Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Biogas

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Biogas
Biogas merupakan gas campuran terutama terdiri dari metana dan
karbondioksida. Biogas diproduksi secara anaerob melalui tiga tahap yakni
hidrolisis, asidogenesis, dan metanogenesis (Veziroglu, 1991). Dalam produksi
biogas, semua jenis limbah organik dapat digunakan sebagai substrat seperti
limbah dapur, kebun, kotoran sapi dan buangan domestik. Sumber biomassa atau
limbah yang berbeda akan menghasilkan perbedaan kuantitas biogas (Werner
dkk., 1989).
Biogas dapat terbakar apabila terdapat kadar metana minimal 57%
(Hammad, 1996). Sedangkan menurut Hessami dkk., (1996) biogas dapat terbakar
jika kandungan metana minimal 60%. Biogas dengan kandungan metana 65-70%
memiliki nilai kalor sama dengan 5200-5900 Kkal/m3 energi panas setara 1,25
KWJ listrik (Veziroglu, 1991). Sedangkan untuk gas metana murni (100%)
mempunyai nilai kalor 8900 Kkal/m3 (Nurtjahya, 2003).
Penggunaan biogas sebagai energi alternatif relatif lebih sedikit
menghasilkan polusi, disamping berguna menyehatkan lingkungan karena
mencegah penumpukan limbah sebagai sumber penyakit, bakteri, dan polusi
udara. Keunggulan biogas adalah dapat menghasilkan lumpur kompos maupun
pupuk cair (Abdullah, 1991). Sistem produksi biogas juga mempunyai beberapa
keuntungan seperti (a) mengurangi pengaruh gas rumah kaca, (b) mengurangi
polusi bau yang tidak sedap, (c) sebagai pupuk, dan (d) produksi daya serta panas
(Koopmans, 1998).
Biogas bersifat bersih, tidak berasap hitam selain itu derajat panasnya
lebih tinggi dari bahan bakar minyak tanah dan kayu bakar serta dapat disimpan
untuk penggunaan yang akan datang (Darminto 1984). Produksi biogas
didasarkan pada perombakan anaerob kotoran hewan dan bahan buangan organik
lainnya. Selama perombakan anaerob akan menghasilkan gas metana 54-70 %,
karbondioksida 25-45 %, hidrogen, nitrogen, dan hidrogen sulfida dalam jumlah
yang sedikit (Simamora, 2006) seperti yang terlihat pada Tabel 2.1
4

Tabel 2.1Komposisi Biogas


Komponen

Metana (CH4)
Karbon Dioksida (CO2)
Nitrogen (N2)
Hidrogen (H2)
Hidrogen Sulfida (H2S)
Oksigen (O2)

55-75
25-45
0-0,3
1-5
0-3
0,1-0,5

Sumber :Sitepu, 2013

2.2 Potensi Limbah Cair Industri Tahu sebagai Biogas


Limbah industri tahu adalah limbah yang dihasilkan dalam proses
pembuatan tahu maupun pada saat pencucian kedelai. Limbah yang dihasilkan
berupa limbah padat dan cair. Limbah padat belum dirasakan dampaknya terhadap
lingkungan karena dapat dimanfaatkan untuk makanan ternak, tetapi limbah cair
akan mengakibatkan bau busuk dan bila dibuang langsung ke sungai akan
menyebabkan tercemarnya sungai. Untuk memproduksi 1 ton tahu atau tempe
dihasilkan limbah sebanyak 3000 5000 Liter.
Di Palembang terdapat sekitar 80% dari usaha kecil menengah merupakan
industri tahu dan baru 5%-10% yang memahami dan peduli tentang penanganan
limbah,kata Kepala Bapeldaa kota Palembang Abu bakar Di Palembang, kamis
(1/11) harian Sindo. Menurut Nuraida(1985), untuk setiap 1 kg bahan baku
kedelai dibutuhkan rata-rata 45 liter air dan akan dihasilkan limbah cair berupa
whey tahu rata-rata 43,5 liter.
Karakteristik dari limbah tahu yaitu mengandung bahan organik yang
tinggi berupa protein, karbohidrat, lemak dan minyak yang tinggi (Nurhasan dan
Pramudyanto, 1987) dan dapat segera terurai dalam lingkungan berair (EMDIBapedal, 1994) menjadi senyawa-senyawa organik turunan yang dapat mencemari
lingkungan. Sumber limbah cair pabrik tahu berasal dari proses merendam kedelai
serta proses akhir pemisahan jonjot-jonjot tahu, Limbah cair yang dihasilkan
mengandung padatan tersuspensi maupun terlarut, akan mengalami perubahan
fisika, kimia, dan hayati yang akan menghasilkan zat beracun atau menciptakan
media untuk tumbuhnya kuman dimana kuman ini dapat berupa kuman penyakit

