Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Pembagian Hadits

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 16

BAB II

PEMBAHASAN
Pembagian hadis adalah suatu kegiatan yang bertujuan memisahkan atau
mengklasifikasikan suatu hadis dengan hadis lain berdasarkan sanad, matan, dan
rawi. Pada dasarnya pembagian hadis disesuaikan dengan periwayatan karena itu
dalam pembagiannya hadis di dasarkan pada sanad, matan, dan perawi.
Untuk mengetahui jenis dan macam-macam hadis tersebut didasarkan
pada: 1) jumlah rawi, 2) Diterima atau Ditolaknya (Kualitas), 3) Sumber Matan,
4) Teknis Penyampaian. (Fathurahman, 1974:20)

A. Pembagian hadis berdasarkan jumlah rawi


Di tinjau dari jumlah rawi, hadis teerbagi dua macam: Hadis Mutawatir
dan Hadis Ahad (Fathurahman, 1974:23).
1. Hadis Mutawatir
Kata mutawatir Menurut lughat ialah mutatabi yang berarti suatu yang
datang berikut dengan kita atau yang beriringan antara satu dengan lainnya
tanpa ada jarak. (Ahmad bin Muhammad al-Fayyumi, 1978:321)
Sedangkan menurut istilah ialah suatu hasil hadis tanggapan pancaindera,
yang diriwayatkan oleh sejumlah besar rawi, yang menurut kebiasaan mustahil
mereka berkumpul dan bersepakat untuk dusta.
Syarat syarat Hadis Mutawatir:
Pewartaan yang disampaikan oleh rawi-rawi tersebut harus
berdasarkan pancaindera, yakni warta yang mereka sampaikan itu
harus benar-benar hasil pendengaran atau pendengaran sendiri.
Jumlah rawinya harus mencapai kuantitas tertentu sehingga tidak
mungkin mereka bersepakat untuk berdusta. Dengan demikian,
jumlahnya adalah relatif, tidak ada batas tertentu. Menurut Abu-
Thayib, jumlah perawinya empat orang, Ashhab Asy-Syafii
menyatakan lima orang, dan ulama lain menyatakan mencapai dua
puluh empat puluh orang.

1
Adanya keseimbangan jumlah antara para rawi dalam thabaqah
pertama dengan jumlah rawi dalam thabaqah berikutnnya.
(M. Agus Solahudin, dan Agus Suyadi, 2009:130)
Klasifikasi Hadis Mutawatir
a) Hadits Mutawatir Lafzi adalah hadis yang diriwayatkan oleh orang banyak
yang susunan redaksi dan maknanya sesuai benar antara riwayat yang satu
dan lainnya, yakni; Hadis yang sama bunyi lafazh, hukum, dan maknanya.
Contoh hadits mutawatir lafdzi :
Rasulullah SAW bersabda, Barang siapa yang sengaja berdusta atas
namaku, maka hendaklah ia bersedia menduduki tempat duduk di
neraka.
Hadits ini diteliti oleh para peneliti hadits. Menurut Abu Bakar Al Bazzar,
hadits tersebut diriwayatkan oleh 40 orang sahabat
(Fatchur Rahman, 1995:63)
Kemudian menurut Imam Nawawi dalam kitab Minhajul Muhadditsin
menyatakan bahwa hadits itu diterima oleh 200 orang sahabat.
Selanjutnya, Al Iraqi menyebutkan bahwa lafadz hadits tersebut
diriwayatkan oleh lebih dari 70 sahabat. Tapi yang semakna dengan hadits
ini telah diriwayatkan oleh 200 orang sahabat sebagaimana yang telah
dijelaskan oleh Imam Nawawi.
Dapat kami simpulkan jika dilihat dari jumlah rawinya dan diriwayatkan
secara lafdzi, maka dapat dipastikan bahwa hadits diatas adalah hadits
Mutawatir Lafdzi.
b) Hadits Mutawatir Manawi adalah hadis yang lafazh dan maknanya
berlainan antara satu riwayat dan riwayat lainnya, tetapi terdapat
persesuaian makna secara umum (kulli). Sebagaimana dinyatakan dalam
kaidah ilmu Hadis; Hadis yang berlainan bunyi dan maknanya, tetapi
dapat diambil makna umum. Contoh hadis mutawatir manawi:
Nabi SAW tidak mengangkat kedua tangannya dalam doa-doa beliau,
kecuali dalam shalat istisqo, dan beliau mengangkat tangannya hingga
tampak putih-putih kedua ketiaknya. (HR. Bukhari)

