Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Anaerob Digestion - Nurika Andana Putri - 3335190078

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 23

TUGAS MATA KULIAH

MATA KULIAH PILIHAN BIOMASSA


PRODUKSI BIOMASSA DENGAN PROSES ANAEROB DIGESTION

Disusun Oleh :

NURIKA ANDANA PUTRI 3335190078

PROGRAM STUDI S1 ALIH JENJANG TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
CILEGON
2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

Berbagai kasus pencemaran lingkungan dan memburuknya kesehatan

masyarakat yang banyak terjadi dewasa ini diakibatkan oleh limbah cair dari

berbagai kegiatan industri, rumah sakit, pasar, restoran hingga rumah tangga. Hal

ini disebabkan karena penanganan dan pengolahan limbah tersebut kurang serius.

Berbagai teknik pengolahan limbah, baik cair maupun padat untuk menyisihkan

bahan polutannya yang telah dicoba dan dikembangankan selama ini belum

memberikan hasil yang optimal. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka diperlukan

suatu metode penanganan limbah yang tepat, terarah dan berkelanjutan. Salah satu

metode yang dapat diaplikasikan adalah dengan cara BIO- PROSES, yaitu

mengolah limbah organik baik cair maupun organik secara biologis menjadi biogas

dan produk alternatif lainnya seperti sumber etanol dan methanol. Dengan metode

ini, pengolahan limbah tidak hanya bersifat “penanganan” namun juga memiliki

nilai guna/manfaat.

Biogas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik sangat populer digunakan

untuk mengolah limbah biodegradable karena bahan bakar dapat dihasilkan sambil

menghancurkan bakteri patogen dan sekaligus mengurangi volume limbah

buangan. Metana dalam biogas, bila terbakar akan relatif lebih bersih daripada batu

bara, dan menghasilkan energi yang lebih besar dengan emisi karbon dioksida yang

lebih sedikit. Pemanfaatan biogas memegang peranan penting dalam manajemen

limbah karena metana merupakan gas rumah kaca yang lebih berbahaya dalam

pemanasan global bila dibandingkan dengan karbon dioksida. Karbon dalam biogas

merupakan karbon yang diambil dari atmosfer oleh fotosintesis tanaman, sehingga

2
bila dilepaskan lagi ke atmosfer tidak akan menambah jumlah karbon di atmosfer

bila dibandingkan dengan pembakaran bahan bakar fosil.

Saat ini, banyak negara maju yang meningkatkan penggunaan biogas yang

dihasilkan baik dari limbah cair maupun limbah padat atau

yang dihasilkan dari sistem pengolahan biologi mekanis pada tempat pengolahan

limbah.

Teknologi pengolahan limbah baik cair maupun padat merupakan kunci

dalam memelihara kelestarian lingkungan. Apapun macam teknologi pengolahan

limbah cair dan limbah padat, baik domestik maupun industri yang dibangun harus

dapat dioperasikan dan dipelihara masyarakat setempat. Jadi teknologi yang dipilih

harus sesuai dengan kemampuan teknologi masyarakat yang bersangkutan.

1.1 Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan biogas?

2. Apa sajakah kandungan dari biogas?

3. Bagaimanakah cara untuk mengolah limbah tahu, eceng gondok dan


kotoran?

4. Apa sajakah kelebihan dan kekurangan biogas?

3
1.2 Tujuan

1. Mengetahui pengertian biogas.

2. Mengetahui kandungan biogas.

3. Mengetahui proses pembuatan biogas limbah tahu, eceng gondok dan


kotoran.

4. Mengetahui kelebihan dan kekurangan biogas.

1.3 Manfaat

1. Untuk lingkungan, dengan pembuatan biogas, maka lingkungan tidak


menjadi rusak.

2. Untuk masyarakat, dapat meringankan beban karena biogas


merupakan alternatif bahan bakar yang lebih murah.

3. Untuk siswa, dapat digunakan sebagai pembelajaran tentang pembuatan


teknologi ramah lingkungan dan juga dapat melatih jiwa kewirausahaan.

