Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Studi - Hadit - Kel 3

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

SEJARAH PEMBUKUAN HADIS DAN PERKEMBANGANNYA

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

“STUDI HADIS”

Dosen Pengampu:

“ALi Nur Rofiq, S. Th. I., M. Ag"

Disusun oleh Kelompok 3 ES 2A :

Safinatun Naja (23401019)


Fara Nidiya Sari (23401010)
Nurul Izza Maulidia (23401005)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KEDIRI (IAIN)

2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan
penulisan makalah ini dengan judul “Sejarah Pembukuan Hadis dan
Perkembangannya Sampai Sekarang” dengan tepat waktu.Kami mengucapkan
terima kasih kepada Bapak “ALi Nur Rofiq, S Th.I.,M.Ag"selaku dosen
mata kuliah pengembangan kurikulum yang membantu memberikan
bimbingan sehingga makalah ini selesai tepat waktu. Kami juga mengucapkan
terima kasih kepada pihak-pihak yang sudah membantu kami dalam
menyelesaikan makalah ini.Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari
kata sempurna. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan
guna menyusun makalah yang lebih baik ke depannya.

Kediri, 12 Maret 2024

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................1
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................2
2.1 Perkembangan Hadits Pada Masa Rasullulah SAW......................................2
2.2 Sejarah Perkembangan Pembukuan Hadits...................................................6
2.3 Metode Pembukuan Hadits............................................................................8
BAB III PENUTUP...............................................................................................14
3.1 Kesimpulan...................................................................................................14
3.2 Saran............................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengkodifikasian hadis-hadis Rasulullah secara resmi dan
komprehensif dimulai 100 tahun setelah Rasulullah saw wafat. Tentu ini
adalah waktu yang cukup lama penulisan dan pembukuan hadist tersebut
terwujud, pelaksanaan pembukuan hadis tepatnya mulai digagas pada
masa khalîfah ‘Umar bin ‘Azîz. Ia mendorong untuk mengumpulkan
hadis-hadis Rasulullah dengan mengeluarkan surat perintah yang
ditujukan kepada seluruh pejabat dan ulama di berbagai pelosok daerah
agar seluruh hadis yang tersebar di masing-masing daerah serta para
penghapal-penghapal hadist segera dihimpun. Diantara ulama hadis yang
banyak menulis dan menghimpun hadis ialah Muhammad bin Muslim bin
Syihâb yang dikenal dengan sebutan al-Zuhrî.

Dapat disimpulkan, Perjalanan pembukuan hadist dimasa itu


berlangsung kongkrit hingga sampai terwujudnya impian seluruh sahabat
yaitu hadis mampu menjadi sebuah pedoman, sebuah tuntunan serta
memberikan gambaran dan penjelasan yang sangat tepat terhadap
permasalahan, kaedah, serta hukum-hukum yang belum terjelaskan di
dalam Al-quran.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana perkembangan hadits pada masa Rasullulah SAW ?
2. Bagaimana Sejarah Perkembangan Pembukuan Hadits?
3. Bagaimana Metode Pembukuan Hadits?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk mengetahui perkembangan hadits pada masa Rasullulah SAW
2. Untuk dapat mengetahui Sejarah Perkembangan Pembukuan Hadits
3. Untuk dapat mengetahui Metode Pembukuan Hadits

1
BAB II
PEMBAHASA
N

2.1 Hadis pada Masa Rasulullah saw


A. Hadis pada Masa Rasulullah saw

Hadis pada masa ini berbarengan dengan turunnya wahyu


sekaligus awal terbentuknya tatanan masyarakat Islam, hal ini
menuntut para sahabat sebagai pewaris ajaran Islam harus serius dan
penuh kehati- hatian dalam mengamalkan ajaran Islam. Nabi
menyampaikan hadis melalui perkataan, perbuatan, dan
keputusannya, maka apa yang didengar dan disaksikan oleh para
sahabat merupakan tuntunan bagi amaliah dan ubudiah mereka.
Rasulullah saw juga mengarahkan para sahabatnya untuk
menghafal, menyebarkan, dan menyebarluaskan hadis. Pada masa
ini, Nabi tidak hanya memberikan perintah, tetapi beliau juga
memberikan banyak motivasi melalui doa-doanya.

Rasulullah juga sering mendoakan kebaikan di akhirat bagi orang


yang mempelajari hadis dan menyebarkannya kepada orang lain.
Hal Itulah yang mendorong para sahabat untuk belajar hadis; Selain
itu, para sahabat adalah orang-orang Arab asli yang mayoritas buta
huruf, mereka tidak pandai membaca dan menulis, namun memiliki
kemampuan hafalan yang luar biasa. Namun demikian, ini tidak
berarti bahwa di antara mereka tidak ada seorang pun yang bisa
menulis dan membaca. Keadaan ini hanyalah sebagai ciri
kebanyakan dari mereka; Sejarah telah mencatat bahwa sejumlah
orang di antara mereka ada yang mampu membaca dan menulis,
Adiy bin Zaid Al- Abbady (wafat 35 sebelum hijrah) misalnya,
sudah belajar menulis hingga menguasainya, dan merupakan orang
pertama yang menulis dengan bahasa Arab dalam surat yang
ditujukan kepada Kisra. Sebagian orang Yahudi juga mengajarkan
anak-anak di Madinah menulis Arab. Kota Makkah dengan pusat
perdagangannya sebelum kenabian, menjadi saksi adanya para
penulis dan orang-orang yang mampu membaca.

