Artikel Proses Pengolahan Limbah Industri Pengilangan Minyak Bumi
Artikel Proses Pengolahan Limbah Industri Pengilangan Minyak Bumi
Artikel Proses Pengolahan Limbah Industri Pengilangan Minyak Bumi
Pendahuluan
Kemajuan dalam bidang industri di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan
ini memberikan berbagai dampak positif yaitu terbukanya lapangan kerja, membaiknya
sarana transportasi dan komunikasi serta meningkatnya taraf sosial ekonomi masyarakat.
Suatu kenyataan yang perlu disadari bahwa perkembangan kegiatan industri secara
umum juga merupakan sektor yang sangat potensial sebagai sumber pencemaran yang
akan merugikan bagi kesehatan dan lingkungan (Assegaf, 1993).
Salah satu industri yang pertumbuhannya cukup pesat adalah industri perminyakan, yang
diawali dengan berdirinya kilang minyak di Indonesia yaitu Unit Pengolahan (UP) I
Pangkalan Brandan dengan kapasitas 5.000 barrel/hari, UP II Dumai dan Sungai Pakning
dengan kapasitas 170.000 barrel/hari, UP III Plaju dan Sungai Gerong dengan kapasitas
135.000 barrel/hari, UP IV Cilacap dengan kapasitas 348.000 barrel/hari, UP V Balikpapan
dengan kapasitas 270.000 barrel/hari, UP VI Balongan dengan kapasitas 125.000
barrel/hari, dan UP VII Kasim Irian Jaya dengan kapasitas 10.000 barrel/hari (Susilo, 2006).
Pengolahan minyak mentah (crude oil) sangat membutuhkan energi yang merupakan
bahan baku sumber daya alam sangat berpotensi terjadinya kerusakan/pencemaran
lingkungan, disamping melalui proses fisik dan kimia dalam pengolahan bahan baku
cenderung menghasilkan polusi seperti : partikel, gas karbon monoksida (CO), gas karbon
dioksida (CO2), gas belerang oksida (SO2), dan uap air. Sesuai dengan jenis produksinya,
maka kilang minyak tidak dapat lepas dari masalah limbah dan polusi yang timbul
terutama pada lingkungan yaitu pencemaran air, tanah, dan udara.(Peter et al., 1989;
Setiani, 2005).
Salah satu dampak negatif dari kilang minyak adalah timbulnya pencemaran lingkungan
oleh limbah yang berbentuk gas, padatan atau cairan yang timbul pada proses dan hasil
Menurut Marsaoli (2004), pada umumnya pencemaran laut yang terjadi baik secara fisika,
kimiawi maupun biologis, banyak menghasilkan racun bagi biota laut dan manusia. Salah
satu dari bahan pencemar itu adalah hidrokarbon minyak bumi. Minyak bumi adalah
campuran hidrokarbon yang terbentuk berjuta-juta tahun yang lalu di masa lampau
sebagai hasil dekomposisi bahan-bahan organik dari tumbuhan-tumbuhan dan hewan.
Minyak bumi berupa cairan kental berwarna kehitaman yang teradapat dalam cekungan-
cekuangan kerak bumi dan merupakan campuran sangat kompleks dari senyawa-senyawa
hidrokarbon dan bukan hidrokarbon. Dewasa ini terdapat 500 senyawa yang pernah
dideteksi dalam suatu cuplikan minyak bumi yang terdiri dari minyak bumi fraksi ringan
dan fraksi berat. Minyak bumi fraksi ringan, komponen utamanya adalah n-alkana dengan
atom C15-17, sedangkan minyak bumi fraksi berat komponen utamanya adalah fraksi
hidrokarbon dengan tidik didih tinggi (Farrington dkk, 1975).
Kegiatan usaha minyak bumi mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi
nasional. Minyak bumi merupakan komoditas ekspor utama Indonesia yang digunakan
sebagai sumber bahan bakar dan bahan mentah bagi industri petrokimia. Kegiatan
eksploitasi yang meliputi pengeboran dan penyelesaian sumur, pembangunan sarana
pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan untuk pemisahan dan pemumian minyak
bumi sering mengakibatkan terjadinya pencemaran minyak pada lahan-lahan di area
sekitar aktivitas tersebut berlangsung. Minyak pencemar tersebut mengandung
hidrokarbon bercampur dengan air dan bahan-bahan anorganik maupun organik yang
terkandung di dalam tanah. Undang-undang No 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas
Bumi mensyaratkan pengelolaan lingkungan hidup, yakni pencegahan dan
penanggulangan pencemaran serta pemulihan atas terjadinya kerusakan lingkungan
hidup sebagai akibat kegiatan pertambangan, bagi badan usaha yang menjalankan usaha
di bidang eksploitasi minyak bumi (Prijambada, 2006).
Limbah lumpur minyak bumi (LMB) merupakan limbah akhir dari serangkaian proses
dalam industri pengilangan minyak bumi (Scora et al., 1997). Kegiatan operasinya dimulai
dari eksplorasi, produksi (pengolahan sampai pemurnian) sampai penimbunan dan
Limbah lumpur minyak bumi terdiri dari senyawa hidrokarbon yang merupakan
polialifatik hidrokarbon seperti alkana (n-normal, iso dan siklo) dan poliaromatik
hidrokarbon (PAH) seperti naftaeno, benzena, naftalena, benzo(a)pirena, air, unsur logam
(As, Cd, Cr, Hg, Pb, Zn, Ni, Cu) serta non hidrokarbon seperti senyawa nitrogen, sulfur,
oksigen dan aspal (Connell & Miller, 1995). Limbah tersebut, termasuk dalam kategori
limbah B3 yaitu Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun karena sifat dan konsentrasinya
dapat membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan hidup. Oleh karena itu sesuai
dengan peraturan yang berlaku yaitu Peraturan Pemerintah No. 85 tahun 1999 tentang
pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), tertera bahwa limbah lumpur
minyak termasuk kedalam daftar limbah B3 dari sumber spesifik dengan kode kegiatan
2320, maka pengelolaannya diperlukan penanganan secara baik sehingga tidak
mencemari lingkungan (BAPEDAL, 2001). Hal inilah yang dibahas dalam makalah ini yaitu
bagaimana mengolah limbah minyak bumi baik melalui pendekatan secara biologis atau
dikenal dengan istilah bioremediasi (Kementerian Lingkungan Hidup, 2003), melalui
pendekatan secara kimiawi maupun dengan cara lain yang bermanfaat dalam menangani
masalah pencemaran akibat limbah minyak bumi.
Pembahasan
Di industri petrokimia selama proses pembentukan produk baik itu produk hulu
maupun hilir, tidak tertutup kemungkinan bahwa ada beberapa masalah lingkungan yang
muncul baik selama proses ataupun pada akhir proses. Mengingat sumber bahan baku
utama industry petrokimia adalah minyak bumi sebagai sumber utama hidrokarbon, maka
penanganan potensi limbah dari proses pengolahan minyak bumi, akan sangat
berpengarug pada kualitas lingkungan di sekitar kawasan industry petrokimia tersebut.