atau kuman lainnya yang merugikan baik pada tahu sendiri ataupun tubuh
manusia. Bila dibiarkan dalam air limbah akan berubah warnanya menjadi coklat
kehitaman dan berbau busuk, bau busuk ini akan mengakibatkan sakit pernapasan.
Menurut hasil penelitian Basuki (2008), limbah cair tahu mempunyai
kandungan protein, lemak, dan karbohidrat atau senyawa-senyawa organik yang
masih cukup tinggi. Jika senyawa-senyawa organik itu diuraikan baik secara
aerob maupun anaerob akan menghasilkan gas metana (CH4), karbon dioksida
(CO2), gas-gas lain, dan air. Gas metana merupakan bahan dasar pembuatan
biogas. Biogas adalah gas pembusukan bahan organik oleh bakteri pada kondisi
anaerob. Gas ini tidak berbau, tidak berwarna, dan sangat mudah terbakar. Biogas
sebanyak 1000 ft3 (28,32 m3) mempunyai nilai pembakaran yang sama dengan
gallon (1 US gallon = 3,785 liter) butana atau 5,2 gallon gasolin (bensin) atau 4,6
gallon minyak diesel. Menurut Dewanto (2008) limbah cair tahu mempunyai
kandungan metana lebih dari 50%, sehingga sangat memungkinkan sebagai bahan
baku sumber energi biogas.
Tabel 2.2 Komposisi Limbah Cair Industri Tahu
Kandungan
Protein
Lemak
Karbonhidrat
Kalsium
Air

Jumlah (%)
7,68
4,8
1,6
0,12
85,8

Sumber: EMDI dan BAPEDAL 2004

Menurut

Eckenfelder

(1989),

parameter

yang

digunakan

untuk

menunjukan karakter air buangan industri adalah :


a. Parameter fisika, seperti kekeruhan, suhu, zat padat, bau dan lain-lain
b. Parameter kimia,dibedakan atas :
b.1 Kimia Organik

: kandungan organik (BOD, COD, TOC), oksigen


terlarut (DO), minyak/lemak, Nitroge-Total (N
Total), dan lain-lain.

b.2 Kimia Anorganik : pH, Ca, Pb, Fe, Cu, Na, sulfur, H2S, dan lain-lain.

Beberapa parameter kimia organik dari limbah cair tahu yang penting antara lain :
1. Chemical Oxygen Demand (COD)
Chemical Oxygen Demand (COD) atau kebutuhan oksigen kimia
adalah sejumlah oksigen yang dibutuhkan agar bahan buangan yang ada
dalam

air dapat teroksidasi

melalui

reaksi

kimia (Wisnu, 2012).

Jika

kandungan senyawa organik dan anorganik cukup besar, maka oksigen terlarut di
dalam air dapat mencapai nol sehingga tumbuhan air, ikan-ikan dan hewan air
lainnya yang membutuhkan oksigen tidak memungkinkan hidup.
2. Biological Oxygen Demand (BOD)
BOD merupakan parameter yang digunakan untuk menilai jumlah zat
organik yang terlarut serta menunjukkan jumlah oksigen yang diperlukan oleh
aktivitas mikroba dalam menguraikan zat organik secara biologis di dalam limbah
cair (MetCalf and Eddy, 2003). Limbah cair industri tahu mengandung bahanbahan organik terlarut yang tinggi.
3. Total Suspended Solid (TSS)
TSS adalah jumlah berat dalam mg/l kering lumpur yang ada dalam
limbah setelah mengalami pengeringan. Penentuan zat padat tersuspensi (TSS)
berguna untuk mengetahui kekuatan pencemaran air limbah domestic, dan juga
berguna untuk penentuan efisiensi unit pengolahan air (BAPPEDA, 2012).
4. Nitrogen Total (N-Total)
Yaitu fraksi bahan-bahan organik campuran senyawa kompleks antara lain
asam-asam amino, gula amino, dan protein (polimer asam amino). Dalam analisis
limbah cair N-Total terdiri dari campuran N-organik, N-amonia, nitrat dan nitrit
(Sawyer dkk, 1994). Nitrogen organik dan nitrogen amonia dapat ditentukan
secara atlantik menggunakan metode Kjeldahl, sehingga lebih lanjut konsentrasi
keduanya dapat dinyatakan sebagai Total Kjeldahl Nitrogen (TKN). Senyawasenyawa N-Total adalah senyawa-senyawa yang mudah terkonversi menjadi
amonium (NH4+) melalui aksi mikroorganisme dalam lingkungan air atau tanah
(MetCalf dan Eddy, 2003). Menurut Kuswardani (1985) limbah cair industri tahu
mengandung N-Total sebesae 434,78 mg/L.