2
Hadits tersebut semakna dengan hadits yang ditakhrijkan oleh Imam
Ahmad, Al Hakim, dan Abu Daud yang artinya :
Rasulullah SAW mengangkat tangan sejajar dengan kedua pundak
beliau.
Menurut penelitian para ahli hadits, hadits yang semakna dengan hadits
tersebut jumlahnya relatif banyak, yaitu lebih dari 30 buah dengan redaksi
yang berbeda.
(Asep Herdi, 2010:67)
c) Hadits Mutawatir Amali adalah hadits mutawatir yang menyangkut
perbuatan Rasulullah SAW yang disaksikan dan ditiru tanpa perbedaan
oleh orang banyak, kemudian juga dicontoh dan diperbuat tanpa perbedaan
oleh orang banyak pada generasi berikutnya.
Diantara contohnya adalah hadits-hadits yang berkenaan dengan
pelaksanaan waktu salat-salat fardlu, jumlah rakaat salat fardlu, salat
jenazah, salat id, dan kadar harta yang wajib dikeluarkan, dan
sebagainya.
(H. Maslani dan Ratu Suntiah, 2012:46)
Dapat kami simpulkan, hadits mutawatir amali identik dengan sunnah
Rasulullah SAW, yakni segala hal yang sering dilakukan Rasulullah dan
diikuti umatnya, dari zaman ke zaman dan dari generasi ke generasi. Jadi
sudah menjadi pranata sosial keagamaan yang berlaku setiap zaman.
Hadis-hadis yang semakna dengan hadis tersebut banyak sekali, lebih dari
100 hadis.

Kitab-kitab tentang Hadits-hadits Mutawatir


Sebagian ulama telah mengumpulkan hadits-hadits mutawatir dalam
sebuah kitab tersendiri. Di antara kitab-kitab tersebut adalah:
Al-Azhar Al-Mutanatsirah fi al-Mutawatirah, karya As-Sauyuti, berurutan
berdasarkan bab.
Qathf Al-Azhar, karya As-suyuti, ringkasan dari kitab di atas.

3
Al-Laali Al-MUtanatsirah fi Al-Ahadits Al-Mutawatirah, karya Abu
Abdillah Muhammad bin Thulun Ad-Dimasyqi.
Nazhm Al-Mutanatsirah min Al-Hadits Al-Mutawatirah, karya Muhammad
bin Jafar Al-Kattani.
(M.Agus Solahudin dan Agus Suyadi Lc, 2009:130-132)
Keadaan Hadits Mutawatir
Menurut Muhadditsin, hadits mutawatir memberikan faedah ilmu
daruri, yakni keharusan untuk menerima sesuatu yang diberitakan oleh
hadits mutawatir secara bulat karena ia membawa keyakinan yang QothI
(absolute, mutlak). Diyakini bahwa Nabi Muhammad benar-benar
bersabda atau mengerjakan sesuatu yang diriwayatkan oleh perawi-
perawi mutawatir.
( M. Hasbi Ash Shiddieqy, 1993:200-201.)
Dengan demikian dapat kami simpulkan bahwa penelitian terhadap
rawi-rawi hadits mutawatir tentang keadilan dan kedabitannya tidak
diperlukan lagi karena kuantitas dan kualitas rawi-rawinya mencapai
ketentuan yang dapat menjamin untuk tidak bersepakat berdusta. Oleh
karena itu, setiap muslim selayaknya menerima dan mengamalkan semua
hadits mutawatir dalam setiap amal ibadah sehari-hari.

