Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Hadits Mutawatir Dan Hadits Ahad

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

HADITS MUTAWATIR DAN HADITS AHAD

Disusun guna memenuhi tugas

Mata Kuliah : Ulumul Hadis

Dosen Pengampu : Ma’murotus Sa’adah, M.S.I

Disusun Oleh :

Kelompok 10

1. Fahri Wijaya (1808066009)


2. Maudy Nur Achsani (1808006044)

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Hadis merupakan pedoman ajaran islam yang kedua setelah Al-Qur’an
yang berkaitan dengan perbuatann, ucapan, dan ketetapan dari Nabi
Muhammad SAW. Dan didalam hadis terdiri dari beberapa unsur,
diantaranya adalah sanad atau orang yang meriwayatkan suatu hadis.
Terdapat beberapa pendapat ulama mengenai pembagian hadis menurut
jumlah sanadnya, hal ini terjadi karena adanya perbedaan pandangan di
kalangan para ulama. Perbedaan antara kualitas dan kuantitas periwayatan
hadis, membuat hadis dapat dibedakan ke beberapa kategori. Dalam aspek
kuantitas periwayatan hadis, ada hadis ahad dan hadis mutawatir
Dalam makalah ini, dideskripsikan tentang hadis ahad dan hadis
mutawatir, macam-macam hadis mutawatir dan hadis ahad, contoh hadis
mutawatir dan hadis ahad serta pendapat beberapa ulama.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksud dengan hadis mutawatir?
2. Apa saja syarat dan pembagian hadis mutawatir?
3. Apakah yang dimaksud dengan hadis ahad?
4. Apa saja pembagian hadis ahad dan jelaskan kedudukannya?
5. Apa saja perbedaan antara hadis ahad dan hadis mutawatir?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian hadis mutawatir.
2. Untuk mengetahui syarat dan pembagian hadis mutawatir.
3. Untuk mengetahui pengertian hadis ahad.
4. Untuk mengetahui pembagian hadis ahad dan menjelaskan
kedudukannya.
5. Untuk mengetahui perbedaan hadis ahad dan hadis mutawatir.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian hadis Mutawatir


1. Hadis mutawatir
Mutawatir menurut bahasa berarti mutatabi yakni yang datang
berikutnya atau beriringan-iringan yang antara satu dengan yang lain
tidak ada jaraknya.1
Sedangkan pengertian hadis mutawatir menurut istilah sebagai terdapat
beberapa definisi, salah satunya sebagai berikut:

ِ َ‫ب َعنْ م ِْثل ِِه ْم مِنْ ا‬


‫ول الس َن ِد إلَى ُم ْن َت َها َه‬ ُ ‫َما َر َواه َجمْ ٌع ُتو حِى ُل ْال َعادَ ةُ َت َو‬
ِ ‫اطؤُ ُه ْم َعلَى ْال َك ِذ‬

Artinya : “hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah besar orang


yang menurut adat mustahil mereka bersepakat lebih dahulu untuk
berdusta. Sejak awal sanad, pada setiap tingkat (thabaqat)”
Hadis mutawatir betul-betul bersumber dari Nabi Muhammad
SAW. Hadis mutawatir sama dengan al-qur’an dalam hal
keautentikannya kerena kedua qat’iul wurud (sesuatu yang pasti
datangnya). Para ulama sepakat bahwa hadis mutawatir wajib
diamalkan dalam seluruh aspek, termasuk dalam bidang aqidah. Para
ulama
dan segenap umat islam sepakat pendapatnya, bahwa hadis mutawatir
memberi faedah ilmu dharuri, yakni suatu keharusan untuk
menerimanya secara bulat sesuatu yang diberitakan hadis mutawatir
tersebut, sehingga membawa kepada keyakinan yang pasti.