5. Power of Hydrogen (pH)


pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat
keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Ia didefinisikan
sebagai kologaritma aktivitas ion hidrogen (H+) yang terlarut. Air limbah industri
tahu sifatnya cenderung asam (BPPT, 1997), pada keadaan asam ini akan terlepas
zat-zat yang mudah menguap. Hal ini mengakibatkan limbah cair industri tahu
mengeluarkan bau busuk.
Pada umumnya industri tahu masuk kedalam industri kecil yang diolah
rakyat. Pada saat ini industri tahu merupakan industri rumahan yang tidak
dilengkapi dengan unit pengolahan air limbah. Limbah cair hasil produksi tahu
belum dimanfaatkan dan pada dasarnya langsung dibuang kepemukiman
penduduk, limbah cair tahu yang banyak mengandung material organik dengan
COD dan BOD yang tinggi dapat mencemari lingkungan dan limbah cair dari
peroses produksi tahu dibiarkan berserakan di lantai-lantai seperti Gambar 2.1
dibawah ini.

Gambar 2.1 Air limbah industri tahu yang berserakan dilantai


Limbah cair tahu masih mengandung padatan tahu yang ada di lantailantai tempat pekerja dibiarkan, limbah cair tahu yang mengandung banyak
protein akan menghasilkan gaas buang yang berupa amonia/nitrogen dan sulfur
yang memiliki bau tidak sedap dan akan mengganggu kesehatan dari pekerja.

Limbah cair tahu akan mengalir sendirinya menuju got-got yang di buat di pabrik
tersebut. Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.2 dibawah ini :

Gambar 2.2 Air Limbah industri tahu yang mengalir ke got-got


Limbah cair yang mengalir menuju got-got yang dibuat di pabrik
menyebabkan got-got tersebut menjadi kotor ,keruh, dan mengandung cukup
banyak padatan, limbah cair tersebut terlihat berbuihdan mengeluatkan bau tidak
sedap. Limbah cair yang mengandung padatan tersuspensi akan dialirkan menuju
tempat pengumpul akhir dari limbah cair tahu. Seperti yang dapat dilihat dari
Gambar 2.3 dibawah ini:

Gambar 2.3 Air limbah industri tahu yang menuju tempat pembuangan akhir

10

Pada tempat ini dilakukan sedimentasi dimana padatan yang tersuspensi


dari limbah cair tahu dapat mengendap dan mengurangi tingkat polusi air dari
limbah yang dihasilkan, pada proses ini limbah padat tahu akan terpisah dari
limbah cair tahu. Limbah cair yang ada akan dimasukan menuju bak penampung
berikutnya yang telah dihubungkan dengan pipa untuk proses akhir pembuangan
limbah cair tahu. Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.4 dibawah ini :

Gambar 2.4 Air limbah industri tahu pada tempat pembuangan akhir
Limbah cair tahu yang terdapat pada tempat pembuangan akhir tersebut
telah bekurang kandungan padatan yang tersuspensi dan akan dibuang dengan
bantuan pipa menuju tempat yang lebih jauh dari tempat pembuatan tahu. seperti
yang terlihat pada Gambar 2.5 dibawah ini :

Gambar 2.5 Air limbah industri tahu yang dibuang menggunakan pipa

11

Limbah cair tahu yang mengandung material organik dengan COD dan
BOD yang tinggi dialirkan menuju tempat lain dengan menggunakan instalasi
pipa menuju got-got yang lebih besar dan jauh dari lingkungan pabrik. Limbah
cair tahu yang langsung dibuang kelingkungan tanpa pengolahan yang lebih lanjut
dapat mencemari lingkungan. Sebelumnyakita ketahui bahwa limbah cair tahu
banyak mengandung zat organik sehingga jika dibuang dapat mencemari
lingkungan, sedang kan zat organik pada limbah cair tahu dapat dimanfaatkn
menjadi biogas
2.3 Potensi Rumen Sapi sebagai Sumber Mikroba Aktif Pembuatan Biogas
Rumen adalah salah satu bagian lambung ternak ruminansia (memamah
biak) seperti sapi, kerbau, kambing dan domba. Rumen berisi bahan pakan yang
dimakan oleh ternak yang berupa rumput/hijauan lainnya dan pakan penguat
(konsentrat). Di dalam rumen ternak ruminansia hidup berbagai mikroba seperti
bakteri, protozoa, fungi dan yeast. Mikroba ini berfungsi sebagai fermentor di
dalam rumen tersebut.
Isi rumen dapat dimanfaatkan sebagai starter apabila diproses terlebih
dahulu mengingat kandungannya yang kaya akan nutrisi dan mikroorganisme.
Starter isi rumen adalah starter yang terbuat dari isi rumen ternak ruminansia.
Starter isi rumen dapat dimanfaatkan untuk biakkan bakteri/mikroba di dalamnya
sebagai

starter

pembuatan

kompos/pupuk

organic,

pembuatan

biogas

memanfaatkan bakteri metanogen dan fermentasi limbah hasil pertanian seperti


jerami.
Di dalam rumen ternak ruminansia (sapi, kerbau, kambing dan domba)
terdapat populasi mikroba yang cukup banyak jumlahnya. Cairan rumen
mengandung bakteri dan protozoa. Konsentrasi bakteri sekitar 10 pangkat 9 setiap
cc isi rumen, sedangkan protozoa bervariasi sekitar 10 pangkat 5 - 10 pangkat 6
setiap cc isi rumen (Tillman, 1991). Isi rumen diperoleh dari rumah potong
hewan. Isi rumen kaya akan nutrisi, limbah ini sebenarnya sangat potensial bila
dimanfaatkan sebagai pakan ternak.