Minyak bumi merupakan senyawa hidrogen dan Carbon (C dan H) ditambah beberapa
senyawa lain yang tidak dominan seperti: Nitrogen, Oksigen, Sulfur, Hidrogen Sulfida,
Porfirin dan senyawa Logam.
Semakin dalam terdapatnya minyak bumi serta semakin tua umurnya maka berat
jenis minyak bumi semakin kecil. Berat jenis minyak bumi berkisar antara 0,84
sampai 0,89.
Viskositas/ kekentalan (satuan centipoise/ cp) adalah daya hambatan suatu cairan
bila kedalam cairan tersebut dimasukkan suatu materi atau benda yang diputar.
Semakin kecil berat jenis minyak, semakin besar temperatur dan tekanan semakin
kecil viskositasnya.
Titik didih dan titik nyala, titik didih adalah titik dimana minyak bumi mulai
mendidih. Semakin besar berat jenis, titik didih semakin tinggi. Titik nyala adalah
kemampuan materi untuk bisa terbakar. Semakin ringan berat jenis, titik nyala
semakin tinggi.
Warna, senyawa hidrokarbon sebenarnya tidak berwarna, tetapi adanya
impurities dan senyawa- senyawa yang lain akan mempengaruhi warna dari
minyak bumi. Untuk minyak berberat jenis besar maka berwarna hijau kehitaman,
sedang yang berat jenis ringan berwarna coklat kehitaman.
Nilai kalori minyak bumi cukup tinggi antara 11.700- 11.750 kal/ gram untuk
minyak BJ= 0,75 dan antara 10000- 10.500 kal/ gram untuk minyak BJ= 0,9- 0,95.
Ketika oil spill terjadi di lingkungan laut, minyak akan mengalami serangkaian perubahan/
pelapukan (weathering) atas sifat fisik dan kimiawi. Sebagian perubahan tersebut
mengarah pada hilangnya beberapa fraksi minyak dari permukaan laut, sementara
perubahan lainnya berlangsung dengan masih terdapatnya bagian material minyak di
Sumber limbah cair minyak bumi berasal dari kegiatan-kegiatan antara lain:
1. Air pendingin di kilang minyak, dimana bila terjadi kebocoran pada pipa
pendingin, bocoran minyak akan terbawa air.
2. Air sisa umpan boiler untuk pembangkit uap air.
3. Air sisa dari lumpur pembocoran.
4. Air bekas mencuci peralatan-peralatan dan tumpahan-tumpahan/ ceceran
minyak di tempat kerja.
5. Air hujan.
Perusahaan minyak menghasilkan limbah minyak dalam bentuk lumpur dari berbagai
lapangan produksi. lumpur adalah bahan berfase solid yang bercampur dengan media air
(liquid), namun tidak dapat disebut atau disamakan dengan air. Sedangkan limbah lumpur
minyak (oil sludge) adalah kotoran minyak yang terbentuk dari proses pengumpulan dan
pengendapan kontaminan minyak yang tidak dapat digunakan atau diproses kembali
dalam proses produksi. Kandungan terbesar dalam oil sludge adalah petroleum
hydrocarbon yang dapat diolah dengan proses bioremediasi.
Senyawa aromatik dalam minyak lebih toksis dibandingkan dengan senyawa alkana.
Senyawa aromatik yang mengandung lebih dari dua cincin benzen, PAH bersifat toksis.
Kadar PAH yang relatif tinggi juga pernah ditemukan oleh beberapa peneliti alam sedimen
yang lokasinya berdekatan dengan perkotaan. Ini pola umum di mana PAH cenderung
berkumpul dalam sedimen perairan yang dekat dengan daerah perkotaan. PAH dapat
berasal dari air buangan, seperti buangan rumah tangga dan industri, sampah, dan aliran
buangan kota, serta dalam buangan atmosferik dari pembakaran bahan bakar fosil.
Untuk mendukung kelancaran operasi kilang, baik BBM, non BBM, maupun kilang
paraxylene, tidak lepas dari sarana-sarana penunjang. Sarana tersebut antara lain adalah
Laboratorium Kilang yang telah mendapatkan sertifikat SNI 19-17025 berfungsi sebagai
pengontrol spesifikasi dan kualitas bahan baku serta produk antara maupun produk akhir.
Keberadaan fasilitas ini amat menentukan suatu keberhasilan perusahaan, terlebih pada
era perdagangan bebas. Karena itu laboratorium dilengkapi dengan fasilitas penelitian
dan pengembangan, sehingga produk yang dihasilkan terjaga kualitasnya, agar tetap
mampu bersaing di pasaran. Laboratorium Kilang Pertamina UP IV Cilacap yang bertugas
sebagai pengontrol spesifikasi dan kualitas produk Pertamina mempunyai tiga seksi
laboratorium, salah satunya adalah Laboratorium Lindungan Lingkungan dan Riset yang
mempunyai tugas antara lain memeriksa keasaman pada sampel pelumas, minyak bumi
dan sebagian fraksi-fraksinya. Dari pemeriksaan keasaman ini timbul limbah acidity yang
tergolong pada limbah B3 cair .
Pemeriksaan keasaman ini mencakup penentuan zat-zat yang bersifat asam didalam
minyak bumi dan pelumas, baik yang larut maupun agak larut dalam campuran toluene
dan isopropyl alcohol. Untuk menentukan keasaman, contoh dilarutkan dalam solvent
Hasil-hasil minyak bumi yang baru maupun bekas kemungkinan mengandung zat-zat basa
atau asam yang berada sebagai additive atau hasil degradasi yang terbentuk selama
penggunaannya, misalnya hasil oksidasi. Jumlah relatif dari zat-zat ini dapat ditentukan
dengan titrasi menggunakan asam atau basa. Angka keasaman adalah ukuran dari jumlah
zat yang bersifat asam dalam minyak, dalam kondisi pengujian. Angka ini sebagai
pengendalian kualitas dalam minyak mentah maupun pembuatan pelumas. Juga
seringkali digunakan sebagai ukuran degradasi pelumas dalam penggunaanya.
Akibat-akibat jangka pendek dari pencemaran minyak bumi sudah banyak dilaporkan
(Connel dkk, 1981). Molekul-molekul hidrokarbon minyak bumi dapat merusak membran
sel yang berakibat pada keluarnya cairan sel dan berpenetrasinya bahan tersebut ke
dalam sel. Ikan-ikan yang hidup di lingkungan yang tercemar oleh minyak dan senyawa
hidrokarbon akan mengalami berbagai gangguan struktur dan fungsi tubuh. Berbagai jenis
udang dan ikan akan beraroma dan berbau minyak, sehingga berkurang mutunya
(Soesanto, 1973). Secara langsung minyak dapat menimbulkan kematian pada ikan. Hal
ini disebabkan oleh kekurangan oksigen, keracunan karbondioksida dan keracunan
langsung oleh bahan beracun yang terdapat dalam minyak.