Sebagian informasi menyatakan bahwa orang yang mampu


membaca dan menulis di kota Makkah hanya sekitar 10 orang saja.
Inilah yang dimaksud bahwa orang Arab adalah bangsa yang
ummi. 1 Ada beberapa cara Rasulullah saw menyampaikan hadis
kepada para sahabat, yaitu: Pertama, melalui majelis ilmu, yakni

2
1
Syaikh Manna Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an (Pustaka Al-Kautsar, 2018.

3
tempat pengajian yang diadakan oleh Nabi Muhammad saw untuk
membina para jamaah. Kedua, dalam banyak kesempatan Rasulullah
saw juga menyampaikan hadisnya melalui para sahabat tertentu,
yang kemudian disampaikannya kepada orang lain. Jika hadis yang
disampaikan berkaitan dengan persoalan keluarga dan kebutuhan
biologis, maka hadis tersebut disampaikan melalui istri-istri Nabi
sendiri.

Ketiga, melalui ceramah atau pidato di tempat terbuka, misalnya


ketika haji wada’ dan fath al-Makkah. Ketika menunaikan ibadah
haji pada tahun 10 H, Nabi menyampaikan pidato yang sangat
bersejarah di depan ratusan ribu kaum muslimin yang sedang
melakukan ibadah haji, isinya terkait dengan bidang muamalah,
ubudiyah, siyasah, jinayah, dan HAM yang meliputi kemanusiaan,
persamaan, keadilan sosial, keadilan ekonomi, kebajikan, dan
solidaritas. Selain itu juga adanya larangan dari Nabi untuk
menumpahkan darah, larangan riba, menganiaya, dan juga perintah
untuk menegakkan persaudaraan sesama manusia, serta untuk selalu
berpegang teguh pada alQur’an dan Hadis.2

B. Hadis pada Masa Sahabat Rasulullah saw

Sebagai upaya untuk menjaga keaslian hadis, para sahabat nabi


banyak menjaga dan menghafal hadis tersebut dari pada
menuliskannya, hal ini dikarenakan Nabi saw tidak memberikan
perintah dalam menulis hadis bahkan Rasulullah melarang untuk
menulis hadis pada masa awal Islam. Larangan menulis hadis
sebagai mana diriwayatkan oleh Said Al-Khudri, bahwa Rasulullah
SAW bersabda: Rasulullah SAW telah bersabda, “janganlah kamu
menulis sesuatu yang berasal dariku, kecuali Al-Qur’an, dan barang
siapa telah menulis dari padaku selain Al-Qur’an maka hendaklah ia
menghapuskannya.” Para sahabat membuat majelis untuk
memperdalam ilmu keislamannya, hal ini karena besarnya keinginan
mereka dalam pembahasan yang datang dari nabi baik hadis atau
pun Al-Qur’an yang kadang dilakukan di atas mimbar atau duduk
bersama dengan para sahabat berdampingan, hadis yang datang dari
nabi tidak serta merta dihafalkan, namun para sahabat sering
mendiskusikan hadis tersebut setelah proses pembelajaran yang
disampaikan nabi selesai, hal ini bertujuan memberikan pemahaman
yang mendalam, sehingga ingatan dan hafalan para sahabat semakin
kuat.3

2
Andariati.
3
Ahmad Umar Hashim, ‘As-Sunnah An-Nabwiyah’ (Fajalah: Maktabah Gharib, 1980).

4
Sahabat nabi sebagian telah menulis hadis ketika Nabi saw
masih hidup, sedang yang lainnya menulis hadis ketika Nabi saw
telah wafat. Abu Bakar As-Shidiq, Umar bin Khattab, dan Ustman
bin Affan merupakan sahabat yang tidak menulis hadis, adapun
sebagian sabat yang menulis hadis nabi yang terkenal seperti, Ali
bin Abi Thalib, Abdullah bin Amr bin Ash, Jabir bin Abdullah Al-
Anshari, dan Abdullah bin Abbas. Pada periode tersebut, para
Sahabat juga selalu menghafal dan mengingat (mudzakaroh,
memorizing) kembali hadis-hadis baik sendiri maupun kelompok,
dan saling membantu antara satu dengan yang lain dalam
menghafal.4Setidaknya terdapat tiga cara yang dilakukan para
sahabat dalam menjaga dan menghafal hadis secara akurat, yaitu
dengan penghafalan, merekam, dan praktik. Yang pertama adalah
penghafalan, para sahabat telah terbiasa untuk mendengar perkataan
nabi, dan memperhatikan perbuatanbeliau dengan sangat hati-hati,
dan di antara para sahabat terbiasa untuk membahas dan
mempelajari ulang apa yang telah disampaikan nabi.