12

Komposisi rumen sapi menurut widodo (2002), isi rumen sapi


mengandung protein kasar 8,42%, isi sel 29,4%, hemiselulosa 33,5%, selulosa
22,45%, lignin 5,43%, silikat 9,42%. Sadangkan nutrien dalam rumen meliputi
protein 8,86%, lemak 2,60%, serat kasar 28,78%, kalsium 0,53%, phospor 0,55%,
BETN 41,24%, abu 18,54%, dan air 10,92% yang baik untuk pembuatan biogas.
Biogas merupakan campuran dari berbagai gas antara lain: CH4 (54-70%),
CO2(27-45%), O2(1-4%), N2(0,5-3%), CO(1%) dan H2S. Jika rasio C/N terlalu
tinggi, maka nitrogen akan terkonsumsi sangat cepat oleh bakteri-bakteri
metanogen untuk memenuhi kebutuhan protein dan tidak akan lagi bereaksi
dengan sisa karbonnya. Sebagai hasilnya produksi gas akan rendah. Di lain pihak,
jika rasio C/N sangat rendah, nitrogen akan dibebaskan dan terkumpul dalam
bentuk NH4OH.

2.4 Proses Pembentukan Biogas


Menurut Fauziah (1998) proses pembentukan biogas dilakukan secara
anaerob. Bakteri merombak bahan organik menjadi biogas dan pupuk organik.
Proses pelapukan bahan organik ini dilaukan oleh mikroorganisme dalam proses
fermentasi anaerob (Polpresert, 1980). Reaksi pembentukan biogas dapat dilihat
pada Gambar 2.6:

Bahan organik + H2O

Mikroorganisme
Anaerob

CH4 + CO2 + H2 + NH3 + H2S + sludge

Gambar 2.6. Reaksi Pembentukan Biogas


Proses pembentukan biogas ini memerlukan instalasi khusus yang disebut
digester agar perombakaran secara anaerobic dapat berlangsung dengan baik.
Barnett dkk. (1978) menyatakan bahwa terdapat tiga keuntungan dari instalansi
penghasil biogas, yaitu: (1) penggunaan bahan bakar lebih efisien, (2) menambah
nilai pupuk, dan (3) menyehatkan lingkungan. selain itu, teknologi biogas
memiliki beberapa keuntungan, antara lain: (1) sebagai sumber energi yang aman,
(2) stabilisasi limbah, (3) meningkatkan unsur hara, dan (4) menginaktifkan
bakteri patogen (Polprasert, 1980).

13

Keberhasilan proses pencernaan dalam digester sangat ditentukan oleh


desain dan pengaturan digester pengoperasian digester yaitu :
1. Pengadukan
Proses pengadukan akan sangat menguntungkan karena apabila tidak
diaduk solid akan mengendap pada dasar tangki dan akan terbentuk busa pada
permukaan yang akan menyulitkan keluarnya gas. Masalah tersebut terjadi lebih
besar pada proses yang menggunakan bahan baku limbah sayuran dibandingkan
yang menggunakan kotoran ternak . Pada sistem kontinyu masalah ini lebih kecil
karena pada saat bahan baku dimasukkan akan memecahkan busa pada
permukaan seolah-olah terjadi pengadukan. Pada digester yang berlokasi di Eropa
dimana pemanasan diperlukan jika proses dilakukan pada musim dingin, sirkulasi
udara juga merupakan proses pengadukan (Haryati, 2006).
2. Kontrol temperatur
Pada daerah panas, penggunaan atap akan membantu agar temperatur
berada pada kondisi yang ideal, tetapi pada daerah dingin akan menyebabkan
masalah. Langkah yang umumnya diambil yaitu dengan melapisi tangki dengan
tumpukan jerami atau serutan kayu dengan ketebalan 50 sampai 100 cm, lalu
dilapisi dengan bungkus tahan air, jika masih kurang maka digunakan koil.
Temperatur digester yang tinggi akan lebih rentan terhadap kerusakan karena
fluktuasi, untuk itu diperlukan pemeliharaan yang seksama (Haryati, 2006).
3. Koleksi gas
Untuk mengkoleksi biogas yang dihasilkan dipergunakan drum yang
dipasang terbalik, drum harus dapat bergerak sehingga dapat disesuaikan dengan
volume gas yang diperlukan. Biogas akan mengalir melalui lubang kecil di atas
drum. Digunakan valve searah untuk mencegah masuknya udara luar ke dalam
tangki digester yang akan merusak aktivitas bakteri dan memungkinkan terjadinya
ledakan di dalam drum. Pada instalasi yang besar diperlukan kontrol pengukuran
berat dan tekanan yang baik (Haryati, 2006).
4. Posisi digester
Digester biogas yang dibangun di atas permukaan tanah harus terbuat dari
baja untuk menahan tekanan, sedangkan yang dibangun di bawah tanah umumnya

