Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Makalah Difusi Pendidikan New

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

DIFUSI DAN INOVASI PENDIDIKAN


Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah difusi dan inofasi
pendidikan
Dosen pengampu: Bapak MIKSAN ANSORI

Disusun Oleh:
Muhammad Sirojuddin

PRODI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM FAQIH ASY’ARI KEDIRI
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis persembahkan kehadirat Alloh SWT.


Yang mana telah memberikan nikmat iman dan islam kepada kita semua, sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Baginda Nabi Agung
Muhammad SAW, sang reformer yang membawa kita dari zaman jahiliyah menuju
zaman yang islamiyah. Dan yang kita nantikan syafa’atnya diyaumil qiyamat.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka dari itu
kritik dan saran dari semua pihak yang membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu Bapak Dr.
Roizatul Faruk, M.Pd.I. yang telah membimbing kami dalam belajar dan juga
pembuatan makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi seluruh pembaca. Semoga
alloh swt meridhoi kita. Aamiin.

Sumbersari, 12 Oktober 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan ............................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Proses Inovasi Pendidikan .............................................. 3


B. Beberapa Model Proses Inovasi Pendidikan ..................................... 3
C. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Proses Inovasi Pendidikan ... 12

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ..................................................................................... 19
B. Saran ............................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Nicocolo Machiavelli berkata: “Tiada pekerjaan yang lebih susah


merencanakannya, lebih meragukan akan keberhasilannya, lebih berbahaya
dalam mengelolanya, daripada menciptakan suatu pembaharuan. Apabila
lawan telah merencanakan untuk menyerang inovator dengan mengerahkan
kemarahan pasukannya sedangkan yang lain hanya bertahan dengan
kemalasan, maka inovator beserta kelompoknya seperti dalam keadaan
terancam. (The Prince (1513) dikutip Rogers, 1983).

Pernyataan Machiavelli tersebut menunjukkan betapa berat tugas


inovator dan betapa sukarnya menyebarkan inovasi. Banyak orang
mengetahui dan memahami sesuatu yang baru tetapi belum mau menerima
apalagi melaksanakannya. Bahkan banyak pula yang menyadari bahwa
sesuatu yang baru itu bermanfaat baginya, tetapi belum juga mau menerima
dan mau menggunakan atau menerapkannya. Contohnya untuk
mengefektifkan proses belajar mengajar para guru diminta membuat
persiapan mengajar dengan menggunakan model desain instruksional PPSI
(Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional). Para guru ditatar dan
dilatih membuat persiapan mengajar dengan model PPSI. Tapi ternyata juga
belum semua guru yang telah tahu dan dapat membuat persiapan mengajar
dengan cara baru itu mau menggunakannya dalam kegiatan mengajar
sehari-hari.

Ternyata memang ada jarak antara mengetahui dan mau


menerapkannya serta menggunakan atau menerapkan ide yang baru
tersebut. Maka dalam proses penyebaran inovasi timbul masalah yakni
bagaimana caranya untuk mempercepat diterimanya suatu inovasi oleh
masyarakat.

1
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penyusun merumuskan


permasalahkan sebagai berikut:

1. Apa Pengertian Proses Inovasi Pendidikan?

2. Sebutkan Beberapa Model Proses Inovasi Pendidikan?

3. Apa Saja Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Proses Inovasi


Pendidikan?

C. Tujuan

1. Untuk Mengetahui Pengertian Proses Inovasi Pendidikan.

2. Untuk Mengetahui Beberapa Model Proses Inovasi Pendidikan.

3. Untuk Mengetahui Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Proses


Inovasi Pendidikan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Proses Inovasi Pendidikan

Proses inovasi pendidikan adalah serangkaian aktivitas yang


dilakukan oleh individu atau organisasi, mulai sadar tahu adanya inovasi
sampai menerapkan (implementasi) inovasi pendidikan. Kata proses
mengandung arti bahwa aktivitas itu dilakukan dengan memakan waktu dan
setiap saat tentu terjadi perubahan. Berapa lama waktu yang dipergunakan
selama proses itu berlangsung akan berbeda antara orang atau organisasi
satu dengan yang lain tergantung pada kepekaan orang atau organisasi
terhadap inovasi. Demikian pula selama proses inovasi itu berlangsung akan
selalu terjadi perubahan yang berkesinambungan sampai proses itu
dinyatakan berakhir.