Yang kedua adalah merekam, para sahabat yang memiliki


kemampuan dalam menulis memiliki tugas khusus dalam mencatat
hadis-hadis yang diperoleh dari nabi. Yang ketiga adalah praktik,
para sahabat mempraktikkan apa yang telah mereka dapat dari
nabi.5Ingatan hadis yang telah dimiliki oleh para sahabat tetap
terjaga meskipun Nabi saw telah wafat, Abu Hurairah terbiasa
membagi malam menjadi tiga bagian, sepertiga malam untuk tidur,
sepertiga kedua untuk ibadah, dan sepertiga terakhir untuk
menghafal hadis dan mengingatnya. Umar dan Abu Musa Al-
Asy’ari menghafalkan hadis setiap malamnya sampai pagi hari, hal
yang sama juga dilakukan oleh Ibnu Abbas dan Zaid bin Arqam.
Disisi yang lain juga terdapat para sahabat seperti Ali bin Abi
Thalib, Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, dan Abu Sa’ide Al-Khudri yang
mengajarkan hadis kepada para tabi’in sambil
6
dihafalkannya. Anjuran para sahabat untuk menghafal dan
mengingat-ingat hadis sangat banyak, sebagaimana Ibnu Abbas
berkata, “Apabila kalian mendengar hadis dari padaku, hendaknya
kalian saling mengingat-ingatkan”. Said bin Jubair juga
meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas berkata, “Ingat-ingatlah hadis ini
agar ia tidak hilang, sebab hadis itu tidak seperti Al-Qur’an yang

4
Muhammad Mustafa Azmi, Hadis Nabawi Dan Sejarah Kodifikasinya (Pustaka Firdaus,
1994).
5
Firmansyah.
6
rofatul Mu’awanah Mu’awanah, ‘Perkembangan Hadis Pada Masa Sahabat’, Kaca
(Karunia Cahaya Allah): Jurnal Dialogis Ilmu Ushuluddin, 9.2 (2019), 4–32
<https://doi.org/10.36781/kaca.v9i2.3037>.

5
dipelihara secara keseluruhan oleh Allah. Apabila kalian tidak mau
mengingat-ingat hadis, maka hal itu akan hilang”.7

Pasca penulisan Al-Qur’an selesai dan telah disebarkan ke


daerahdaerah perluasan Islam, sebagian para sahabat mulai
mengkonsentrasikan diri pada al-Sunnah dengan menghafalnya,
mempelajari isi kandungannya dan tidak sedikit yang memulai
menulisnya. Hal itu setelah dipandang bahwa pelarangan tersebut
telah selesai masa berlakunya. Bahkan Abdullah bin Mas’ud
berkata; “Pada masa Rasulullah kita tidak menulis hadis apapun
kecuali menyangkut al-istikharah dan tasyahhud”. Ini
mengindikasikan bahwa penulisan selain Al-Qur’an pada masa
sahabat telah ada walau jumlahnya sangat minim, disamping
menjelaskan bahwa Ibn Masud tidaklah termasuk orang yang
melarang penulisan hadis.

C. Hadis pada Masa Tabi’in

Sejalan dengan pesatnya perluasan wilayah kekuasaan Islam,


penyebaran sahabat-sahabat ke berbagai daerah pun terus meningkat, hal
ini kemudian berimplikasi juga pada meningkatnya penyebaran hadis.
Oleh karena itulah, masa ini dikenal sebagai masa menyebarnya
periwayatan hadis. Ini merupakan sebuah kemudahan bagi para Tabi’in
untuk mempelajari hadis. Metode yang dilakukan para Tabi’in dalam
mengoleksi dan mencatat hadis yaitu melalui pertemuan-pertemuan
dengan para sahabat, selanjutnya mereka mencatat apa yang telah di
dapat dari pertemuan tersebut.8

Jika para sahabat Nabi sudah banyak yang mengoleksi hadis-hadis


Nabi, maka para Tabi’in yang nota benenya para murid sahabat juga
banyak mengoleksi hadis-hadis Nabi bahkan pengkoleksian ini mulai
disusun menjadi suatu kitab yang beraturan. Metode yang dilakukan para
Tabi’in dalam mengoleksi dan mencacat hadis adalah melalui
pertemuan- pertemuan (al-talaqqi) dengan para sahabat selanjutnya
mereka mencatat apa yang didapat dari pertemuan tersebut. Seperti yang
dilakukan Said bin al-Jabir yang mencatat hadis-hadis dari talaqqinya
bersama Ibn Abbas, Abdurrahman bin Harmalah hasil dari talaqqinya
Said bin al-Musayyab, Hammam bin al-Munabbih hasil talaqqi dengan
Abu Hurairah dan lain- lain.9