14

lebih sederhana dan murah. Akan tetapi dari segi pemeliharaan, digester di atas
permukaan akan lebih mudah dan digester dapat ditutup lapisan hitam yang
berfungsi untuk menangkap panas matahari (Haryati, 2006).
5. Waktu retensi
Faktor lain yang perlu diperhatikan yaitu waktu retensi, faktor ini sangat
dipengaruhi oleh temperatur, pengenceran, laju pengadukan bahan dan lain
sebagainya. Pada temperatur yang tinggi laju fermentasi berlangsung dengan
cepat, dan menurunkan waktu proses yang diperlukan. Pada kondisi normal
fermentasi kotoran berlangsung antara dua sampai empat minggu (Haryati, 2006).
Proses perombakan bahan organik secara anaerob yang terjadi di dalam
digester, terdiri atas empat tahapan proses yaitu hidrolisis, fermentasi
(asidogenesis), asetogenesis dan metanogenesis:
A. Hidrolisis
Hidrolisis merupakan langkah awal untuk hampir semua proses
penguraian dimana bahan organik akan dipecah menjadi bentuk yang lebih
sederhana sehingga dapat

diurai

oleh

(Deublein dkk. 2008). Dalam proses

bakteri

pada

proses

fermentasi

hidrolisis, molekul-molekul kompleks

seperti karbohidrat, lemak, dan protein dihidrolisis menjadi gula, asam lemak
dan asam amino oleh enzim ekstraselular dari bakteri fermentatif (Ahmad dkk..,
2011). Pada tahap hidrolisis, bahan organik padat maupun yang mudah larut
berupa molekul besar dihancurkan menjadi molekul kecil agar molekul-molekul
tersebut larut dalam air. Bakteri yang berperan dalam tahap hidrolisis ini adalah
sekelompok bakteri anaerobik, adapun jenis bakteri pada hidrolisis dapat dilihat
pada Tabel 2.3 berikut:
Tabel 2.3. Klasifikasi Bakteri Hidrolisis Berdasarkan Substrat Yang Diolah
Bakteri

Substrat yang dihidrolisis

Acetivibrio

Karbohidrat /polisakarida

Peptostreptococcus, dan
Bifidbacterium

Protein

Clostridium

Lemak

15

Tahap pertama ini sangat penting karena molekul organik besar yang
terlalu besar untuk langsung diserap dan digunakan oleh mikroorganisme
sebagai

sumber substrat

atau makanan

(Schnurer dkk. 2009),

untuk

menghasilkan waktu pencernaan yang lebih pendek dan memberikan hasil


metana yang lebih tinggi (Verma, 2002).
B. Asedogenesis
Pada tahap ini produk yang telah dihidrolisa dikonversikan menjadi
asam lemak volatil (VFA), alkohol, aldehid, keton, amonia, karbondioksida, air
dan hidrogen oleh bakteri pembentuk asam. Asam organik yang terbentuk adalah
asam asetat, asam propionat, asam butirat dan asam valeric. Asam lemak volatile
dengan rantai lebih dari empat-karbon tidak dapat digunakan langsung oleh
metanogen (Lang, 2007). Reaksi asidogenesis dapat di lihat pada Gambar 2.7 di
bawah ini:
C6H12O6
(glukosa)
C6H12O6+ 2 H2
(glukosa)

CH3CH2CH2COOH + 2 CO + 2 H2
(asam butirat)
H3CH2COOH

+ 2 H2O

(asam propionat)

Gambar 2.7. Reaksi Asidogenesis


Sumber: Lee, 2011

Asidifikasi sangat dipengaruhi oleh suhu sesuai dengan hukum Arrhenius,


namun suhu termofilik yang mengakibatkan kematian sel dan biaya energi yang
lebih tinggi dapat mengakibatkan suhu sub-optimal yang lebih baik (Broughton,
2009)
C. Asetogenesis
Produk yang terbentuk selama asetogenesis disebabkan oleh sejumlah
mikroba yang berbeda, misalnya, Syntrophobacter wolinii dekomposer propionat
dan Wolfei sytrophomonos dekomposer butirat dan pembentuk asam lainnya
adalah Clostridium spp, Peptococcus anerobus, Lactobacillus, dan Actinomyces
(Verman,2002). Asam lemak volatil dengan empat atau lebih rantai karbon
tidak dapat digunakan secara langsung oleh metanogen. Asam-asam organik ini
dioksidasi terlebih dahulu menjadi asam asetat dan hidrogen oleh bakteri

16

asetogenik penghasil hidrogen melalui proses yang disebut asetogenesis.