2. Hadis Ahad
Hadis ahad adalah hadis yang para rawinya tidak sampai pada jumlah rawi
mutawatir, tidak memenuhi peersyaratan mutawatir dan tidak pula mencapai
derajat mutawatir . (Mudasir,2008:117)
Berdasarkan jumlah rawi tiap-tiap thabaqah, maka hadis ahad dapat dibagi
pada dua macam :
a) Hadis Masyhur
Definisi Hadis Masyhur adalah :

4
hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih (dalam satu
thabaqatnya) namun belum mencapai derajat Mutawatir.
Contohnya: Barang siapa pergi sholat Jumat maka hendaklah dia
mandi (Riwayat Al-Jamaah).
Hadis masyhur biasa juga disebut hadis Mustafidh, walaupun terdapat
perbedaan yakni bahwa pada hadis Mustafidh jumlah rawinya tiga orang atau
lebih, sejak thobaqah pertama, kedua sampai terakhir sedangkan hadis masyhur
jumlah rawinya untuk setiap thabaqah tidak harus tiga orang. Jadi, hadis
thabaqah pertama atau kedua hanya diriwayatkan oleh banyak rawi, maka
hadis itu adalah termasuk juga hadis Masyhur.
Hadis Masyhur ada yang shahih dan ada pula yang dlaif. Kriteria dari
suatu hadis tidaklah identik dengan shahihnya, sebab peninjauan shahih dan
tidaknya suatu hadis adalah tergantung pada shahih tidaknya rawi, jalan
periwayatan (sanad) dan keadaan matannya, bukan pada kemasyhurannya.
Bahkan isilah Masyhur bagi suatu hadis adakalanya bukan karena jumlah
rawi, tetapi berdasarkan pada sifat ketenarannya di kalangan para ahli ilmu
tertentu atau dikalangan masyarajat.
Dari segi ini, makna hadis ahad masyhur tersebut teerbagi pada :
Masyhur di kalangan muhaditsin dan lainnya, seperti hadis: seorang
muslim itu ialah orang yang menyelamatkan sesama muslim lainnya
dari gangguan lidah dan tangannya (al-Bukhari Muslim)
Masyhur di kalangan ahli ilmu tertentu: Ahli Fiqh, Nahwu, Ushul Fiqh,
Tassawuf dan lain-lannya, seperti hadis yang masyhur dikalangan
ulama fiqh saja yaitu: Tidaklah sah sholat bagi orang yang berdekatan
dengan mesjid, selain sholat didalam mesjid (al-Daruqutni)
Masyhur dikalangan orang umum, seperti hadis: Bagi si peminta-minta
ada hak, walaupun datang dengan kuda (Ahmad dan al-Nasai).
(Mudasir,2008:118)
b) Hadis Aziz
Definisi Hadis Aziz adalah :

5


Kata Aziz menurut istilah yaitu hadits yang perawinya kurang dari
dua orang dalam semua thabaqat sanad. Hadis aziz bukan hanya
diriwayatkan oleh dua orang rawi pada setiap thabaqahnya, tapi selagi
pada salah satu thabaqah didapati dua orang rawi, maka hadis tersebut
dinamakan hadis Aziz.
Hadis aziz pada thabaqah pertama:
kami adalah orang-orang terakhir di dunia yang terdahulu pada hari
kiamat (Ahmad dan Al-Nasai). Hadits tersebut di riwayatkan oleh dua
orang sahabat (thaqah) pertama yakni Huzaifah Ibn Al-yaman dan Abu
Hurairaah. Hadis tersebut pada thabaqah kedua sudah menjadi masyur
sebaab melalui priwayatan Abu Hurairah, hadis tersebut diriwayatkan oleh
tujuh orang Abu Salamah, Abu Hazim, Thawus, Al-Araaz, Abu Shahih,
Human dan Abad Al-Rahman.
Hadis Aziz pada thabaqah kedua:
tidak sempurna iman seorang dirimu sehingga aku lebih dicintainya
daripadda ia mencitai diri sendiri, orang tuanya, anak-anaknya dan
manusia seluruhnya (mutafaq Alaih). Hadits tersebut diterima oleh
sahabat Anas Ibn Malik (thabaqh pertama), kemudian diterima oleh
Qatadah dan Abd Al-Aziz (thabaqh kedua).
(Endang Soetari, 2008:137)
c) Hadist Gharib
Definisi Hadis Gharib adalah :