7
Azmi.
8
Andariati.
9
Irham.

6
Para Tabi’in menerima hadis Nabi dari sahabat dalam berbagai bentuk,
jika disebutkan ada yang dalam bentuk catatan atau tulisan dan ada juga
yang harus dihafal, di samping itu dalam bentuk yang sudah terbentuk
dalam ibadah dan amaliah para sahabat, lalu Tabi’in menyaksikan dan
mengikutinya. Dengan demikian, tidak ada satu hadis pun yang tercecer
apalagi terlupakan. Perihal menulis hadis, di samping melakukan hafalan
secara teratur, para Tabi’in juga menulis sebagian hadis-hadis yang telah
diterimanya. Selain itu, mereka juga memiliki catatan-catatan atau surat-
surat yang mereka terima langsung dari para sahabat sebagai gurunya.10

2.2 Sejarah Perkembangan Pembukuan Hadis


Rasulullah SAW menghimbau umatnya untuk senantiasa menyampaikan
ilmu, mengarahkan pada metode penyampaian ilmu tersebut, dan berwasiat
agar menyebarkan ilmu pengetahuan. Beliau bukan hanya sebagai nabi,
melainkan memiliki peran sebagai seorang pemimpin, pengajar, hakim, mufti
dan pendidik. Beliau memusatkan kegiatan pada masa awal di masjid, selain
sebagai tempat ibadah, proses belajar mengajar, dan tempat para sahabat
untuk menimba ilmu dan fatwa yang disampaikan Nabi.

Periode awal ini disebut dengan ―Asru al-wahyi wa takwin” yaitu masa
turun wahyu dan pembentukan masyarakat Islam, yang terjadi pada masa
Rasulullah Saw. Pada masa awal ini Nabi Muhammad Saw setidaknya
memberikan beberapa kebijakan terkait dengan penulisan hadis, di antaranya:

1. Rasulullah Saw memerintahkan kepada para sahabat untuk menghafal dan


menyampaikan/menyebarkan hadis-hadisnya.

2. Rasulullah Saw melarang para sahabatnya untuk menulis hadis, untuk


menjaga kemurnian ayat-ayat Al-Qur’an.

3. Rasulullah Saw memerintahkan sahabat untuk menulis Hadis-hadisnya. 11

Pada masa awal Rasulullah menyampaikan hadis, beberapa sahabat

membuat
catatan-catatan pribadi terkait hadis yang disampaikan Nabi, catatan tersebut
dituliskan di kertas, kulit binatang, dan papirus. Beberapa sahabat yang
tercatat memiliki catatan-catatan hadis adalah Jabir ibn Abdillah, Ali ibn Abi
Thalib, Abu Hurairah, dan Abdullah ibn Umar.

10
Utang Ranu Wijaya, ‘Ilmu Hadis’, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1996.
11
MUHAJIRIN.

7
Periode kedua adalah zaman Khulafa Ar-Rasyidin, masa ini dikenal
sebagai masa pembatasan hadis (kehati-hatian) dan pengurangan riwayat atau
periode ;‫الرواية من واالقالل النشبت زمن‬.

Usaha yang dilakukan oleh para sahabat dalam membatasi periwayatan


semata-mata karena kekhawatiran akan terjadinya kekeliruan, hal ini
dikarenakan situasi politik yang sedang tidak kondusif, bahkan muncul fitnah
di kalangan umat Islam itu sendiri. Para sahabat dalam meriwayatkan hadis
menggunakan dua cara:lafdzi dan ma’nawi. Periwayatan dengan lafadz
adalah kalimat yang diriwayatkan para sahabat sama persis dengan apa yang
disampaikan oleh Rasulullah saw, sedangkan periwayatan dengan ma’nawi
yaitu kalimat yang digunakan memiliki perbedaan dengan apa yang
disampaikan oleh Nabi, akan tetapi memiliki kesamaan makna.

Keseriusan para sahabat dalam menulis, menghafal dan mengumpulkan


hadis terlihat dari cara mereka untuk bertanya kepada para sahabat yang lebih
tua usianya, seperti cucu yang bertanya kepada kakeknya terkait hadis-hadis
yang pernah disampaikan Nabi, hal ini cukup lumrah ditemui pada masa itu.
Sahabat yang paling produktif dalam mengumpulkan dan meriwayatkan hadis
adalah Abu Hurairah, meskipun beliau hanya tiga tahun mengenal Nabi,
namun beliau menjadi rujukan terbesar dengan 5.300 hadis yang beliau
riwayatkan, kemudian ada Abdullah ibn Umar yang berusia dua puluh lima
tahun ketika Nabi wafat, beliau adalah sumber terbesar kedua setelah Abu
Hurairah dengan 2.600 yang beliau riwayatkan, selanjutnya ada Ibnu Abbas,
beliau berusia empat belas tahun ketika Nabi wafat, tercatat beliau telah
meriwayatkan 1.700 hadis.12

