School Work">
Rahayu Handayani
Rahayu Handayani
Rahayu Handayani
PENDAHULUAN
Limbah minyak bumi dapat terjadi di semua lini aktivitas perminyakan mulai
dari eksplorasi sampai ke proses pengilangan danberpotensi menghasilkan limbah
berupa lumpur minyak bumi (Oily Sludge). Salah satu kontaminan minyak bumi yang
sulit diurai adalah senyawaan hidrokarbon. Ketika senyawa tersebut mencemari
permukaan tanah, maka zat tersebut dapat menguap, tersapu air hujan, atau masuk ke
dalam tanah kemudian terendap sebagai zat beracun. Akibatnya, ekosistem dan siklus
air juga ikut terganggu (Karwati, 2009).
Secara alamiah lingkungan memiliki kemampuan untuk mendegradasi
senyawa-senyawa pencemar yang masuk ke dalamnya melalui proses biologis dan
kimiawi. Namun, sering kali beban pencemaran di lingkungan lebih besar
dibandingkan dengan kecepatan proses degradasi zat pencemar tersebut secara alami.
Akibatnya, zat pencemar akan terakumulasi sehingga dibutuhkan campur tangan
manusia dengan teknologi yang ada untuk mengatasi pencemaran tersebut (Nugroho,
2006).
Penanggulangan pencemaran minyak dapat dilakukan secara fisik, kimia dan
biologi. Penanggulangan secara fisik umumnya digunakan pada langkah awal
penanganan, terutama apabila minyak belum tersebar kemana-mana. Namun cara
fisika memerlukan biaya yang sangat tinggi untuk pengangkutandan pengadaan
energi guna membakar materi yang tercemar. Penanggulangan secara kimia dapat
dilakukan dengan bahan kimia yang mempunyai kemampuan mendispersi minyak,
sehingga minyak tersebut dapat terdispersi. Terutama ketika zat pencemar tersebut
dalam konsentrasi tinggi. Namun cara ini memiliki kelemahan, yaitu mahal
pengoprasiannyakarena memakan biaya yang cukup besar dan metode kimia
memerlukan teknologi danperalatan canggih untuk menarik kembali bahan kimia dari
lingkungan agar tidakmenimbulkan dampak negatif yang lain. Mengingat dampak
pencemaran minyak bumibaik dalam konsentrasi rendah maupun tinggi cukup serius,
maka manusia terus berusaha mencari teknologi yang paling mudah, murah dan tidak
menimbulkan dampak lanjutan (Nugroho, 2006).
Salah satu alternatif penanggulangan lingkungan tercemar minyak adalah
dengan teknik bioremediasi, yaitu suatu teknologi yang ramah lingkungan, efektif dan
ekonomis dengan memanfaatkan aktivitas mikroba seperti bakteri. Melalui teknnologi
ini diharapkan dapat mereduksi minyak buangan yang ada dan mendapatkan produk
samping dari aktivitas tersebut (Udiharto et al.,1995). Bioremediasi merupakan salah
satu teknologi inovatif untuk mengolah kontaminan, yaitu dengan memanfaatkan
mikroba, tanaman, enzim tanaman atau enzim mikroba (Gunalan, 1996).
Dari uraian di atas maka rumusan masalah yang ingin diselesaikan adalah
bagaimana biokompos, tanaman gajah, dan kelompok mikroba dapat digunakan
dalam bioremidiasi lahan tercemar minyak bumi dan bagaimana cara menurunkan
kadar TPH (Total Petroleum Hidrokarbon).
Tujuan yang akan dicapai dari rumusan masalah yang ingin diselesaikan
adalah cara menggunakan biokompos, rumput gajah, dan kelompok mikroba dapat
digunakan dalam bioremidiasi lahan tercemar minyak bumi dan mengetahui
kemampuan biokompos
(Total Petroleum
Hidrokarbon).
PEMBAHASAN
Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Tang., et al (2010) tentang
bioremediasi pada tanah yang tercemar minyak menggunakan kombinasi tanaman
ryegrass dan kelompok mikroba yang efektif dilakukan dengan pot experiment.