Seperti yang diungkapkan di atas bahwa senyawa hidrokarbon aromatik ini bersifat racun,
salah satunya adalah PAH yakni senyawa aromatik dengan dua atau lebih cincin benzen.
PAH yang larut pada konsentrasi 0,1-0,5 ppm dapat menyebabkan keracunan pada
makhluk hidup( Connel dan Miller, 1981), sedangkan PAH dalam kadar rendah dapat
menurunkan laju pertumbuhan, perkembangan, dan makan makhluk perairan (Neff,
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa pada kadar 10 ppm kandungan senyawa
hidrokarbon aromatik dapat menyebabkan perubahan pola perilaku pada biota laut dan
pada kadar > 1000 ppm dapat menyebabkan kematian. Keadaan ini berbahaya bagi
organisme perairan yang hidup dan mencari makan di dalam sedimen perairan. Nilai
Ambang Batas (NAB) hidrokarbon aromatik untuk biota laut adalah 0,003 ppm
(Kementrian KLH, 2004). Tabel 7 memperlihatkan tingkat toksisitas senyawa aromatik
yang larut terhadap kelas makhluk hidup laut (Connel dkk, 1981).
Menghirup uap atau menelan makanan atau cairan yang terkontaminasi minyak dan gas
dapat menyebabkan munculnya problem kesehatan reproduksi seperti siklus haid yang
tidak teratur, keguguran, meninggal dalam kandungan, dan cacat lahir. Masalah-masalah
ini mungkin punya tanda-tanda peringatan dini seperti nyeri lambung atau haid yang tidak
teratur.
Pemaparan secara periodik dengan gas dan minyak menyebabkan kanker.Anak-anak yang
tinggal di sekitar kilang lebih mungkin mendapatkan kanker darah (leukemia) dari pada
mereka yang tinggal jauh dari fasilitas tersebut.Orang-orang yang tinggal di kawasan
pengeboran minyak lebih mungkin mendapatkan kanker usus, kantong kemih, paru-paru
daripada mereka yang tinggal jauh dari lokasi pengeboran.Para pekerja di kilang-kilang
minyak punya resiko tinggi mengidap kanker mulut, usus, ulu hati, pankreas, jaringan sel,
prostat, mata, otak, dan darah.
Ketika Texaco mulai mengebor untuk mencari minyak di Ekuador, kanker tidak dikenal di
kawasan ini.Empat puluh tahun kemudian, pada 2 daerah minyak yang paling sering
dieksploitasi di Amazon, para penggerak kesehatan komunitas mensurvei 80 komunitas.
Mereka menemukan bahwa 1 dari 3 orang menderita sejenis kanker.
Tumpahan Minyak
Di mana ada minyak, di situ pasti ada tumpahan. Kapal-kapal dan truk bisa kecelakaan,
dan jalur pipa bisa bocor.Perusahaan bertanggung jawab untuk mencegah tumpahan dan
membersihkannya jika hal ini terjadi.
Ada pepatah: Minyak dan air tidak mungkin bercampur. Tetapi, ketika minyak tumpah
ke air, bahan-bahan kimia yang berasal dari minyak tersebut pasti bercampur dengan air
dan menggenang didalam air untuk beberapa waktu.Lapisan minyak yang lebih tebal
menyebar di seluruh permukaan dan mencegah masuknya udara ke dalam air.Ikan,
khewan, dan tumbuh-tumbuhan yang hidup di air tidak bisa bernafas.Ketika minyak
tumpah ke dalam air, bahan-bahan kimianya yang tertinggal di sana bisa membuat air
tersebut tidak aman diminum, bahkan setelah minyak yang kasat mata dikeluarkan.
Ketika minyak tumpah ke tanah, ia akan menghancurkan lapisan tanah dengan mendesak
udara keluar dan membunuh makhluk-makhluk hidup yang membuat lapisan tanah
menjadi sehat. Hal yang hampir serupa terjadi jika minyak mengenai kulit kita atau kulit
khewan. Minyak akan menutupi kulit dan menghalangi udara masuk. Racun-racun yang
Dampak di Laut
Akibat yang ditimbulkan dari terjadinya pencemaran minyak bumi di laut adalah:
1. Rusaknya estetika pantai akibat bau dari material minyak. Residu berwarna gelap
yang terdampar di pantai akan menutupi batuan, pasir, tumbuhan dan hewan.
Gumpalan tar yang terbentuk dalam proses pelapukan minyak akan hanyut dan
terdampar di pantai.
2. Kerusakan biologis, bisa merupakan efek letal dan efek subletal. Efek letal yaitu
reaksi yang terjadi saat zat-zat fisika dan kimia mengganggu proses sel ataupun
subsel pada makhluk hidup hingga kemungkinan terjadinya kematian. Efek
subletal yaitu mepengaruhi kerusakan fisiologis dan perilaku namun tidak
mengakibatkan kematian secara langsung. Terumbu karang akan mengalami efek
letal dan subletal dimana pemulihannya memakan waktu lama dikarenakan
kompleksitas dari komunitasnya.
3. Pertumbuhan fitoplankton laut akan terhambat akibat keberadaan senyawa
beracun dalam komponen minyak bumi, juga senyawa beracun yang terbentuk
dari proses biodegradasi. Jika jumlah pitoplankton menurun, maka populasi
ikan, udang, dan kerang juga akan menurun. Padahal hewan-hewan tersebut
dibutuhkan manusia karena memiliki nilai ekonomi dan kandungan protein yang
tinggi.
4. Penurunan populasi alga dan protozoa akibat kontak dengan racun slick (lapisan
minyak di permukaan air). Selain itu, terjadi kematian burung-burung laut. Hal ini
dikarenakan slick membuat permukaan laut lebih tenang dan menarik burung
untuk hinggap di atasnya ataupun menyelam mencari makanan. Saat kontak
dengan minyak, terjadi peresapan minyak ke dalam bulu dan merusak sistem
kekedapan air dan isolasi, sehingga burung akan kedinginan yang pada akhirnya
mati.
1. Efek jangka pendek (akut) antara lain pada penghirupan konsentrasi 400 ppm
dapat menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan bagian atas.
2. Penghirupan lebih besar akan menyebabkan pusing dan mengganggu
keseimbangan tubuh.
3. Kontak dengan mata dapat menyebabkan iritasi, tetapi tidak pada kulit.
4. Bila terminum dapat menyebabkan muntah, diare dan hilang kesadaran.
Efek jangka panjang (kronis) antara lain bila terkena kulit dapat menyebabkan kulit kering
dan pecah-pecah. Nilai Ambang Batas : 200 ppm (500 mg/m3)-kulit; STEL = 250 ppm;
Toksisitas : LD50 (tikus, oral) = 1870-6500 mg/kg.