Dari Urwahbin Az-Zubairbahwasanya Umarbin Al-Khatthab ingin menulis


sunah-sunah Nabi, lalu beliau meminta fatwa dari para sahabat tentang hal
itu. Mereka menyarankan untuk menulisnya. Kemudian Umar beristikharah
selama sebulan. Hingga pada suatu pagi, beliau akhirnya mendapatkan
kemantapan hati, lalu berkata, "Suatu ketika aku ingin ·menulis sunah-sunah,
dan aku ingat suatu kaum terdahulu mereka menulis buku dan meninggalkan
Kitabullah. Demi Allah, aku tidak akan mengotori Kitabullah dengan suatu
apa pun”.13

Hal ini mengindikasikan bahwa keinginan Umar untuk menulis hadis dan
mengumpulkan hadis ke dalam satu buku, akan tetapi beliau khawatir umat
Islam akan lalai kepada al-Qur’an danlebih fokus mempelajari hadis, beliau
juga khawatir akan tercampurnya hadis dengan al-Qur’an.

12
Jonathan A C Brown, Hadith: Muhammad’s Legacy in the Medieval and Modern World
(Simon and Schuster, 2017).
13
Al-Qaththan.

8
periode ketiga ini penulisan dan pembukuan hadis dilakukan secara resmi,
beliau memerintahkan Gubernur Madinah kala itu Abu Bakar Muhammad
Amr ibn Hazm untuk menulis dan membukukan hadis yang kemudian
kebijakan beliau ditindak lanjuti oleh para ulama di beberapa daerah.

2.3 Metode Pembukuan Hadis

Para ulama memiliki beberapa metode dalam penyusunan hadis, metode


tersebut meliputi beberapa hal.

1. Metode Masanid

Al-Masanid merupakan bentuk jamak dari sanad, artinya adalah buku-


buku yang berisi tentang kumpulan hadis para sahabat secara tersendiri,
baik hadis tersebut dhaif, shahih, atau hasan. Al-Masanid karya para
ulama berjumlah sangat banyak, adapun musnad-musnad yang paling
terkanal adalah: a) Musnad Abu Dawud Sulaiman bin Dawud
AtThayalisi (w.204 H); b) Musnad Abu Bakar ‘Abdullah bin Az-Zubair
Alhumaidy (w.219 H); c) Musnad Imam Ahmad bin Hanbal (w.241 H);
d) Musnad Abu Bakar ahmad bin Amru Al-Bazzar (w.292 H); dan e)
Musnad Abu Ya’la Ahmad bin Ali Al-Mutsanna Al-Mushili (w.307 H).14

2. Al-Ma’ajim

Al-Ma’ajim adalah bentuk jamak dari mu’jam. Adapun menurut istilah


para ahli hadis, Al-Ma’ajim adalah buku yang berisi kumpulan hadis-
hadis yang berurutan berdasarkan nama-nama sahabat, atau guru-guru
penyusun, atau negeri, sesuai dengan hijaiyah30. Kitab-kitab Mu’jam
yang terkenal, antara lain: a) Al-Mu’jam Al-Kabir karya Abul Qasim
Sulaiman bin Ahmad At-Thabarani (w.360 H); b) Al-Mu’jam Al-Awsat
karya Abdul Qasim Sulaiman bin Ahmad. At-Thabarani; c) Al-Mu’jam
Ash-Shaghir karya At-Thabarani; dan d) Mu’jam Al-Buldan karya Abu
Ya’la Ahmad bin’Ali Al- Mushli (w.307H).15

14
Hamdalah and Kahmad, IV.
15
Al-Qaththan.

9
3. Al-Jawami’

Al-Jawami’ bentuk jamak dari jaami’. Jawami’ adalah karya hadis


yang disusun dan dibukukan penulisnya terhadap semua
pembahasan agama. Hal yang dapat kita temukan dalam kitab ini
adalah pembahasan tentang iman (akidah), bersuci, ibadah,
muamalat, pernikahan, sirah, riwayat hidup, tafsir, adab, penyucian
jiwa, fitnah, dan sebagainya.16

