Evaluasi Kebijakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Cianjur Tahun 2011-2016
Evaluasi Kebijakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Cianjur Tahun 2011-2016
Evaluasi Kebijakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Cianjur Tahun 2011-2016
Oleh:
H. DENNY ADITYA DWIWARMAN
ABSTRACT
This research was initiated by phenomenon which indicated that the policy
evaluation of Regional Development Plan of Cianjur (RPJMD) 2011-2016 has not
been optimal yet, especially related to the development of Cianjur Selatan-based
road infrastructure. The strengthening of the phenomenon, then has implications
on the low purchasing power of society and the low level of public welfare,
especially in the area of South Cianjur. Therefore, the researcher focuses the
research on how the evaluation of Medium-Term Development Plan (RPJMD) of
Cianjur regency for 2011-2016 and Strategy of RPJMD Cianjur policy evaluation
is expected to increase people's purchasing power in Cianjur regency.
The purpose of the study, among others; first, describe and analyze the
evaluation of the Cianjur District Medium-Term Development Plan (RPJMD)
policy for 2011-2016, and secondly, to analyze and find the concept of RPJMD
policy evaluation strategy that can be done to develop the development of tourism-
based road infrastructure, especially in Cianjur Selatan. While the research
method using descriptive, and research approach using mixed methods, through
concurrent embedded design model (mixture is not b
alanced).
The results reveal that the success of RPJMD policy evaluation is
empirically determined by dimensions or aspects of effectiveness, effeciency,
adequacy, equity, responsiveness, and appropriateness. On the other hand,
researchers found another concept or dimension, in addition to the six parameters
put forward by Willian N. Dunn (1981). The concept or dimension that
researchers find is the dimension of the perception equation. These findings are
academically novelty generated in this dissertation. In addition, the study also
found that to optimize the RPJMD policy evaluation required a strategy for the
Cianjur District Government. The strategy that can be done by the Government of
Cianjur Regency refers to the pattern of priority scale based on the calculation
result of Analitycal Hierarchy Process (AHP), which essentially follow the
pattern; (1) dimension of perception equation, (2) dimension of accuracy, (3)
dimension of equalization, (4) dimension of responsiveness. (5) sufficiency
dimension, (6) efficiency dimension, (7) effectiveness dimension.
This research concludes that policy evaluation of RPJMD Kabupaten
Cianjur Year 2011-2016, especially related to development of road based tourism
infrastructure empirically has not run optimally, so that implication on society
prosperity, especially people residing in Area Cianjur Selatan
ABSTRAK
3. Kerangka Pemikiran
Konstruksi berikir dalam disertasi ini dibangun melalui kerangka
pemikiran yang substansinya merujuk pada konsep dan teori yang relevan dengan
fokus kajian. Secara akademik, fokus kajian yang menjadi basis pemikiran dalam
penelitian disertasi ini terkait dengan konsep dan teori kebijakan publik, khususnya
evaluasi kebijakan, dalam hal ini evaluasi kebijakan RPJMD Kabupaten Cainjur
Tahun 2011-2016.
Secara umum evaluasi kebijakan sebagaimana dilukiskan oleh Winarno
(2012: 166), merupakan kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian
kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak. Dalam hal ini,
evaluasi kebijakan dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi
kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam
seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap
perumusan masalah-masalah kebijakan, program-program yang diusulkan untuk
menyelesaikan masalah kebijakan, implernentasi, maupun tahap dampak
kebijakan.
Adapun tujuan evaluasi kebijakan tidak boleh hanya tentang “menemukan
kesalahan” dan “siapa yang membuat salah”, dan oleh karenanya menggantung
mereka di kertas untuk dinilai secara politis. Tujuan utama evaluasi kebijakan
adalah untuk menilai kesenjangan atau perbedaan antara harapan dan kinerja, dan
kemudian menemukan cara untuk menutup kesenjangan tersebut. Oleh karenanya,
6
evaluasi sebaiknya dilaksanakan secara positif. Dalam konteks ini Dunn (1981)
mengemukakan karakter evaluasi kebujakan yang tepat sebagai berikut:
1. Tujuannya adalah untuk menemukan masalah strategis untuk
memengaruhi kinerja kebijakan.
2. Evaluator mampu membuat jarak kepada pembuat kebijakan,
pengimplementasi kebijakan, dan target kebijakan.
3. Prosedur evaluasi secara metodologi akuntabel.
4. Implementasi evaluasi dilakukan tidak dalam situasi kebencian.
5. Cakupan evaluasi mencakup perumusan kebijakan, implementasi,
kebijakan, dan konteks (lingkungan).