Hadist gharib merupakan salah satu bagian dari hadis ahad selain
hadis masyur dan hadis aziz.
Hadits gharib secara bahasa berarti menyendiri, atau jauh dari
teman-temannya. Secara perawinya menyendiri dalam meriwayatkan
hadist.
Hadist gharib adalah hadist yang seorang perawinya menyendiri
atau terpisah dalam meriwayatkan hadits, baik dalam seluruh thabaqt,

6
sekalipun pada satu thabaqt. Dan tidak berpengaruh jumlah perawi
yang banyak dalam thabaqt yang lin, karena yang dijadikan acuan dan
standar adalah thabaqt yang paling sedikit jumlah perawinya.
Ada juga yang mengtakan bahwa hadits gharib adalah hadits yang
diriwayatkan oleh seorang perawi yang menyendiri dalam periwayatannya,
tanpa ada orang lain yang meriwayatkan (Mudasir, 2008:120)
Pembagian hadist gharib ada dua macam yang dilihat dari penyendiria
rowi yaitu:
Gharib Mutlak
Yang di maksud gharib mutlak adalah hadist yang diriwayatkan oleh
seorang saja rowi-rowi lah. Jadi penyendirian itu terjadi berkaitan
dengan keadaan jumlah personalinya, yakni tidak ada orang lain yang
meriwayatkan hadis tersebut kecuali dirinya sendiri.
Gharib Nisbi
Disebut gharib nisbi artinya gharib yang relatif maksudnya adalah
penyendirian itu bukan pada perawi atau sanadnya melainkan
mengenai sifat atau keadaan tertentu yang berbeda dengan perawi
lainnya.

Jenis-jenis Hadis Gharib Nisbinnya


Ke gharibanya dinisbahkan kepada rawi yang tsiqah (terpercaya) seperti
pernyataan mereka, tidak diriwayatkan oleh seorang pun rawi tsiqah
kecuali si fulan.
Ke gharibannya karena diriwayatkan oleh rawi tertentu dari rawi tertentu.
Seperti pernyataan mereka, diriwayatkan secara menyendiri oleh fulan
dari fulan, meskipun diriwayatkan dari arah lain selain dia.
Ke gharibannya pada penduduk negeri tertentu atau penghuni tertentu.
Seperti pernyataan mereka. diriwayatkan secara menyendiri oleh
penduduk mekkah, atau oleh penduduk syam.
Ke gharibannya karena diriwayatkan oleh penduduk negeri tertentu dari
penduduk negeri tertentu pula. Seprti pernyataan mereka, diriwayatkan
secara menyendiri oleh penduduk bashrah dari penduduk madinah, atau
diriwayatkan secara menyendiri oleh penduduk syam dari penduduk
Hijaz.

7
Keadaan Hadis Ahad
Dikalangan para ulama ahli hadis terjadi perbedaan pendapat
mengenai kedudukan hadis ahad untuk digunakan sebagai landasan
hukum. Sebagian ulama haids berkeyakinan bahwa hadis ahad tidak
bisa dijadikan landasan hukum untuk masalah akidah. Sebab, menurut
mereka hadis ahad bukanlah qati as-tsubut (pasti ketetapannya). Namun
menurut para ahli hadis yang lain dan mayoritas ulama, bahwa hadis
ahad wajib diamalkan jika telah memenuhi syarat keshahihan hadis
yang telah disepakati.

B. Pembagian Hadits Berdasarkan Diterima dan Ditolaknya (Kualitas)


1. Hadits Shahih
Definisi Hadis Shahih :




Hadis shahih yaitu hadis yang bersambung-sambung sanadnya yang
dipindahkan (diriwayatkan) oleh orang yang adil dan kokoh ingatan dari yang
seumpamanya; tidak terdapat padanya keganjilan dan catatan-catatan yang
memburukkannya.
Syarat-syarat Hadis Sahih
Hadisnya Musnad. Maksudnya yaitu hadis tersebut disandarkan kepada
Nabi SAW dengan disertai sanad.
Rawinya bersifat adil. Maksudnya yaitu rowi yang bertaqwa dan menjaga
kehormatan dirinya serta dapat menjauhi perbuatan buruk dan dosa besar
seperti syirik, fasik, dan bidah.
Rawinya bersifat dhabit. Artinya, kemampuan seorang rawi dalam
menghafal hadis.
Sanadnya bersambung. Artinya, antara rowi dari sanad hadis tersebut
pernah bertemu langsung dengan gurunya.
Tidak ber-illat. Artinya, dalam hadis tersebut tidak ditemukan cacat yang
merusak keshahihan hadis

8
Tidak syadz (janggal). Artinya, dalam hadis tersebut tidak bertentangan dh
hadis dari rowi lain yang lebih kuat darinya.