4. Pembahasan Fikih

Karya para ahli hadis ini tidak mencakup keseluruhan pembahasan


agama, akan tetapi hanya sebagian besarnya saja, khususnya
membahas masalah fikih. Metode yang dipakai dalam penyusunan
kitab ini adalah dengan menyebutkan bab-bab Fikih secara
berurutan, dimulai dengan kitab Thaharah, kemudian kitab Shalat,
Ibadah, Muamalat, dan seluruh bab yang berkenaan dengan hukum
dan fikih. Terkadang disebut pula judul yang tidak berhubungan
dengan masalah fikih seperti: kitab Iman, atau Adab. Di antara karya
yang terkenal dengan metode ini adalah As-Sunan, Al-Mushannafat,
dan Al-Muwaththa’at. As-Sunan adalah kitab-kitab yang disusun
berdasarkan bab-bab tentang fikih, kitab-kitab ini hanya memuat
hadis yang marfu’ agar dijadikan sebagai sumber bagi para ahli fikih
dalam mengambil kesimupulan hukum. As-Sunan berbeda dengan
Al-Jawami’. Sedangkan Al-Mushanafat merupakan jamak dari
mushannaf. Menurut istilah para ahli hadis, Al-Mushanafat adalah
sebuah kitab yang disusun berdasarkan urutan bab-bab tentang fikih.
Adapun AlMuwaththa’at merupakan jamak dari muwaththa’.
Menurut istilah para ahli hadis, Al-Muwaththa’at adalah sebuah
kitab yang tersusun berdasarkan urutan bab-bab fikih dan mencakup
hadis-

1
16
Ina Alif Hamdalah and Dadang Kahmad, ‘History of Hadith Writing, Memorization and
Bookkeeping’, in Gunung Djati Conference Series, 2021, IV, 373–84.

1
hadis marfu’, mauquf, dan maqthu’, sama seperti Mushanaf,
meskipun namanya berbeda.

5. Kitab Sahih

Selain metode-metode penyusunan yang telah disebutkan di atas,


sebagian ulama tetap komitmen menyusun kitab-kitab shahih, di
antaranya: Shahih Al-Bukhari, Shahih Muslim, Al-Muwaththa'
karya Imam Malik, dan Al-Mustadrak karya Al-Hakim. Selain
kitab-kitab ini, ada beberapa kitab yang disusun dengan kriteria
shahih oleh penulisnya:

1. "Shahih Ibnu Khuzaimah" karya Abi Abdillah Muhammad bin


Ishaq bin Khuzaimah bin Al-Mughirah As-Sulami An-Naisaburi,
guru Ibnu Hibban (wafat 311 H).

2. "Shahih Ibnu Hibban" karya Abu Hatim Muhammad bin Hibban


(wafat 354 H). As-Sakhawi berkata, "Ada yang mengatakan bahwa
buku yang paling shahih setelah (Shahih) Bukhari dan Muslim
adalah: Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban.

6. Karya Tematik

Terdapat beberapa ahli hadis yang menyusun kitab-kitab tematik


yang terbatas pada hadis-hadis tertentu yang berhubungan dengan
tema tertentu, di antara karya tersebut adalah:

1. At-Taghrib wa At-Tarhib, kitab hadis ini berisikan kesimpulan


tentang targhib (motivasi) terhadap perintah agama, atau tarhib
(ancaman) terhadap larangan-Nya. Di antara karya-karya tentang hal
tersebut antara lain: At-Targhib wa At-Tarhib karya Zakiyuddin
Abdul Azhim bin Abdil Qawiy Al-Mundziri (wafat 656H) dan
Targhib wa At-Tarhib karya Abi Hafsh Umar bin Ahmad, yang
dikenal dengan nama Ibnu Syahin (wafat 385H).

1
2. Buku tentang zuhud, keutamaan amal, adab, dan akhlak, antara
lain:

a. Kitab Az-Zuhd karya Imam Ahmad bin Hanbal (wafat 241H)

b. Kitab Az-Zuhd karya Abdullah bin Al-Mubarak (wafat 181


H),

c. Kitab Akhlaq An-Nabi karya Abi Syaikh Abi Muhamad


Abdullah bin Muhamad Al-Ashbahani (wafat 369 H)

d. Kitab Riyadh As-Shalihin min Kalam Sayyid Al-Mursalin


karya Abi Zakaria YahyabinSyarafAn-Nawawi (wafat 676 H).

7. Kumpulan Hadis Hukum Fikih (Kutubul Ahkam)

Yaitu buku-buku karya ahli hadis yang memuat hadis-hadis


hukum fikih saja, di antaranya adalah: Al-Ahkam karya Abdul
Ghani bin Abdul wahid Al-Maqdisi (w.600 H), Undatul Ahkam
‘an Sayyidil Anam karya Al-Maqdisi juga, Al-Imam fi Hadis
Al- Ahkam karya Muhammad bin Ali, yang dikenal dengan
ibnu Daqiq Al-‘Ied (w.702 H), Al-Imam bi Ahadits Al-Ahkam
karya Ibnu Daqiq Al-‘Ied juga, ringkasan dari kitab
AlImam,Al- Muntaqa fi Al-Ahkam karya Abdus Salam bin
Abdullah bin Taimiyah Al-Harrani (w.652 H), dan Bulughul
Maram min Asillatil Ahkam karya Al-Hafizh Ahmad bin Ali
bin Hajar Al- ‘Asqalani (w.852 H).

