2 PB PDF
2 PB PDF
2 PB PDF
ABSTRACT
The purpose of this study is to determine and analyze the wage
mechanism for hand-drawn batik craftsmen in Tanjung Bumi District, Bangkalan
Regency. This study uses a descriptive qualitative research approach. Data
collection methods in this study are observation, interviews and documentation
studies. Purposive technique as the selection of informants with MSME owners
and batik craftsmen as informants. The results of the study indicate that the
mechanism of remuneration for hand-drawn batik SMEs consists of giving jobs,
contracts, carrying out work and giving wages. The wage system for batik
craftsmen uses a unit yield system, in which the more batik that is done, the more
wages they receive. The amount of wages is determined based on the batik
motif. The rougher the batik motifs, the lower the wages, on the contrary, the finer
the batik motifs, the higher the wages of craftsmen. Wages are given when the
work has been completed with payment according to the agreement at the
beginning before the work process. The wages given are only wages for their
work, no wages as a substitute for transportation or other benefits.
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui dan menganalisis
mekanisme pengupahan pengrajin batik tulis di Kecamatan Tanjung Bumi
Kabupaten Bangkalan. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian
kualitatif deskriptif. Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah metode
observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Teknik purposive sebagai
pemilihan informan dengan pemilik UMKM dan pengrajin batik tulis sebagai
informan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mekanisme pengupahan pada
pelaku UMKM batik tulis terdiri dari pemberian pekerjaan, akad, pelaksanaan
pekerjaan dan pemberian upah. Sistem pengupahan pengrajin batik
menggunakan sistem satuan hasil, yang mana semakin banyak batik yang
dikerjakan, maka upah yang diterima juga semakin banyak. Besar upah
ditentukan berdasarkan motif batik. Semakin kasar motif batik maka upah
semakin rendah, sebaliknya semakin halus motif batik semakin tinggi upah
pengrajin. Pemberian upah dilakukan ketika pekerjaan telah selesai dengan
pembayaran sesuai kesepakatan diawal sebelum proses pengerjaan. Upah yang
diberikan hanya upah hasil kerja mereka, tidak ada upah sebagai pengganti
transportasi atau tunjangan lainnya.
PENDAHULUAN
Gambar 1
Jumlah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Indonesia Tahun 2015-
2019
Sumber: Diolah dari data Kementrian Koperasi dan UKM RI, 2021
Gambar 2
Jumlah UMKM Batik Kecamatan Tanjung Bumi Tahun 2016
(Masrunik, 2020). Upah merupakan imbalan balas jasa atas output yang telah
dikerjakan.
Potensi membatik yang dimiliki oleh masyarakat Tanjung Bumi seharusnya
setara dengan kondisi perekonomian mereka (Wati et al., 2017). Semakin unggul
produk yang dihasilkan maka perekonomian masyarakat tersebut semakin akan
baik, namun dalam kenyataannya adalah sebaliknya. Oleh karena itu, tujuan
dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui mekanisme pengupahan pada
pelaku UMKM batik tulis di Kecamatan Tanjung Bumi, Kabupaten Bangkalan.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Upah
Upah menurut Sukirno (2013) yaitu ganjaran/pembayaran yang diterima
tenaga kerja dari melakukan suatu kegiatan ekonomi untuk menghasilkan barang
atau jasa. Menurut Mudiastuti & Saputra (2016) upah adalah suatu penerimaan
sebagai imbalan dari pemberi kerja kepada penerima kerja untuk sesuatu
pekerjaan/jasa yang telah atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam
bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan atau perjanjian kerja
antara pemberi kerja dengan penerima kerja. Menurut Nikmah & Efendi (2017)
Upah sendiri merupakan balas jasa yang diberikan kepada para pekerja atas
pekerjaan yang telah diselesaikan. Sdaksono (1988) menyatakan bahwa upah
adalah jumlah seluruh uang yang ditetapkan dan diterimakan seseorang sebagai
pengganti jasa yang telah dikeluarkan oleh tenaga kerja selama jangka waktu
tertentu. Upah yaitu balas jasa atas tenaga yang dikeluarkan oleh pekerja.
Sistem Upah
2. Upah Satuan
Pada sistem tersebut, tenaga kerja dibayar berdasarkan jumlah satuan unit
produksi yang dapat diselesaikannya. Semakin banyak satuan unit produksi yang
dapat dikerjakan, semakin banyak upah yang diterima. sistem tersebut seringkali
digunakan apabila pengukuran kontribusi tenaga kerja terhadap produksi
perusahaan dapat dilakukan dengan mudah.