Pengolahan limbah minyak bumi dilakukan secara fisika, kimia dan biologi. Pengolahan
secara fisika dilakukan untuk pengolahan awal yaitu dengan cara melokalisasi tumpahan
minyak menggunakan pelampung pembatas (oil booms), yang kemudian akan ditransfer
dengan perangkat pemompa ( oil skimmers) ke sebuah fasilitas penerima reservoar baik
dalam bentuk tangki ataupun balon dan dilanjutkan dengan pengolahan secara kimia,
namun biayanya mahal dan dapat menimbulkan pencemar baru. Pengolahan limbah
secara biologi merupakan alternatif yang efektif dari segi biaya dan aman bagi lingkungan.
Pengolahan dengan metode biologis disebut juga bioremediasi, yaitu biotek-nologi yang
memanfaatkan makhluk hidup khususnya mikroorganisme untuk menurunkan
konsentrasi atau daya racun bahan pencemar (Lasari, 2010).
Secara umum beberapa teknik penanggulangan tumpahan minyak yang menjadi limbah
diantaranya in-situ burning, penyisihan secara mekanis, bioremediasi,
penggunaan sorbent, penggunaan bahan kimia dispersan, dan washing oil (Anonim,
1994).
Peralatan
Kegiatan huiu dan hilir industri minyak bumi tidak terlepas dari kemungkinan pencemaran
minyak di ke lingkungan, khususnya perairan dan sedimen. Salah satu metode pengolahan
limbah secara yang saat ini terus dikembangkan adalah bioremediasi yang merupakan
teknologi ramah lingkungan, cukup efektif dan efisien serta ekonomis (Yani et al., 2007).
Terdapat tiga cara untuk mengatasi masalah lahan tercemar minyak yang dapat dipilih
berdasarkan jenis minyak pencemar, konsentrasi minyak pencemar dan lokasi
pencemaran, yakni dibakar, diberi disperser dan kemudian dihisap kembali dengan
skimmer untuk diolah di kilang minyak, dan didegradasi dengan memanfaatkan
mikroorganisme pendegradasi hidrokarbon. Bioremediasi, pengelolaan yang
mengandalkan degradasi dengan memanfaatkan mikroorganisme pendegradasi
hidrokarbon, merupakan cara yang paling ekonomis dan dapat diterima lingkungan.
Bioremediasi dapat digunakan untuk mengatasi masalah lahan tercemar minyak baik
secara in situ maupun ex situ. Biostimulation dan bioaugmentation merupakan contoh
pelaksanaan bioremediasi secara in situ, sedangkan landfarming, biopile, dan composting
merupakan contoh pelaksanaan bioremediasi secara ex situ (Arifin et al., 2004).
Dalam pelaksanaan bioremediasi, baik secara in situ maupun ex situ, perlu dilakukan
pemantauan terhadap proses pengolahan dan hasil akhir pengolahan. Hal itu perlu
dipantau adalah kandungan minyak bumi dan/atau kandungan total hidrokarbon minyak
bumi. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup no. 128 tahun 2003 tentang Tata Cara
dan Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah Terkontaminasi oleh
Minyak Bumi secara Biologis mensyaratkan kandungan total hidrokarbon minyak bumi
yang tidak lebih dan 15 % di awal proses bioremediasi. Selama proses bioremediasi,
kandungan total hidrokarbon minyak bumi perlu dipantau setidaknya setiap 2 minggu.
Limbah industri minyak bumi (Oil sludge) yang berupa cairan dan padatan merupakan
obyek dalam makalah ini, limbah tersebut merupakan limbah bahan beracun dan
berbahaya (B3). Detoksifikasi dan degradasi limbah tersebut dapat dilakukan secara
biologis yang aman dan ramah lingkungan dengan menggunakan 3 jenis bakteri dan
tumbuhan yang dikenal dengan Fitoremediasi. Penggunaan eceng gondok untuk limbah
cair dan sengon bermikoriza untuk pengolahan dan penurunan zat organik dalam limbah
padat diharapkan dapat menunjang pengelelolaan limbah secara terpadu dan
berkelanjutan di lingkungan industri minyak pada khususnya dan umumnya bagi seluruh
perindustrian (Rossiana et al., 2007).
Menurut Corseuil & Moreno (2000), mekanisme tumbuhan dalam menghadapi toksikan
adalah:
Tanaman meremediasi polutan organik melalui tiga cara, yaitu menyerap secara langsung
bahan kontaminan, mengakumulasi metabolisme non fitotoksik ke sel-sel tanaman, dan
melepaskan eksudat dan enzim yang dapat menstimulasi aktivitas mikroba, serta
menyerap mineral pada daerah rizosfer. Tanaman juga dapat menguapkan sejumlah uap
air. Penguapan ini dapat mengakibatkan migrasi bahan kimia ( Schnoor et al., 1995 ).
Tanaman dapat memperluas daerah perakaran menuju ke daerah yang terkena polutan
(EPA, 2000). Beberapa bahan kimia dimineralisasi oleh tanaman dengan bantuan air dan
CO2. Tanaman mengeluarkan sekret melalui akar eksudat akar sebesar 10 20% dari hasil
fotosintesis melalui eksudat akar. Hal ini dapat membantu proses pertumbuhan dan
metabolisme mikroba maupun fungi yang hidup disekitar rizosfer. Beberapa senyawa
organik yang dikeluarkan melalui eksudat akar (misalnya phenolik, asam organik, alkohol,
protein) dapat menjadi sumber karbon dan nitrogen sebagai sumber pertumbuhan
mikroba yang dapat membantu proses degradasi senyawa organic. Sekret berupa
senyawa organik dapat membantu pertumbuhan dan meningkatkan aktivitas mikroba
rhizosfer ( Salt et al., 1998 ).
Eichhornia crassipes ( Mart ). Solms dapat tumbuh dengan sangat cepat, yaitu mencapai
10 g m-2 per hari. Hal ini berpengaruh terhadap penyerapan unsur hara, seperti nitrat (
NO3-) dan orthofosfat ( PO43-) Eichhornia crassipes ( Mart ). Solms dapat menyerap
nitrogen secara langsung sebesar 5850 kg/ha per tahun dan dapat menyerap fosfor
sebesar 350 1125 kg/ ha per tahun. Hal ini dapat mengurangi konsentrasi kontaminan
pada limbah perairan (McEldowney et al., 1993 ).