4. Untuk pemerintah, dengan adanya biogas, maka dapat mengurangi berbagai


macam permasalahan yang dihadapi terhadap kerusakan lingkungan.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Biogas

Prinsip terbentuknya biogas adalah fermentasi anaerob bahan organik yang

dilakukan oleh mikroorganisme, sehingga menghasilkan gas yang dapat dibakar.

Biogas merupakan salah satu jenis yang dapat dibuat dari banyak jenis bahan

buangan dan bahan sisa, jerami, kotoran ternak, eceng gondok, sampah serta

banyak bahan-bahan lainnya. Pemanfaatan biogas merupakan salah satu energi

yang perlu diperhatikan.

Energi yang terkandung di dalam biogas tergantung dari kandungan metan dalam

biogas. Semakin tinggi kandungan metan dalam biogas maka semakin tinggi pula

kandungan energi atau nilai kalor.Biogas memiliki nilai kalor yang cukup tinggi,

yaitu kisaran 4800–6700 kkal/m3, untuk gas metan murni (100%) mempunyai nilai

kalor 8900 kkal/m3 (Sutarto dan Feris, 2007).

Metana dalam biogas, bila terbakar akan relatif lebih bersih daripada batubara,

dan menghasilkan energi yang lebih besar dengan emisi karbon dioksidayang

lebih sedikit. Pemanfaatan biogas memegang peranan penting dalammanajemen

limbah karena metana merupakan gas rumah kaca yang lebih berbahayadalam

pemanasan globalbila dibandingkan dengan karbondioksida.

5
6

Komponen utama biogas adalah gas metan (CH4) dan karbondioksida (CO2),

sedikit kandungan hidrogen sulfurida (H2S), ammonia (NH3), serta hidrogen (H2)

dan nitrogen yang kandungannya sangat sedikit (Sukmana dan Anny, 2011).

Komposisi biogas dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel1. Komposisi Biogas

No. Komponen Rumus Kimia Jumlah (%)


1 Methan CH4 54–74
2 Karbondioksida CO2 27–75
3 Nitrogen N2 3–5
4 Hidrogen H2 0–1
5 Karbonmonoksida CO 0,1
6 Oksigen O2 0,1
7 Hidrogen Sulfida H2S Sedikit
Sumber: Sukmana (2011)

1. Tahap pembentukan biogas

Pembentukan biogas terjadi pada proses anaerob yaitu kedap udara. Pembentukan

biogas terdiri dari tiga tahapan yaitu tahap hidrolisis, asifikasi dan metanogenesis.

a) Tahap hidrolisis

Pada tahap hidrolisis terjadi pemecahan polimer menjadi polimer yang lebih

sederhana oleh enzim dan dibantu dengan air. Enzim tersebut dihasilkan oleh

bakteri yang terdapat dari bahan-bahan organik. Bahan organik bentuk primer

dirubah menjadi bentuk monomer. Contohnya lidnin oleh enzim lipase menjadi

asam lemak. Protein oleh enzim protease menjadi peptide dan asam amino.

6
7

Amilosa oleh enzim amylase dirubah menjadi gula (monosakarida) (Wahyuni,

2011). Tahapan pembentukan biogas terlihat seperti Gambar 1.

b) Tahap pengasaman (asidifikasi)

Pada tahap pengamasaman, bakteri merubah polimer sederhana hasil hidrolisis

menjadi asam asetat, hidrogen (H2) dan karbondioksida (CO2). Untuk merubah

menjadi asam asetat, bakteri membutuhkan oksigen dan karbon yang diperoleh

dari oksigen terlarut yang terdapat dalam larutan. Asam asetat sangat penting

dalam proses selanjutnya, digunakan oleh mikroorganisme untuk pembentukan

metan (Wahyuni, 2011).

c) Tahap pembentukan gas metan

Pada tahap ini senyawa dengan berat molekul rendah didekomposisi oleh bakteri

metanogenik menjadi senyawa dengan berta molekul tinggi.

