Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Makalah Kel 5 Studi Hadis

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PENULISAN HADIS PADA MASA RASULULLAH SAW DAN SAHABAT

Makalah ini diajukan untuk Mata Kuliah Studi hadis

Oleh:

1. Ainur Rosyidah (04020221023)


2. Aisyah Zahra Apriladianti (04010221004)
3. Mohammad Fakhrul Rozi (04010221011)

Dosen Pengampu:

Dr. H. M. Munir Mansyur, M. Ag.

PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

APRIL 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang
berjudul “Penulisan Hadis pada Masa Rasulullah SAW dan Sahabat” ini dalam bentuk maupun
isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu
acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga
kedepannya lebih baik.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki
sangat kurang. Oleh karena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk makalah ini.

Surabaya, April 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................................i

KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii

DAFTAR ISI............................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang............................................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................... 1
1.3 Tujuan.............................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Penulisan Hadis pada Masa Rasulullah SAW.................................................................2


2.1.1. Cara Rasulullah SAW Menyampaikan Hadis.....................................................2
2.1.2. Perintah dan Larangan Menulis Hadis pada Masa Rasulullah SAW .................3
2.2 Penulisan Hadis pada Masa Sahabat...............................................................................5
2.2.1. Cara Sahabat Menerima dan Menyampaikan Hadis............................................5
A. Cara Sahabat Menerima Hadis......................................................................5
B. Cara Sahabat Menyampaikan Hadis.............................................................6
2.2.2. Penulisan Hadis pada Masa Sahabat...................................................................7

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan...................................................................................................................10
3.2 Saran.............................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................iv

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada Masa Rasulullah, kodifikasi hadis belum mendapatkan perhatian khusus dan
serius dari para sahabat. Para sahabat lebih banyak mencurahkan diri untuk menulis dan
menghafal ayat-ayat Al-Qur`an, meskipun dengan sarana dan prasarana yang sangat
sederhana. Hadis pada waktu itu lebih banyak dihafal dan diamalkan. Hal inilah yang
menjadi alasan mengapa ada sebagian sahabat Nabi yang mempunyai hafalan dan
periwayatan hadis yang sangat banyak. Penulisan hadis sebenarnya sudah terjadi pada
masa Rasulullah, walaupun sifatnya individual. Para sahabat tidak menulis semua hadis.
Hanya hadis-hadis yang dipandang terlalu panjabg dan spesifik.. meskipun secara khusus
hadis belum mendapatkan perhatian yang serius, namun kegiatan periwayatan hadis sudah
mulai berkembang meskipun dengan jumlah yang masih sedikit. Hal ini dilakukan dengan
sikap hati-hati untuk mencegah beredarnya hadis-hadis palsu untuk kepentimgan-
kepentingan tertentu. Dengan demikian jumlah periwayatan hadis pada masa sahabat
masih sangat sedikit, meskipun tergolong banyak apabila dibandingkan dengan jumlah
penulisan hadis pada periode Nabi.1
1.2 Rumusan Masalah
Makalah ini memiliki beberapa rumusan masalah yang akan disebutkan sebagai
berikut:
1. Bagaimana penulisan hadis pada masa Rasulullah SAW?
2. Bagaimana penulisan hadis pada masa sahabat?
1.3 Tujuan
Makalah ini memiliki beberapa tujuan sebagai berikut:
1. Untuk menjelaskan penulisan hadis pada masa Rasulullah SAW.
2. Untuk menjelaskan penulisan hadis pada masa sahabat.