1
Ahmad bin Muhammad al-fayyumi, al-mishbah al-munir fi gharib al-syarh al-kabir li al-rafi,I,juz
II, (Beirut: Dar al-kutub al-‘ilmiyah, 1398 H/1978 M) HLM.321.
2. Syarat-syarat hadis mutawatir
Menurut ulama muta’akhirin, ahli usul, suatu hadis dapat
ditetapkan sebagai hadis mutawatir, bila memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :
1. Diriwayatkan sejumlah besar perawi
Hadis mutawatir harus diriwayatkan oleh sejumlah besar
perawi yang membawa pada keyakinan bahwa mereka itu tidak
mungkin bersepakat untuk berdusta.
Pada masalah ini, para ulama berbeda pendapat. Ada yang
menetapkan jumlah tertentu dan ada yang tidak menentukan
jumlah tertentu, yang penting dengan jumlah itu, menurut adat
dapat memberikan keyakinan terhadap apa yang diberitakan
dan mustahil mereka sepakat untuk berdusta.2 Sedangkat
menurut ulama yang menetapkan jumlah tertentu, mereka
masih berselisih mengenai jumlah itu.
Al-qadhi al-baqilaini menetapkan bahwa jumalah perawi
hadis agar isa disebut hadis mutawatir tidak boleh berjumlah
empat. Lebih dari itu lebih baik. Ia menetapkan sekurang-
kurangnya berjumlah 5 orang, dengan mengqiaskan dengan
jumlah Nabi yang bergelar Ulul’azmi.
Al-isthakhary menetapkan yang paling baik minimal 10 orang,
sebab jumlah 10 itu merupakan awal bilangan banyak.
Ulama lain menentukan 12 orang, mendasarkan pada
firman Allah :

‫َواب َْع ْث َنا ِم ْن ُه ْم ْاث َنىْ َع َش َر َنقِ ْي َبا‬

2
Ahmad bin Muhammad al-fayyumi, al-mishbah al-munir fi gharib al-syarh al-kabir li al-rafi,I,juz
II, (Beirut: Dar al-kutub al-‘ilmiyah, 1398 H/1978 M) HLM.321.
Artinya : “dan telah kami angkat diantara mereka 12
orang pemimpin”. (Q.S Al-Maidah (5) : 12)
sebagian ulama menetapkan sekurang-kurangnya 20 orang
sesuai dengan firman Allah :

َ ‫إِن لَكِنْ ِم ْن ُك ْم عِ ْشر ُْو َن‬


‫ص ِابر ُْو َن َي ْغلِب ُْوامِا َء َت ْينِز‬

Artinya : “jika ada dua puluh orang yang sabar diantara kamu,
niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh”. (Q.S
Al-Anfal (8) : 65)

Penentuan jumlah-jumlah tertentu sebagaimana disebutkan


diatas, sebetulnya bukan merupakan hal yang prinsip, sebab
persoalan pokok yang dijadikan ukuran untuk menetapkan
sedikit atau banyaknya hadis mutawatir tersebut bukan terbatas
pada jumlah, tetapi diukur pada tercapainya ilmu dhoruri.

Sekalipun jumlah perowi tidak banyak (tapi melebihi batas


minimal yakni 5 orang), asalkan telah memberikan keyakinan
bahwa berita yang mereka sampaikan bukan kebohongan,
sudah dapat dimasukkan sebagai hadis mutawatir.

2. Adanya keseimbangan antara perowi pada thabaqat pertama


dengan thabaqat berikutnya
Jumlah perawi hadis mutawatir, antara thabaqat (lapisan
atau tingkatan) dengan thabaqat lainnya harus seimbang.
Dengan demikian, bila suatu hadis diriwayatkan oleh 20 orang
sahabat kemudian diterima oleh 10 thabiin, dan selanjutnya
hanya diterima oleh 5 thabiin, tidak dapat digolongkan sebagai
hadis mutawatir, sebab jumlah perawinya tidak seimbang
antara thabaqat pertama dengan thabaqat selanjutnya. Akan
tetapi, ada juga yang berpendapat bahwa keseimbangan perawi
pada tiap thabaqat tidaklah selalu penting. Sebab yang
diinginkan dengan banyaknya perawi adalah terhindarnya
kemungkinan berbohong.
3. Berdasarkan tanggapan panca indra
Berita yang disampaikan oleh perawi tersebut harus
berdasarkan tanggapan panca indra. Artinya bahwa berita yang
mereka sampaikan itu harus benar-benar hasil pendengaran
atau penglihatan sendiri. Oleh karena itu, bila berita itu
merupakan hasil renungan, pemikiran atau rangkuman dari
suatu peristiwa lain ataupun hasil istinbat dari dalil lain, maka
tidak dapat dikatakan hadis mutawatir.

