Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Pendekatan Ilmiah Dalam Filsafat

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 21

PENDEKATAN ILMIAH DALAM FILSAFAT

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu

Dosen Pengampu : Dr. Muhammad Taufik, S.Ag., M.A

Disusun Oleh :

PUSPITA AYU LESTARI

192005010027

PROGRAM STUDI MAGISTER AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM

KONSENTRASI STUDI AGAMA DAN RESOLUSI KONFLIK

FAKULTAS USLUHUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

2019
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Filsafat sebagai suatu ilmu pengetahuan yang berusaha mencari kebenaran telah

memberikan banyak pelajaran, misalnya tentang kesadaran, kemauan, dan lemampuan

manusia sesuai dengan posisinya sebagai makhluk individu, makluk social dan makhluk

Tuhan yang diaplikasikan dalam kehidupan.

Secara kodrati, Manusia dianugerahi akal dan daya pikir yang tidak diperoleh oleh

makhluk lain. Akal ini seyogyanya dapat dipergunakan semaksimal mungkin untuk

kemampuan berpikir tersebut. Menurut M. Ngalim Purwanto, berpikir adalah daya yang

paling utama dan merupakan ciri khas yang membedakan manusia dengan hewan. 1

Secara mendasar, manusia memiliki sikap rasa ingin tahu atau manusia juga

memilliki sikap skeptis. Telah mengantar manusia kepada cakrawala ilmu pengetahuan,

sikap skeptis ini ada pada diri manusia sejak lahir. Mereka jenderung mengungkapkan

kata apa ini? Apa itu? Mengapa begini? Mengapa begitu? Dan seterusnya. Di balik

pernyataan itu sebenarnya manusia mencari sesuatu pengetahuan yang benar.2

Tanpa disadari semenjak manusia purba selalu merindukan kebenaran, yang tak lain

berupa pengetahuan yang benar. Untuk mencapainya, dapat diterapkan dua pendekatan

non ilmiah, dan pendekatan ilmiah.3 Dalam pendekatan non ilmiah sering dijumpai,

antara lain; akal sehat (common sense), prasangka, intuisi, kebetulan, pendapat otoritas.

Sedangkan dalam pendekatan Ilmiyah dilakukan dengan cara menemukan kebenaran

1
M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT.Rosdakala,cet. Ke-5,1990), hlm.43.
2
H. M. Djunaidi Ghoni, & Fauzan Al-Mansur, Filsafat Ilmu dan Metode Penelitian (Malang:
UIN Maliki Press, 2015), hlm. 144.
3
H. M. Djunaidi Ghoni, & Fauzan Al-Mansur, Filsafat Ilmu dan Metode Penelitian,….,hlm.
145.
melalui pengalaman, melalui kekuatan nalar, dan menemukan kebenaran melalui

penelitian.4

Dalam mencari kebenaran, manusia tidak membatasi dirinya, walaupun kebenaran

yang dapat dicapai dengan usahanya sendiri itu, tetap bersifat terbatas pada kemampuan

akalnya. Hasrat ingin tahu menusia akan terpuaskan jika memperoleh pengetahuan

mengenai hal yang dipertanyakannya dan pengetahuan yang diingingkannya adalah

pengetahuan yang benar. Pengetahuan yang benar dapat dicapai manusia melalui

pendekatan non ilmiah dan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah menuntut

dilakukannya cara-cara atau langkah-langkah tertentu dengan urutan tertentu, agar dapat

dicapai pengetahuan yang benar.

Dalam makalah sederhana ini, penulis mencoba menelaah makna dari pendekatan

ilmiah itu sendiri, pendekatan ilmiah dalam filsafat dan filsafat ilmu.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah definisi dari pendekatan Ilmiah ?

2. Apasajakah macam-macam pendekatan ilmiah dalam flsafat?

3. Apasajakah macam-macam pendekatan ilmiah dalam flsafat ilmu?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui definisi pendekatan ilmiah

2. Mengetahui macam-macam pendekatan ilmiah dalam filsafat

3. Mengetahui macam-macam pendekatan ilmiah dalam filsafat ilmu.

4
H. M. Djunaidi Ghoni, & Fauzan Al-Mansur, Filsafat Ilmu dan Metode Penelitian,…hlm.147-
150.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pendekatan Ilmiah