1 Idri, DKK, Studi Hadis (Surabaya:UIN Sunan Ampel Surabaya, 2021), 97-101.
1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Penulisan Hadis pada Masa Rasulullah SAW


Periode Rasulullah SAW merupakan periode pertama sejarah pertumbuhan hadis.
Periode ini terhitung cukup singkat bila dibandingkan dengan masa-masa berikutnya.
Masa ini berlangsung selama 23 tahun, mulai tahun 13 sebelum Hijriyah, bertepatan
dengan tahun 610 Masehi sampai dengan tahun 11 Hijriyah, betepatan dengan tahun
632 Masehi. Masa ini merupakan kurun waktu turun wahyu (‘ashr al-wahyi) dan
sekaligus sebagai masa pertumbuan hadis. Keadaan tersebut sangat menuntut keseriusan
dan kehati-hatian para sahabat sebagai pewaris pertama ajaran Islam dalam menerima
kedua sumber ajaran tersebut. Pada tangan mereka, kedua-duanya harus terpelihara dan
disampaikan kepada pewaris berikutnya secara berkesinambungan.2
2.1.1. Cara Rasulullah SAW Menyampaikan Hadis
Ada beberapa cara yang digunakan Rasulullh SAW dalam menyampaikan hadis
kepada para sahabaat, yaitu:
1. Melalui para jama‟ah yang berada di pusat pembinaan atau majlis al-‘ilmi. Melalui
majlis ini, para sahabat memperoleh banyak peluang untuk menerima hadis,
sehingga mereka berusaha untuk selalu mengkonsentrasikan dirinya guna
mengikuti kegiatan tersebut. Para sahabat begitu antusias untuk tetap bisa
mengikuti kegiatan di majlis ini. Terkadang di antara mereka bergantian
hadir, seperti yang dilakukan oleh „Umar in al-Khaththab yang bergantian hadir
dengan Ibnu Zaid dari Bani Umayyah untuk menghadiri majlis ini.
2. Rasulullah menyampaikan hadisnya melalui para sahabat tertentu, yang
kemudian oleh para sahabat tersebut disampaikannya kepada orang lain. Hal
ini karena terkadang ketika Nabi menyampaikan suatu hadis, para sahabat
yang hadir hanya beberapa orang saja, baik karena disengaja oleh Rasulullah
sendiri atau secara kebetulan para sahabat yang hadir hanya beberapa orang saja.
3. Untuk hal-hal sensitif seperti yang berkaitan dengan soal keluarga dan
kebutuhan biologis, terutama yang menyangkut hubungan suami istri, Nabi
menyampaikan melalui istri-istrinya.

2 Latifah Anwar, “Penulisan Hadis pada Masa Rasulullah SAW”, Jurnal Ilmu Al-Qur`an dan Hadist, Vol. 3, No. 2,
(Juni, 2020), 132.
2
4. Melakukan ceramah atau pidato di tempat terbuka, seperti ketika haji wada’
dan fath Makkah.
5. Melalui perbuatan Nabi langsung yang disaksikan oleh para sahabatnya, yaitu
dengan jalan musyahadah, seperti yang berkaitan dengan praktik-praktik
ibadah dan mu‘amalah. Peristiwa-peristiwa yang terjadi pada Nabi lalu Nabi
menjelaskan hukumnya dan berita itu tersebar di kalangan umat Islam. 3
2.1.2. Perintah dan Larangan Menulis Hadis pada Masa Rasulullah SAW

Mengenai penulisan hadis terdapat dua kelompok hadis yang nampaknya


bertentangan, yaitu antara hadis larangan dan anjuran. Di satu pihak banyak
hadis yang melarang penulisan hadis, dan di pihak lain terdapat pula hadis yang
dapat dipahami sebagai anjuran atau setidak-tidaknya sebagai pembolehan
penulisan hadis. Menurut Rasyid Ridha, di antara hadis larangan yang paling
sahih (ashah) adalah hadis Abu Sa’id al-Khudri yang diriwayatkan oleh Muslim:

‫ال تكتبوا عني ومن كتب عني غير القرآن فليمحه‬

Artinya: “Jangan kamu menulis apapun yang bersumber dariku kecuali kecuali
ayat-ayat Alquran, dan barangsiapa yang telah menulis apa yang bersumber
dariku selain Alquran, maka hendaklah dia menghapusnya”. (Muslim, t.th.: 598)