3. Pembagian Hadis Mutawatir


a. Mutawatir Lafzhi
Yang dimaksud dengan hadis mutawatir lafzhi adalah:
‫ت ِر َوايَتُهُ َعلَى لَ ْف ٍظ َوا ِحد‬
ْ ‫َماتَ َواتَ َر‬
Hadis yang mutawatir periwayatannya dalam satu lafzi.3.
Ada yang mengatakan bahwa mutawatir lafzhi adalah:
‫َماتَ َواتَ َرلَ ْفظُهُ َو َم ْعنَاه‬
Hadis yang mutawatir lafaz dan maknanya4.
Contohnya adalah sebagai berikut:
- ‫ح ع َْن اَبِ ْي‬
ِ ِ‫ص`ال‬ َ ‫ص` ْي ِن ع َْن اَبِ ْي‬ ِ ‫`ريُّ َح` َّدثَنَا اَبُ``وْ َع َوانَ``ة ع َْن اَبِ ْي َح‬ ِ `َ‫َح َّدثَنَا ُم َح َم` ُدبْنُ َع ْب` ِد ْال ُغب‬
ِ َّ‫ي ُمتَ َع ِّمدً̀ا فَ ْليَتَبَ`و َّْا َم ْق َع` َدهُ ِمنَ الن‬
.‫ار‬ َ ‫صلَّى هّللا ُ َعلَ ْي` ِه َو َس`لَّ َم َم ْن َك` َذ‬
َّ َ‫ب َعل‬ َ ِ ‫هُ ًري َْرةَ قَا َل َرسُوْ ُل هّللا‬
)‫( رواه مسلم‬
َ َ‫ف ع َْن َع ِطيَّةَ ع َْن اَبِ ْي َس` ِع ْي ٍد ق‬
َ `َ‫`ال ق‬
- ‫`ال‬ ِ ‫َح َّدثَنَا ُس َو ْي ُدبْنُ َس ِع ْي ٍد َح َّدثَنَا َعلِ ُّي بْنُ ُم ْس ِه ٍر ع َْن ُمطَ ِّر‬
ْ
ِ َّ‫ي ُمتَ َع ِّمدًا فَ ْليَتَبَوّأ َم ْق َع َدهُ ِمنَ الن‬
‫ار‬ َ ِ ‫ َرسُوْ ُل هّللا‬.
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َم ْن َك َذ‬
َّ َ‫ب َعل‬
(‫)رواه اببن ما جه‬
b. Mutawatir Ma’nawi
Yang dimaksud dengan hadis mutawatir ma’nawi adalah:
‫َمات ََواتَ َر َم ْعنَاهُ ُدوْ نَ لَ ْف ِظ ِه‬

3
Sohari Sahrani, Ulumul Hadis, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010). Hal.87
4
Drs. Munzier Suparta, Ilmu Hadis, (Jakarta: PT. Raja Grafiindo, 2003). Hal.101
Hadis yang maknanya mutawatir, tetapi lafadznya tidak.5
Contohnya adalah hadis tentang mengangkat tangan ketika
berdoa sebagai berikut:
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلّ َم َكانَ الَيَرْ فَ ُع يَ َد ْي ِه فِ ْي َش ْي ٍء ِم ْن ُدعَائِ` ِه اِالًّ فِى‬
َ ِ ‫اَ َّن َرسُوْ َل هَّللا‬
)‫ (رواه البخاري‬.‫ط ْي ِه‬ َ ‫ااْل ِ ْستِ ْسقَا ِء فَاِنَّهُ َكا نَ يَرْ فَ ُع يَ َد ْي ِه َحتَّى ي َُرى بَيَاضُ اِ ْب‬
“Bahwasannya Rasulullah saw, tidak mengangkat kedua
tangan beliau dalam doa-doanya selain dalam doa shalat
istisqa’ dan beliau mengangkat tangannya, sehingga nampak
putih-putih kedua ketiaknya. (H.R. Bukhori).”