Klasifikasi Hadits Sahih


Hadits sahih terbagi menjadi dua, yaitu sahih li dzatih dan sahih li ghairih.
sahih li dzatih adalah hadis sahih yang memenuhi syarat-syaratnya secara
maksimal, seperti yang telah disebutkan di atas. sahih li ghairih adalah hadis
sahih yang tidak memenuhi syarat-syaratnya secara maksimal.

Martabat Hadits Sahih


Hadis sahih yang paling tinggi derajatnya adalah yang besanad ashahul
asanid, kemudian berturut-turut sebagai berikut.
Hadis yang disepakati oleh Bukhari Muslim.
Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari sendiri.
Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim sendiri.
Hadis sahih yang diriwayatkan menurut syarat-syarat Bukhari dan
Muslim, sedangakn kedua Imam itu tidak men-takhrij-nya.
Hadis sahih menurut syarat Bukhari, sedangkan Imam Bukhari sendiri
tidak men-takhrij-nya.
Hadis sahih menurut Muslim, sedangkan Imam Muslim sendiri tidak men-
takhrij-nya.
Hadis sahih yang tidak menurut salah sau syarat dari kedua Imam Bukhari
dan Muslim. Ini berarti si pen-takhrij tidak mengambil hadis dari rawi-
rawi atau guru-guru Bukhari dan Muslim, yang telah beliau sepakati
bersama atau yang masih diperselisihkan.

Kehujjahan Hadis Shahih


Hukum memakai hadis shahih adalah wajib, sebagaimana kesepakatan
para ahli hadis dan para fuqoha. Argumennya adalah hadis shahih merupakan

9
salah satu sumber hukum syariat, sehingga tidak ada alasan untuk
mengingkarinya.
Karya-karya yang Hanya Memuat Hadis Sahih
Di antara karya-karya yang hanya memuat hadis sahih adalah;
Sahih Bukhari
Sahih Muslim
Mustadrak Al-Hakim
Shahih Ibnu Hibban
Sahih Ibnu khuzaimah
(M.Agus Solahudin dan Agus Suyadi Lc, Op.Cit.,Hlm,142-145.)

2. Hadis Hasan
Definisi Hadis Hasan :


Menurut imam tarmidzi dan ibnu taimiyah, hadis hasan adalah hadis yang
banyak jalan datangnya dan tidak ada dalam sanadnya yang tertuduh dusta dan
tidak pula janggal.
adakalanya Hadis Hasan termasuk hadits sahih, seperti yang dikutip oleh
Adz_dzhabi dari imam bukhari dan muslim.
Persyaratan Hadits hasan dapat dirinci sebagai beikut:
Sanadnya bersambung
Perawinya adil
Perawinya dhabit, tetapi kedhabitannya dibawah kedhabitan perawi
hadis shahih.
Tidak terdapat kejanggalaan
Tidak ada ilat.

Para ulama ahli hadits membagi hadits hasan menjadi dua bagian yaitu:
a) Hadits hasan li dzatih ialah hadis yang telah memenuhi persyaratan
hadis hasan.
b) Hadis hasan ghairihi, ialah hadis hasan yang tidak memenuhi
persyaratan. Hadis hasan secara sempurna atau pada dasarnya hadis
tersebut adalah hadis dlaif tetapi karena ada sanad atau matan yang

10
menggunakannya, maka hadits tersebut naik derajat menjadi hasan li
ghairih.