Sedangkan yang paling sahih dari hadis-hadis yang membolehkan penulisan


hadis adalah hadis riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah: “Tulislah
(hadis) untuk Abi Syah” (Ahmad Ibnu Hanbal, tth: 232). Nabi melarang menulis
hadis karena sedikitnya sahabat yang pandai tulis baca waktu itu.4

Dua hadis di atas, perintah menulis dan larangannya, terlihat seakan


kontradiktif. Hal ini yang kemudian dibantah oleh M. M. Azami lewat karyanya
yang berjudul Dirāsāt fī al-Ḥadīṡ al-Nabawī wa Tārīkh Tadwīnih. Ia
membahasnya dalam 13 halaman kitab tersebut dengan kesimpulan sebagai
berikut:

3Latifah Anwar, 140-141.


4Iskandar Usman, “Hadis pada Masa Rasulullah dan Sahabat: Studi Kritis terhadap Pemeliharaan Hadis”, Jurnal
Hukum Keluarga, Vol. 4, No. 1, (Januari-Juni, 2021), 53.
3
1. Larangan menulis hadis adalah larangan yang tersemat (mubayyinan) pada
kondisi dan situasi khusus, seperti seseorang yang baru masuk Islam atau
menuliskannya dalam satu alat dengan Al-Qur`an.
2. Larangan menulis hadis adalah larangan menulisnya bersamaan dengan Al-
Qur`an dalam lembaran yang sama atau waktu yang sama dan hal itu agar tidak
tercampur antara redaksi firman Allah dengan tafsiran Nabi.
3. Larangan untuk menulis hadis tidak berlaku umum dan setiap saat (lam takun
‘āmmah wa lā dā’imah). Hal itu dikarenakan fakta bahwa ada sejumlah
sahabat yang menuliskan hadis di masa Nabi, dan Nabi mengizinkannya.
Ṣubḥī al-Ṣāliḥ menyebut perihal hadis larangan menulis di atas adalah salah
satu di antara penyebab sedikitnya penulisan hadis di zaman Rasulullah. 5
Berdasarkan uraian di atas, maka hadis larangan itu sebetulnya tidak
bersifat umum, tetapi bersifat khusus. Kalaupun dikatakan bersifat umum, maka
dimaksudkan umum orang yang pandai tulis baca, bukan umum sahabat. Jadi
masalah yang kontraversial ini harus dianalisis per kasus. Setelah orang-orang yang
pandai tulis baca bertambah, maka persoalan timbul, apakah orang-orang yang
disebut terakhir ini boleh melaksanakan kegiatan mereka untuk menulis hadis,
sehubungan dengan adanya hadis larangan di atas? Apakah mereka juga termasuk
dalam jangkauan hadis itu? Untuk menghilangkan keragu-raguan, mereka
menanyakan hal itu kepada Nabi.Rupanya semua jawaban menunjukkan bahwa
mereka tidak dilarang menulis hadis. Atau tepatnya, mereka tidak tercakup ke
dalam jangkauan hadis larangan tadi; malah Nabi menyuruh mereka mengikat
ilmu dengan kitab (mencatat). Hadis merupakan bagian dari ilmu. Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hadis larangan itu khusus ditujukan kepada
orang-orang yang menulis Alquran dan hadis dalam satu shahῐfah. Jadi hadis
larangan dipandang mansûkh. Naskh adalah jalan pintas. Menurut kaidah Ilmu
Hadis, naskh tidak boleh dilakukan kalau dua hadis yang bertentangan masih
bisa ditakwilkan. Naskh merupakan jalan terakhir yang boleh dilakukan oleh
penakwil.6

5 Radinal Mukhtar Harahap, “Hadis pada Masa Nabi Muhammad SAW dan Sahabat”, Jurnal Ilmu Hadis, Vol. 1,
No.1, (januari-Juli, 2018), 42.
6 Iskandar Usman, 56-57.