Hadis yang maknanya hampir sama dengan hadis diatas


adalah sebagai berikut:
‫س‬ ٍ ِ‫َح َّدثَنَا اَبُوْ بَ ْك ِربْنُ اَبِ ْي َش ْيبَةَ َح َّدثَنَا يَحْ َي بْنُ اَبِ ْي بُ َكي ٍْر ع َْن ُش ْعبَةَ ع َْن ثَاب‬
ٍ َ‫ت ع َْن اَن‬
ُ‫ُ`رى بَيَ`اض‬َ ‫ص`لَّى هَّللا ُ َعلَيْ` ِه َو َس`لَّ َم يَرْ فَ` ُع يَ َديْ` ِه فِى ال` ُّدعَا ِء َحتَّى ي‬
َ ِ ‫ْت َر ُس`و َل هَّللا‬
ُ ‫قَا َل َراَي‬
)‫ (رواه مسلم‬.‫اِ ْبطَ ْي ِه‬
“Dari Abu Bakar bin Abi Syaibah dari Yahya bin Abi
Bakar dari Syu’bah dari Tsabit dari Anas r.a. berkata, “Aku
telah melihat Rasulullah saw. Mengangkat kedua tangannya
dalam doa hingga putih-putih kulit ketiak beliau tampak. (H.R.
Muslim)
c. Mutawatir Amali
Yang dimaksud dengan hadis mutawatir amali adalah:
ُ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَ َعلَه‬
َ ‫ي‬ َّ ِ‫َما ُعلِ َم ِمنَ ال ِّد ْي ِن بِاالضّضرُوْ َر ِة َوت ََواتُ ُربَ ْينَ ْال ُم ْسلِ ِم ْينَ اَ َّن النَّب‬
‫ص ِح ْيحًا‬ َ ‫اع ا ْن ِطبَاقًا‬ ِ ‫ْرفُ ااْل ِ جْ َم‬ِ ‫ق َعلَ ْي ِه تَع‬ ُ ِ‫ك َوهُ َو الَّ ِذيْ يَ ْنطَب‬ َ ِ‫اَوْ اَ َم َر بِ ِه اَوْ َغ ْي َر َذل‬
Sesuatu yang diketahui dengan mudah, bahwa dia termasuk
urusn agama dan telah mutawatir antara umat islam, bahwa
Nabi SAW, mengerjakannya, menyuruhnya, atau selain dari itu.
Dan pengertian ini sesuai dengan ta’rif ijma.6

Hadis mutawatir amali adalah hadis mutawatir yang


menyangkut perbuatan Rasulullah SAW. Yang disaksikan dan
ditiru tanpa perbedaan oleh orang banyak, untuk kemudian
dicontoh dan diperbuat tanpa perbedaan pendapat oleh orang
banyak pada generasi-generasi berikutnya. Diantara contohnya
5
Drs. Munzier Suparta, Ilmu Hadis, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2003). Hal.104
6
Drs. Munzier Suparta, Ulumul Hadis, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2003). Hal.105
adalah hadis-hadis yang berkenaan dengan waktu shalat fardhu,
jumlah rakaatnya, shalat jenazah, shalat Id, dan kadar zakat
harta.
d. Kedudukan Hadis Mutawatir
Dapat diambil kesimpulan bahwa hadis-hadis yang
termasuk kedalam kelompok hadis mutawatir adalah hadis yang
pasti (Qat’i) berasal dari Rasulullah SAW. Para ulama
menegaskan bahwa hadis mutawatir membuahkan ilmu Qat’I
(pengetahuan yang pasti), yakni pengetahuan yang pasti bahwa
perkataan, perbuatan, atau taqrir (ketetapan) yang diberikan
dalam hadis-hadis itu sungguh-sungguh perkataan, perbuatan,
atau persetujuan Rasulullah.
Para ulama juga menegaskan bahwa hadis mutawatir
membuahkan ilmu daruri, yakni suatu keharusan untuk
menerima dan mengamalkan sesuai dengan yang diterbitkan
oleh hadis mutawatir tersebut, hinga membawa pada keyakinan
yang Qat’I (pasti).
Oleh karena itu, kedudukan hadis mutawatir sebagai sumber
ajaran islam tinggi sekali. Menolak hadis mutawatir sama
artinya dengan menolak kedudukan Nabi Muhammad SAW.
Sebagai utusan Allah. Kedudukan hadis mutawatir lebih tinggi
dibandingkan hadis ahad.

