Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

TPL 2

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 12

POIN PEMBAHASAN BIOREMEDIASI

TINJAUAN PUSTAKA

1. Jelaskan tentang limbah cair (Pengertian dan klasifikasi limbah cair, dan
dampak yang ditimbulkan) NB : lebih spesifik ke limbah cair yang digunakan
saat praktikum
2. Jelaskan tentang Bioremediasi (pengertian, prinsip)
3. Kekurangan dan kelebihan bioremediasi.
4. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses bioremediasi
5. Jelaskan tentang EM4 dan Starbio (Komposisi dan kegunaan)
6. Jelaskan tentang CO, DO, dan phosphat (termasuk baku mutu phosphat)
7. Penelitian tentang kemampuan EM4 dan Starbio dalam mendegradasi limbah
cair (JURNAL)
8. Penelitian tentang degradasi limbah yang mengandung phosphat termasuk
mikrobia yang mendegradasi dan bagaimana hasilnya(JURNAL)

PEMBAHASAN
1. Jelaskan cara kerja singkat dan fungsi perlakuan dan bahan(termasuk
pembuatan starter)
2. Perbandingan CO, DO, PO4 pada hari ke 0 dan hari ke 7 dari masing-
masing perlakuan (EM4 dan starbio)
3. Bahas hasil yang diperoleh (termasuk kefektifan) dan kaitkan dengan teori
yang didapat dan bandingkan dengan baku mutu phosphat.
4. Bahas hasil dengan SPSS antara CO, DO, dan PO4 dan bahas ada beda
nyata atau tidak. Jelaskan alasannya.

I. PENDAHULUAN
A. Judul
Remediasi Limbah Cair Menggunakan Mikrobia
B. Tujuan
Membandingkan pengolahan limbah cair menggunakan kultur campuran pada
kondisi lingkungan yang berbeda

II. TINJAUAN PUSTAKA


Limbah cair adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan
terutama terdiri dari air yang telah dipergunakan dengan hampir 0,1% dari padanya
berupa benda-benda padat yang terdiri dari zat-zat organic dan bukan organic
(Mahida, 1984). Menurut Kristinah dan Lestari (2006), limbah cair dapat
diklasifikasikan dalam empat kelompok diantaranya yaitu:
1. Limbah cair domestik (domestic wastewater), yaitu limbah cair hasil buangan
dari perumahan (rumah tangga), bangunan, perdagangan dan perkantoran.
Contohnya yaitu: air sabun, air detergen sisa cucian, dan air tinja.

2. Limbah cair industri (industrial wastewater), yaitu limbah cair hasil buangan
industri. Contohnya yaitu: sisa pewarnaan kain/bahan dari industri tekstil, air dari
industri pengolahan makanan, sisa cucian daging, buah, atau sayur.

3. Rembesan dan luapan (infiltration and inflow), yaitu limbah cair yang berasal
dari berbagai sumber yang memasuki saluran pembuangan limbah cair melalui
rembesan ke dalam tanah atau melalui luapan dari permukan. Air limbah dapat
merembes ke dalam saluran pembuangan melalui pipa yang pecah, rusak, atau
bocor sedangkan luapan dapat melalui bagian saluran yang membuka atau yang
terhubung kepermukaan. Contohnya yaitu: air buangan dari talang atap,
pendingin ruangan (AC), bangunan perdagangan dan industri, serta pertanian atau
perkebunan.