Asetogenesis juga temasuk pada produksi asetat dari hidrogen dan karbon
dioksida oleh asetogen dan homoasetogen. Kadang-kadang proses asidogenesis
dan asetogenesis dikombinasikan sebagai satu tahapan saja. Reaksi asetogenesis
dapat dilihat pada Gambar 2.8 di bawah ini:
CH3CH2COOH

CH3COOH + CO2 + 3 H2

(asam propionat)

(asam asetat)

CH3CH2CH2COOH

2CH3COOH + 2 H2

(asam butirat)

(asam asetat)
Gambar 2.8 Reaksi Asetogenesis

Sumber: Lang, 2007

Pada tahap asetogenesis, sebagian besar hasil fermentasi asam harus


dioksidasi di bawah kondisi anaerobik menjadi asam asetat, CO2, dan hidrogen
yang akan menjadi substrat bakteri metanogen. Bakteri pembentuk oksidasi ini
adalah bakteri syntrofik atau bakteri asetogen atau mikroba obligat pereduksi
proton. Salah satunya adalah asam propionat akan dioksidasi oleh bakteri
Syntrophobacter wolinii menjadi produk yang digunakan oleh bakteri metanogen
dalam pembentukan gas metana. Saat bakteri asetogen memproduksi asetat,
hidrogen akan ikut terbentuk. Jika terjadi akumulasi pembentukan hidrogen dan
tekanan hidrogen, hal ini akan mengganggu aktivitas bakteri asetogen dan
kehilangan produksi asetat dalam jumlah besar. Oleh karena itu, bakteri asetogen
mempunyai hubungan simbiosis dengan bakteri pembentuk metana yang
menggunakan hidrogen untuk memproduksi metana. Hubungan simbiosis ini
akan mempertahankan konsentrasi hidrogen pada tahap ini tetap rendah, sehingga
bakteri asetogen dapat bertahan (Broughton, 2009).
D. Metanogenesis
Metanogenesis merupakan langkah penting dalam seluruh proses
digestasi anaerobik, karena proses reaksi biokimia yang paling lambat.
Metanogenesis ini sangat dipengaruhi oleh kondisi operasi. Komposisi bahan
baku, laju umpan, temperatur,

dan

pH

adalah

contoh

faktor

mempengaruhi proses pembentukan gas metan. Digester over

yang

loading,

17

perubahan

suhu

atau

masuknya

besar

oksigen dapat mengakibatkan

penghentian produksi metana (Dueblein dkk, 2008).


Pada akhirnya gas metana diproduksi dengan dua cara. Pertama adalah
mengkonversikan asetat menjadi karbon dioksida dan metana oleh organisme
asetropik dan cara lainnya adalah dengan mereduksi karbon dioksida
dengan hidrogen oleh organisme hidrogenotropik. Berikut ini adalah reaksi
utama (reaksi metanogenesis) yang terlibat dalam konversi substrat menjadi
metana dapat dilihat pada Gambar 2.9.
CH3COOH

CH4 + CO2 (dekarboksilasi asetat)

4CO2 + H2

CH4 + CO2 (reduksi CO2)

Gambar 2.9. Reaksi Pembentukan Metana (CH4)


Substrat metanogen termasuk asetat, metanol, hidrogen, karbon dioksida,
format, metanol, karbon monoksida, methylamines, metil merkaptan, dan logam
berkurang. Dalam kebanyakan ekosistem non-gastrointestinal 70% atau lebih dari
metana yang terbentuk berasal dari asetat, tergantung dari jenis organik
(Broughton, 2009) dan 30% oleh mengkonsumsi hidrogen (Lu, 2006). Hanya ada
dua kelompok yang dikenal metanogen yang memecah asetat: Methanosaeta dan
Methanosarcina, sementara ada banyak kelompok yang berbeda dari metanogen
yang menggunakan gas hidrogen, termasuk Methanobacterium, Methanococcus,
Methanogenium dan Methanobrevibacter. Methanosaeta dan Methanosarcina
memiliki tingkat pertumbuhan yang berbeda dan juga berbeda mengenai
kemampuan mereka untuk memanfaatkan asetat. Methanosarcina tumbuh lebih
cepat, tetapi menemukan kesulitan untuk menggunakan asetat pada konsentrasi
rendah, dibanding Methanosaeta. Namun, kehadiran organisme ini dipengaruhi
tidak hanya oleh konsentrasi asetat, tetapi juga oleh faktor-faktor seperti beban
frekuensi dan pencampuran. Karena produsen metana umumnya tumbuh sangat
lambat, hal ini sering tahap membatasi laju dari proses biogas (Schnurer, 2009).
Biogas terbentuk dari perombakan bahan organik kompleks, Bahan ini
akan mengalami perombakan secara anaerob melalui empat tahap dimulai dari
hidrolisi hingga matanogenesis. Tahapan-tahapan pembentukan biogas secaara
lengkap dapat dilihat pada Gambar 2.10.