B. Hadis Ahad
1. Pengertian Hadis Ahad
Kata ahad menurut etimologi berarti kata jamak dari kata wahid
atau ahad. Apabila kata wahid atau ahad berarti satu, maka kata ahad
sebagai jamaknya, berarti satu-satu. Hadis ahad secara bahasa berarti
hadis satu-satu.
Sedangkan arti hadis ahad secara terminologi adalah:
ِ ‫ َس َوا ٌء َكانَ ال`ر‬,‫ْث ْال ُمتَ َواتِ ِر‬
ِ ‫َّاويْ َو‬
‫اح` دًا‬ َ ‫ْث الَّ ِذيْ لَ ْم يَ ْبلُ َغ ُر َواتُهُ َم ْبلَ َغ ْال َح ِدي‬
ُ ‫ْث ااْل َ َح ُد هُ َو ْال َح ِدي‬
ُ ‫ْال َح ِدي‬
َ ‫ك ِمنَض ااْل َ ْعدَا ِدالَّتِ ْي الَتُ ْش ِع ُر بِ`ا َ َّن ْال َح` ِدي‬
‫ْث َدخَ` َل‬ َ ِ‫اَ ِو ْاثنَ ْي ِن اَوْ ثَالَثَةً اَوْ اَرْ بَ َعةً اَوْ َخ ْم َسةً اِلَى َغي ِْر َذل‬
‫بِهَا فِي خَ بَ ِر ْال ُمت ََواتِ ِر‬
Hadis ahad adalah hadis yang para rawinya tidak mencapai jumlah
rawi hadis mutawatir, baik rawinya itu satu, dua, tiga, empat, lima,
atau setersnya, tetapi jumlahnya tidak memberi pengertian bahwa
hadis dengan jumlah rawi tersebut termasuk dalam hadis mutawatir.7.

Sebagian ulama mendefinisikan hadis ahad dengan hadis yang


sanadnya sah dan bersambung hingga sampai kepada sebenarnya
(Nabi), tetapi kandungannya memberikan pengertian zhanni yang tidak
sampai kepada Qath’I yang yakin.
2. Pembagian Hadis Ahad
1. Hadis Masyhur
Masyhur menurut bahasa ialah al-intisyar wa az-zuyu’ (sesuatu
yang sudah tersebar dan popular). Adapun menurut istilah ialah:
ِ َ‫َما َر َواهُ الثَّالَثَةُ َولَ ْم ي‬
‫صلْ د ََر َج ِة التَّ َواتُ ِر‬
Hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang lebih, tetapi bilangannya
tidak mencapai ukuran bilangan mutawtir8.
Hadis masyhur ada yang berstatus sahih, hasan, dan dhaif. Dan
berdasarkan kepopulerannya hadis masyhur terbagi di dalam
beberapa macam, yaitu: masyhur dikalangan ahli hadis, masyhur
dikalangan ulama dan orang umm, masyhur dikalangan fuqaha’,
masyhur dikalangan usuliyyin, masyhur dikalangan ahli nahwu,
masyhur dikalangan umum.
Salah satu contoh hadis Masyhur adalah sebagai berikut :
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل ْال ُم ْسلِ ُم َم ْن َسلِ َم ْال ُم ْسلِ ُموْ نَ ِم ْن لِ َسانِ ِه َويَ ِد ِه‬
َ ‫َع ِن النَّبِ ِّي‬