Keadaan Hadis Hasan


Hukum memakai hadis hasan sama dengan hadis shahih, walaupun dari
sisi kekuatannya hadis hasan berada di bawah level hadis shahih. Demikian
menurut ahli fikih dan mayoritas ahli hadis juga memakai hadis hasan sebagai
hujjah, seperti al Hakim, Ibnu Hibban, dan Ibnu Khuzaimah. Namun,
pengelompokan hadis hasan ke dalam hadis shahih itu disertai pendapat
bahwa hadis hasan tersebut di bawah kualitas shahih.
(Abdul Aziz, 2008:34)
3. Hadits Dhaif
Definisa Hadis dhaif :


Artinya : Hadis yang tidak memenuhi syarat diterimanya suatu hadis
dikarenakan hilangnya salah satu syarat dari beberapa syarat yang ada.
Menurut bahasa hadis dlaif artinya hadits yang tidak kuat. Secara istilah,
terdapat beberapa pendapat, namun artinya sama.
Mereka membagi dan menguraikan hadits dlaif yang jumlahnya banyak.
a. Dhaif dari segi persambugan sanadnya:
Hadits mursal ialah hadis yang gugur sanadnya setelah tabiin.
Hadits munqathi, dilihat dari segi persambungan sanadnya termasuk
kedalam hadits dlaif.
Hadis mudal
b. Daif dari segi sanadnya
Hadits mauquf ialah perkataan sahabat, perbuatan atu taqrirnya.
Hadits maqtu adalah perkataan atau perbuatan tabiin.
c. Dhaif dari segi lainnya
Hadis munkar adalah hadis yang diriwayatkan oleh orang yang
lemah (perawi yang dlaif, yang bertentangan dengan perawinya
orang kepercayaan.
Hadis matruk adalah haadis yng di riwayatkan oleh seseorang yaang
tertuduh dusta, atau Nampak kefasikannya, atau orang banyak lupa
atau banyak ragu.
Hadis syadz ialah hadits yang diriwayatkan oleh orang yang makbul,
akan tetapi bertentangan matannya dengan periwayatannya dari
orang yang kualitasnya lebih utama.

11
Hadits maqlub ialah hadits yang lafalnya tertukar pada salah seorang
dari sanadnya atau nama seorang sanadnya.
Keadaan Hadis Dhaif
Para ulama ada perbedaan pendapat mengenai masalah hukum menggunakan
hadis dhaif. Mayoritas ulama membolehkan mengambil hadis dhaif sebagai
hujjah, bila terbatas pada masalah fadail al amal.
(Irham Khumaidi, 2008 : 51-56)

C. Pembagian hadis berdasarkan Teknis Penyampaian


Dari segi Teknis Penyampaian, hadits dapat dibagi menjadi beberapa macam,
yaitu:
1. Hadits Qauli, yakni hadits yang matannya dapat dibagi menjadi yang
pernah diucapkan.
2. Hadits fili, yakni hadits yang matannya berupa penjelasan sebagai penjelas
praktis terhadap peraturan syariat.
3. Hadits taqrir, yakni hadits yang matannya berupa taqrir, yakni keadaan
atau peristiwa, sikap atau keadaan mendiamkan. Tidak megadakan
tanggapan atau menyetujui apa yang telah dilakukan atau diperkataan
seorang sahabat.
4. Hadits kauni, yakni hadits yang matanya berupa keadaan hal ihwal dan sifat
tertntu.
5. Hadits Hammi, yakni haadits yang matannya berupa rencana atau cita-cita
yang belum dikerjakan, sebetulnya berupa qaul atau ucapan.
(Lilis Fauziyah dan Andi Setyawan, 2008:6-7)

D. Hadits Berdasarkan Sumber Matan


1. Hadis Nabawi yakni hadis yang matannya dinisbahkan (idhafah) pada Nabi
Saw, maksudnya matan hadis tersebut berupa perkataan, perbuatan taqrir
Nabi Saw.
2. Hadis Mauquf, yakni hadis yang matannya dinisbahkan (idhaafah) pada
sahabat baik berupa perkataan, perbuataan atau taqriri.
3. Hadis maqtu, yakni hadis yang matannya dinisbahkaan pada tabiin, baik
berupa perkataan perbuatan atau taqrir.
4. Hadis Qudsi, yaitu hadis yang matannya dinisbahkan pada nabi saw dalam
lafazh, pada allah swt dalam makna. Nabi saw, sahabat, dan tabiin qaul
tabiIn biasa disebut fatwa, tapi dari segi ilmu hadis disebut maudlu.