Contoh bakteri ini menggunakan asam asetat, hidrogen (H2) dan karbon dioksida

(CO2) untuk membentuk metana dan karbon dioksida (CO2). Bakteri penghasil

metan memiliki kondisi admosfer yang sesuai akibat proses bakteri penghasil asam.

Asam yang dihasilkan oleh bakteri pembentuk asam digunakan oleh bakteri

pembentuk metan. Tanpa adanya peroses simbiotik tersebut, maka akan

menimbulkan racun bagi mikroorganisme penghasil asam (Wahyuni, 2011).

7
8

Gambar1. Tahapan Pembentukan Biogas (Wahyuni, 2011)

8
9

2. Faktor-faktor produksi biogas

Ada banyak faktor yang mempengarui produksi biogas, dibawah ini akan

dijelaskan beberapa faktor utama yang mempengarui produksi biogas. Meliputi

temperatur, C/N, derajat keasaman, dan TS.

a) Temperatur

Temperatur yang baik untuk perkembangbiakan bakteri metanogen adalah antara

20–40 ºC. Temperatur lingkungan di Indonesia temperatur antara 20–30 ºC

sehingga tidak membutuhkan rekayasa, seperti dinegara beriklim

dingin(Wahyuni, 2011).

b) C/N

C/N yang ideal untuk isian digester adalah 25–30. Jika substrat kekurangan usur

N dapat ditambahkan bahan yang banyak kandungan unsur N misalanya urea,

sedangka untuk unsur C misalnya jerami. C/N harus memenuhi syarat ideal yang

ada agar bakteri bisa berkembang secara baik (Wahyuni, 2011).

c) Total solid (TS)

Setiap bakteri membutuhkan keadaan air yang sesuai untuk pertumbuhanya, begitu

juga bakteri untuk produksi biogas. Bakteri untuk produksi biogas mengkehendaki

TS 7–9%pada fermentasibasah. Untuk proses fermentasikeringTS

dapatlebihbesardari 15%(Wahyuni, 2011).

d) Derajat keasaman

Bakteri berkembang biak pada pH 6,6–7. Bakteri menghendaki pH asam, akan tetapi

tidak lebih dari 6,2 (Wahyuni, 2011).

9
10

B. Fermentasi Bahan Organik

Secara umum fermentasi dibedakan menjadi fermentsi basah dan fermentasi

kering. Perbedaan mendasar dari fermentasi basah dan fermentasi kering adalah

kadar air bahan yang akan difermentasikan.

1. Fermentasi basah

Fermentasi basah menggunakan bahan organik yang memiliki kadar air lebih besar

dari 75% dan sistem membutuhkan cairan untuk pergerakan bahan organik.

Fermentasi basah membutuhkan masukan bahan organik yang cenderung basah.

Limbah cair yang dihasilkan dari fermentasi basah sampai dengan 70%, hal ini

membutuhkan energi yang besar untuk men-treatment agar tidak mencemari

lingkungan (BIOFerm Energy Systems, 2009).

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam fermentasi basah adalah pengadukan,

kontrol temperatur, koleksi gas, posisi digester dan waktu retensi. Pengadukan

sangat diperlukan agar produksi gas tidak terhalang oleh busa yang terbentuk di

permukaan. Limbah sayuran akan menghasilkan banyak busa daripada kotoran

ternak. Pada daerah yang panas, penggunaan atap perlu untuk melindungi

digester agar tidak menghambat produksi gas. Gas akan mengalir melalui valve

yang berada dibagian atas digester (Haryati, 2006).

Digester memiliki fungsi untuk membuat keadaan anaerob, agar proses fermentasi

berlangsung dengan baik. Digester dapat terbuat dari berbagai jenis bahan dan

berbagai ukuran, disesuaikan dengan kebutuhan. Berikut akan dibahas beberapa

desain digester fermentasi basah yang umum digunakan.