Hadis tersebut dinamakan hadis Masyhur karena diriwayatkan oleh


tiga orang rijal alhadis atau lebih namun belum sampai derajat
Mutawatir

7
Sohari Sahrani, Ulumul Hadis, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010). Hal.91
8
Drs. Munzier Suparta, Ilmu Hadis, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2003). Hal.110
2. Hadis Ghair Masyhur
a. Hadis Aziz
Hadis aziz menurut bahasa berarti hadis yang mulia, atau
hadis yang kuat, atau hadis yang jarang karena memang hadis aziz
itu jarang adanya. Sedangkan menurut istilah adalah:
َ‫ْث الَّ ِذيْ َر َواهُ ْاثنَا ِن َولَوْ َكانَ فِ ْي طَبَقَ ٍة َوا ِح َد ٍة ثُ َّم َر َواهُ بَ ْع َد َذلِك‬
ُ ‫ْث ْال َع ِز ْي ُز هُ َو ْال َح ِدي‬
ُ ‫ال َح ِدي‬
ٌ‫َج َما َعة‬
Hadis aziz adalah hadis yang diriwayatkan oleh dua orang rawi,
kendati dua orang rawi itu pada satu tingkatan saja, dan setelah
itu diriwayatkan oleh banyak rawi9.
Contoh Hadis Aziz adalah sebagai berikut :
‫ نَحْ نُ ااْل َ ِخرُوْ نَ السَّابِقُوْ نَ يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة‬: ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ِ ‫قَا َل َرسُوْ ُل هَّللا‬

Hadis tersebut dinamakan sebagai Hadis Aziz karena pada tingkat


sahabat hanya dua orang, yaitu Huzaifah bin al-Yaman dan Abu
Hurairah, walaupun pada tingkat (Thabaqat) setelahnya
diriwayatkan oleh rijal al-hadis yang jumlahnya banyak.

b. Hadis Gharib
Kata gharib secara etimologi berarti al-munfarid
(menyendiri), atau al-ba’id’an aqarabihi (jauh dari kerabatnya).
Sedangkan menurut istilah adalah:
‫ض` ٍع َو ْق` َع‬ ُ ‫`ريْبُ هُ` َو ْال َح` ِدي‬
ٍّ ‫ْث الَّ ِذيْ ا ْنفَ` َر َد بِ ِر َوايَتِ` ِه َش` ْخصٌ َوا ِح` ٌد فِ ْي ا‬
ِ ْ‫ي َمو‬ ِ `‫ْث ْال َغ‬
ُ ‫ْال َح` ِدي‬
‫التَّفّرُّ َد ِمنَ ال َّسنَ ِد‬
Hadis gharib adalah hadis yang pada sanadnya terdapat seorang
yang menyendiri dalam meriwayatkannya dimana saja
penyendirian dalam sanad itu terjadi.10.

9
Drs. Munzier Suparta, Ilmu Hadis, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2003). Hal.116
10
Drs. Munzier Suparta, Ilmu Hadis, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2003). Hal.118
Ada juga yang mengatakan bahwa hadis gharib adalah hadis
yang diriwayatkan oleh seorang perawi yng menyendiri dalam
periwayatannya, tanpa ada orang lain yang meriwayatkannya.
Hadis gharib terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Gharib Muthlaq
Apabila periwayat yang sendirian tersebut pada tingkatan
sanad yang pertama, jika hadisnya marfu’ maka periwayat
pertama yang sendirian tersebut adalah sahabat. Jika hadisnya
mauquf maka periwayat pertama yang sendirian adalah tabi'in.
Apabila hadisnya maqtu maka periwayat pertama yang sendiri
adalah tabi'ut tabi'in.
2. Gharib Nisbi
Hadis garib nisbi adalah hadis yang hanya diriwayatkan
oleh satu rijal al-hadis di salah satu dari semua tingkatan sanad
selain tingkatan sanad yang pertama (sahabat). Hadis garib
nisbi terbagi menjadi 3 bentuk, yaitu: sendiriannya seorang
siqah, sendiriannya periwayat terentu dari syekh tertentu,
sendirinya periwayat di suatu kota terentu.

