
COD pada hari ke-2 adalah 24.000 mg/ dengan jumlah limbah 4 Liter maka
jumlah COD terkonversi adalah:
COD Terkonvers i
25.600 - 24.000
x4 L
1000
39
40