4. Air hujan (storm water), yaitu limbah cair yang berasal dari aliran air hujan di
atas permukaan tanah. Aliran air hujan dipermukaan tanah dapat melewati dan
membawa partikel-partikel buangan padat atau cair sehingga dapat disebut limbah
cair.
Setiyono dan Yudo (2008) menyatakan bahwa ada beberapa dampak akibat
pencemaran limbah cair, antara lain:
a. Dampak terhadap estetika lingkungan
Semakin banyaknya jumlah limbah yang masuk ke lingkungan tanpa
pengolahan menyebabkan semakin beratnya beban lingkungan untuk menampung
dan melakukan degradasi (self purification) terhadap limbah tersebut. Jika
kemampuan lingkungan penerima limbah sudah terlampaui, maka akan
mengakibatkan pencemaran dan terjadi akumulasi materi di lingkungan
bersangkutan. Penumpukan materi yang tak terkendali akan menimbulkan
berbagai dampak seperti bau menyengat, pemandangan yang kotor dan
menimbulkan masalah estetika lain yang tidak diharapkan
b. Dampak Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
Limbah merupakan bahan buangan yang dianggap sudah kurang efektif
dan kurang layak untuk dimanfaatkan kembali oleh perusahaan, namun ternyata
banyak masyarakat yang jeli melihat bahwa di dalam buangan tersebut masih
banyak mengandung minyak dan bahan padat yang masih dapat dimanfaatkan
kembali. Dengan adanya potensi untuk pengambilan kandungan minyak dan
padatan tersebut, mengundang aktivitas beberapa masyarakat untuk melakukan
kegiatan pengambilan minyak dan padatan tersebut. Aktivitas masyarakat pengais
minyak di sepanjang saluran ini menimbulkan kegiatan/aktivitas yang membuat
pemandangan kurang indah, tetapi dari sisi lain mereka membantu mengurangi
beban lingkungan untuk mendegradasi polutan yang ada di dalam limbah seperti
halnya para pemulung sampah di TPA. Diantara para pengais limbah ini, beberapa
diantaranya telah menjadikannya sebagai sumber kehidupan, sehingga kondisi
sosial ekonominya tergantung dari kegiatan ini.
c. Dampak Terhadap Kehidupan Biota Air
Dengan banyaknya zat pencemar yang ada di dalam air limbah, maka akan
menyebabkan menurunnya kadar oksigen yang terlarut di dalam air limbah
tersebut. Dengan demikian akan menyebabkan kehidupan yang ada di dalam
perairan yang membutuhkan oksigen akan terganggu, dan mengurangi
perkembangannya. Selain disebabkan karena kurangnya oksigen, kematian
kehidupan di dalam air dapat juga disebabkan oleh adanya zat beracun. Selain
kematian ikan-ikan, dampak lainnya adalah kerusakan pada tanaman/tumbuhan
air.
d. Dampak Terhadap Kesehatan
Pengaruh langsung terhadap kesehatan, banyak disebabkan oleh kualitas
air bersih yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, mengingat
sifat air yang mudah sekali terkontaminasi oleh berbagai mikro organisme dan
mudah sekali melarutkan berbagai materi. Dengan kondisi sifat yang demikian air
mudah sekali berfungsi sebagai media penyalur ataupun penyebar penyakit.
Bioremediasi merupakan penggunaan makhluk hidup yang telah dipilih untuk
ditumbuhkan pada polutan tertentu sebagai upaya untuk menurunkan kadar polutan
tersebut (Priadie 2012). Bioremediasi memiliki keterbatasan antara lain tidak bisa
mendegradasi senyawa organik terklorinasi dan hidrokarbon aromatik dalam jumlah
tinggi. Namun, pemanfaatan bioremediasi ini lebih murah dari pada jika
menggunakan penanganan secara fisik dan kimia. Bioremediasi juga dapat