18

Selulosa
(C6H10O5)n + H2O
Selulosa

1. Hidrolisis

n(C6H12O6)
glukosa

Glukosa
(C6H12O6)n + nH2O
glukosa

CH3CHOHCOOH
Asam laktat
CH3CH2CH2COOH + CO2 + H2
Asam butirat

2. Pegasaman

CH3CH2OH + CO2
Etanol

Asam Lemak dan


ALkohol
4H2 + CO2
CH3CH2OH + CO2

3. Metanogenik

CH3COOH+ CO2
CH3CH2CH2COOH + 2H2 + CO2

2H2O + CH4
CH3COOH + CH4
CO2 + CH4
CH3COOH + CH4

Metan + CO2

Gambar 2.10. Skema Proses Perombakan Secara Anaerob (Grady dkk.,1999)

19

2.5 Digester Pembuatan Biogas


Digester merupakan wadah atau tempat berlangsungnya proses fermentasi
limbah organik dengan bantuan mikroorganisme hingga menghasilkan biogas.
Digester merupakan sebuah reaktor yang dirancang sedemikian rupa sehingga
kondisi didalamnya menjadi anaerobik, sehingga bisa memungkinkan proses
dekomposisi anaerobik bisa terjadi. Limbah harus ditampung dalam digester
selama proses dekomposisi berlangsung atau dengan kata lain sampai limbah
tersebut menghasilkan biogas.
Ditinjau dari cara operasionalnya, digester dibagi menjadi dua tipe, yaitu :
1. Tipe Batch Digestion
Pada tipe ini bahan baku dimasukkan ke dalam digester, kemudian
dibiarkan bereaksi selama 6 - 8 minggu. Biogas yang dihasilkan ditampung dan
disimpan dalam penampung gas. Setelah itu digester dikosongkan dan dibersihkan
sehingga siap untuk dipakai lagi. Kelebihan tipe ini adalah kualitas hasilnya bisa
lebih stabil karena tidak ada gangguan selama reaksi berjalan. Namun untuk skala
industri, tipe ini tidak efektif dan mahal karena membutuhkan minimal dua buah
digester yang dipakai bergantian agar dapat memproduksi biogas secara kontinyu
(Jati,2014).
2. Tipe Continuous Digestion
Pada tipe ini proses pemasukan bahan baku dan pengeluaran slurry sisa
proses dilakukan secara berkala. Jumlah material yang masuk dan keluar harus
diatur secara seimbang sehingga jumlah material yang ada di dalam digester
selalu tetap. Kekurangan dari tipe ini adalah membutuhkan pengoperasian dan
pengawasan yang lebih ketat agar reaksi selalu berjalan dengan baik. Namun
untuk skala industri, tipe ini lebih mudah untuk dimaksimalkan hasilnya dan lebih
murah karena hanya membutuhkan satu buah digester untuk menghasilkan biogas
secara kontinyu (Jati,2014).
Ditinjau dari bentukya ada beberapa tipe digester, yaitu:
1. Tipe fixed dome (Kubah Tetap)
Reaktor ini terdiri dari digester yang memliki penampung gas dibagian
atas digester. Ketika gas mulai timbul, gas tersebut menekan lumpur sisa

20

fermentasi (slurry) ke bak slurry. Jika pasokan feed terus menerus, gas yang
timbul akan terus menekan slurry hingga meluap keluar dari bak slurry. Gas yang
timbul digunakan/dikeluarkan lewat pipa gas yang diberi katup/kran. Digester
jenis ini mempunyai volume tetap, gas yang akan terbentuk akan segera dialirkan
ke pengumpul gas diluar reactor, indikator produksi gas dapat dilakukan dengan
memasang indikator tekanan. Skema digester jenis kubah dapat dilihat pada
Gambar 2.11.

Gambar 2.11. Digester Tipe Fixed Dome (Kubah Tetap)


Sumber : http://andrew.getux.com/2008
Digester jenis kubah tetap mempunyai kelebihan dang kekurangan seperti
pada Tabel 2.4 sebagai berikut :
Tabel 2.4 Kelebihan dan Kekurangan Digester Jenis Kubah Tetap
Kelebihan

Kekurangan

1. Konstruksi sederhana dan dapat


dikerjakan dengan mudah

terlihat sehingga kebocoran sulit

2. Biaya konstruksi rendah

diketahui

3. Tidak ada bagian yang bergerak


4. Dapat dipilih dari material tahan
karat

2. Rawan

terjadi

kertakan

bagian penampung gas


3. Tekanan gas sangat tinggi

5. Umurnya panjang
6. Dapat

1. Bagian dalam digester tidak

dibuat

4. Temperature digester rendah


dalam

tanah

sehingga menghemat tempat

di

21

2. Tipe floating dome (Kubah Apung)


Reaktor ini terdiri dari satu digester dan penampung gas yang bisa
bergerak. Penampung gas ini akan bergerak ke atas ketika gas bertambah dan
turun lagi ketika gas berkurang, seiring dengan penggunaan dan produksi gasnya.
Bagian yang bergerak juga berfungsi sebagai pengumpul biogas(Darminto, 1984).
Skema digester jenis floating dome dapat dilihat pada Gambar 2.12.