Sedangkan cakupan evaluasi kebijakan secara komprehensif dapat
dilukiskan dalam gambar di bawah ini:
Gambar : 3.1
Cakupan Evaluasi Kebijakan
Gambar 3.2 :
Kerangka Berpikir Penelitian
4. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Deskriptif
Analisis artinya suatu metode penelitian yang menggambarkan objek penelitian
berdasarkan fakta-fakta yang ada dan sedang berlangsung pada saat penelitian
dilakukan dengan cara mengumpulkan, menyusun, dan menjelaskan data yang
8
diperoleh untuk kemudian dianalisis sesuai dengan teori yang ada. Sedangkan
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Mix-Method.
Adapun jenis penelitian campuran yang digunakan adalah desain concurrent
embedded (campuran tidak berimbang) yakni metode penelitian yang mengandung
gabungan antara penelitian kualitatif dan kuantitatif dengan cara mencampur kedua
metode tersebut dengan cara tidak seimbang. Dalam konteks ini penelitian yang
bersifat kualitatif lebih mendominasi kegiatan penelitian yang bersifat kuantitatif.
Secara substantif, metode penelitian ini pada tahap pertama menggunakan metode
kualitatif, kemudian diikuti oleh metode kuantitatif. Hal ini bertujuan untuk
memperkuat hasil penelitian kualitatif pada tahap pertama.
Tabel 5.1
Realisasi Anggaran per OPD dalam Penyelenggaraan
Bidang Pekerjaan Umum
Realisasi Anggaran per OPD (Rp.000) Total/O
No OPD
2011 2012 2013 2014 2015 PD
PU BINA 46.976. 51.435.6 83.601. 76.503.1 118.225 376.742.
1.
MARGA 775 11 726 54 .487 755
DISTARKI 15.401. 40.125.6 30.625. 94.947.6 90.570. 271.670.
2.
M 430 70 700 00 491 891
12.218. 15.111.2 40.642. 53.559.1 75.137. 196.668.
3. PSDA&P
640 87 435 13 238 714
74.596. 106.672. 154.869 225.009. 283.933 845.082.
Total/Tahun
845 568 .861 867 .216 360
Sumber : Dinas PU Bina Marga, Dinas Tata Ruang dan Permukiman dan Dinas PSDAP,
Tahun 2015
kabupaten dan jalan desa. Jalan nasional mempunyai panjang 73,794 km dengan
kondisi mantapseluruhnya (100%), sedangkan jalan provinsi mempunyai panjang
178,16 kmdengan kondisi jalan mantap sepanjang 173,66 km (97,47%) dan
kondisi tidak mantap sepanjang 4,5 km (2,535%). Adapun jalan kabupaten
mempunyai panjang 1.301,497 km dengan kondisi mantap sepanjang 467,11 km
(35,89%) sedangkan jalan desa mempunyai panjang 6.056,006 km dengan kondisi
baiksedang 1.681,668 km (27,77%). Sedangkan Jumlah daerah irigasi teknis
sebanyak 22 buah dengan luasan sebesar 24.463 hektar sedangkan daerah irigasi
non teknis sebanyak 838 buah dengan luasan sebesar 35.058 hektar.Sedangkan
persentase infrastruktur jalan dalam kondisi mantap untuk meningkatkan
aksesibilitas wilayah dalam rangka pengembangan pariwisata pada tahun pada
tahun 2015 menurun 7,20% dan terealisasi 7,18% atau 93,462 km. Apabila dilihat
dari kemampuan Anggaran tidak cukup untuk membangun infrastruktur jalan
sebagai penunjang pengembangan pariwisata dan pemerintah daerah memerlukan
bantuan pemerintah provinsi dan pusat karena anggaran yang dibutuhkan untuk
pembangunan jalan rusak menuju mantap untuk jalan Kabupaten Cianjur
mengunakan beton diperlukan kurang lebih 1.7 triliun untuk jalan desa dibutuhkan
kurang lebih 3 triliun.
Hasil temuan di atas, mengisyaratkan bahwa dari sisi kemampuan anggaran
yang dimiliki capain tersebut berkategori realistis, karena anggaran yang tersedia
untuk penanganan jalan belum memadai. Selain kendala keterbatasan anggaran,
proritas jalan mantap tidak bisa hanya dialokasikan ke sektor pariwisata saja, tetapi
juga harus mencakup sektor jalan untuk pengembangan wilayah, Pendidikan,
kesehatan dan sektor lainnya.