10
11

a) Digester floating drum

Jashu Bhai Patel J kebangsaan India pada tahun 1956 mengembangkan digester

bentuk drum. Digester bentuk drum secara cepat menjadi populer di India dan di

dunia. Digester ini terdiri dari dua bagian utama yaitu tempat isian dan tempat

penampungan hasil gas. Tempat isian terbuat dari semendan mortar sedangkan

penampung gas terbuat dari baja ringan. Kekurangan dari digester drum ini adalah

biaya investasi yang mahal.Digester floating drum terlihat pada Gambar 2 (FAO,

1996).

Penampungg
as Pengeluran Gas
Lubang
pengadukan Lubang
pengeluran

Pipa masukan

Dinding
pemisah

Gambar 2. Digester FloatingDrum (Nurhasanah dkk., 2006).

b) Fixed dome

Fixed Dome dibangun di Cina pada awal tahun 1936, terbuat dari semen dan batu

bata. Digester ini menghilangkan pemakaian baja ringan yang mahal selain itu baja

mudah terkorosi. Tempat isian dan tempat penampungan gas menjadi satu bagian.

Digester fixed dome terlihat seperti Gambar 3 (FAO, 1996).

11
12

Gambar 3. Digester Fixed Dome (Nurhasanah dkk., 2006).

c) Tipe balon

Digester ini dikembangkan di Taiwan pada tahun 1960. Digester balon terbuat

dari plastik dan pipa PVC. Tipe ini memecahkan mahalnya investasi

menggunakan batu bata atau semen. Selain itu pemakaian mudah dan mudah

dipindahkan. Namun berdasarkan hasil studi plastik yang dapat digunakan tidak

tersedia diberbagai tempat, terutama di pedesaaan. Digester tipe balon terlihat

seperti Gambar 4 (FAO, 1996)

Gambar 4. Digester Tipe Balon (FAO, 1996)

12
13

2. Fermentasi kering

Fermentasi kering pencernaan anaerobik bahan organik yang memiliki kadar air

kurang dari 75%. Tidak ada perlakuan khusus pada bahan sebelum proses

fermentasi kering lakukan. Fermentasi kering tidak memerlukan penambahan

cairan. Fermentasi kering tidak banyak mengkonsumsi energi, hanya

menggunakan 5% dari energi yang dihasilkan untuk mengoperasikan pabrik

(BIOFerm Energy Systems, 2009).

Penguraian anaerobic menggunakan fermentasi kering memberikan produk akhir

yang sama seperti proses fermentasi basah dan memiliki beberapa keuntungan.

Proses penguraian anaerobic dengan fermentasi kering lebih efisien secara energi

dan kerja. Fermentasi kering tidak membutuhkan bahan untuk dipadatkan dengan

banyak air, hasilnya pun kering tidak perlu disterilkan/dikeringkan. Tidak seperti

fermentasi basah substrat organik difermentasi kering tidak perlu diaduk secara

mekanis atau ditekan melalui pipa dan prosesnya tidak terhambat dengan gangguan

di sistem. Dengan ruangan tertutup dan kepadatan udara tinggi reaktor penguraian

anaerobik dengan fermentasi kering tidak akan mengeluarkan aroma tidak sedap

dan kondisi anaerobik dan termopilis direaktornya akan memastikan produk yang

aman dan tersanitasi untuk digunakan sebagai pupuk.

Fasilitas reaktor anaerobik dengan fermentasi kering dapat didesain sedemikian

rupa sehingga terlihat seperti garasi atau lumbung penempatannya bisa

disesuaikan dan dapat ditambah beberapa reaktor (Spmultitech, 2011).Skema

umum Fermentasi keringdapat dilihat pada Gambar 5.

13
14

Gambar5. Skema Umum Fermentasi Kering(Spmultitech, 2011).

14
15

Sampai beberapa tahun lalu, produksi biogas umumnya menggunakan fermentasi

basah dengan tank-tank besar dan dengan pengaduk mekanik. Teknologi

penguraian anaerobik dengan fermentasi kering lebih tepat untuk substrat yang

lebih yang lebih kering, seperti sampah organik, sampah rumah tangga, sampah

makanan, sampah lingkungan, sampai tandan kosong kelapa sawit. Teknologi

penguraian anaerobik dengan fermentasi kering, mempunyai beberapa

keuntungan: Sisa penguraian lebih kecil; proses penguraian lebih cepat; hemat

energi; hemat pekerja; penguraian kering lebih mudah dikontrol (Spmultitech,

2011).