3. Upah Borongan
Upah borongan ialah upah yang dibayarkan berdasarkan satu unit pekerjaan
secara keseluruhan. pekerjaan yang menggunakan sistem upah borongan
biasanya adalah pekerjaan yang berkaitan dengan proyek-proyek tertentu seperti
proyek pembangunan jembatan dan proyek pembuatan jalan. sebenarnya sistem
penghitungan upah borongan hampir sama dengan sistem upah satuan, hanya
saja pada upah borongan pekerjaan dilakukan oleh sekelompok orang di bawah
pengawasan satu orang majikan, sehingga kontribusi setiap pekerja sulit untuk
ditentukan.
4. Upah Indeks
Upah indeks ialah upah yang dibayar berdasarkan indeks biaya hidup
yang berarti naik turunnya indeks biaya hidup akan turut menentukan besarnya
upah yang diterima pekerja. Jika harga kebutuhan pokok naik usahakan
dinaikkan sesuai dengan kenaikan tersebut, sebaiknya jika harga-harga
kebutuhan pokok turun maka upah yang dibayarkan pun turun kembali.
5. Upah Skala
Upah Skala ialah upah yang dibayar berdasarkan skala penjualan yang
berarti terdapat hubungan yang berbanding lurus antara jumlah penjualan
dengan jumlah yang dibayarkan. Jika jumlah penjualan meningkat maka upah
yang dibayarkan akan meningkat pula, dan jika penjualan turun maka upah yang
dibayarkan pun akan turun.
6. Upah Premi
Sistem upah dengan premi menunjukkan bahwa upah yang diterima
karyawan bukan upah pokok saja, tetapi dalam sistem upah premi yaitu
disediakan upah tambahan atau premi bagi karyawan yang mampu bekerja lebih
baik.
Nikmah & Efendi (2017) menyatakan terdapat tiga jenis pengupahan
yang diterapkan di dalam UKM, yaitu sebagai berikut.
1. Upah menurut waktu adalah upah yang ditentukan atas dasar lamanya
waktu pekerja melakukan pekerjaan dihitung berdasarkan satuan jam, hari,
minggu atau bulan.
2. Upah menurut satuan hasil adalah upah yang didasarkan pada jumlah
barang yang dihasilkan oleh pekerja dihitung berdasarkan satuan potong
barang, satuan panjang, atau satuan berat.
3. Upah borongan adalah upah yang dibayarkan kepada pekerja yang dihitung
berdasarkan banyaknya pekerjaan yang dikerjakan atau hari dalam
melakukan pekerjaan.
Faktor-Faktor yang Menimbulkan Perbedaan Upah
Sukirno (2013) dalam bukunya menyebutkan faktor-faktor penting yang
menjadi sumber dari perbedaan upah (I) diantara pekerja-pekerja didalam jenis
kerja tertentu dan (II) di antara berbagai golongan pekerjaan adalah sebagai
berikut.
1. Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja
2. Perbedaan corak pekerjaan
3. Perbedaan Kemampuan, Keahlian dan Pendidikan
4. Pertimbangan Bukan Keuangan
5. Mobilitas Tenaga Kerja
1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan
usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini.
2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai,
atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha
Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau
menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil
atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan
tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Tabel 1
Kriteria Usaha
No Uraian Kriteria
Aset Omset
METODE PENELITIAN
Gambar 3
Mekanisme pengupahan pada pelaku UMKM batik tulis Kecamatan Tanjung
Bumi
(Sumber: wawancara dengan informan, 2022)
2. Pelaksanaan akad
Pemberian upah pada pelaku UMKM batik tulis di Kecamatan Tanjung
Bumi sudah ditentukan diawal sebelum pengerjaan batik oleh para pengrajin.
Selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Nikmah & Efendi (2017) yang
menyatakan upah sudah ditentukan di awal sebelum pengerjaan batik oleh
karyawan, untuk lembar kain dengan ukuran tertentu dan penentuan motif
(cap/tulis) yang harus dikerjakan, sudah ditentukan berapa upah yang nantinya
diterima oleh pekerja. Batik di Kecamatan Tanjung Bumi adalah batik tulis,
sehingga besar upah ditentukan berdasarkan tingkat kesulitan motif. Semakin
halus atau sulit motif batik maka upah yang dibayarkan juga tinggi. Sebaliknya,
semakin kasar atau mudah motif maka semakin rendah upah yang dibayarkan
pemilik UMKM ke pengrajin batik tersebut. Besar upah juga ditentukan oleh
pengrajin dikarenakan yang paham pekerjaan tersebut adalah pengrajin.
3. Pelaksanaan Pekerjaan
Pemilik dan pengrajin setelah melakukan kesepakatan besar upah, maka
pengrajin akan mengerjakan pekerjaannya. Pelaksanaan pekerjaan dilakukan
pengrajin dirumah masing-masing, yang telah disampaikan pada pemberian
pekerjaan diatas, bahwa pelaksanaan kerja batik dilakukan dirumah masing-
masing pengrajin. Dilakukan dirumah masing-masing pengrajin menyebabkan
waktu kerjanya pun tidak dapat ditentukan berapa jam mereka bekerja dalam
perharinya, oleh karenanya waktu yang dibutuhkan pengrajin untuk
menyelesaikan pekerjaannya tidak menentu dalam per kainnya.
Patty dan Rita (2015) menyebutkan bahwa jam kerja adalah jumlah jam
kerja yang digunakan oleh seseorang dalam suatu waktu, yang juga
menunjukkan prosentase banyaknya jam kerja yang tersedia. Jumlah jam kerja
yang panjang secara tidak langsung akan membuat pekerjaan semakin produktif.
Secara umum dapat diasumsikan bahwa semakin banyak jam kerja yang
dipergunakan, berarti semakin akan produktif (Arifin, 2012). Jam kerja pada
usaha batik ini sulit untuk dihitung dalam per harinya, karena para pelaku UMKM
mulai membatik jika telah melakukan pekerjaan rumah atau yang lainnya.
Apabila batik dikerjakan seharian, batik akan cepat selesai. Semakin banyak
waktu yang digunakan maka semakin banyak pula produktivitas batik.
Kenyataannya batik dikerjakan apabila waktu luang. Pengerjaan batik dikerjakan
kurang lebih 7 jam sampai 12 jam perhari, terkadang mereka juga tidak
membatik jika ada acara, sehingga dapat dikatakan bahwa pengrajin dalam
pengerjaannya tidak produktif, karena jam kerja yang digunakan sedikit.
Pelaksanaan kerja juga ada yang dikerjakan apabila kain telah banyak,
seperti pada bagian tebbhengan, pewarnaan dan pelorodhen. Pada bagian
tersebut batik dikumpulkan, kemudian dikerjaan dalam satu waktu/ hari, sehingga
pelaksanaan kerjanya tidak menentu. Pengrajin batik tulis kecamatan Tanjung
Bumi bukan merupakan tenaga kerja tetap, yang mana pengrajin dapat
mengambil upahan dari beberapa pemilik UMKM/ pemilik kain. Kain yang
dikumpulkan juga bisa terdiri dari beberapa pemilik UMKM/ pemilik kain.
Biasanya meskipun pengerjaannya dilakukan bersamaan, tetapi prosesnya
dilakukan satu persatu per pemilik kain agar batik tidak tertukar.
4. Pemberian Upah
Sistem upah pelaku UMKM batik tulis di Kecamatan Tanjung Bumi
menggunakan sistem upah menurut hasil, dimana pengrajin memperoleh upah
berdasarkan banyaknya kain yang dikerjakan. Berikut pengupahan pada pelaku
UMKM yang diungkapkan oleh pemilik UMKM, ibu Suhartatik:
Upah yang diterima ibu Iseh selaku pengrajin batik bagian tebbhengan
sebesar Rp 3.000 sampai Rp 6.000 perkain. Proses pengerjaannya dilakukan
ketika kain sudah banyak karena pengerjaannya dilakukan 3 hari sekali atau 1
minggu 2 kali. Biasanya dikerjakan ketika kain yang terkumpul sebanyak 50 atau
60 kain, sehingga upah yang diperoleh oleh ibu Iseh Rp 100.000 atau Rp
150.000 per 3 hari sekali. Upah diberikan ketika batik telah selesai dikerjakan.