menurunkan kontaminan secara efektif walaupun prosesnya membutuhkan waktu
yang lama serta dapat dikombinasikan dengan tekologi lainnya, dan tidak
menghasilkan waste product.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi bioremediasi menurut Guntur (2008),
diantaranya sebagai berikut:
1. Suhu
Suhu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan aktifitas dari
mikroba. Kemampuan mikroba dalam bioremediasi ditentukan juga oleh kondisi
suhu lingkungan. Suhu pertumbuhan optimum mikroba dikelompokkan sebagai
psikrofil (0- 30C), mesofil (25-40C ) dan termofil (50C atau lebih ).
2. Oksigen
Gas-gas utama yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba ialah oksigen
dan karbondioksida. Mikroba memperlihatkan keragaman yang luas dalam hal
respon terhadap oksigen bebas. Mikroba dapat dibagi menjadi beberapa kelompok
umum berdasarkan kebutuhan oksigen yaitu aerobik (mikroba yang
membutuhkan oksigen), anaerobik (tumbuh tanpa oksigen), anaerobik fakultatif
(tumbuh pada keadaan aerobik dan anaerobik) dan mikroaerofilik (tumbuh terbaik
bila ada sedikit oksigen atmosferik).
3. pH
pH suatu medium merupakan ukuran keasaman atau kebasaan. pH adalah
ukuran aktifitas kadar ion hidrogen, pH optimum pertumbuhan bagi kebanyakan
mikroba adalah pada kisaran 6.5 7.5.
4. Nutrisi
Mikroba dalam hidup dan pertumbuhannya memerlukan nutrisi atau
makanan sebagai sumber energi. Hidrokarbon minyak bumi akan dikonsumsi oleh
mikroba sebagai sumber karbon dan energi. Unsur-unsur karbon beserta nitrogen
dan phosfor yang tersedia dalam lingkungan akan digunakan mikroba untuk
pertumbuhan. Pada pencemaran minyak yaitu dengan konsentrasi hidrokarbon
yang tinggi akan terjadi ketidakseimbangan nutrisi. Unsur karbon yang berlebihan
perlu diseimbangkan dengan penambahan unsur yang lain seperti nitrogen dan
phosfor. Nitrogen merupakan unsur pokok protein dan asam nukleat yang
berperan dalam pertumbuhan, perbanyakan sel dan pembentukan dinding sel.
Effective Microorganism (EM4) merupakan mikroorganisme (bakteri)
pengurai yang dapat membantu dalam pembusukan sampah organik (Maman, 1994).
Effective Microorganism (EM4) berisi sekitar 80 genus mikroorganisme fermentasi,
di antaranya bakteri fotositetik, Lactobacillus sp., Streptomyces sp., Actinomycetes
sp. dan ragi (Redaksi Agro Media, 2007). EM4 digunakan untuk pengomposan
modern. EM4 diaplikasikan sebagai inokulan untuk meningkatkan keragaman dan
populasi mikroorganisme di dalam tanah dan tanaman yang selanjutnya dapat
meningkatkan kesehatan, pertumbuhan, kualitas dan kuantitas produksi tanaman
(Maman, 1994). Kompos ini mengandung zat-zat yang tidak dimiliki oleh pupuk
anorganik yang baik bagi tanaman.
Starbio berisi koloni bakteri yang diisiolasi dari alam, bersifat bersahabat
dengan kehidupan (Probiotik). Kandungan bakteri daelam starbio antara lain
Azobacter spp., Spirillum lipoferum, Trichoderma polysporeum, Cellulomonas
acidula, Bacillus cellulase, Clavaria dendroidie, Streptomyces, Pseudomonas,
Fusarium, dan Bacillus cellulase Disolvens. Starbio bekerja secara enzimatis
(menghasilkan enzim) yang berfungsi memecah protein (proteolitik), karbohidrat
struktural (selulolitik, hemiselulolitik, lignolitik), dan lemak (lipolitik) serta
dilengkapi dengan bakteri nitrogen fiksasi non simbiose. Starbio dapat digunakan