Sampah rumah tangga sedang diproses untuk meningkatkan jumlah substrat dan

sampah rumah tangga adalah sumber utama sampah organik yang mengeluarkan

biogas atau gas rumah kaca yang turut memberi efek global warming. Kalau biogas

bisa dipanen dan digunakan untuk membangkitkan listrik maka biogas bisa menjadi

sumber penting untuk energi yang dapat diperbaharui. Biogas bukan hanya

membantu menurunkan emisi gas rumah kaca, tetapi juga bisa membantu

penggunaan bahan bakar fosil untuk pembangkit listrik (Spmultitech, 2011).

C. Biogas dari Rumput

Energi yang kembali dari per satuan ukuran tanah adalah ukuran indikator yang

penting dalam menentukan bagaimana Irlandia dapat menyesuaikan dalam

program pembuatan biofuel. Dari seluruh lahan pertanian dibutuhkan 6,3% untuk

mencapai target yang diinginkan. Dari seluruh lahan yang digunakan 70% adalah

lahan yang digunakan untuk menanan gandum. Potensi metana dari rumput gajah

15
16

0,35 m3/kg, bunga matahari 0,22 m3/kg, kulit kentang 0,31 m3/kg, kacang polong

0,39 m3/kg dan gandum 0,34 m3/kg. Di Irlandia 1,6% dari lahan pertanian dapat

menghasilkan 5,57% bahan bakar trasportasi menggunakan biometan yang

terkompresi yang dihasilkan dari rumput atau limbah tanaman (Murphy dan

Power, 2008).

Pada umumnya rumput diurai dengan cara dicampurkan dengan air dan dengan

bahan pertanian lain menggunakan teknologi penguraian anaerobic pada

umumnya tanpa perlakuan khusus. Walaupun begitu operator biogas melaporkan

beberapa masalah yang berkaitan dengan rumput. Rumput cenderung mengapung

dipermukaan air didalam alat pengurainya dan hal tersebut menambahkan biaya

dalam pengadukan. Pengadukan yang terlalu sering mengakibatkan produksi

biogas gagal. Untuk mengurai kemungkinan kegagalan dapat menggunakan

pengaduk hidrolik atau menggunakan fermentasi kering. Walaupun begitu

masalah teknis dan solusinya masih perlu penelitian lebih lanjut (Prochnow dkk.,

2009).

PenelitianVogel dkk. (2009), bertujuan mengoptimalkan proses fermentasi kering

dengan beberapa parameter sehingga dapat meningkatkan hasil produksi dan

menyingkatkan proses fermentasi. Pengaruh dari parameter yang berhubungan

dengan proses ini akan ditentukan dengan menganalisis substrat sisa fermentasi

dan biogas yang dihasilkan. Pada percobaan fermentasi kering menggunakan

volume 25 liter dan untuk fermentasi basah 10 liter. Agar dapat melihat proses

yang terjadi didalam digunakan tangki yang transparan. Pada saat ini 30% dari

lahan pertanian di Jerman adalah rerumputan. Regulasi peraturan pertanian Eropa

16
17

menyatakan untuk melestarikan lahan rerumputan yang permanen. Hasil penelitian

menunjukan lebih tinggi dari nilai yang ada pada literatur. Biogas yang dihasilkan

dengan sistem fermentasi kering 540–750 dry organic matter (dom)/kg, pada

fermentasi basah senilai 460–640 dom/kg. Biogas yang dihasilkan yang didapat

dari literatur sebesar 420–540 dom/kg dengan sistem fermentasi kering.