4
2.2 Penulisan Hadis pada Masa Sahabat
Sahabat yang menerima hadis dari Nabi langsung merekamnya dalam ingatan
(hafalan) mereka, dan ada juga dalam bentuk tulisan atau catatan. Hadis itu kemudian
disampaikan kepada sahabat lainnya, dan sahabat yang menerima hadis itu berusaha
mengonfirmasikan kembali kepada Nabi. Dengan cara seperti itu, maka kemungkinan
terjadinya kebohongan dan pemalsuan hadis sangat kecil. Mereka juga sangat hati-hati dan
ketat dalam periwayatan hadis. Untuk mendapatkan ketenangan dan kemantapan hati
mereka berusaha mendatangkan saksi ataupun meminta untuk bersumpah, terlebih bagi
mereka yang diragukan kebenarannya.7
2.2.1. Cara Sahabat Menerima dan Pemeliharaan Hadis
A. Cara Sahabat Menerima Hadis
Di samping penjelasan yang diberikan langsung oleh Nabi, ada juga yang justru
sahabat yang penjelasan-penjelasan dan keterangan-keterangan kepada Nabi
tentang masalah-masalah kehidupan yang mereka hadapi. Lebih-labih lagi kalau
terjadi suatu peristiwa atau prselisihan yang tak mampu mereka pecahkan. Dalam
keadaan seperti ini mereka tidak segan-segan bertanya kepada Rasulullah baik
secara langsung mamupun melalui perantaraan, khususnya mereka yang
berjauhan tempat tinggal dengan Rasulullah. Cara lain lagi, sahabat yang tidak
bertanya kepada Nabi, tetapi mereka melihat dan memperhatikan tindak tanduk
atau sikap Rasulullah, seperti yang berkaitan dengan shalat, haji, dan sebagainya.
Dalam Ushûl al-Hadῐts menjelaskan bahwa pada garis besarnya ada empat cara
sahabat menerima hadis dari Rasulullah, yaitu:
1. Melalui pengajian (majlis) Rasul yang diadakan pada waktu-waktu tertentu.
Dalam pengajian itu Rasululllah mengajarkan dasar-dasar agama yang
bersumber dari Alquran. Penjelasan-penjelasan yang diberikan Nabi
merupakan hadis yang senantiasa dihafal oleh sahabat di samping Alquran.
Pengajian seperti ini sangat penting artinya bagi para sahabat sehingga
mereka tidak mau absen dalam menghadirinya jika tidak ada halangan yang
berat. Mereka tidak saja rajin menghadiri pengajian tapi juga bersungguh-
sungguh menghafal semua yang diajarkan Rasulullah SAW, baik berupa
ayat-ayat Alquran maupun ucapan-ucapan beliau sendiri.

7 Latifah Anwar, 141.


5
2. Adanya peristiwa yang dialami sendiri oleh Rasulullah. Sebagai contoh,
hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah: “Suatu ketika Rasulullah melewati
seorang penjual makanan, lalu beliau menanyakan kepadanya bagaimana
cara ia menjual makanan itu. Orang itu pun menjelaskannya kepada Nabi.
Kemudian Rasulullah menyuruh orang tersebut memasukkan tangannya ke
dalam makanan (dalam kasus ini si penjual tidak jujur). Ia pun melakukan
perintah Rasul itu. Setelah tangannya dikeluarkan dari dalam makanan
ternyata sudah basah (bagian atas makanan itu kering dan bagian dalamnya
basah).
3. Adanya peristiwa yang dialami oleh kaum muslimin. Banyak sekali hadis yang
wurûd (datang, diucapkan Rasulullah) dengan cara seperti ini, karena para
sahabat tidak segan-segan menanyakan kepada Rasulullah tentang masalah
apa saja yang mereka hadapi. Jawaban-jawaban, fatwa-fatwa, dan keputusan-
keputusan yang diberikan Nabi, seluruhnya merupakan hadis yang
senantiasa mereka hafal. Hadis-hadis semacam ini dapat ditemuai dalam
berbagai bab dari kitab-kitab hadis.
4. Adanya peristiwa yang dialami Rasulullah dimana para sahabat
menyaksikan reaksi beliau dalam menghadapi peristiwa tersebut. Misalnya
keadaan Nabi ketika turun wahyu, peristiwa kematian anak dan isteri beliau,
dan sebagainya. Dalam kategori ini sebenarnya termasuk juga semua
tindakan dan sikap dalam seluruh kehidupan Nabi yang disaksiskan oleh
para sahabat. Apa yang disaksikan sahabat ini, seluruhnya menjadi teladan bagi
mereka. Hadis yang wurûd dengan cara ini umumnya hadis-hadis fi’liyah
(dalam bentuk perbuatan, sikap, keadaan) dan taqrῐrῐyah (persetujuan).8
B. Cara Sahabat Menyampaikan Hadis