untuk menguraikan limbah baik limbah rumah tangga, rumah potong hewan, pabrik,
tambak yang sering menimbulkan masalah terhadap pencemaran air (Widayanti,
2010).
Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan
karena oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan
anorganik. Kadar oksigen terlarut pada suatu perairan juga dipengaruhi oleh
tingginya suhu dan semakin tinggi salinitas. Jika suhu suatu perairan meningkat maka
nilai DO akan menurun dan jika salinitas suatu perairan meningkat maka nilai DO
juga akan menurun (Guntur, 2008).
Kandungan CO2 bebas pada suatu perairan yang tinggi akan membahayakan
biota air bahkan meracuni kehidupan organisme perairan. Turunnya kadar CO2 bebas
menunjukan perbaikan kualitas air limbah. Penurunan kadar CO2 bebas selalu
diiringi oleh naiknya O2 terlarut yang diperlukan bagi respirasi biota air (Guntur,
2008).
Fosfat dalam air limbah dapat berupa fosfat organik, orthophosphate
anorganik atau sebagai fosfat kompleks. Fosfat organik juga dapat berasal dari bakteri
atau tumbuhan penyerap fosfat. Deterjen yang mengandung fosfat dapat
menyebabkan stimulasi pertumbuhan tanaman dan surfaktan pada deterjen dapat
bersifat toksik. Fosfat organik terdapat dalam air buangan penduduk dan sisa
makanan (Connel dan Miller, 1984). Baku mutu kadar fosfat ada pada peraturan
gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No. 20 Tahun 2008 baku mutu air di provinsi
DIY dapat dilihat pada tabel berikut.
Parameter Satuan KANDUNGAN Keterangan
Baku Mutu
FISIKA
0
Temperatur C 3 0C 30C 30C 3 0C Deviasi
Terhadap Terhadap Terhadap Terhadap temperatur
suhu suhu suhu suhu dari
udara udara udara udara keadaan
alamiah
Bau Tidak - - -
berbau
Kekeruhan NTU 5 - - -
Warna TCU 50 100 - -
Residu mg/L 1000 1000 1000 2000
Terlarut (TDS)
Residu mg/L 0 50 400 400
Tersuspensi
(TSS)
KIMIA
Ph mg/L 6 8.5 6 8.5 69 5-9
BOD mg/L 2 3 6 12
COD mg/L 10 25 50 100
DO mg/L 6 5 4 0 Angka batas
minimum
Fosfat mg/L 0.2 0.2 1 5
Nitrat mg/L 10 10 20 20
Sumber: peraturan gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No. 20 Tahun 2008 tentang
baku mutu air di provinsi DIY
Pada praktikum ini digunakan EM-4 dan starbio sebagai sumber
bakteri/mikroba. EM-4 dan starbio sudah pernah digunakan oleh Lestari (2008) pada
penelitian limbahnya yang menunjukkan bahwa EM-4 mampu menurunkan kadar
TSS sebesar 57,58% dan menurunkan kadar TDS sebesar 19,46% pada limbah cair
batik, sedangkan starbio hanya mampu menurunkan kadar TSS sebesar 10,18% dan
menurunkan kadar TDS sebesar 17,18% pada limbah cair batik. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa EM-4 lebih efektif menurunkan kadar TSS maupun TDS
dibandingkan dengan starbio.
Mikroba yang digunakan untuk bioremediasi limbah minyak bumi sudah
banyak ditemukan dan salah satu mikroba untuk bioremediasi limbah cair rumah
sakit dilakukan oleh Litaay (2010) menggunakan Pseudomonas aeruginosa. Hasil
penelitian Litaay (2010) menunjukkan bahwa bakteri Pseudomonas aeruginosa
mampu menurunkan kandungan fosfat yang terkandung di dalam air limbah rumah
sakit dengan hasil presentase sebesar 47,30% dalam 15 hari. Litaay (2010), juga
menambahkan bahwa semakin banyak jumlah bakteri Pseudomonas aeruginosa maka
semakin cepat penurunan kandungan fosfat dalam air limbah rumah sakit.