3. Kedudukan Hadis Ahad


Hadis ahad tidak pasti berasal dari rasulullah saw., tetapi
hanya dugaan saja (zanni) berasal dari beliau. Dengan
ungkapan lain dapat dikatakan bahwa hadis ahad mungin benar
dari rasulullah saw., Dan mungkin pula tidak benar berasal dari
beliau.
Karena hadis ahad itu tidak pasti (ghairu qath’i), tetapi
diduga (zanni atau maznun) berasal dari rasulullah. Maka
kedudukan hadis ahad sebagai sumber ajaran islam berada
dibawah kedudukan hadis mutawatir.
C. Perbedaan Hadis Muawatir dan Hadis Ahad

NO PERBEDAAN HADIS HADIS AHAD


MUTAWATIR
1 Jumlah Rawi Jumlah perawinya Diriwayatkan oleh
banyak pada setiap rawi atau para rawi
tingkatan, sehingga dalam jumlah yang
menurut adat menurut adat
kebiasaan mustahil kebiasaan masih
sepakat untuk memungkinkan
berdusta. untuk sepakat
berdusta.

2 Pengetahuan Ilmu Qat’i Ilmu zanni


yang (pengetahuan yang (pengetahuan yang
dihasilkan pasti) tau ilmu bersifat dugaan)
daruri
(pengetahuan yang
mendesak untuk
diyakini)
3 Kedudukan Kedudukannya Kedudukannya lebih
lebih tinggi rendah dari hadis
daripada hadis ahad mutawatir di dalam
di dalam sumber sumber ajaran islam
ajaran islam.
4 Kebenaran Keterangan matan Keterangan matan
keterangan hadis mustahil hadis mungkin saja
matan bertentangan bertentangan dengan
dengan keterangan keterangan ayat
ayat dalam Al- dalam Al-Qur’an
Qur’an.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Hadis Mutawatir
Hadis Mutawatir adalah hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah besar
perawi, yang menurut adat, pada umumnya dapat memberikan keyakinan
yang mantap terhadap apa yang telah mereka beritakan, dan mustahil
sebelumnya mereka bersepakat untuk berdusta, mulai dari awal mata
rantai sanad sampai pada akhir sanad. Hadis Mutawatir dibagi menjadi 3
macam, yaitu:
a. Hadis Mutawatir Lafzhi
b. Hadis Mutawatir Manawi
c. Hadis Mutwatir Amali
2. Hadis Ahad
Hadis Ahad adalah hadis yang para rawinya tidak mencapai jumlah
rawi hadis mutawatir, baik rawinya itu satu, dua, tiga, empat, lima, atau
setersnya, tetapi jumlahnya tidak memberi pengertian bahwa hadis dengan
jumlah rawi tersebut termasuk dalam hadis mutawatir. Hadis ahad dibagi
menjadi 2 jenis hadis, yaitu:
a. Hadis Masyhur
b. Hadis Ghair Masyhur
1. Hadis Aziz
2. Hadis Gharib
DAFTAR PUSTAKA

Jalal Al-Din Ismail, Buhuts fi ulum Al-hadits (mesir: maktabah Al-azhar t.t)

Suparta, munzier. 2002. Ilmu hadis. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Sahrani, Sohari. 2010. Ulumul Hadis. Bogor: Ghalia Indonesia.

Suparta, Drs. Munzier. 2003. Ilmu Hadis. Jakarta: PT. Raja Grafindo.

Ngatiman dan Mukarom Fisal Rosidah. 2017. Menelaah Ilmu Hadis. Solo: PT.
Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.

Anda mungkin juga menyukai