Gambar 2.12 Digester Tipe Floating Dome (Kubah Apung)


Sumber : http://andrew.getux.com/2008
Digester jenis kubah apung mempunyai kelebihan dang kekurangan seperti
pada Tabel 2.5 sebagai berikut :
Tabel 2.5 Kelebihan dan Kekurangan Digester Jenis Kubah Apung
Kelebihan

Kekurangan

1. Tekanan gas konstan karena

1. Bagian dalam digester tidak

penampung gas yang bergerak

terlihat sehingga kebocoran sulit

mengikuti jumlah gas Biaya

diketahui

konstruksi rendah
2. Jumlah gas bisa dengan mudah
diketahui dengan melihat naik
turunya drum

2. Digester rawan korosi sehingga


waktu pakai menjadi pendek
3. Membutuhkan teknik khusus
untuk membuat tampungan gas
bergerak

seiring

naik

turunnya produksi biogas

atau

22

3. Tipe baloon plant (balon)


Reaktor balon merupakan jenis reaktor yang banyak digunakan pada skala
rumah tangga yang menggunakan bahan plastic sehingga lebih efisien dalam
penanganan dan perubahan tempat biogas. Konstruksi dari digester ini sederhana,
terbuat dari plastik yang pada ujung-ujungnya dipasang pipa masuk untuk kotoran
ternak dan pipa keluar peluapan slurry, Sedangkan pada bagian atas dipasang pipa
keluar gas.
Reaktor ini terdiri dari suatu bagian yang berfungsi sebagai digester dan
penyimpanan gas masing-masing bercampur dalam suatu ruangan tanpa sekat,
material organik terletak dibagian bawahkarena memiliki berat yang lebih besar
dibandingkan gas yang akan mengisi pada rongga atas. Skema digester jenis
baloon plant dapat dilihat pada Gambar 2.13.

Gambar 2.13 Reaktor baloon plant (Balon)


Sumber : shodikin, 2011
Digester jenis balon mempunyai kelebihan dang kekurangan seperti pada
tabel 2.6 sebagai berikut :
Tabel 2.6 Kelebihan dan Kekurangan Digester Jenis balon
Kelebihan

Kekurangan

1. Biaya pembuatan murah

1. Waktu pakai relatif singkat

2. Mudah dibersihkan

2. Mudah mengalami kerusakan

3. Mudah dipindahkan

23

4. Tipe Balok
Reaktor berbentuk balok yang biasa digunaka dalam skala laboratoriom
dan praktikum dapat digunakan dengan cara pengerjaan yang sederhana.
Konstruksi reaktor tipe ini cukup sederhana dengan aliran umpan dan tempat
fermentasi yang terpisah sehingga dibutuhan pompa untuk mengalirkannya seperti
yang dapat dilihat pada Gambar 2.14 dibawah ini:

Gambar 2.14 Reaktor Tipe Balok


Rektor ini bekerja dengan sistem batch dimana aliran umpan didiamkan didalam
reaktor sampai menghasilkan gas.
Digester jenis balok mempunyai kelebihan dang kekurangan seperti pada
tabel 2.7 sebagai berikut :
Tabel 2.7 Kelebihan dan Kekurangan Digester Jenis balok
Kelebihan

Kekurangan

1. Konstruksi alat yang sederhana

1. Sulit dalam hal pembuangan

2. Proses pembentukan gas lebih

2. Laju sedimentasi yang lambat

stabil dan banyak

24

Proses yang terjadi pada reaktor tipe balok ini dimulai dari tangki umpan
akan menuju tangki I, dan setelah tangki I terisi penuh maka akan langsung di
alirkan ke tangki II dengan membuka valve yang ada di tengah tengah tangki I
dan tangki II, kemudian ke tangki III. Bagian top pada tangki II dilengkapi
dengan penutup yang disertai dengan leher angsa untuk menampung gas
metan yang terbentuk, dan bagian sampingnya dilengkapi dengan kertas
saring untuk menyaring air yang terbentuk untuk selanjutnya ditampung.
Sedangkan

untuk produk bottom berupa lumpur akan dikeluarkan setelah

beberapa waktu.

Anda mungkin juga menyukai