Hasil penelitian yang telah dilakukan di laboratorium, rumah kaca dan terakhir dalam
skala lapangan selama 6 bulan menunjukkan bahwa fitoremediasi limbah lumpur minyak
konsentrasi 20% dengan tanaman sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen)
bermikoriza yang mediumnya diinokulasi bakteri Pseudomonas mallei, Bacillus alvei dan
Pseudomonas sphaericus potensial untuk dikembangkan. Tanaman sengon mengalami
pertumbuhan baik selama fitoremediasi. Hasil analisis setelah fitoremediasi menunjukkan
bahwa terjadi penurunan kandungan minyak sampai 51,23% dan kandungan logam berat
Cd, Cr, Pb, Cu, Zn dan Ni.masing-masing sebesar 30,2%, 2,5%, 32,6%, 71,9%, 62,8% dan
47,09%. (Rossiana, 2005).
Penggunaan metode dan proses biologi dalam menurunkan kadar polutan yang bersifat
toksik terhadap lingkungan akibat adanya xenobiotik/zat yang menyebabkan
pencemaran, adalah nama lain dari bioremediasi (Baker & Herson, 1994). Bioremediasi
merupakan salah satu teknologi inovatif untuk mengolah kontaminan, yaitu dengan
memanfaatkan mikroba, tanaman, enzim tanaman atau enzim mikroba (Gunalan, 1996).
Metode dan prinsip proses bioremediasi adalah biodegradasi yang dilakukan secara
aerob, oksigen dalam konsentrasi rendah akan mempengaruhi proses tersebut (Eweis, et
al.,1998). Pentingnya aerasi untuk memenuhi kekurangan oksigen berkaitan dengan
kurang efektifnya kerja enzim oksigenase dalam penguraian fraksi aromatik. Selain
oksigen, rendahnya kandungan nutrisi dalam medium akan membatasi pertumbuhan
mikroorganisme untuk mendegradasi.
Selain itu perlu ada upaya menghilangkan terlebih dahulu logam berat yang terdapat
dalam limbah dengan menggunakan adsorben sebelum proses bioremediasi. Penggunaan
pasir dan zeolit sebagai campuran dan adsorben alam penyerap logam berat merupakan
penanganan awal sebelum dilakukan proses lebih lanjut, sehingga kemungkinan adanya
proses inhibisi enzim oleh ion logam dapat diatasi.
Sedangkan pengolahan limbah cair minyak bumi dapat dilakukan dengan beberapa cara:
1. Incineration
Incineration adalah salah satu cara untuk menguraikan liquid wastes, dan dengan cara dan
alat yang didesain baik dapat menghasilkan effluent/ limbah yang memenuhi peraturan
pencemaran.
1. Combustible Liquids
2. Partially Combustible Liquids
Combustible liquids tidak dapat dikerjakan atau dibuang ke incinerator. Pada kelompok
pertama akan terdiri dari bahan-bahan yang mempunyai nilai yang cukup menunjang
pembakaran dalam combustor, burner, atau alat lain yang menghasilkan CO2 dan H2O
bila dibakar. Kelompok kedua akan meliputi bahan-bahan yang sulit terbakar tanpa
penambahan bahan bakar. Bahan yang partially combustible mungkin mengandung
mateial yang terlarut dalam fase liquid, bila zat inorganik akan membentuk inorganik
oxida.
Suatu cara lain membuang cairan limbah yang dapat diterima adalah kembali ke
lingkungan dengan pengenceran secukupnya hingga tidak menimbulkan bahaya atau
peracunan terhadap lingkungan. Dengan perancangan subsurface disfersion system yang
baik, akan memungkinkan wadah penerima dapat menampung buangan secara memadai.
Beberapa peralatan yang dibutuhkan antara lain mencakup open end pipes dengan nozzle
atau diffuser system yang terdiri dari sederetan pipa-pipa kecil dengan lubang-lubang atau
celah. Limbah harus dapat dibuang pada sudut yang baik terhadap aliran air agar
terencerkan atau terdispersi secara sempurna. Pipa dispersi harus ditempatkan
sedemikian rupa agar discharge point cukup jauh dari garis pantai, dengan demikian
pabrik dan water intake akan terlindungi.
Cara ini dilakukan oleh industri yang banyak membuang limbah asam lemah dalam jumlah
besar. Limbah tersebut dipompakan ke dalam lapisan tanah sampai pada lapisan tanah
yang cocok untuk menampung limbah. Lapisan tanah dimana limbah ditampung harus
lebih rendah dari lapisan fresh water circulation, dan area tadi harus terisolasi oleh bahan
yang kedap air.
Lapisan sandstones, limestones atau dolomite umumnya membentuk lapisan yang banyak
mengandung air asin, tetapi cukup baik sebagai tempat penampungan limbah cair.
Sedangkan lapisan yang mengandung minyak, gas, batubara dan belerang harus dijaga
agar tidak tercemar limbah. Lapisan yang kedap air harus berada diatas dan dibawah layer
untuk mencegah vertical escape dari buangan, atau dengan kata lain limbah harus
ditempatkan pada kedalaman tertentu. Penetapan area buangan harus ditetapkan sesuai
1. Secara Mikrobiologis
Limbah minyak bumi banyak mengandung unsur Hidrokarbon. Limbah Hidrokarbon cair
bersifat hidrofob dan mempunyai kerapatan lebih rendah dari air. Oleh sebab itu limbah
ini selalu terapung diatas air. Pembuangan limbah ke sungai akan menutupi permukaan
air yang mengakibatkan oksigen terlarut menurun, dan pada akhirnya tumbuh-tumbuhan
air dan hewan air dapat mati. Untuk penanganan limbah Hidrokarbon sebagai salah satu
alternatif adaalah dengan menggunakan mikroba.
Menurut Sugiharto (1987), pengolahan limbah cair minyak bumi dilakukan dengan 2 cara
pengolahan pendahuluan (pre treatment), yaitu:
Proses pengambilan/ pengerukan pasir atau lumpur dilakukan setiap 3 bulan sekali dan
pasir atau lumpur yang telah dikeruk akan dibuang ke tempat khusus yang ada di sekitar
lokasi pengolahan limbah.
Program pengendalian pencemaran bahan buangan cair minyak bumi antara lain
(Pertamina, 1986) :
Upaya pengelolaan lingkungan yang dilakukan untuk mengurangi dampak kualitas udara
ambient yang berupa gas diantaranya :
1. Melewatkan gas H2S kedalam larutan NaOH atau Ca(OH)2 sehingga gas yang
keluar merupakan sisa yang tidak tertangkap oleh larutan NaOH atau Ca(OH)2.
2. Melakukan pendinginan dan penangkapan gas yang keluar telah sesuai dengan
udara luar.
3. Penanaman tanaman pelindung di sekeliling lokasi Stasiun Pengumpul/ Stasiun
Kompresor.
4. Melakukan perawatan cerobong.
Percobaan skala lapang dilakukan di lagoon area pengolahan limbah lumpur minyak bumi
Pertamina unit VI Balongan Indramayu. Pengolahan limbah cair dilakukan pada 6 kolam
percobaan ukuran 25 X 20 meter. Tipe aliran air permukaan merupakan tipe aliran yang
ada di daerah berawa dengan air diam pada permukaan dengan kedalaman 0,5 1 meter.