Oleh sebab itu, untuk mewujudkan dimensi kecukupan anggaran harus
adanya keberpihakan pemerintah di dalam menyelesaikan permasalahan
masyarakat mengenai kondisi jalan yang rusak sebesar 62, 78%, dapat dikatakan
tujuan yang telah dicapai sudah dirasakan mencukupi dalam berbagai hal. Artinya
untuk memenuhi kepuasan dan kebutuhan masyarakan didalam program
infrastruktur jalan lebih difokuskan dan memerlukan anggaran kurang lebih 400
milyar pertahun dengan waktu membangun kurang lebih 10 tahun untuk itu
kedepan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah difokuskan ke
pembangunan infrastruktur jalan dikarenakan RPJMD merupakan penjabaran dari
visi, misi, dan program kepala daerah yang memuat tujuan, sasaran, strategi, arah
kebijakan, pembangunan daerah dan keuangan daerah, serta program perangkat
daerah dan lintas perangkat daerah yang disertai dengan kerangka pendanaan
(Anggaran) bersifat indikatif untuk jangka waktu 5 (lima) tahun yang disusun
dengan berpedoman pada RPJPD dan RPJMN (UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah .
Kebijakan yang berorientasi pada perataan adalah yang akibat atau usahanya
secara adil didistribusikan.
Hasil penelitian mengungkap bahwa “Pemerataan kebijakan RPJMD
kabupaten Cianjur tahun 2011-2016 tentang pembangunan infrastruktur jalan
khususnya Infrastruktur jalan menuju akses potensi pariwista Cianjur Wilayah
Utara, Tengah dan Cianjur Selatan belum secara merata disemua daerah di
Kabupaten Cianjur, khususnya di Cianjur Selatan. Hal ini dapat dilihat dari sektor
pendapatan asli daerah di mana potensi pariwisata Cianjur Selatan belum mampu
memberikan kontribusi pendapatanya ini dikarenakan jumlah wisatawan pantai
lebih memilih Pelabuhan Ratu Sukabumi, jarak yang jauh, jalanya menuju akses
pariwisata rusak, sarana transportasi sulit sehingga pariwisata pantai selatan
tertinggal dibanding pariwisata pantai yang ada di kabupaten/kota di Jawa Barat.
Selain itu, penelitian ini menemukan bahwa pembangunan infrastruktur
jalan direncanakan sesuai dengan perioritas pembangunan jalan dan disesuikan
dengan alokasi anggaran yang dilakukan secara kebijakan politis, walaupun pada
kenyataan sulit untuk mengukur apakah sudah merata atau belum karena Dinas
Bina Marga belum memilik Geografy Informastion System atau data base jalan
secara sistem masih mengunakan manual sehingga sangat sulit menentukan
pemerataan pembangunan jalan. Dengan perkatan lain, bahwa pembangunan jalan
di wilayah Kabupaten Cianjur belum merata ini dapat dilihat dari banyaknya jalan
rusak di wilayah Cianjur Selatan, salah satu penyebanya adalah kurangnya
anggaran dan tidak menjadi program prioritas sehingga tidak menjadi fokus
pembangunan pada RPJMD Kabupaten Cianjur tahun 2011-2016.
Penguatan atas temuan di atas, dapat dicermati dari fakta bahwa kondisi
jalan mantap menuju akses pariwisata Cianjur Selatan baru mencapai 7,18% atau
93,462 km, sedangkan sisanya sebesar 92,82% dalam kondisi jalan rusak sedang
dan rusak berat. Akibat dari pembangunan infrastruktur jalan yang tidak merata
(trackel down effect) khususnya yang menuju kawasan obyek pariwisata Cianjur
Selatan menjadi wilayah yang tertinggal di Jawa Barat, sehingga berdampak
terhadap sulitnya investor berinvesatasi di dalam mengembangkan sarana
prasarana pariwisata, meningkatnya pengangguran dan akselerasi peningkatan
jumlah penduduk miskin Kabupaten Cianjur Selatan semakin bertambah.
sebaiknya pembangunan jalan dengan beton sehingga mutu dan kualitasnya akan
tahan lama. Selain itu, Pemerintah Daerah Kedepan diharapkan lebih
memprioritaskan pembangunan jalan menuju Cianjur Selatan jangan menabur
garam dilautan pembangunan jalan harus tuntas sehingga terlihat pembangunanya
dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Hasil penelitian juga menemukan bahwa untuk mengembangkan wisata
pantai Cianjur Selatan (Pantai Apra dan Pantai Jayanti) diperlukan Jalan yang
Mantap, Jalanya di perlebar, Kendaraan Umum antar Wilayah, Sarana Prasarana
Wisata dibenahi dan promosinya ditingkatkan sehingga akan berdampak para
investor masuk ke Cianjur Selatan dalam hal membangun Hotel, Restoran dan
Usaha-usaha pariwisata lainya seperti pantai pelabuhan Ratu dan Pangandaran
sehingga untuk saat ini saya mengatakan bahwa kebijakan RPJMD kabupaten
Cianjur tahun 2011-2016 dalam hal pembangunan jalan menuju akses pariwisata
Cianjur Selatan kurang tepat karena pembangunan jalanya sedikit dan cepat rusak,
drainase jalan hampir tidak ada, penerangan jalan umum minim, saranan prasarana
wisata tidak optimal apalagi promosi potensi wisatanya”.