Pembatasan atau penyederhanaan periwayatan hadits, yang ditujukan oleh para


sahabat dengan sikap kehati-hatiannya, tidak berati hadis-hadis Rasul tidak
diriwayatkan.dalam batas-batas tertentu hadits-hadits ini diriwayatkan, khususnya
yang berkaitan dengan kebutuhan hidup masyarakat sehari-harinya seperti dalam
permasalahan ibadah dalam muamalah. Periwayatan tersebut dilakukan setelan
diteliti secara ketat pembawa hadits tersebut dan kebenaran isi matannya. Ada dua
jalan para sahabat dalam meriwayatkan hadits dari Rasul SAW. Pertama dengan

8 Iskandar Usman, 51-53.


6
jalan periwayatan lafzhi (redaksinya persis seperti yang di sampaikan Rasul SAW.)
dan kedua dengan jalan periwayatan maknawi (maknanya saja)

a) Periwayatan Lafzhi

Periwayatan lafzhi adalah periwayatan hadits yang redaksinya atau matannya


persis seperti yang diwujudkan Rasul SAW. ini hanya bisa dilakukan apabila
mereka hafal benar apa yang disabdakan Rasul SAW. Kebanyakan sahabat
menempuh periwayatan hadits melalui jalan ini. Di antara para sahabat yang
paling keras mengharuskan periwayatan hadits dengan jalan lafzhi adalah Ibnu
Umar. Ia sering kali menegur sahabat yang membacakan hadits dengan berbeda
walaupun hanya satu kata dengan yang pernah di dengarnya dari Rasul SAW.

b) Periwayatan Maknawi
Periwayatan maknawi adalah periwayatan hadits yang matannya tidak persis
sama dengan yang didengarnya dari Rasul SAW. akan tetapi isi atau maknanya
tetap terjaga secara utuh, sesuai dengan yang dimaksudkan oleh Rasul SAW,
tanpa ada perubahan sedikitpun. Karakteristik yang menonjol adalah bahwa para
sahabat memiliki komitmen yang kuat terhadap kitab Allah.mereka
memeliharanya dalam lembaran-lembaran, mushaf dan dalam hati mereka. 9
2.2.2. Penulisan Hadis pada Masa Sahabat
Meskipun ada riwayat yang berasal dari Rasulullah SAW yang membolehkan
untuk menuliskan hadits, dan diberi kelonggaran untuk menulis hadits. Namun para
Sahabat, pada umumnya menahan diri dari melakukan penulisan hadits di masa
pemerintahan Khulafa al-Rasyidin. Hal ini dikarenakan besarnya mereka untuk
menyelamatkan al-Qur’an dan sekaligus Sunnah (hadits). Akan tetapi, keadaan
yang demikian tidak berlangsung lama, karena ketika suatu larangan untuk
menuliskan hadits secara bertahap hilang, maka semakin banyak pula para Sahabat
yang membolehkan penulisan hadits. 10
Mustafa Azami salah satu pemikir muslim, menurutnya sahabat telah
melakukan pencatatan atas riwayat atau lika-liku kehidupan Nabi. Ini bisa
dibuktikan lewat beberapa karya sahabat pada masa awal. Banyak para sahabat
yang memiliki catatan dan melakukan penulisan hadis, baik untuk disimpan