Hasilnya menunjukkan degradasi sebesar 58%
kombinasi tanaman dan mikroorganisme setelah 162 hari dengan meningkatkan nilai
degradasi total hidrokarbon minyak (THM/TPH) sebesar 17% dibandingkan kontrol.
Pada penelitian ini yang dilakukan oleh Barokah Aliyanta, dkk pada tahun
2011 tentang penggunaan biokompos dalam bioremediasi lahan tercemar minyak
bumi, hasil daripada degradasi Total Petroleum Hidrokarbon (TPH) diharapkan lebih
besar dari pada penelitian diatas.
Penelitian yang dilakukan oleh Barokah dkk ini akan dikaji proses
bioremediasi limbah lumpur minyak bumi dengan biokompos menggunakan teknik
landfarming pada skala laboratorium. Teknik landfarming adalah teknik bioremediasi
ex situ yang memanfaatkan tanah sebagai media dan menanami tanaman. Salah satu
tanaman yang digunakan adalah rumput gajah. Rumput gajah (Pennisetum
pH
Dalam penelitian yang oleh Barokah Aliyanta dkk, hasil penelitian
menunjukan bahwa pada keadaan awal pH masih berkisaran 7,25-8,25 (Gambar 1).
Hal ini sesuai dengan pH optimum karena menurut Nghia (2007) pH optimum untuk
biodegradasi berada kisaran antara 6 dan 8. Namun setelah diberi perlakuan, pH
mengalami perubahan penurunan nilai pH yang menunjukan bahwa mikroorganisme
beraktivitas. Kebanyakan bakteri tumbuh pada pH netral atau sedikit alkali. pH
berpengaruh pada fungsi seluler mikroorganisme, transport membran, dan
keseimbangan reaksi (Cookson, 1990 dalam Sugoro, 2002).
Gambar 2. Oksidasi n-alkana melalui jalur sub terminal (Atlas and Bartha, 1992
dalam Nugroho, 2009).
Kadar Air
Kandungan air sangat penting untuk aktivitas metabolik dari mikoba pada
limbah minyak bumi karena mikroba akan hidup aktif di interfase antara minyak dan
air (Udiharto, 1996). Kelembaban berkisar antara 50-80% kapasitas penyangga air
merupakan kelembaban ideal untuk berlangsungnya aktivitas mikroba (Santosa,
1999).
Dalam keadaan asam dan netral amonia berada sebagai ion amonium. Ion
amonium dapat diasimilasi tanaman dan mikroba, selanjutnya diubah menjadi asam
amino atau senyawa N lain. Di dalam sel, ammonia direaksikan oleh glutamat atau
glutamin sintase atau mengalami proses aminasi langsung dengan asamketokarboksilat sehingga berubah menjadi asam amino (Sumarsih, 2003). Selanjutnya
asam amino membentuk ikatan-ikatan peptida dengan asam amino yang lain
membentuk protein. Protein ini dibutuhkan untuk perkembangbiakan mikroba,
dengan banyaknya urea yang ditambahkan proses perkembangbiakan semakin cepat,
dan proses degradasipun lebih cepat.
Penambahan inokulan degradasi minyak lebih cepat, tapi hasil degradasi
diantaranya senyawa fenol yang merupakan zat toksik untuk pertumbuhan tanaman.
Karena senyawa fenol memiliki beberapa sifat diantaranya mudah larut dalam air,
senyawa fenol yang terlarut berpengaruh terhadap
proses perakaran, tergantung pada konsentrasinya. Proses penyerapan senyawa fenol
terhadap akar sama halnya terjadi pada perkecambahan. Menurut Salisbury and Ross
(1992); Colton and Einhellig (1980) dalam Tambaru, E dan Santosa (1999)
Konsentrasi senyawa fenol dalam air yang tinggi dapat menaikan potensial osmotik,
sehingga dapat menghambat difusi air dan O2 ke dalam kecambah. Jika air yang
dibutuhkan tidak terpenuhi, maka hal ini dapat menghambat sintesis hormon IAA,
GA, dan sitokini, sehingga perkecambahan dan pertumbuhan kecambah terhambat
(Santosa, 1990; Rice, 1984 dalam Tambaru, E dan Santosa, 1999 ).