III. METODE PERCOBAAN


A. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pro pipet, baskom,
erlenmeyer, gelas beker, pengaduk, pipet ukur, timbangan digital, gelas ukur,label,
aluminium foil, Hana Instrument Kit, syringe, botol uji kecil, sendok, kuvet, botol
uji besar, dan Spectrophotometer Multi Direct Lovibond. Bahan yang digunakan
antara lain air keran, akuades, limbah cair domestik, limbah cair salon, dan
limbah cair home industry, larutan NPK 10%, EM-4, starbio, larutan gula 10%,
larutan alkali adida, larutan manganouse sulphate, asam sulfat, indikator amilum,
larutan HI 3810, indikator PP, dan larutan HI 3818.
B. Cara Kerja
1. Pembuatan Starter
Air limbah dimasukkan ke dalam dua erlenmeyer (A dan B) masing-
masing sebanyak 44 ml. Air limbah tersebut ditambahkan air gula 10% dan
larutan NPK 10% masing-masing 0,5 ml kedalam kedua erlenmayer.
Erlenmayer (A) ditambahkan 5 gram starbio dan erlenmayer (B) ditambahkan
EM-4 sebnayak 5 ml. Air limbah pada kedua erlenmayer tersebut selanjutnya
diinkubasi selama 48 jam.
2. Pembuatan Sampel
Larutan starter (A) dan starter (B) masing-masing diambil sebanyak 5
ml dan dimasukkan pada gelas erlenmayer. Masing-masing larutan starter (A
dan B) ditambahkan air limbah sebayak 250 ml, larutan gula 10% sebanyak
2,5 ml, dan larutan NPK 10% sebanyak 2,5 ml kedalam gelas erlenmayer (A
dan B). Selanjutnya larutan yang tercampur tersebut diinkubasi selama 7 hari
serta dihitung kadar DO, CO, dan PO4 pada hari ke-0 dan ke-7.
3. Pengukuran DO
Botol dicuci menggunakan 10 ml limbah sebanyak 3 kali. Kemudian,
sampel limbah dimasukkan sampai batas botol dan ditambahkan manganoise
sulfat serta alkali azide masing-masing sebanyak 5 tetes. Setelah itu,
campuran dikocok hingga berwarna oranye kekuningan dan didiamkan selama
2 menit. Setelah didiamkan, campuran tersebut ditambahkan sulphuric acid
hingga endapan menghilang. Larutan tersebut diambil sebanyak 5 ml dan
dimasukkan ke dalam botol kecil untuk kemudian ditetesi amilum sebanyak 1
tetes hingga muncul warna biru. Langkah terakhir adalah larutan tersebut
dititrasi menggunakan HI3810 hingga tidak berwarna (bening). DO dihitung
dengan cara:
DO = Volume titran x 10 mg/L
4. Pengukuran CO
Botol dicuci menggunakan 10 ml limbah sebanyak 3 kali. Kemudian,
sampel limbah diambil sebanyak 5 ml dan ditambahkan indicator
phenolphthalein sebanyak 1 tetes (jika berubah warna menjadi pink, nilai O 2=
0mg/L. Apabila larutan bening, dilanjutkan dengan titrasi menggunakan
larutan HI 3818 hingga berwarna pink. Volume titran yang diperoleh dicatat
dan kadar CO dihitung dengan rumus:
CO = Volume titran x 1000 mg/L
5. Pengukuran PO4
Spektrofotometer dinyalakan dan panjang gelombang diatur menjadi
317 nm. Kemudian air keran dimasukan kedalam kuvet lalu dimasukan
kedalam spektrofotometer dan penutupnya ditutup. Selanjutnya tombol zero
ditekan. Selanjutnya kuvet dikeluarkan dan air keran dibuang. Kemudian air
limbah diencerkan 10 x dan dimasukan kedalam kuvet lalu dimasukan
kedalam spektrofotometer dan penutupnya ditutup. Tombol test ditekan dan
hasil yang terbaca pada layar dicatat dan kadar Fe = hasil yang terbaca pada
spektrofotometer x 10 mg/l. Pengukuran PO4 dilakukan pada hari ke 0
sebelum diberi perlakuan dan hari ke 7 setelah perlakuan.

DAFTAR PUSTAKA

Connell, D. W. dan Miller G. J. 1984. Chemistry and Ecotoxicology of Pollution,


John Wiley & Sons, Inc., New York.
Guntur, Y. 2008. Bioremediasi limbah rumah tangga dengan sistem simulasi tanaman
air. Jurnal Bumi Lestari. 8 (2): 136-144.

Kristinnah, I. dan Lestari, E. S. 2006. Biologi Makhluk Hidup dan Lingkungannya.


Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
Lestari, W. P. 2008. Perbedaan EM-4 dan Starbio dalam Menurunkan Kadar TSS dan
TDS Limbah Cair Batik Brotojoyo di Desa Karangpilang, Kecamatan
Masaran Kabupaten Sragen. Skripsi (S-1). Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan. Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.
Litaay, G. W. 2010 Kemampuan Pseudomonas aeruginosa dalam menurunkan
kandungan fosfat limbah cair rumah sakit. Skripsi (S-1). Fakultas
Teknobiologi. Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta.
Mahadi, U. N. 1984. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. CV.
Rajawali, Jakarta.
Maman, S. 1994. EM4 Mikroorganisma Yang Efektif. KTNA, Sukabumi.
Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No. 20 Tahun 2008 tentang Baku
Mutu Air di Provinsi DIY.
Priadie, B. 2012. Teknik bioremediasi sebagai alternatif dalam upaya pengendalian
pencemaran air. Jurnal Ilmu Lingkungan. 10 (1): 39-49.

Redaksi AgroMedia, 2007, Petunjuk Pemupukan, AgroMedia Pustaka, Jakarta.

Setiyono. Dan Yudo, S. 2008. Dampak pencemaran lingkungan akibat limbah


industry pengolahan ikan di Muncar. JAI. 4 (1):69-80.

Widayanti, E. 2010. Pengaruh penambahan berbagai konsentrasi starbio terhadap


zona hambat Shigella dysenteriae secara in vitro. Skripsi (S-1). Jurusan
Biologi. Fakultas Ilmu Pendidikan dan Keguruan. Universitas
Muhammadiyah Malang, Malang.

Anda mungkin juga menyukai