9Aulia Dwi, “Hadist pada Masa Sahabat”, https://academia.edu/, diakses pada tanggal 3 April 2022.
10Tina Nurhasanah, “Sejarah Hadits pada Masa Rasulullah Saw Sahabat dan Tabi’in”, https://academia.edu/,
diakses pada tanggal 3 April 2022.
7
sebagai catatan pribadi maupun untuk memberi pesan kepada orang lain dalam
bentuk surat dengan membubuhkan hadis. Sahabat-sahabat yang memiliki
tulisan hadis di antaranya:
1. Abdullah ibn Amr (27 SH-63 H). Ia memiliki catatan hadis yang menurut
pengakuannya dibenarkan oleh Rasulullah Saw., sehingga dinamakan al-
Shahifah al-Shadiqah. Hadis-hadis yang terhimpun dalam catatan Abdullah
ibn Amr sekitar seribu hadis. Shahifah ini dapat kita temukan dalam Musnad
Imam Ahmad dengan sanad dari Abdullah ibn Amr.
2. Jabir ibn Abdullah ibn Amr al-Anshari (16 SH-78H). Ia memiliki catatan
hadis dari Rasulullah Saw. tentang manasik haji. Hadis tersebut kemudian
diriwayatkan oleh Muslim. Catatannya ini dikenal dengan Shahifah Jabir.
Banyak ulama yang menyimpan tulisan–tulisan hadis darinya, di antaranya
Amir al-Syabi, Qatadah, dan Mujahid.
3. Anas ibn Malik (10 SH-93H), di samping ia sendiri menulis dan menghafal
hadis, ia juga mendorong putra-putranya untuk menulis hadis. Anas
memiliki catatan hadis untuk kepentingan pribadi dan untuk mengajarkan
kepada orang lain. Ia juga menulis hadis untuk orang lain, seperti Anas ibn
Sirin. Ada juga murid-muridnya yang menulis hadis yang diterima darinya
seperti Tsumamah ibn Ubaidillah dan Katsir ibn Salim.
4. Abu Bakr al-Shiddiq (50 SH-13 H). Diceritakan oleh Aisyah r.a. bahwa Abu
Bakar mengumpulkan hadis dari Rasulullah sebanyak 500 hadis. Namun,
al-Dzahabi berpendapat bahwa riwayat tersebut tidak shahih. Sedangkan
hadis-hadis yang ditulis oleh Abu Bakar di antaranya yaitu;
a. Surat kepada Anas ibn Malik, gubernur Bahrain. Abu Bakar
mencantumkan beberapa hadis tentang wajibnya membayar zakat bagi
orang Islam;
b. Surat kepada Amr ibn al-Ash, di mana dalam surat itu dicantumkan
beberapa hadis.
5. Abu Hurairah (19 SH-59 H). Rasulullah Saw. pernah mendoakannya agar
selalu hafal hadis-hadis yang diterima dari beliau. Pada awalnya, Abu
Hurairah tampaknya tidak mempunyai catatan-catatan hadis, sebab beliau
berkata: ‘Ali ibn ‘Abdillah menceritakan kepada kami, ia berkata: Sufyan
menceritakan kepada kami, ia berkata: ‘Amr menceritakan kepada kami, ia
berkata: Wahb ibn Munabbih menceritakan kepada kami dari saudaranya, ia
8
berkata: tidak ada seorangpun dari sahabat-sahabat Nabi Saw. yang
lebih banyak hadisnya dariku kecuali ‘Abdullah ibn ‘Amr, karena ia menulis
sedangkan saya tidak menulis.