Pada aliran air dibawah permukaan, aliran limbah cair mengalir pada zona perakaran
tumbuhan air dipermukaan. Kedalaman airnya dapat mencapai 0,5 1,5 meter. Pada tipe
aliran dalam, air diperoleh dari bagian permukaan yang kemudian mengalir ke bagian
bawah dan terserap oleh akar tanaman.
Penyiraman dan pengadukan dilakukan secara periodik untuk menjaga kelembaban dan
aerasi medium. Medium tanah bergerombol, dihaluskan dengan pacul supaya mudah
untuk ditanam. Sebelum dilakukan fitoremediasi, terlebih dulu biji sengon disemaikan
dalam polibag. Setelah berumur 2 minggu dipindahkan kedalam polibag baru dan
disekitar akar ditambahkan 50 gram mikoriza. Pertumbuhan sengon dipelihara sampai 3
bulan sampai ditanamkan pada medium hasil pengomposan dengan jarak tanam 2 x 2
meter dan diamati setiap bulan selama 3 tahun.
Dalam rangka program pemerintah hal produksi bersih, penelitian ini dapat diaplikasikan
sebagai pemantauan terhadap pengelolaan lumpur minyak bumi secara bioremediasi.
Fitoremediasi merupakan bioremediasi yang memanfaatkan tumbuhan untuk
Sehubungan dengan hal tersebut, maka diperlukan suatu upaya kegiatan pemulihan
lingkungan yang telah tercemar oleh minyak tersebut antara lain melalui pendekatan
pemulihan secara biologis atau dikenal dengan istilah bioremediasi. Keterbatasan
bioremediasi adalah bahan yang akan diremediasi mempunyai khlorin atau logam berat
yang sukar didegradasi oleh mikroorganisme, sehingga dalam medium hasil perlakuan
masih meninggalkan sisa logam berat dengan konsentrasi cukup tinggi. Adanya
kandungan logam berat baik dalam lumpur minyak dan medium hasil bioremediasi akan
mempengaruhi penguraian bahan organik, karena akan menghambat kerja enzim
glukosidase, fosfatase, populasi mikroorganisme serta aktivitas enzim lainnya (Garcia et
al, 1995) selain itu juga akan menjadi kendala bagi pertumbuhan tanaman. Sehubungan
dengan itu perlu ada upaya menghilangkan terlebih dahulu logam berat yang terdapat
dalam limbah sebelum proses bioremediasi dengan menggunakan adsoben. Oleh karena
itu penggunaan zeolit sebagai adsorben alam penyerap logam berat merupakan
penanganan awal sebelum dilakukan proses lebih lanjut (Prayitno,1999). Zeolit sebagai
mineral berpori mempunyai daya serap tinggi karena mempunyai sifat fisika dan kimia
dalam pertukaran ion, sehingga digunakan dalam proses pemisahan, pemurnian dalam
pengolahan lingkungan seperti penyerap dan penyaring limbah beracun, radioaktif dan
logam berat (Manahan,1999). Sebelum digunakan, zeolit harus diberi perlakuan secara
kimia maupun fisika seperti pemanasan dan perendaman dengan asam untuk
memperluas pori sehingga dapat meningkatkan kemampuan daya adsorpsinya secara
maksimal.
Penanganan di laut
Pemantauan
Tindakan pertama yang dilakukan dalam mengatasi tumpahan minyak yaitu dengan
melakukan pemantauan banyaknya minyak yang mencemari laut dan kondisi
tumpahan. Ada 2 jenis pemantauan yang dilakukan yaitu dengan pengamatan secara
visual dan penginderaan jauh (remote sensing).
Metode penginderaan jarak jauh dilakukan dengan berbagai macam teknik, seperti Side-
looking Airborne Radar (SLAR). SLAR dapat dioperasikan setiap waktu dan cuaca, sehingga
menjangkau wilayah yang lebih luas dengan hasil penginderaan lebih detail.
Namun,teknik ini hanya bisa mendeteksi lapisan minyak yang tebal. Teknik ini tidak bisa
mendeteksi minyak yang berada dibawah air dalam kondisi laut yang tenang. Selain SLAR
digunakan juga teknik Micowave Radiometer, Infrared-ultraviolet Line Scanner,
dan Landsat Satellite System. Berbagai teknik ini digunakan untuk menghasilkan informasi
yang cepat dan akurat.
Penanganan di darat
Pemulihan lahan tercemar oleh minyak bumi dapat dilakukan secara biologi dengan
menggunakan kapasitas kemampuan mikroorganisme. Fungsi dari mikroorganisme ini
dapat mendegradasi struktur hidrokarbon yang ada dalam tanah, sehingga minyak bumi
menjadi mineral-mineral yang lebih sederhana dan tidak membahayakan lingkungan.
Teknik seperti ini disebut bioremediasi. Teknik bioremediasi dapat dilaksanakan secara in-
situ maupun cara ex-situ.
Penanganan lahan yang tercemar minyak bumi dilakukan dengan cara memanfatkan
mikroorganisme untuk menurunkan konsentrasi atau daya racun bahan pencemar.
Penanganan semacam ini lebih aman terhadap lingkungan karena agen pendegradasi
yang dipergunakan adalah mikroorganisme yang dapat terurai secara alami. Ruang
lingkup pelaksanaan proses bioremediasi tanah yang terkontaminasi minyak bumi
meliputi beberapa tahap yaitu:
Minyak pelumas merupakan salah satu sumber polutan yang dapat mengkontaminasi air
tanah, dan akan merusak kandungan air tanah, bahkan dapat membunuh mikro-
organisme di dalam tanah serta minyak pelumas dapat menghambat proses oksidasi
biologi dari sistem lingkungan.
Dengan cara pemakaian reaktor pemisah minyak diharapkan limbah yang sudah tidak
dipakai lagi dapat diolah dengan baik.
Reaktor pemisah minyak pada prinsipnya berbentuk persegi panjang dengan ukuran
relatif kecil. Didalamnya memiliki 4 sekat yang terbuat dari kaca dan diletakkan dengan
sudut kemiringan 60 fungsinya agar terciptanya suatu proses dimana minyak akan
menempel pada sekat yang terbuat dari bahan kaca tersebut, pada proses ini limbah akan
melewati sekat sekat tersebut, semakin banyak sekat yang dilalui limbah maka semakin
banyak minyak yang akan menempel sehingga kadar minyak dapat turun.