Berkurangnya difusi air ke dalam biji juga mempengaruhi transport O2,
sehingga menghambat proses respirasi dan ATP yang dihasilkan terbatas. ATP sangat
dibutuhkan untuk perkecambahan dan pertumbuhan kecambah (Salisbury dan Ross,
1992 dalam Tambaru, E dan Santosa, 1999). Menurut Salt et al (1998), Beberapa
bahan kimia dimineralisasi oleh tanaman dengan bantuan air dan CO2. Tanaman
mengeluarkan sekret melalui eksudat akar sebesar 10 20% dari hasil fotosintesis
melalui eksudat akar. Hal ini dapat membantu proses pertumbuhan dan metabolisme
mikroba maupun fungi yang hidup disekitar rizosfer. Beberapa senyawa organik yang
dikeluarkan melalui eksudat akar (misalnya fenolik, asam organik, alkohol, protein )
dapat menjadi sumber karbon dan nitrogen sebagai sumber pertumbuhan mikroba
yang dapat membantu proses degradasi senyawa organik. Sekret berupa senyawa
organik dapat membantu pertumbuhan dan meningkatkan aktivitas mikroba rizosfer.
Adapun reaksi pembentukan senyawa fenolik dari hasil degradasi adalah sebagai
berikut (Gambar 4 ).
Terdapat tiga cara transport hidrokarbon ke dalam sel bakteri secara umum
yaitu (Wulandari et al., 2010):
1. Interasksi sel dengan hidrokarbon yang terlarut dalam fase air, umumnya rata-rata
kelarutan hidrokarbon oleh proses fisika sangat rendah sehingga tidak dapat
mendukung.
2. Kontak langsung (perlekatan) sel dengan permukaan tetesan hidrokarbon yang
lebih besar daripada sel mikroba. Pada kasus yang kedua ini, perlekatan dapat terjadi
karena sel bakteri bersifat hidrofobik. Sel mikroba melekat pada permukaan tetesan
hidrokarbon yang lebih besar daripada sel dan pengambilan substrat dilakukan
dengan difusi atau transport aktif. Perlekatan ini terjadi karena adanya biosurfaktan
pada membrane sel bakteri.
3. Interaksi sel dengan tetesan hidrokarbon yang telah teremulsi atau tersolubilisasi
oleh bakteri. Pada kasus ini sel mikroba berinteraksi dengan partikel hidrokarbon
yang lebih kecil daripada sel. Hidrokarbon dapat teremulsi dan tersolubilisasi dengan
adanya biosurfaktan yang dilepaskan oleh bakteri ke dalam medium.
Menurut Mc Cutcheon dan Schnoor (2003); Nwoko et al (2007) dalam
Nwoko (2010) tanaman dapat meningkatkan biodegradasi polutan organik oleh
mikroba dalam rizosfer tanaman (fitostimulasi atau rizodegradasi). Tanaman juga
dapat menurunkan polutan organik secara langsung melalui kegiatan enzimatik
mereka sendiri yang disebut fitodegradasi (Nwoko et al., 2007 dalam Nwoko 2010).
Menurut Terry et al (1995) dalam Nwoko (2010) juga bahwa beberapa polutan juga
dapat tertinggal ditanaman dalam bentuk yang mudah menguap (fitostabilisasi).
SIMPULAN
Dari penelitian yang dilakukan oleh Barokah Aliyanta, dkk pada tahun 2011
menunjukkan bahwa penggunaan biokompos, rumut gajah, dan kelompok mikroba
dinilai efektif dalam menurunkan kadar TPH lahan tercemar minyak bumi.
SARAN
Pada penelitian yang dilakukan oleh Baarokah dkk pada tahun 2011, perlu
pengujian lanjutan secara kuantitatif terhadap pengaruh penambahan biokompos,
urea, inokulan pada rasio C/N yang sama.
DAFTAR PUSTAKA
Aliyanta, Barokah, dkk. 2011. Penggunaan Biokompos dalam Bioremidiasi Lahan
Tercemar Limbah Minyak Bumi. Valensi. Vol. 2. No. 3. 430-442.
Ambriyanto. K.S, 2010. Isolasi Dan Karakterisasi Bakteri Aerob Pendegradasi