Berangkat dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa kondisi di lapangan,
khususnya mengenai pembangunan jalan menuju pariwisata Cianjur Selatan belum
sesuai dengan hasil yang diharapkan, artinya belum tepat sasaran sesuai dengan
yang dibutuhkan dan diharapkan Masyarakat Cianjur Selatan. Fenomena ini terjadi
karena program pembangunan jalan menuju akses pariwisata Cianjur Selatan tidak
menjadi fokus pembangunan dan tidak dimasukan ke dalam Rencana strategis
program dinas Bina Marga sehingga dampaknya masyarakat Cianjur Selatan
menjadi tertinggal dan tingkat lapangan pekerjaan sulit diperoleh, daya beli
masyarakat dibawah hidup layak, kemiskinan semakin tinggi dan masyarakat
belum sejahtera.
Pada sisi lain, hasil penelitian menemukan bahwa faktor-faktor yang
menyebabkan kebijakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
Kabupaten Cianjur tahun 2011-2016 mengenai pembangunan jalan berbasis
Pariwisata Cianjur Selatan, dianggap kurang tepat. Hal tersebut dapat dicermati
dari hal-hal sebagai berikut:
1. Terbatasnya anggaran belanja daerah untuk bidang pembangunan infrastruktur
seperti pembangunan jalan, bidang pendidikan, bidang kesehatan dan bidang
ekonomi, sehingga percepatan pembangunan daerah belum dapat
diaktualisasikan,
2. Terbatasnya kualitas sumberdaya manusia yang dimiliki oleh para kontraktor
sehingga hasil pembangunan infrastruktur kurang optimal,
3. Rendahnya aksesbilitas transportasi ke lokasi yang akan dibangun
infrastrukturnya sehingga diperlukan biaya yang lebih besar,
4. Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pemanfaatan dan pemeliharaan
infrastruktur yang disediakan pemerintah, sehingga kondisinya cepat rusak,
5. Faktor pendanaan yang sering terlambat sehingga seringkali proyek
pembangunan terhenti sehingga tidak mencapai target waktu dari
pembangunan tersebut.
16
Tabel 5.2
Level 1 Level 2
Persamaan Persepsi = .335 Tujuan = .093
Sasaran = .087
Realisasi = .076
Target = .042
Indikator Kinerja = .037
Ketepatan = .159 Ketepatan Kebijakan = .056
Ketepatan Pengelolaan Anggaran = .048
Ketepatan Koordinasi = .035
Ketepatan Waktu = .020
Pemerataan = .131 Ketepatan Target = .090
Cakupan Program = .041
Responsivitas = .130 Kecepatan Menanggapi Keluhan = .065
Terbuka Menerima Masukan = .036
Sensitif Terhadap Kritik = .029
Kecukupan = .114 SDM = .052
Anggaran = .032
Fasilitas = .017
Teknologi = .013
Efisiensi = .076 Penggunaan Anggaran = .030
Penggunaan SDM = .024
Penggunaan Fasilitas = .013
Penggunaan Teknologi = .009
Efektivitas = .055 Pencapaian Tujuan = .026
Kontribusi Terhadap Tujuan = .018
Perbandingan Hasil yang diharapkan = .011
Sumber: Hasil Pengolahan Data, Tahun 2018
18
Gambar : 5.1
Pola Strategi Evaluasi Kebijakan
Berdasarkan Dimensi
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, James E. (1978). Public Policy Making. New York; Holt, Rinehart and
Winson.
Budi Winarno, (2009). Kebijakan Publik. Teori, Proses, dan Studi Kasus.
Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Hill, Michael dan Peter Hupe. (2012). Implementing Public Policy : Governance
in Theory and in Practice. London-Thousand Oak-New Delhi: Sage
Publications.
Van Meter, Donalds & Carl E. Van Horn. (1974). The PolicyImplementation
Process : A Conceptual Framework Administration Society. Vol. 6 No.4
February.