Pendekatan ilmiah adalah pendekatan disipliner dan pendekatan ilmu pengetahuan

yang fungsional terhadap masalah tertentu. Pendekatan ilmiah wujudnya adalah metode

ilmiah (Kamus Besar Bahasa Indonesia; PN Balai Pustaka, 1989). Metode ilmiah

merupakan cara dalam mendapatkan pengetahuan secara ilmiah. Yang dapat

digolongkan kepada pengetahuan yang bersifat ilmiah atau ilmu. Adapun metode itu

sendiri berasal dari bahasa yunani kuno; Metodos, Meta artinya menuju, melalui,

sesudah, mengikuti, dan Hodos artinya jalan, cara atau arah (istilah yunani itu berasal

dari kata latin Methodus). Arti luas metode adalah cara bertindak menurut sistem atau

aturan tertentu, untuk mencapai pengetahuan yang benar sesuai dengan teknik, tata cara,

atau jalan yang telah dirancang dalam proses memperoleh pengetahuan jenis apapun itu,

salah satunya adalah pengetahuan filsafat (Bakker, 1988).5

Metode ilmiah biasanya dilukiskan sebagai suatu proses di mana peneliti

menalar secara induktif dari pengamatan-pengamatannya ke arah hipotesis dan

kemudian secara deduktif dari hipotesis ke arah implikasi logis hipotesis tersebut.

Peneliti mendeduksikan hasil yang akan diperolehnya, bila hipotesis tersebut didukung

oleh data observasinya. Bila implikasi yang dideduksikan ini sesuai dengan

pengetahuan yang sudah ada maka ini kemudian diuji dengan data empiris tambahan.

Berdasarkan bukti ilmiah, maka hipotesis peneliti ditolak atau diterima.6

5
Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Liberty
Yogyakarta, cet.ke-7,2006),hlm. 128.
6
I Made Nuryata, Hand Out Metodologi Penelitian, (STISIP MARGARANA TABANAN:
2012), hlm. 6.
Penggunaan hipotesis merupakan perbedaan utama antara pendekatan ilmiah

dengan penalaran induktif. Dalam penalaran induktif orang mengadakan pengamatan

dulu kemudian ia menyusun informasi yang diperolehnya. Dalam pendekatan ilmiah

orang berpikir tentang apa yang akan ditemukannya bila suatu hipotesis benar

(didukung oleh data) dan kemudian secara sistematis ia mengamati datanya untuk

menguji hipotesisnya. Yang perlu diingat di sini adalah bahwa metode ilmiah

merupakan suatu proses penelitian yang dilakukan melalui bagian-bagian yang saling

tergantung satu dengan yang lain. Ini adalah suatu metode penelitian yang senantiasa

berkembang sepanjang masa dan telah dipertahankan karena metode tersebut telah

membuktikan sebagai metode yang berhasil sampai kini untuk memahami dunia kita

yang rumit ini.

Adapun penelitian dalam tinjauan social adalah suatu proses yang berupa suatu

rangkaian langkah-langkah yang dilakukan secara terencana dan sistematis untuk

memperoleh pemecahan permasalahan dan mendapatkan jawaban atas pertanyaan

tersebut ( R.H Sumitro, 1982:19).

Menurut Checkland, berdasarkan sejarah perkembangan ilmu, di dapatkan tiga

karakteristik utama dari pendekatan ilmiah yaitu:7

1. Reductionism adalah pendekatan yang mereduksi kompleksitas permasalahan

menjadi bagian bagian yang lebih kecil sehingga dapat dengan mudah di amati dan di

teliti.

2. Repeatability adalah Suatu pengetahuan di sebut ilmu, bila pengetahuan

tersebut dapat di cek dengan mengulang eksperimen atau penelitian yang di lakukan

oleh orang lain di tempat dan waktu yang berbeda. Ini didasarkan pada pemahaman

7
Checkland P, Systems thinking, systems Practice, (United Kingdom: Wiley publishers,1993).
bahwa ilmu adalah pengetahuan milik umum, sehingga setiap orang yang

berkepentingan harus dapat mengecek kebenarannya dengan mengulang eksperimen

atau penelitian yang dilakukan.

3. Refutation adalah sifat yang mensyaratkan bahwa suatu ilmu harus memuat

informasi yang dapat di tolak kebenarannya oleh orang lain.