8. Merangkaikan Al-Majami’

Al-Majami’ merupakan bentuk jamak dari majma’, yaitu kitab


yang berisi kumpulan beberapa mushannaf dan disusun
berdasarkan urutan mushannaf yang telah dikumpulkan
tersebut. Di antara majami’ yang terkenal adalah: a) Jami’ Al-
Ushul min Ahadits Ar-Rasul karya Abu As-Sa’dat (wafat
606H). b) Majma' Az-Zawa'idwa Manba'u Al-Fawa'id, karya
Al-Hafizh Alibin Abu

1
Bakar Al-Haitsami (wafat 807H). c) Jam'u Al-Fawa'id min
Jami' Al-Ushul wa Majma'Az-Zawa'id, karya Muhammad bin
Muhammad bin Sulaiman Al-Maghribi (wafat 1094 H).

9. Al-Ajza’

Merupakan jamak dari juz, yaitu setiap kitab kecil yang berisi
kumpulan riwayat seorang perawi hadis, atau yang berhubungan
dengan salah satu permasalahan secara terperinci, seperti juz’u
Marawahu Abu Hanifah ‘An Ash-Shahabah karya Ustadz Abu
Ma’syar Abdul Karim bin Abdus Shamad Ath-Thabari, Juz’u
Raf’al- Yadain Fi As-Shalat karya Al-Bukhari.

10. Al-Athraf

Yaitu kitab yang hanya menyebutkan sebagian hadis yang dapat


menunjukkan lanjutan hadis yang dimaksud, kemudian
mengumpulkan seluruh sanadnya, baik sanad satu kitab ataupun
sanad dari beberapa kitab. Para penulis biasanya menyusun
urutannya berdasarkan musnad para sahabat dengan susunan nama
sesuai huruf- huruf hijaiyah, lalu menyebutkan pangkal hadis yang
dapat menunjukkan ujungnya39. Di antara kitab-kitab Athraf yang
terkenal adalah: 1) Athrafu Ash-Shahihain, karya Muhammad
Khalaf bin Muhammad Al-Wasithj (wafat401 H). 2). Al-Isyraf' Ala
Ma'rifati Al- Athraf atau Athraf As-Sunan Al-Arba'ah-karya
Al~Hafizh Abul Qasim Ali bin Hasan, (wafat 571 H). 3). Tuhfatul
Asyraf bi Ma'rifatil Athraf, atau Athraf Al-Kutub As-Sittah, karya
Al Hafizh Abul Hajjaj Yusuf bin Abdurrahman Al-Mizzi (wafat 742
H). 4). Ithaful Maharah bi Athrafil Asyarah, karya Al Hafizh Ahmad
bin Ali lbnu Hajar Al- 'Asqalani (wafat 852 H). 5). Athraf Al-
Masanid Al-Asyarah, karya Abul Abbas Ahmad bin Muhammad Al-
Buwaishiri (w 840 H). 6). Dzakha'ir Al-Mawarits Ji Ad-Dalalah 'Ala
Mawadhi' Al-Hadits, ini merupakan kumpulan athraf kutubus sittah
dan Muwaththa' Imam Malik, karya .Abdul Ghani An-Nabulsi
(wafat 1143 H).

1
11. Kumpulan Hadis Masyhur

Pada beberapa periode, para ulama banyak memperhatikan


penulisan hadis-hadis yang masyhur diucapkan di kalangan
masyarakat, lalu merekamenjelaskan derajat hadis tersebut dari segi
dhaif atau maudhu'nya, atau yang tidak jelas asalnya, meskipun
sudah sedemikian masyhur. Di antara ulama juga ada yang
memperhatikan penulisan hadis palsu secara khusus.

12. Az-Zawa’id

Adalah karya yang berisi kumpulan hadis tambahan terhadap hadis


yang ada pada sebagian kitab yang lain. Karya yang terkenal dalam
bidang ini, antara lain Mishbah Az-Zujajah fi Zawa’id Ibnu Majah
karya Abu Abbas Ahmad bin Muhammad Al-Bushairi (w.84 H).

1
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Para sahabat dalam menjaga dan menghafal hadis secara akurat, yaitu
dengan penghafalan, merekam, dan praktik. Yang pertama adalah
penghafalan, para sahabat telah terbiasa untuk mendengar perkataan nabi, dan
memperhatikan perbuatan beliau dengan sangat hati-hati, dan di antara para
sahabat terbiasa untuk membahas dan mempelajari ulang apa yang telah
disampaikan nabi. Yang kedua adalah merekam, para sahabat yang memiliki
kemampuan dalam menulis memiliki tugas khusus dalam mencatat hadis-
hadis yang diperoleh dari nabi. Yang ketigaadalah praktik, para sahabat
mempraktikkan apa yang telah mereka dapat dari nabi.