Minyak termasuk salah satu anggota golongan lipid yaitu merupakan lipid netral (Ketaren,
1986). Emulsi air dalam minyak terbentuk jika droplet-droplet air ditutupi oleh lapisan
Ada dua macam emulsi yang terbentuk antara minyak dan air, yaitu emulsi minyak dalam
air dan emulsi air dalam minyak. Emulsi minyak dalam air terjadi jika droplet-droplet
minyak terdispersi di dalam air dan distabilkan dengan interaksi kimia dimana air
menutupi permukaan droplet-droplet tersebut. Hal ini terjadi terutama di dalam air yang
berombak, dan droplet minyak tersebut tidak terdispersi pada permukaan air, melainkan
menyebar di dalam air. Beberapa droplet minyak, terutama yang berikatan dengan
partikel mineral, menjadi lebih berat dan akan mengendap ke bawah.
Emulsi air dalam minyak terbentuk jika droplet-droplet air ditutupi oleh lapisan minyak,
dan emulsi ini distabilkan oleh interaksi di antara droplet-droplet air yang tertutup. Emulsi
semacam ini terlihat sebagai lapisan yang mengapung pada permukaan air dan lekat, dan
terkadang karena kandungan air di dalam droplet-droplet minyak tersebut cukup tinggi
maka total volumenya menjadi lebih besar dibandingkan dengan minyak aslinya.
Sebagian besar emulsi minyak tersebut kemudian akan mengalami degradasi melalui foto
oksidasi spontan dan oksidasi oleh mikroorganisme. Mikroorganisme merupakan
organisme yang paling berperan dalam dekomposisi minyak di laut. Setelah kira-kira tiga
bulan, hanya tinggal 15% dari volume minyak yang mencemari air masih tetap terdapat di
dalam air.
1. Lapisan minyak pada permukaan air akan menghalangi difusi oksigen dari udara
ke dalam air sehingga jumlah oksigen terlarut di dalam air akan menjadi
berkurang. Berkurangnya kandungan oksigen dalam air akan mengganggu
kehidupan organisme yang berada di perairan.
2. Dengan adanya lapisan minyak pada permukaan air akan menghalangi masuknya
sinar matahari ke dalam air sehingga proses fotosintesis oleh tanaman air tidak
dapat berlangsung.
3. Air yang telah tercemar oleh minyak tidak dapat dikonsumsi oleh manusia
dikarenakan pada air yang mengandung minyak tersebut dapat mengandung zat-
zat yang beracun seperti senyawa benzen dan toluen.
Minyak berasal dari kandungan lemak, dimana lemak sendiri adalah fungsi atau sifat
Prostaglandin yang dapat terbentuk dengan proses pelingkaran dan peroksigenan dari
asam lemak tak jenuh dengan banyak ikatan C = C yang menyebabkan mudah terbakar
dan menimbulkan nilai kalor tertentu.
Limbah akan diolah menggunakan reaktor pemisah minyak, sebelum limbah dialirkan ke
reaktor pemisah minyak, dilakukan penambahan air sebanyak 20 % dari total volume
limbah bengkel. Penambahan air ini dimaksudkan agar minyak yang terlarut dalam air
dapat terurai dan terpisah, serta untuk mempermudah minyak membentuk suatu lapisan
minyak atau mempercepat bergabungnya antar molekul minyak yang memiliki berat jenis
yang sama yaitu 0,85. Sehingga konsentrasi minyak yang larut dalam air dapat berkurang
dan minyak yang terapung akan menjadi lebih banyak, serta untuk mengurangi sifat
limbah bengkel yang pekat agar dapat dialirkan ke reaktor pemisah minyak.
Pengolahan limbah bengkel menggunakan reaktor pemisah minyak ini adalah pengolahan
secara fisika, serta berdasar pada prinsip gravitasi dan berat jenis molekul. Dimana limbah
ditampung pada reservoar lalu dialirkan menuju reaktor pemisah minyak. Dalam reaktor
pemisah minyak terdapat empat ruang sekat yang disusun dengan kemiringan 60, yang
berfungsi menambah luas penampang lintang dari aliran atau mengurangi lintasan
butiran partikel minyak ke permukaan, dan pembentukan lapisan minyak dapat terjadi
lebih cepat serta untuk menciptakan suatu aliran yang laminer. Limbah yang masuk ke
dalam reaktor akan melewati sekat-sekat yang terbuat dari kaca. Disinilah terjadi proses
fisika pemisahan antara minyak dan air. Karena minyak akan melekat pada benda-benda
padat dan karena minyak memiliki viskositas yang cukup kental serta sekat yang terbuat
dari bahan kaca memiliki permukaan yang kasat maka minyak yang melewati sekat kaca
ini akan menempel pada kaca sehingga konsentrasi minyak akan berkurang dan akan
terus berkurang setelah melewati sekat yang lainnya. Berdasarkan prinsip gravitasi
dimana minyak memiliki berat jenis yang lebih kecil yaitu 0,85 dari pada berat jenis air
yaitu 1, maka minyak akan terapung diatas air. Pada saat penelitian, setelah limbah masuk
pada reaktor terjadi pembentukan droplet-droplet minyak, dikarenakan sekat dengan
Limbah yang terdapat dalam reaktor akan terjadi emulsi, yaitu emulsi air dalam minyak.
Emulsi air dalam minyak terbentuk droplet-droplet air ditutupi oleh lapisan minyak, dan
emulsi ini distabilkan oleh interaksi di antara droplet-droplet air yang tertutup. Emulsi ini
terlihat sebagai lapisan yang mengapung pada permukaan air dan lekat sehingga minyak
akan menempel pada kaca. Seperti pada penelitian sebelumnya dalam melakukan
pemisahan minyak , bahan yang digunakan sebagai penangkap minyak yaitu bahan yang
terbuat dari viber plastik yang disusun berlapis-lapis. Pada penelitian ini melakukan proses
pemisahan kadar minyak yang terdapat pada limbah bengkel, dimana limbah pada
bengkel berasal dari proses pencucian karburator motor, pembersihan mesin, dan sisa-
sisa oli pada proses penggantian oli mesin. Untuk proses pemisahan minyak
menggunakan reaktor pemisah minyak, dengan menggunakan reaktor yang bermedia
zeolit dan karbon aktif. Faktor waktu detensi atau waktu tinggal juga mempengaruhi pada
proses pemisahan minyak, menurut (Ondrey, 2006) waktu tinggal yang diperlukan hanya
sekitar 30 menit, maka droplets minyak akan terpisah dari air. Pada penelitian ini kondisi
aliran laminer, sebagai akibat adanya sekat-sekat yang mengurangi lajunya aliran yang
masuk ke dalam reaktor pemisah minyak.
Sebuah studi telah dilakukan untuk mengolah air yang terkontaminasi oleh minyak
dengan menggunakan kolam perangkap minyak (Oil Trap). Pengolahan yang diterapkan
untuk pemisahan minyak yang tercampur dalam air buangan adalah pengolahan secara
fisika, yakni melalui prinsip gravitasi berdasarkan perbedaan massa jenis antara air dan
minyak. Partikel yang tersuspensi dalam larutan akan tenggelam atau naik/terapung. Hal
ini tergantung dari perbedaan berat jenis tersebut. Sedimen kasar akan mengendap di
dasar kolam perangkap dan minyak akan mengapung, sedangkan air yang telah berpisah
dengan minyak tersebut dibuang ke outlet.