2. Pendekatan Ilmiah Dalam Filsafat

Upaya memahami apa yang dimaksud dengan filsafat dapat dilakukan melalui

berbagai pendekatan, secara umum, pendekatan yang diambil dapat dikategorikan

berdasarkan sudut pandang terhadap filsafat, yakni filsafat sebagai produk dan filsafat

sebagai proses. Sebagai produk artinya melihat filsafat sebagai kumpulan pemikiran dan

pendapat yang dikemukakan oleh filsuf, sedangkan sebagai proses, filsafat sebagai suatu

bentuk atau cara berfikir yang sesuai dengan kaidah-kaidah berfikir filsafat.8

Menurut Donny Gahral Adian (2002),9 terdapat empat pendekatan dalam

melihat atau memahami filsafat yaitu:10

A. Pendekatan Definisi.

B. Pendekatan Sistimatika.

C. Pendekatan Tokoh

D. Pendekatan Sejarah

Pendekatan Definisi. Dalam pendekatan ini filsafat dicoba difahami melalui

berbagai definisi yang dikemukakan oleh para akhli, dan dalam hubungan ini

penelusuran asal kata menjadi penting, mengingat kata filsafat itu sendiri pada dasarnya

merupakan kristalisasi atau representasi dari konsep-konsep yang terdapat dalam

8
Uhar Suharsaputra, Penghantar Filsafat Ilmu, (Universitas Kuningan, 2004), hlm. 30.
9
Donny Gahral Adian, Menyoal Objektivisme Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Teraju, 2002).
10
Uhar Suharsaputra, Penghantar Filsafat Ilmu….., hlm. 31-32.
definisi itu sendiri, sehingga pemahaman atas kata filsafat itu sendiri akan sangat

membantu dalam memahami definisi filsafat.

Pendekatan Sistimatika. Objek material Filsafat adalah segala sesuatu yang ada

dengan berbagai variasi substansi dan tingkatan. Objek material ini bisa ditelaah dari

berbagai sudut sesuai dengan fokus keterangan yang diinginkan. Variasi fokus telaahan

yang mengacu pada objek formal melahirkan berbagai bidang kajian dalam filsafat yang

menggambarkan sistimatika,

Pendekatan Tokoh. Pada umumnya para filsuf jarang membahas secara tuntas

seluruh wilayah filsafat, seorang filsuf biasanya mempunyai fokus utama dalam

pemikiran filsafatnya. Dalam pendekatan ini seseorang mencoba mendalami filsafat

melalui penelaahan pada pemikiran-pemikiran yang dikemukakan oleh para Filsuf, yang

terkadang mempunyai kekhasan tersendiri, sehingga membentuk suatu aliran filsafat

tertentu, oleh karena itu pendekatan tokoh juga dapat dikelompokan sebagai pendekatan

Aliran, meskipun tidak semua Filsuf memiliki aliran tersendiri.

Pendekatan Sejarah. Pendekatan ini berusaha memahami filsafat dengan

melihat aspek sejarah dan perkembangan pemikiran filsafat dari waktu ke waktu dengan

melihat kecenderungan-kecenderungan umum sesuai dengan semangat zamannya,

kemudian dilakukan periodisasi untuk melihat perkembangan pemikiran filsafat secara

kronologis.

Dari pendekatan-pendekatan tersebut di atas, nampak sekali bahwa untuk

memahami filsafat seseorang dapat memasukinya melalui empat pintu, namun demikian

bagi pemula, pintu-pintu tersebut harus dilalui secara terurut, mengingat pintu

pendekatan Tokoh dan pendekatan Historis perlu didasari dengan pemahaman awal
tentang filsafat yang dapat diperoleh melalui pintu pendekatan definisi dan pendekatan

sistematika.

Pengetahuan yang diperoleh dengan pendekatan ilmiah diperoleh melalui

penelitian ilmiah dan dibangun di atas teori tertentu. Teori itu berkembang melalui

penelitian ilmiah, yaitu penelitian yang sistematik dan terkontrol berdasar atas data

empiris. Teori itu dapat diuji (di tes) dalam hal keajegan dan kemantapan internalnya.

Artinya, jika penelitian ulang dilakukan orang lain menurut langkah-langkah yang

serupa pada kondisi yang sama akan diperoleh hasil ajeg (consistent), yaitu hasil yang

sama atau hampir sama dengan hasil terdahulu. Langkah-langkah penelitian yang teratur

dan terkontrol itu telah terpolakan dan, sampai batas tertentu, diakui umum. Pendekatan

ilmiah akan menghasilkan kesimpulan yang serupa bagi hampir setiap orang, karena

pendekatan tersebut tidak diwarnai oleh keyakinan pribadi, bias, dan perasaan, cara

penyimpulannya bukan subjektif, melainkan objektif. Dengan pendekatan ilmiah Anda

akan berusaha untuk memperoleh kebenaran ilmiah, yaitu pengetahuan benar yang

kebenarannya terbuka untuk diuji oleh siapa saja yang menghendaki untuk mengujinya.