12
5. Hadis Maudu yakni hadis yang matannya dinisbihkan pada selain allah
SWT
(Abu Daud, 1974:132).

BAB III
PENUTUP
i. Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini adalah
1. Pembagian dilihat dari jumlah maka hadits Nabi dibagi: Hadits
Mutawatir, Hadits Mashur, Hadits Ahad.
2. Pembagian dilihat dari segi yang menyampaikan akan berita, maka Hadits
dibagi kepada: Hadits Marfu, Hadits Mauquf, Hadits Maqthu.

13
Daftar Pustaka

Al-Qaththan, Syaikh Manna, Pengantar Studi Ilmu Hadits,Jakarta:


Pustaka Al-Kautsar, 2008.
As-Shalih, Subhi, Membahas Ilmu-ilmu Hadis., Jakarta: Pustaka Firdaus,
2009, Terj., Ulum al wa Musthalahuhu Beirut:Dar al-ilim-Malayin, 1977.,
Cet ke-8.
Aziz ,Mahmud dan Mahmud Yunus, Ilmu Musthalah Hadis,
Jakarta:P.T.JAYAMURNI,1959.
Endang Soetari. Ilmu Hadis Kajian Riwayah dan Dirayah. Bandung
https://nikiananda.wordpress.com/tag/makalah-pembagian-hadits/
http://sumber-ilmu-islam.blogspot.com/2014/01/pembagian-hadits-secara-
umum-hadits.html
Ismail, M. Syuhudi, Pengantar ilmu Hadits, Bandung:Angkasa,1991.
M.Agus Solahudin dan Agus Suyadi Lc, Ulumul Hadits, Bandung
Mudasir. Ilmu Hadist, Bandung: Pustaka Setia. 2008
Shiddieqy,M.Hasbi Ash. Sejarah dan Pengantar Ilmu
Hadits, Jakarta:PT.Bulan Bintang, 1993.

14
(M. Agus Solahudin, dan Agus Suyadi. Ulumul Hadis, (Bandung:Pustaka
Setia,2009)., hlm 130)
( M. Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu
Hadits (Jakarta:PT.Bulan Bintang, 1993), Cet,ke-11.,Hlm.,200-201.)

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Jadi kesimpulan dari makalah ini adalah
1. Pembagian Hadits adalah suatu kegiatan yang bertujuan memisahkan
atau mengklasifikasikan suatu hadis dengan hadis lain berdasarkan sanad,
matan, dan rawi. Pada dasarnya pembagian hadis disesuaikan dengan
periwayatan karena itu dalam pembagiannya hadis di dasarkan pada
sanad, matan, dan perawi;
2. Hadits itu harus dibagi-bagi karena untuk mempermudah kita memahami
hadits-hadits yang begitu banyaknya. Akhirnya para muhaddisin
mengelompokan hadits-hadits tersebut selain agar mudah memahaminya
juga untuk mengelompokan mana hadits yang benar-benar berasal dari
Nabi Muhammad SAW atau bukan (palsu) agar hadits tersebut tidak
tercampur sehingga hadits tersebut dapat dijadikan sumber hukum;
3. Hadits dibagi menjadi empat yaitu berdasarkan jumlah perawi, diterima
atau ditolaknya (Kualitas), Sumber Matan, Teknis Penyampaian;

15
4. Hadits berdasarkan jumlah perawi dibagi menjadi dua yaitu hadits
mutawattir dan hadits ahad, sedangkan berdasarkan diterima atau
ditolaknya (kualitas) dibagi menjadi tiga hadits shahih, hadits hasan,
hadits dhaif, berdasarkan sumber matan juga hadits dibagi menjadi empat
hadits qudsi, hadits nabawi, hadits mauquf, hadits maqhtul, dan hadits
berdasarkan teknis penyampaiannya dibagi menjadi tiga hadits qauli,
hadits fili, hadits taqrir.

B. Saran

16

Anda mungkin juga menyukai