Perkembangan hadis pada Rasulullah masyarakat umat Islam masih


terbilang kurang memahami hadis maupun menulis hadis. Pada masa ini
Rasulullah selalu menekankan kepada sahabat agar selalu memahami hadis
dan menyampaikanya kepada umat Islam. Salah satu kebijakan terbesar Nabi
terkait pemeliharaan hadis adalah dengan memerintahkan para shahabat
untuk menghafal.

Pada masa awal penulisan, para ahli hadis telah mengingatkan adanya
masalah penulisan hadis, di antaranya yang pernah dilakukan oleh: Urwah,
Al- Akhfasy, Al-Qa’nabi, Yahya bin Abu Katsir. Oleh karena itu ahli-ahli
hadis selalu berusaha dengan semaksimal mungkin untuk memperlihatkan
kembali tulisan tulisan atau catatan-catatan hadis kepada gurunya seraya
mengoreksinya kembali. Cara untuk mengoreksi hadis tersebut terdapat dua
macam, yaitu seorang murid mengoreksinya sendiri dengan bantuan teman-
temannya, atau ia mengoreksinya dengan bantuan gurunya.

Dalam pembukuan hadis ada beberapa periode yaitu dintaranyan Periode


Pra Khulafa' Ar-Rasyidin pada masa ini, tersebarnya periwayatan hadits ke
pelosok-pelosok daerah Jazirah Arab, perlawatan untuk mencari hadits pun
menjadi ramai. Karena meningkatnya periwayatan hadits, muncullah
bendaharawan dan lembaga-lembaga hadit di berbagai daerah di seluruh
negeri. Periode Abad II dan III Hijriah hingga sampai Periode (656 H-
Sekarang).

3.2 Saran
Makalah ini memang belum sempurna dan perlu ditingkatkan untuk
manfaat dan keefektifan di sarankan untuk makalah selanjutnya memberikan
lebih banyak materi yang lebih baru dan pembahasan lebih banyak lagi.

1
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qaththan, Syaikh Manna, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an (Pustaka Al-


Kautsar, 2018)

Andariati, Leni, ‘Hadis Dan Sejarah Perkembangannya’, Diroyah : Jurnal Studi


Ilmu Hadis 4.2 (2020) <https://doi.org/10.15575/diroyah.v4i2.4680>

Azmi, Muhammad Mustafa, Hadis Nabawi Dan Sejarah Kodifikasinya (Pustaka


Firdaus, 1994)

Brown, Jonathan A C, Hadith: Muhammad’s Legacy in the Medieval and Modern


World (Simon and Schuster, 2017)

Firmansyah, Siddik, ‘KRITIK ATAS LITERATUR MASA AWAL


PEMBUKUAN (Metodologi Sejarah Kodifikasi Hadis Ulama Klasik)’, Holistic
Al-Hadis, 7.2 (2021), 137 <https://doi.org/10.32678/holistic.v7i2.5320>

Hamdalah, Ina Alif, and Dadang Kahmad, ‘History of Hadith Writing,


Memorization and Bookkeeping’, in Gunung Djati Conference Series, 2021, IV,
373–84

Hashim, Ahmad Umar, ‘As-Sunnah An-Nabwiyah’ (Fajalah: Maktabah Gharib,


1980)

Iram, Masturi, ‘Sistematika Kodifikasi Hadis Nabi Dari Tinjauan Sejarah’, Addin,
7.2 (2015) <https://doi.org/http://dx.doi.org/10.21043/addin.v7i2.579>

Isnaeni, Ahmad, ‘Pemikiran Goldziher Dan Azami Tentang Penulisan Hadis’,


Kalam, 6.2 (2017), 363 <https://doi.org/10.24042/klm.v6i2.411>

Mu’awanah, Arofatul Mu’awanah, ‘Perkembangan Hadis Pada Masa Sahabat’,


Kaca (Karunia Cahaya Allah): Jurnal Dialogis Ilmu Ushuluddin, 9.2 (2019), 4–
32 <https://doi.org/10.36781/kaca.v9i2.3037>

Muhajirin, D R, ‘Ulumul Hadits II’ (Dr. Muhajirin, MA, 2021)

Muhtador, Mohammad, ‘Sejarah Perkembangan Metode Dan Pendekatan Syarah


Hadis’, Riwayah : Jurnal Studi Hadis, 2.2 (2018), 259
<https://doi.org/10.21043/riwayah.v2i2.3130>

Setiawan, Agus, and Ika Ratih Sulistiani, ‘Pendidikan Nilai, Budaya Dan
Karakter Dalam Pembelajaran Matematika Dasar Pada Sd/Mi’, Elementeris :
Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar Islam, 1.1 (2019), 33–41
<https://doi.org/10.33474/elementeris.v1i1.2767>

1
Thahawi, Kitab Musnad At-, and Lailiyatun Nafisah, ‘147 | Jejak Penulisan Hadis
Di Mesir Abad Ke 2-3 H’, 12, 147–56

Wijaya, Utang Ranu, ‘Ilmu Hadis’, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1996

Anda mungkin juga menyukai