Penemuan kebenaran melalui Pendekatan Ilmiah, yaitu kebenaran yang

diperoleh dari proses berpikir dan prosedur ilmiah seperti telah dikemukakan di bagian

terdahulu, yaitu diawali dengan merumuskan masalah, merumuskan kerangka

pemikiran, merumuskan hipotesis, menguji hipotesis, dan menarik kesimpulan. Dalam

penemuan kebenaran melalui metode ilmiah, ada beberapa kriteria metode ilmiah yang

harus diperhatikan, diantaranya :1) Berdasarkan fakta, 2) Pertimbangan objektif, 3)

Sifatnya kuantitatif, 4) Logika deduktif–hipotetik, 5) Logika hipotetik-generalisasi. 11

11
Mo’tasim, Penelitian Dan Sumbangannya Terhadap Ilmu Pengetahuan (Sains), CENDEKIA:
Jurnal Studi Keislaman Volume 3, Nomor 2, Desember 2017; P-ISSN 2443-2741; E-ISSN 2579-5503,
hlm. 39.
3. Pendekatan Ilmiah Dalam Filsafat Ilmu

Dalam melakukan studi filsafat dilakukan berdasarkan beragamnya pendapat dan

pandangan. Agar studi filsafat tidak menjadi historis melainkan sistematis, fungsional,

dan kompratif kita perlu melakukan pendekatan-pendekatan sehingga dapat membuka

wawasan kita yang lebih luas.Pendekatan yang dipakai dalam menelaah suatu

permasalahan dapat dilakukan dengan menggunakan sudut pandang atau tinjuan dari

berbagai cabang ilmuL seperti ilmu ekononi, politik, psikologi,sosiologi.

Beberapa penulis yang mengomentari tentang pendekatan filsafat ilmu ini seperti

yang dikemukakan oleh Muhadjir dan Parson. Muhadjir dalam Ismaun (2004)

menjelaskan tentang pendekatan filsafat ilmu sebagai berikut:

“Pendekatan sistematika agar mencakup materi yang sahih atau valid sebagai filsafat

ilmu, pendekatan mutakhir dan fungsional dalam pengembangan teori.Mutakhir dalam

arti identic dengan kontemporer dan identic degan hasil pengujian lebih akhir dan valid

bagi suatu aliran atau pendekatan, dan pendekatan komparatif bahwa suatu penelaahan

aliran ata pendekatan ataupun model disajikan sedemikian rupa agar kita dapat

membuat komparasi untuk akhirnya mau memilih.”12

Sedangkan Parson (Ismaun:2004) dalam studinya melakukan lima pendekatan

sebagai berikut:

1. Pendekatan received view yang secara klasik bertumpu pada aliran positivism

yang berdasarkan fakta-fakta.

2. Pendekatan menampilkan diri dari sosok rasionality yang membuat kombinasi

antara berfikir empiris dengan berpikir structural dalam matematika.

12
A.Susanto, Filsafat Ilmu: Suatu Kajian Dalam Dimensi Ontologis, Epistimologis, dan
Aksiologis, (Jakarta: PT Bumi Aksara, cet. Ke-7, 2017), hlm. 52.
3. Pendekatan fenomenalogik yang tidak hanya sekedar pengalaman langsung

melainkan pengalaman yang mengimpilkasikan penafsiran dan klasifikasi.

4. Pendekatan metafisik, yang bersifiat intransenden. Moral berupa sesuatu yang

objektif universal.

5. Pragmatisme, walaupun memang bukan pendekatan tetapi menarik disajikan,

karena dapat menyatukan antara teori dan praktik.

Dengan memahami pendekatan-pendekatan sebagaimana disebutkan dalam kutipan

di atas untuk melakukan studi filsafat dalam memilih salah satu pendekatan yang tepat

sehingga dalam melakukan generalisasinya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Cara untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah, yaitu dengan menggunakan metode

ilmiah, berpikir secara rasional, dan bertumpu pada data data empiris.13 Jenis

pendekatan lain yang juga penting kita telaah sebagai perbandingan adalah pendekatan

deduksi dan pendekatan induksi.