“San la mare ruah dek ebejher. Deddhi tak ebejher kaadek. Opana
tergantung motif. Batik se mode opana seebuh sampe 2 ebuh per
kain, mon se larang 2 ebuh sampe 3 ebu per kain. Mon batik se
larang prosessa lebbi abit polannah malannah cekkak, kodu ekerrek
tong-sittong. Tape mon pelorotan riya, sistemmah borongan dek.
Elong polong ghellu, bile le bennyak pas ekalako.” (Yabur, pengrajin
bagian pelorodhen).
“Kalau sudah selesai itu dek dibayar. Jadi gak dibayar duluan.
Upahnya tergantung motif. Batik yang murah upahnya seribu sampai
2 ribu per kain, kalau yang mahal 2 ribu sampai 3 ribu per kain. Kalau
batik yang mahal prosesnya lebih lama soalnya malamnya nempel,
harus di kerok satu persatu. Tapi kalau pelorotan itu, sistemnya
borongan dek. Dikumpulin dulu, kalau sudah banyak terus dikerjakan
dalam sehari...” (Yabur, pengrajin bagian pelorodhen).
maka output yang dihasilkan akan lebih banyak. Semakin banyak kain yang
dikerjakan semakin banyak pula upah yang diterima. Besar upah pada sistem ini
berkaitan dengan produktivitas yang dihasilkan pengrajin batik tulis. Semakin
banyak produksi yang dikerjakan maka semakin banyak upah yang diperoleh.
Untuk mengetahui pendapatan yang diperoleh oleh pengrajin batik, maka perlu
diketahui produktivitas yang dihasilkan oleh pengrajin batik dalam perbulannya.
Produktivitas yang dihasilkan setiap pengrajin berbeda-beda, karena sesuai
dengan permintaan atau pesanan dari pembeli.
Pendapatan yang diperoleh pengrajin dalam perbulannya berbeda, sesuai
dengan kain yang dikerjakan. Pendapatan yang diterima oleh ibu Efa Bussari
kurang lebih sebesar Rp 900.000 atau Rp 1.350.000/bulan, tetapi jika
ditambahkan dengan hasil jual batik yang diproduksi oleh ibu Efa pendapatan
beliau berkisar antara Rp 2.000.000 sampai Rp 2.500.000. Pendapatan yang
diterima oleh Ibu Hoi kurang lebih sebesar Rp 2.000.000 sampai Rp 3.000.000
perbulannya, sedangkan pendapatan yang diperoleh ibu Anisa sebesar Rp
400.000, tidak termasuk pendapatan yang diperoleh dari upahan. Pendapatan
Ibu Nur sebesar Rp 500.000 sampai Rp 1.000.000. Pendapatan yang diterima
ibu Iseh kurang lebih sebesar Rp 800.000 sampai Rp. 1.200.000/bulannya.
Pendapatan yang diterima ibu Yabur kurang lebih sebesar Rp 160.000 sampai
Rp 240.000/bulannya.
Pemberian upah pada pelaku UMKM batik di Kecamatan Tanjung Bumi
berbeda dalam tiap bagiannya. Adanya perbedaan pemberian upah pada
pengrajin dikarenakan adanya perbedaan pekerjaan. Menurut Sukirno (2013)
salah satu faktor adanya perbedaan upah karena adanya perbedaan corak
pekerjaan. Ada pekerja yang pekerjaannya yang ringan dan sangat mudah
dikerjakan. Ada pula pekerjaan yang harus dikerjakan dengan mengeluarkan
tenaga fisik yang besar, dan ada pula pekerjaan yang harus dilakukan dalam
lingkungan yang kurang menyenangkan. Golongan pekerja tersebut, biasanya
menuntut dan mendapat upah yang lebih tinggi, karena mereka melakukan kerja
yang lebih memerlukan tenaga fisik dan bekerja dalam keadaan yang kurang
menyenangkan. Sama halnya dengan upah pada pengrajin batik tulis.