Menurut Hanson dkk. (2000), limbah lingkungan merupakan sumber dari polusi

udara, polusi air dan polusi tanah. Harus ada alternatif pemprosesan limbah ini

untuk mengurai limbah ini dan meminimalkan efek ke-lingkungan. Sistem bio

fermentasi dua fase yang terdiri dari fase solid dan fase metana, sudah digunakan

untuk mengevaluasi produksi metana dari limbah rumput. Limbah rumput

penyumbang terbesar dari limbah lingkungan. Bahan disirkulasikan melalalui fase

solidsampai tercapai level akumulasi volatilfattyacid (VFA) yang diinginkan di

dalam bahan tersebut. Lalu bahan kimia tersebut ditransfer ke-reaktor metana di

mana VFA diubah menjadi metana. Hasilnya menunjukkan bahwa 67% dari VFA

bisa diubah menjadi chemiloxygendemand yang dapat diubah menjadi cair dalam

enam bulan. Proses ini menghasilkan rata-rata 0,15 m3 metana per 1 kg rumput.

Konsentrasi rata-rata metana yang dihasilkan dalam proses ini adalah 71%. Model

matematika sudah dirancang untuk memprediksi konsentrasi metana dan

karbondioksida difase gas sebagai fungsi dari reaktor pengurai.

Reaktor fase solid terdiri dari wadah besi dengan kapasitas 8 m3 dilapisi dengan

45 ml (1 mm) polyethylene. Reaktor memiliki katub masuk dan katub keluar

untuk bahan dan sistem pengairan sprinkleruntuk sirkulasi bahan kimia. Bahan

organik terdiri dari 155 kg rumput dengan berat jenis 24 kg per m3 di taruh

17
18

didalam kontainer. Rumput tersebut memiliki kelembapan rata-rata 89% per satuan

beratnya. Fase metan terdiri dari dua reaktor dengan tinggi 3,66 m dan Pipa PVC

30,5 cm untuk keluar masuk bahan. Agar bakteri dapat berkembangbiak kolom

rektor tersebut dilengkapi dengan media inert. Media inert memiliki porositas 90%

dari 190 liter per kolom. Kolom tersebut didesain beroperasi seperti penyaringan

anaerobicbersirkulasi.

Penelitian yang dilakukan Rooney dkk. (2011),membahas tentang sistem batch

dan continouspada fase mesofilik. Proses continous dilakukan dengan pengurai

Armfield digester dengan jangkauan organicloadingrate(OLR) 0,851–1,77 kg

COD per m3 per hari. Efek dari sirkulasi bahan kimia di alat pengurainya diamati

menggunakan OLR yang berbeda dari liquid yang dihasilkan dari rumput. Hasil

ini menunjukkan bahwa ketika OLR, meningkat maka metan berkurang apabila

menggunakan reaktor tanpa sirkulasi dan bertambah apa bila reaktor

menggunakan sirkulasi. Dua tahap secara terus menerus menyuport reaktor

dimana reaktor ini dioptimalkan untuk memberikan kontrol maksimal terhadap

proses biologi dengan cara memisahkan proses hydrolysis dan acidification dari

tahap acetogenesis dan metanogenesis. Bacth rektor diisi lebih dahulu dengan

bahan fermentasinya dan dibiarkan selama beberapa waktu untuk membuat

substratnya mengalami biodegradasi. Contoh paling simpel untuk reaktor batch

ini adalah sistem laboratorium yang digunakan untuk mengukur potenai metana

dari bahan biologis. Penelitian ini malaporkan bahwa rumput bisa menghasilkan

metan berkualitas tinggi hingga 70% dan 80% dari sistem batch dan continous.

18
19

Penguraian anaerobik adalah metode biologi yang digunakan untuk mengkonversi

limbah organik agar tidak beracun. Biogas yang diproduksi dapat digunakan

sebagai alternatif sumber energi yang dapat diperbaharui. Fermentasi kering (15%

TS) mempunyai keuntungan lebih dari fermentasi basah (10% TS) karena fermentsi

kering dapat menggunakan rektor yang lebih kecil. Fermentasi kering mengurangi

penggunaan air berlebih dan menghasilkan pupuk yang mudah dibawa. Penguraian

anaerobik dari kotoran ternak atau dicampur dengan rumput diamati dikondisi

kering dan thermophailic (15% TS) dan (55 ºC). Campuran dari tiga kotoran ternak

(kotoran babi, kotoran ayam dan kotoran sapi) yang dicampur dengan rumput.