Pendekatan Deduksi adalah suatu kerangka atau cara berfikir yang bertolak dari

sebuah asumsi atau pernyataan yang bersifat umum untuk mencapai sebuah kesimpulan

yang bermakna lebih khusus. Ia sering pula diartikan dengan istilah logika minor,

dikarenakan memperdalami dasardasar pensesuaian dalam pemikiran dengan hukum,

rumus dan patokanpatokan tertentu.14 Pola penarikan kesimpulan dalam metode

deduktif merujuk pada pola berfikir yang disebut silogisme. Yaitu bermula dari dua

pernyataan atau lebih dengan sebuah kesimpulan. Yang mana kedua pernyataan tersebut

sering disebut sebagai premis minor dan premis mayor. Serta selalu diikuti oleh

penyimpulan yang diperoleh melalui penalaran dari kedua premis tersebut. Namun

13
A.Susanto, Filsafat Ilmu…., hlm. 53.
14
Mundiri, Logika (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, cet.ke-4, 2000), hlm. 14.
kesimpulan di sini hanya bernilai benar jika kedua premis dan cara yang digunakan juga

benar, serta hasilnya juga menunjukkan koherensi data tersebut.15

Penalaran deduksi merupakan salah satu cara berfikir logis dan analistik, yang

tumbuh dan berkembang dengan adanya pengamatan yang semakin intens, sistematis,

dan kritis. Juga didukung oleh pertambahan pengetahuan yang diperoleh manusia, yang

akhirnya akan bermuara pada suatu usaha untuk menjawab permasalahan secara

rasional sehingga dapat dipertanggung jawabkan kandungannya, tentunya dengan

mengesampingkan hal-hal yang irasional. Adapun penyelesaian masalah secara rasional

bermakna adanya tumpuan pada rasio manusia dalam usaha memperoleh pengetahuan

yang benar. Dan paham yang mendasarkan dirinya pada proses tersebut dikenal dengan

istilah paham rasionalisme. Metode deduktif dan paham ini saling memiliki keterikatan

yang saling mewarnai, karena dalam menyusun logika suatu pengetahuan para ilmuan

rasionalis cenderung menggunakan penalaran deduktif.16

Adapun yang dimaksud dengan pendekatan induksi adalah cara berfikir untuk

menarik kesimpulan dari pengamatan terhadap hal yang bersifat partikular kedalam

gejala-gejala yang bersifat umum atau universal. Sehingga dapat dikatakan bahwa

penalaran ini bertolak dari kenyataan yang bersifat terbatas dan khusus lalu diakhiri

dengan statemen yang bersifat komplek dan umum.17 Generalisasi adalah salah satu ciri

yang paling khas dalam metode induksi. Hanya saja, generalisasi di sini tidak berarti

dengan mudahnya suatu proposisi yang diangkat dari suatu individu dibawa untuk

digeneralisasikan terhadap suatu komunitas yang lebih luas. Justru, melalui metode ini,
15
Maksud koheren di sini adalah konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.
Jujun S. Supriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Sinar Harapan, 1985), hlm.
55-57.
16
Imron Mustofa, Jendela Logika dalam Berfikir: Deduksi dan Induksi sebagai Dasar
Penalaran Ilmiah, EL-BANAT: Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Islam Volume 6, Nomor 2, Juli-
Desember 2016, hlm. 134.
17
Jan Hendrik Rapar, Pengantar Logika: Asas-asas Penalaran Sistematis (Yogyakarta:
Kanisius, t.th.), hlm. 86.
diberikan suatu kemungkinan untuk disimpulkan. Dalam artian, bahwa ada

kemungkinan kesimpulan itu benar tapi tidak berarti bahwa itu pasti benar, sehingga

akhirnya disinilah lahir probabilitas.18

Ciri khas dari penalaran induksi adalah generalisasi. Generalisasi dapat dilakukan

dengan dua metode yang berbeda. Pertama, yang dikenal dengan istilah induksi

lengkap, yaitu generalisasi yang dilakukan dengan diawali hal-hal partikular yang

mencakup keseluruhan jumlah dari suatu peristiwa yang diteliti. Maka generalisasi

macam ini tidak bisa diperdebatkan dan tidak pula ragukan.19 Kedua, yang dilakukan

dengan hanya sebagian hal partikular, atau bahkan dengan hanya sebuah hal khusus.