Dari uraian diatas, dapat diketahui bahwa teknologi oil trap merupakan pengolahan
pemisahan minyak-air secara fisika, menggunakan prinsip gravitasi. Sama hal nya dengan
reakor pemisah minyak pemisahan dilakukan secara fisika dalam proses pemisahan
minyak, dan menggunakan prinsip gravitasi, serta berdasarkan pada berat jenis molekul
antara air dan minyak. Tetapi oil trap hanya berupa kolam atau kompartemen yang di
dalamnya hanya ruang kosong, sedangkan pada reaktor pemisah minyak di dalamnya
terdapat sekat-sekat sebagai alat penangkap minyak. Proses terjadinya pemisahan
minyak pada oil trap yaitu setelah ruang yang terdapat di dalam kolam terisi penuh,
dimana alirannya horizontal yang rendah dan laminer akan memberikan waktu tinggal
bagi butir-butir minyak untuk terpisah bergabung membentuk lapisan minyak (oil layer)
yang akan mengapung. Maka antara minyak dan air dapat dipisahkan, minyak memiliki
berat jenis yang lebih kecil dari pada air sehingga posisi minyak akan berada di atas air
dan minyak akan di buang melalui outlet.
Pada reaktor pemisah minyak, minyak akan menempel pada sekat-sekat yang terdapat
dalam reaktor pemisah minyak. Sekat ini berfungsi mengurangi lintasan butiran partikel
minyak ke permukaan sehingga butiran minyak yang telah terkumpul dibawah sekat
Pada penelitian menggunakan oil trap, pengukuran konsentrasi minyak dalam air
diperoleh data dan efisiensi selama penelitian yaitu pada inlet sebesar 230 ppm, dengan
oulet sebesar 28 ppm. Menurut KEP 51 / MENLH / 10 / 1995 Golongan 2 tentang Baku
Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri sebesar 50 ppm. Dan rata-rata prosentase 99,57
% (Wahyuni, 2006). Sedangkan prosentase pada reaktor pemisah minyak rata-rata
sebesar 45,10 %. Dimana limbah yang diolah menggunakan oil trap, minyak yang larut
dalam air kurang dari 10 ppm, kebanyakan terpisah dan mengapung dipermukaan air.
Pada oil trap juga memiliki waktu detensi yang lama yaitu 2 jam. Limbah yang diolah pada
oil trap tidak hanya limbah nikel saja, tetapi limbah dari hasil pencucian bengkel-bengkel
pabrik, ceceran oli pada bengkel, serta limbah dari hasil pencucian kendaraan. Sehingga
prosentase efisiensinya mencapai 99,57 %. Pada reaktor pemisah minyak memiliki kadar
inlet 49 mg/l. Dimana pada limbah bengkel sebagian besar minyak larut dalam air dan
hanya sebagian kecil saja yang terapung di atas permukaan air, dan sulit untuk dipisahkan
sehingga efisiensi penurunan reaktor pemisah minyak hanya 45,10 %, dibandingkan
dengan oil trap yang sebagian besar minyaknya terpisah dan terapung di permukaan air
dan mudah untuk dipisahkan. Sehingga digunakan media karbon aktif dan zeolit untuk
memisahkan atau menyerap minyak yang terlarut dalam air, sehingga prosentase dari
efisiensi reaktor pemisah minyak hanya 45,10 %. Untuk prosentase efisiensi pada reaktor
zeolit sebesar 57,09 %, prosentase ifisiensi pada reaktor karbon aktif sebesar 61,17 %.
Dari data dan hasil perbandingan diatas, kedua teknologi tersebut memiliki kemampuan
yang efektif dalam pemisahan antara minyak dan air. Pada reaktor pemisah minyak
memiliki media tambahan yaitu karbon aktif dan zeolit sebagai adsorbennya.
1. Karakteristik Fisika
a. Total Solid (TS)
Merupakan padatan didalam air yang terdiri dari bahan organik maupun
anorganik yang larut, mengendap, atau tersuspensi dalam air.
b. Total Suspended Solid (TSS)
Merupakan jumlah berat dalam mg/l kering lumpur yang ada didalam air
limbah setelah mengalami penyaringan dengan membran berukuran 0,45
mikron.
c. Warna.
Pada dasarnya air bersih tidak berwarna, tetapi seiring dengan waktu dan
menigkatnya kondisi anaerob, warna limbah berubah dari yang abu abu
menjadi kehitaman.
d. Kekeruhan
Kekeuhan disebabkan oleh zat padat tersuspensi, baik yang bersifat
organik maupun anorganik.
e. Temperatur
Merupakan parameter yang sangat penting dikarenakan efeknya
terhadap reaksi kimia, laju reaksi, kehidupan organisme air dan penggunaan
air untuk berbagai aktivitas sehari hari.
f. Bau
Disebabkan oleh udara yang dihasilkan pada proses dekomposisi materi
atau penambahan substansi pada limbah. Pengendalian bau sangat penting
karena terkait dengan masalah estetika.
2. Karakteristik Kimia
a. Biological Oxygen Demand (BOD)
Menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme
hidup untuk menguraikan atau mengoksidasi bahanbahan buangan di
dalam air.
b. Chemical Oxygen Demand (COD)
e. Sulfida
Sulfat direduksi menjadi sulfida dalam sludge digester dan dapat
mengganggu proses pengolahan limbah secara biologi jika konsentrasinya
melebihi 200 mg/L. Gas H2S bersifat korosif terhadap pipa dan dapat merusak
mesin.
f. Fenol
Fenol mudah masuk lewat kulit. Keracunan kronis menimbulkan gejala
gastero intestinal, sulit menelan, dan hipersalivasi, kerusakan ginjal dan hati,
serta dapat menimbulkan kematian.
g. Derajat keasaman (pH)
pH dapat mempengaruhi kehidupan biologi dalam air. Bila terlalu rendah
atau terlalu tinggi dapat mematikan kehidupan mikroorganisme. pH normal
untuk kehidupan air adalah 68.
h. Logam Berat
Logam berat bila konsentrasinya berlebih dapat bersifat toksik sehingga
diperlukan pengukuran dan pengolahan limbah yang mengandung logam
berat.
3. Karakteristik Biologi
Karakteristik biologi digunakan untuk mengukur kualitas air terutama air
yang dikonsumsi sebagai air minum dan air bersih. Parameter yang biasa
digunakan adalah banyaknya mikroorganisme yang terkandung dalam air limbah.
Kesimpulan
Dari uraian artikel yang berkaitan tentang proses pengolahan limbah industry
tekstil yang dapat disimpulan adalah sebagai berikut :
Saran
China.Jakarta.KemenKeu-RI.pdf