Keterangan Abu Hurairah tersebut bukan hanya sekedar


memberikan bukti terbatasnya para sahabat yang menghimpun hadis
melalui tulisan, tetapi juga merupakan suatu pertanda bahwa di kalangan
para sahabat ada yang mencatat hadis dan ada pula yang tidak mencatatntya
karena mereka mencukupkan dengan hafalan.

6. Abu Syah (Umar ibn Sa„ad al-Anmari) adalah seorang penduduk Yaman.
Ia meminta kepada Rasulullah Saw. dicatatat hadis yang disampaikannya
ketika beliau berpidato pada peristiwa futuh Makkah sehubungan dengan
terjadinya pembunuhan yang dilakukan oleh sahabat dari Bani Khuza„ah
terhadap salah seorang lelaki Bani Lais.
7. Ali ibn Abi Thalib (23 SH-40 H), selain sebagai salah seorang penulis
pribadi Rasulullah Saw., ia juga memiliki catatan pribadi yang berisi beberapa
hadis.
Pada umumnya, sahabat-sahabat yang menulis hadis bukan untuk
disebarkan secara luas, tetapi lebih sebagai koleksi pribadi. Seiring dengan
berjalannya waktu, hadis-hadis yang mereka tulis kemudian diriwayatkan oleh
murid-murid mereka.11

11 Latifah Anwar, 148-151.


9
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Periode Rasulullah SAW merupakan periode pertama sejarah pertumbuhan hadis.
Periode ini terhitung cukup singkat bila dibandingkan dengan masa-masa berikutnya.
Keadaan tersebut sangat menuntut keseriusan dan kehati-hatian para sahabat sebagai
pewaris pertama ajaran Islam dalam menerima kedua sumber ajaran tersebut. Pada
tangan mereka, kedua-duanya harus terpelihara dan disampaikan kepada pewaris
berikutnya secara berkesinambungan. Mengenai penulisan hadis terdapat dua kelompok
hadis yang nampaknya bertentangan, yaitu antara hadis larangan dan anjuran. Meskipun
ada riwayat yang berasal dari Rasulullah SAW yang membolehkan untuk menuliskan
hadits, dan diberi kelonggaran untuk menulis hadits. Banyak para sahabat yang memiliki
catatan dan melakukan penulisan hadis, baik untuk disimpan sebagai catatan pribadi
maupun untuk memberi pesan kepada orang lain dalam bentuk surat dengan
membubuhkan hadis.
3.2 Saran
Penyusun berharap dengan paparan-paparan yang sudah disampaikan diatas dapat
diterima dan dipahami dengan seksama oleh pembaca, sehingga dapat dijadikan acuan saat
mengkaji penulisan hadis pada masa Rsulullah SAW dan masa sahabat.

10
Daftar Pustaka

Anwar, Latifah. (Juni, 2020).“Penulisan Hadis pada Masa Rasulullah SAW”. Jurnal Ilmu Al
Qur`an dan Hadist. 3(2).
Dwi, Aulia .“Hadist pada Masa Sahabat”, https://academia.edu/. Diakses pada tanggal 3 April
2022.
Harahap, Radinal Mukhtar . (januari-Juli, 2018) .“Hadis pada Masa Nabi Muhammad SAW
dan Sahabat”. Jurnal Ilmu Hadis. 1(1).
Idri, DKK, Studi Hadis. Surabaya:UIN Sunan Ampel Surabaya. 2021.
Nurhasanah, Tina .“Sejarah Hadits pada Masa Rasulullah Saw Sahabat dan Tabi’in”,
https://academia.edu/. Diakses pada tanggal 3 April 2022.
Usman, Iskandar . (Januari-Juni, 2021).“Hadis pada Masa Rasulullah dan Sahabat: Studi Kritis
terhadap Pemeliharaan Hadis”. Jurnal Hukum Keluarga. 4(1).

iv

Anda mungkin juga menyukai