Poin kedua inilah yang biasa disebut dengan induksi tidak lengkap.20 Dalam penalaran

induksi atau penelitian ilmiah sering kali tidak memungkinkan menerapkan induksi

lengkap, oleh karena itu yang lazim digunakan adalah induksi tidak lengkap. Induksi

lengkap dicapai manakala seluruh kejadian atau premis awalnya telah diteliti dan

diamati secara mendalam. Namun jika tidak semua premis itu diamati dengan teliti, atau

ada yang terlewatkan dan terlanjur sudah diambil suatu kesimpulan umum, maka

diperolehlah induksi tidak lengkap.21 Bahkan manakala seseorang seusai mengamati

hal-hal partikular kemudian mengeneralisasikannya, maka sadar atau tidak, ia telah

menggunakan induksi. Generalisasi di sini mungkin benar mungkin pula salah, namun

yang lebih perlu dicermati adalah agar tidak terjadi sebuah kecerobohan generalisasi.

Alasan menggunakan kedua pendekatan atau penalaran diatas relatif lebih familiar

dengan keseharian kita, serta pendekatan ini menunjukan kepada kita bahwa filsafat

18
Maksud probabilitas disini adalah Pernyataan yang muatannya suatu hipotesa atau “ramalan”
dengan suatu tingkat keyakinan tertentu tentang akan terjadinya suatu kejadian dimasa yang akan datang.
Lihat: Mundiri, Logika.,hlm. 183.
19
Protasius Hardono Hadi, dan Kenneth T. Gallagher, Epistemologi, Filsafat Pengetahuan
(Yogyakarta: Kanisius, 1994), hlm. 135.
20
Jan Hendrik Rapar, Pengantar Logika, hlm. 86.
21
Protasius Hardono Hadi, dan Kenneth T. Gallagher Epistemologi, hlm. 135.
ilmu adalah sebuah ilmu yang mempelajari filsafat. Karena kita perlu melihat bahwa

sebagai cabang ilmu filsafat menghasilkan teori-teori dari hasil pelaksanaan metode

ilmiah.22

Pola pendekatan deduktif dan induktif menggambarkan bahwa untuk melakukan

studi ilmiah yang pertama harus dilakukan adalah menetapkan rumusan masalah dan

mengidentifikasikannya, kemudian ditunjang oleh konsep dan teori atas temuan yang

relatif. 23

Secara ekstrim aliran prgamatisme menyatakan bahwa metode ilmiah adalah sintesis

antara berfikir rasional dan empiris. Metode yang dikembangkan oleh John Dewey,

sebagaimana dikutip oleh Anna Poedjiadi (1987:18) memberikan langkah-langkah

sebagai berikut:

a) Identifikasi masalah

b) Formulasi hipotesis

c) Mengumpulkan, mengorganisasikan, dan menganalisis data

d) Fornulasi kesimpulan

e) Verifikasi apakah hipotesis ditolak,diterima, atau dimodifikasi.

Semua orang punya kecenderungan untuk mencoba menjelaskan suatu gejala,

namun tidak semua penjelasan tersebut merupakan penjelasan ilmiah (scientific

explanation), mengingat penjelasan ilmiah (penjelasan yang mengacu pada ilmu) Sesuai

dengan fungsinya untuk memberikan penjelasan tentang berbagai gejala, baik itu gejala

alam maupun gejala sosial, maka ilmu mempunyai peranan penting dalam memberikan

pemahaman tentang berbagai gejala tersebut.

22
A.Susanto, Filsafat Ilmu…., hlm. 53.
23
A.Susanto, Filsafat Ilmu…., hlm. 53.
Penjelasan ilmiah adalah adalah pernyataan-pernyataan mengenai masing-

masing karakteristik sesuatu serta hubungan-hubungan yang terdapat diantara

karakteristik tersebut, yang diperoleh melalui cara sistematis, logis, dapat dipertanggung

jawabkan, serta terbuka atau dapat diuji kebenarannya. Dengan demikian penjelasan

ilmiah merupakan penjelasan yang merujuk pada suatu kerangka ilmu, baik itu teori

maupun fakta yang sudah mengalami proses induksi. Terdapat beberapa jenis

penjelasan ilmiah yaitu :24

1. Genetic explanation. Yaitu penjelasan tentang sesuatu gejala dengan cara

melacak sesuatu tersebut dari awalnya atau asalnya.

2. Intentional explanation. Yaitu penjelasan tentang sesuatu gejala dengan melihat

hal-hal yang mendasarinya atau yang menjadi tujuannya.

3. Ispositional explanation. Yaitu penjelasan tentang suatu gejala dengan melihat

karakteristik atau sifat dari gejala tersebut.

4. Reasoning explanation (explanation through reason). Yaitu penjalasan yang

dihubungkan dengan alasan mengapa sesuatu itu terjadi atau sesuatu itu

dilakukan.