Hasil wawancara yang diungkapkan oleh pemilik maupun pengrajin
tersebut bahwa upah pada pengrajin batik berbeda-beda. Upah pengrajin bagian
rengreng sebesar Rp 15.000 sampai Rp 80.000/kain. Pada bagian tersebut upah
yang diberikan sudah sesuai biaya produksi yang dikerluarkan, sedangkan upah
tertinggi adalah upah bagian pewarnaan yakni Rp 50.000 sampai Rp
250.000/kain. Upah pewarnaan tinggi karena membutuhkan bahan pewarna
kimia maupun yang alami dan juga proses pencelupannya membutuhkan tenaga
yang lebih serta dalam proses pewarnaan upah disesuaikan dengan pewarnaan
1 kali atau 2 kali atau lebih. Sedangkan upah pada pengrajin bagian tebbhengan
dan pelorodhen murah yakni upah tebbhengan Rp 3.000 sampai Rp 6.000/kain
dan upah pelorodhen sebesar Rp 1.000 sampai Rp 3.000/ kain, karena
pekerjaannya mudah dan alat bahan yang digunakan mudah didapatkan serta
murah.
Selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Faozi & Rahmiyanti (2016)
pada konveksi ABR di Kelurahan Perbutulan Kecamatan Sumber Kabupaten
Cirebon bahwa jumlah upah yang diperoleh tidak sama karena adanya
perbedaan prestasi kerja, jenis pekerjaan, risiko pekerjaan, tanggung jawab dan
jabatan pekerjaan. Selain itu, upah batik berbeda karena bergantung pada motif.
Semakin kasar/ mudah motif batik maka semakin murah upahnya, semakin
halus/ sulit motif maka semakin tinggi upahnya. Biaya produksi pada motif yang
halus lebih besar dibandingkan motif kasar. Pada motif yang halus dibutuhkan
malam/ lilin yang lebih banyak, membutuhkan pewarnaan dengan proses 2 kali
pencelupan jika ingin bagus dan mahal, serta dibutuhkan tenaga yang lebih
dibandingkan motif yang kasar.
Dalam pembayarannya, upah pengrajin dibayar setelah pekerjaan mereka
selesai. Upah tersebut dibayarkan sesuai dengan kesepakatan yang mereka
buat, upah yang mereka sepakati adalah upah hasil kerja bagian yang dikerjakan
oleh pengrajin. Selaras dengan penelitian oleh Mukoffi & Sobir (2019) yang
menyatakan bahwa sistem penggajian dan pengupahan yang dilakukan UD
BERKAH masih sangat sederhana dengan hanya sedikit melibatkan dokumen
sesuai dengan kemampuan membayar perusahaan. Upah diberikan hanya
berdasarkan hasil kerja yang telah dilaksanakan oleh karyawan. Tidak ada unsur
penunjang, misalnya sebagai alat untuk menjaga turn over yang tinggi, menjaga
kepuasan dan loyalitas karyawan, dan lain-lain. Dokumen yang digunakan juga
sangat sederhana. Dalam hal ini, upah yang diberikan oleh pemilik hanya
berdasarkan hasil kerja yang telah dilaksanakan oleh pengrajin, tidak ada unsur
penunjang, misalnya sebagai sebagai ganti transportasi yang pengrajin gunakan
untuk mengantar ataupun menjemput kain tersebut, mengenai pekerjaan yang
diselesaikan dengan cepat, dan lain-lain. Para pengrajin lainnya pun mengatakan
hal yang sama bahwa tidak ada upah tambahan yang diberikan oleh pemilik
UMKM. Berbeda dengan ibu Iseh yang bekerja pada pemilik UMKM. Ibu Iseh
mendapatkan uang tambahan berupa THR uang sebesar Rp 100.000.
Pendapatan yang diperoleh oleh pengrajin mayoritas mengatakan dicukup-
cukupi dan cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Berbeda dengan ibu
Iseh yang menyatakan bahwa upah yang diperoleh dicukup-cukupkan walaupun
kenyataannya tidak cukup. Upah yang diperoleh beliau hanya Rp 100.000
sampai Rp 150.000 digunakan dalam waktu 3 hari. Upah yang diperoleh juga
tidak sepadan dengan waktu yang dibutuhkan. Seperti yang disampaikan oleh
Ibu Efa dan Ibu Nur diatas bahwa waktu yang digunakan ber jam-jam bahkan
bisa sehari, dua hari bahkan bisa 1 bulanan. Perolehan upah hanya sebesar
sekian ratus ribu dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari pengrajin yang sistem
pemberian upah dibayarkan ketika batik telah selesai dengan waktu yang tidak
menentu, mengakibatkan sebagian pengrajin juga menggunakan pendapatan
dari suami mereka, sebagian pengrajin menggunakan hasil upah yang
sebelumnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, serta hasil memproduksi
batik siap jual. Ada juga pengrajin yang memenuhi kebutuhan sehari-hari juga
hasil dari pekerjaan sampingan, seperti membuka toko kelontong dan menjaga
anak/ pengasuh. Alasan pengrajin tetap melakukan pekerjaan tersebut karena
batik dikerjakan dirumah masing-masing pengrajin, dengan begitu pengrajin bisa
bersantai untuk mengerjakannya, dapat melakukan pekerjaan rumah, bisa
ditinggal jika lelah ataupun ada acara. Batik juga menjadi peluang utama bagi
para perempuan didesa ini, dengan membatik juga dapat melestarikan
kebudayaan yang ada.