Diurai menggunakan operasi bacth dengan rektor satu liter.

Kotoran babi menunjukan pengurangan 58% volatilsolid selama 30 hari

percobaan. Kotoran sapi dan ayam menunjukan penguranga volatilsolid masing

masing 24% dan 31%. Selama lebih dari 30 hari penguraian kotoran babi

menunjukkan jumlah metana yang paling tinggi sebanyak 0,229 liter CH4 per

gram volatilsolid. Kotoran sapi menunjukan hasil yang kurang bagus yaitu 0,009

liter CH4, dan untuk kotoran ayam 0,02 liter CH4 per gram volatil solid. Hasil ini

mengindikasi bahwa kotoran babi memiliki potensi produksi biogas yang paling

tinggi diantara ketiga kotoran hewan tersebut (Ahn dan Smith, 2008).

D. Anaerobic Co-Digestion

Anaerobic co-digestion adalah proses pencernaan organik lebih dari satu substrat,

untuk menghasilkan biogas. Anaerobic co-digestion diterapkan secara luas untuk

pemanfaatan limbah padat perkotaan. Limbah dengan kandungan lemak tinggi,

secara teoritis berpotensi menghasilkan metan. Namun demikian, meskipun

19
20

limbah tinggi kandungan lemak, minyak dan limbah tanaman biasanya dibuang di

tempat pembuangan akhir. Undang-undang Eropa bertujuan untuk mendorong

pemanfaatan yang lebih efektif. Dalam penelitian ini, limbah tanaman sebagai co-

substrat dalam anaerobic digestion limbah padat perkotaan pada kondisi suhu

dibawah (37 ºC) . Percobaan Batch dilakukan pada rasio co-digestion yang berbeda

menunjukkan peningkatan produksi metana yang berhubungan dengan

penambahan limbah tanaman. Saat ini telah ditemukan limbah tanaman yang

dibuang dapat menjadi metan, dicampurkan dengan limbah perkotaan (Martín,

2009).

Jha dkk. (2012), menyebutkan produksi biogas dari kotoran sapi mencapai 44,10

liter/kg. Sedangkan dengan campuran mikroba dapat mecapai 47,56 liter/kg.

Metan yang dihasilkan 25,21 liter/kg dan 26,72 liter/kg pada perlakuan kotoran

sapi dan kotoran sapi dengan campuran. Kotoran sapi yang digunakan memiliki

Total Solid16,28%, Volatil Solid 130,21 gram, dan C/N25%. Reaktor yang

digunakan sistem batch, volume 3,6 liter dengan volume efektif 3 liter. Produksi

biogas sampai dengan 35 hari, dengan suhu rektor 35 ºC.

Li dkk.( 2011), membuktikan bahwa fermentasi kering sudah layak digunakan

untuk sumber penghasil energi terbarukan dan menghasilkan pupukorganik.

Fermentasi kering kotoran sapi murni dan sluge, dalam rasio campuran yang

berbeda dilakukan pada temperatur 35 ºC. Penelitian yang dilakukan skala

laboratoruim selama 63 hari. Produksi biogas diperoleh dengan rasio kotoran sapi

murni dan sluge 1:0, 4:1, 3:2, 2:3, 1:4, dan 0:1 adalah 56,94 liter/kg, 58,51

liter/kg, 61,64 liter/kg, 63,12 liter/kg, 59,30 liter/kg, dan 55,39 liter/kg, dengan

20
21

komposisi metan 32,01 liter/kg, 33,14 liter/kg, 35,31 liter/kg, 36,91 liter/kg, 34,76

liter/kg, dan 32,63 liter/kg. Hasil menunjukkan dengan pencampuran bahan dapat

meningkatkan gas metan hingga 3,11–13,99%. Hal ini karena pengaruh nutrisi

yang seimbang dan peningkatan kapasitas peyangga.