5. Functional explanation. Yaitu penjelasan dengan melihat suatu gejala dalam

konteks keseluruhan dari suatu sistem atau gejala yang lebih luas

6. Explanation through empirical generalization. Yaitu penjelasan yang dibuat

dengan cara menyimpulkan hubungan antara sejumlah gejala.

7. Explanation through formal theory. Yaitu penjelasan yang menekankan pada

adanya aturan , hukum atau prinsip yang umumnya terbentuk memalui deduksi.

24
Uhar Suharsaputra, Penghantar Filsafat Ilmu….., hlm. 72.
Dalam memberikan suatu penjelasan seseorang bisa saja menggunakan berbagai

jenis penjelasan untuk makin memperkuat argumentasinya, dan hal ini tergantung pada

gejala atau masalah yang ingin dijelaskannya.

Adapun dalam pendekatan ilmiah, ditemui pula sikap ilmiah. Sikap ilmiah

merupakan sikap yang harus dimiliki oleh ilmuwan, atau para pencari ilmu. Menurut

Harsoyo, sikap ilmiah mencakup hal-hal sebagai berikut :25

1. Sikap objektif (objektivitas)

2. Sikap serba relatif

3. Sikap skeptis

4. Kesabaran intetelektual

5. Kesederhanaan

6. Sikap tak memihak pada etik

Sementara itu Tini Gantini dalam bukunya Metodologi Riset menyebutkan delapan

ciri dari sikap ilmiah yaitu :

1. Mempunyai dorongan ingin tahu, yang mendorong kegelisahan untuk

meneliti fakta-fakta baru

2. Tidak berat sebelah dan berpandangan luas terhadap kebenaran

3. Ada kesesuaian antara apa yang diobservasi dengan laporannya

4. Keras hati dan rajin dalam mencari kebenaran

5. Mempunyai sifat ragu, sehingga terus mendorong upaya pencarian

kebenaran/tidak pesimis

6. Rendah hati dan toleran terhadap hal yang diketahui dan yang tidak

diketahui

25
Uhar Suharsaputra, Penghantar Filsafat Ilmu….., hlm. 73-74.
7. Kurang mempunyai ketakutan

8. Pikiran terbuka terhadap kebenaran-kebenaran baru.

Dari pendapat di atas dapat ditarik beberapa pokok yang menjadi ciri sikap ilmiah

yaitu : objektif, terbuka, rajin, sabar, tidak sombong, dan tidak memutlakan suatu

kebenaran ilmiah. Ini berarti bahwa ilmuwan dan para pencari ilmu perlu terus

memupuk sikap tersebut dalam berhadapan dengan ilmu, karena selalu terjadi

kemungkinan bahwa apa yang sudah dianggap benar hari ini seperti suatu teori,

mungkin saja pada suatu waktu akan digantikan oleh teori lain yang mempunyai atau

menunjukan kebenaran baru.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Pendekatan ilmiah adalah pendekatan disipliner dan pendekatan ilmu pengetahuan

yang funsional terhadap masalah tertentu. Pendekatan ilmiah wujudnya adalah metode

ilmiah. Metode ilmiah merupakan cara dalam mendapatkan pengetahuan secara ilmiah.
atau dengan perkataan lain, pengetahuan yang diperoleh dengan metode ilmiah dapat

digolongkan kepada pengetahuan yang bersifat ilmiah: disingkat pengetahuan ilmiah,

atau secara pendek disebut ilmu.

Dalam melihat atau memahami filsafat, dilakukan enam pendekatan ilmiah,

yaitu:

1. Pendekatan Definisi.

Dalam pendekatan ini filsafat dicoba difahami melalui berbagai definisi yang

dikemukakan oleh para ahli.

2. Pendekatan Sistimatika.

Objek material Filsafat adalah segala sesuatu yang ada dengan berbagai variasi

substansi dan tingkatan. Objek material ini bisa ditelaah dari berbagai sudut sesuai

dengan fokus keterangan yang diinginkan. Variasi fokus telaahan yang mengacu pada

objek formal melahirkan berbagai bidang kajian dalam filsafat yang menggambarkan

sistimatika,

3. Pendekatan Tokoh

Dalam pendekatan ini seseorang mencoba mendalami filsafat melalui

penelaahan pada pemikiran-pemikiran yang dikemukakan oleh para Filsuf, yang

terkadang mempunyai kekhasan tersendiri, sehingga membentuk suatu aliran filsafat

tertentu, oleh karena itu pendekatan tokoh juga dapat dikelompokan sebagai pendekatan

Aliran, meskipun tidak semua Filsuf memiliki aliran tersendiri.