PENUTUP
Kesimpulan
Upah yang diterima oleh pengrajin batik tulis kecamatan Tanjung Bumi
menggunakan sistem per kain atau satuan hasil. Pemilik UMKM akan
mengantarkan kain pada pengrajin atau pengrajin menjemput kain pada pemilik
UMKM. Jika pengrajin telah menyelesaikan pekerjaannya, pengrajin akan
mengantarkan kain tersebut pada pemilik UMKM. Pemberian upah dilakukan
ketika pekerjaan telah selesai dengan pembayaran sesuai kesepakatan diawal
sebelum proses pengerjaan. Besar upah ditentukan berdasarkan motif batik.
semakin kasar motif batik maka upah semakin rendah, sebaliknya semakin halus
motif batik semakin tinggi upah pengrajin.
Kesepakatan besar upah ditentukan pengrajin, namun ada juga yang
sudah ditentukan oleh pemilik UMKM, seperti pada bagian tebbhengan. Upah
yang diberikan hanya upah hasil kerja mereka, tidak ada upah sebagai pengganti
transportasi atau tunjangan lainnya. Upah yang diterima oleh pengrajin masih
tergolong rendah dibandingkan dengan bahan, tenaga kerja dan waktu yang
digunakan untuk menyelesaikan batik tersebut. Oleh karena itu, meskipun
pendapatan batik terkadang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,
mereka tetap memilih untuk menjadi pengrajin batik. Dalam hal ini, pemerintah
telah memberikan pelatihan-pelatihan seperti pewarnaan batik, bantuan
keuangan, serta acara pameran-pameran agar batik Tanjung Bumi lebih terkenal
luas.
Saran
1. Bagi pemilik UMKM batik tulis di kecamatan Tanjung Bumi diharapkan upah
yang diberikan pada pengrajin ada upah tambahan seperti upah tunjangan
hari raya atau yang lainnya, agar pengrajin dalam hal ini bisa menambah
semangat kerja dan pendapatan pengrajin.
2. Bagi pemerintah kabupaten Bangkalan diharapkan agar memberikan
perhatian lebih untuk mengembangkan potensi yang ada didesa ini, serta
batik tulis ini dapat dilestarikan supaya generasi muda sadar akan
pentingnya kebudayaan seni ini.Berisi saran atau rekomendasi.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, N. (2012). Analisis Kualitas Kehidupan Kerja, Kinerja, dan Kepuasan Kerja
Pada CV. Duta Senenan Jepara. Journal Economia, 8 (1). Hal 11-21.
Badan Pusat Statistik. Statistik UMKM Tahun 2012–2013. Diakses dari https://
www.bps.go.id/subjek/view/id/9 (30 September 2021).
Faozi, M. M., & Rahmiyanti, P. I. (2016). Sistem Pengupahan Tenaga Kerja
Home Industri perspektif Ekonomi Islam. AL-Mustashfa, 4(1), 14–24.
https://www.syekhnurjati.ac.id
Ghozali, dkk (2017). Strategi Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah
Batik Di Madura Melalui Human Capital Dan Peran Quadruple Helix.
Kompetensi, 11(2).
Hasanah, R. L., & dkk. (2020). Pengaruh modal , tingkat pendidikan dan
teknologi terhadap pendapatan umkm di kabupaten purbalingga. Jurnal
Akuntansi Dan Manajemen, 17(2), 305–313.
Investment Kabupaten Bangkalan. (2021).
Kecamatan Tanjung Bumi. 2021.
Kementrian Koperasi dan UKM Republik Indonesia. (2021).
Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 188/803/KPTS/013/2021 Tentang Upah
Minimum Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun 2022.
Masrunik, E. (2020). Metode Pengupahan Buruh Petik Kopi (Studi Kasus Pada