Ratnaningsih dan Yananto (2009),memanfaatkan sampah organik segar agar lebih

bernilai. Sampah organik segar dicampur dengan kotoran sapi perah menjadi biogas

dalam skala laboratorium, dimasukan dalam reaktor sistem batch. Sampah organik

yang berumur tiga hari dihaluskan lalu dilarutkan denagan aquades dengan

perbandingan 1:1, begitu juga dengan kotoran sapi. Komposisi campuran kotoran

sapi dan sampah organik diberagamkan menjadi lima yaitu (1:0; 3:1; 1:1; 1:3; 0:1)

agar mendapatkan komposisi yang terbaik. Volume bahan penelitian 4 liter dan

waktu pengamatan selama 24 hari, selanjutnya analisis menggunakan metode

regresi. Parameter yang diamati perhari yaitu: C/N, pH isian, BOD/COD, TS, serta

komposisi gas. Komposisi campuran 1:1 berdasarkan penelitian adalah campuran

terbaik yaitu 1,03 liter biogas per liter bahan 12 L/kg TS (C/N 9,7) kandungan

metanya sebesar 11,57%.

E. Rumput Gajah (Pennisetum purpureum)

Rumput Gajah memiliki beberapa varietas, antara lain varietas Afrika dan

Hawai:

1. Varietas Afrika ditandai dengan daun dan batang kecil, berbunga, tumbuh

tegak dan produksi lebih rendah dari pada varietas Hawai.

2. Varietas Hawai ditandai daun dan batang lebar, pertumbuhan rumpun sedikit

melebar, berbunga dan produksi cukup tinggi (Rukmana, 2005).

21
22

Produksi bahan kering Rumput Gajah varietas Hawai mencapai 6,3 kg/m2/tahun

atau 63 ton/ha/tahun dan Rumput Gajah varietas Afrika 4 kg/m2/tahun atau 40

ton/ha/tahun (Yohanis dkk., 2013). Karakteristik dari Rumput Gajah dapat dilihat

pada Tabel 2.

Tabel 2. Karakteristik Rumput Gajah

No Komponen Satuan Nilai


1 Kadar air % 85,97
2 Volatil Solid (VS) % basis kering 86,96
3 chemcal oxygen demand (COD) g/kg kering 1,067
4 Karbon % basis kering 42,3
6 Nitrogen % basis kering 0,96
9 Sellulosa % basis kering 35,33
10 Lemak % basis kering 8,86
Sumber:Nuntiyadkk., 2009.

Rumput Gajah dapat digunakan sebagai tanaman hias, telah banyak ditanam

untuk penahan angin dan masih direkomendasikan sebagai rumput hijauan yang

sangat produktif. Rumput Gajah memiliki tampilan seperti tebu, tetapi memiliki

daun yang lebih sempit.Biji Rumput Gajah dapat disebarkan dengan angin, air,

pakaian, melekat pada bulu, dan kendaraan (DAFF, 2014).

Rumput Gajah sebagian besar dimanfaatkan sebagai pakan ternak, selain itu

sebagai bahan ransum pakan ternak yang memiliki persentasi besar ransum

tersebut (Lugiyo dan Sumarto, 2000).

22
23

Penelitian yang telah dilakukan oleh Flores dkk. (2012) memperlihatkan C/N rata–

rata dari Rumput Gajah yaitu 37,3. Flores dkk. (2012) memberikan perlakuan pada

penanaman Rumput Gajah yaitu pemberian pupuk nitrogen sebesar 100 kg/ha dan

0 kg/ha. Pada perlakuan pemberian pupuk nitrogen 100 kg/ha C/N pada varietas

Paraiso dan Roxo yaitu 37,0 dan 35,6 sedangkan pemberian pupuk nitrogen 0

kg/ha varietas Paraiso dan Roxo yaitu 39,1 dan 37,5.

23

Anda mungkin juga menyukai