4. Pendekatan Sejarah

Pendekatan ini berusaha memahami filsafat dengan melihat aspek sejarah dan

perkembangan pemikiran filsafat dari waktu ke waktu dengan melihat kecenderungan-


kecenderungan umum sesuai dengan semangat zamannya, kemudian dilakukan

periodisasi untuk melihat perkembangan pemikiran filsafat secara kronologis.

Adapaun pendekatan ilmiah dalam Filsafat Ilmu adalah Pendekatan sistematika agar

mencakup materi yang sahih atau valid sebagai filsafat ilmu, pendekatan mutakhir dan

fungsional dalam pengembangan teori.Mutakhir dalam arti identic dengan kontemporer

dan identic degan hasil pengujian lebih akhir dan valid bagi suatu aliran atau

pendekatan, dan pendekatan komparatif bahwa suatu penelaahan aliran ata pendekatan

ataupun model disajikan sedemikian rupa agar kita dapat membuat komparasi untuk

akhirnya mau memilih.

Parson (Ismaun:2004) dalam studinya melakukan lima pendekatan sebagai berikut:

1. Pendekatan received view yang secara klasik bertumpu pada aliran

positivism yang berdasarkan fakta-fakta.

2. Pendekatan menampilkan diri dari sosok rasionality yang membuat

kombinasi antara berfikir empiris dengan berpikir structural dalam

matematika.

3. Pendekatan fenomenalogik yang tidak hanya sekedar pengalaman langsung

melainkan pengalaman yang mengimpilkasikan penafsiran dan klasifikasi.

4. Pendekatan metafisik, yang bersifiat intransenden. Moral berupa sesuatu

yang objektif universal.

5. Pragmatisme, walaupun memang bukan pendekatan tetapi menarik

disajikan, karena dapat menyatukan antara teori dan praktik.

Jenis pendekatan lain yang juga penting kita telaah sebagai perbandingan adalah

pendekatan deduksi dan pendekatan induksi. Pendekatan Deduksi adalah suatu kerangka

atau cara berfikir yang bertolak dari sebuah asumsi atau pernyataan yang bersifat umum
untuk mencapai sebuah kesimpulan yang bermakna lebih khusus. Sedangkan

pendekatan deduksi merupakan salah satu cara berfikir logis dan analistik, yang tumbuh

dan berkembang dengan adanya pengamatan yang semakin intens, sistematis, dan kritis.

Juga didukung oleh pertambahan pengetahuan yang diperoleh manusia.

Daftar Pustaka

Purwanto, M. Ngalim, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT.Rosdakala,cet. Ke-5,1990).

Ghoni, M. Djunaidi & Al-Mansur, Fauzan, Filsafat Ilmu dan Metode Penelitian

(Malang: UIN Maliki Press, 2015).


Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Liberty

Yogyakarta, cet.ke-7,2006).

Nuryata, I Made, Hand Out Metodologi Penelitian, (STISIP MARGARANA

TABANAN: 2012).

P, Checkland, Systems thinking, systems Practice, (United Kingdom: Wiley

publishers,1993).

Suharsaputra, Uhar , Penghantar Filsafat Ilmu, (Universitas Kuningan, 2004).

Gahral Adian, Donny, Menyoal Objektivisme Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Teraju,

2002).

Mo’tasim, Penelitian Dan Sumbangannya Terhadap Ilmu Pengetahuan (Sains),

CENDEKIA: Jurnal Studi Keislaman Volume 3, Nomor 2, Desember 2017; P-

ISSN 2443-2741; E-ISSN 2579-5503.

Susanto, A., Filsafat Ilmu: Suatu Kajian Dalam Dimensi Ontologis, Epistimologis, dan

Aksiologis, (Jakarta: PT Bumi Aksara, cet. Ke-7, 2017).

Mundiri, Logika (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, cet.ke-4, 2000).

Supriasumantri, Jujun S., Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Sinar

Harapan, 1985).

Mustofa, Imron, Jendela Logika dalam Berfikir: Deduksi dan Induksi sebagai Dasar

Penalaran Ilmiah, EL-BANAT: Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Islam Volume

6, Nomor 2, Juli-Desember 2016.


Rapar, Jan Hendrik, Pengantar Logika: Asas-asas Penalaran Sistematis (Yogyakarta:

Kanisius, t.th).

Hardono Hadi, Protasius, dan Gallagher, Kenneth T., Epistemologi, Filsafat

Pengetahuan (Yogyakarta: Kanisius, 1994).

Anda mungkin juga menyukai