B. Beberapa Model Proses Inovasi Pendidikan

Dalam mempelajari proses inovasi para ahli mencoba


mengidentifikasi kegiatan apa saja yang dilakukan individu selama proses
itu berlangsung serta perubahan apa yang terjadi dalam proses inovasi, maka
hasilnya diketemukan pentahapan proses inovasi seperti berikut:

1. Beberapa Model Proses Inovasi Yang berorientasi pada Individual,


antara lain:
a. Lavidge & Steiner (1961):
- Menyadari
- Mengetahui
- Menyukai
- Memilih
- Mempercayai
- Membeli

3
b. Colley (1961):
- Belum menyadari
- Menyadari
- Memahami
- Mempercayai
- Mengambil tindakan
c. Rogers (1962):
- Menyadari
- Menaruh perhatian
- Menilai
- Mencoba
- Menerima (Adoption)
d. Robertson (1971):
- Persepsi tentang masalah
- Menyadari
- Memahami
- Menyikapi
- Mengesahkan
- Mencoba
- Menerima
- Disonansi
e. Rogers & Shoemakers (1971)

4
f. Klonglan & Coward (1970):

g. Zaltman & Brooker (1971):

5
2. Beberapa Model Proses Inovasi Yang Berorientasi pada
Organisasi, antara lain:
a. Milo (1971):
- Konseptualisasi
- Tentatif adopsi
- Penerimaan Sumber
- Implementasi
- Institusionalisasi
b. Shepard (1967):
- Penemuan ide
- Adopsi
- Implementasi
c. Hage & Aiken (1970):
- Evaluasi
- Inisiasi
- Implementasi
- Routinisasi
d. Wilson (1966):
- Konsepsi perubahan
- Pengusulan perubahan
- Adopsi dan Implementasi

6
e. Rogers (1983)

f. Zaltman, Duncan & Holbek (1973):


1) Tahap Permulaan (Inisiasi)

- Langkah pengetahuan dan kesadaran

7
- Langkah pembentukan sikap terhadap inovasi

2) Tahap Implementasi

- Langkah awal implementasi

- Langkah kelanjutan pembinaan

Berikut ini diberikan uraian secara singkat proses inovasi dalam


organisasi menurut Zaltman, Duncan, dan Holbek (1973). Zaltman dan
kawan-kawan membagi proses inovasi dalam organisasi menjadi dua tahap
yaitu tahap permulaan (initiation stage) dan tahap implementasi
(implementation stage). Tiap tahap dibagi lagi menjadi beberapa langkah
(sub stage).

1. Tahap Permulaan (Intiation Stage)


a. Langkah pengetahuan dan kesadaran

Jika inovasi dipandang sebagai suatu ide, kegiatan, atau


material yang diamati baru oleh unit adopsi (penerima inovasi),
maka tahu adanya inovasi menjadi masalah yang pokok. Sebelum
inovasi dapat diterima calon penerima harus sudah menyadari
bahwa ada inovasi, dan dengan demikian ada kesempatan untuk
menggunakan inovasi dalam organisasi. Sebagaimana telah kita
bicarakan pada waktu membicarakan proses keputusan inovasi,
maka timbul masalah mana yang dulu tahu dan sadar ada inovasi
atau merasa butuh inovasi. Maka Rogers dan Shoemakers
mengemukakan seperti mana dulu ayam atau telur, tergantung
situasinya. Mungkin dapat tahu dan sadar inovasi baru merasa butuh
atau sebaliknya.

Jika kita lihat kaitannya dengan organisasi, maka adanya


kesenjangan penampilan (performance gaps) mendorong untuk
mencari cara-cara baru atau inovasi. Tetapi juga dapat terjadi
sebaliknya karena sadar akan adanya inovasi, maka pimpinan

8
organisasi merasa bahwa dalam organisasinya ada sesuatu yang
ketinggalan. Kemudian merubah hasil yang diharapkan, maka
terjadi sejenjangan penampilan.

b. Langkah pembentukan sikap terhadap inovasi

Dalam tahap ini anggota organisasi membentuk sikap


terhadap inovasi. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap
terhadap inovasi memegang peranan yang penting untuk
menimbulkan motivasi untuk ingin berubah atau mau menerima
inovasi. Paling tidak ada dua hal dari dimensi sikap yang dapat
ditunjukkan anggota organisasi terhadap adanya inovasi yaitu:

1) sikap terbuka terhadap inovasi, yang ditandai dengan adanya:


 kemauan anggota organisasi untuk memeprtimbangkan
inovasi.
 mempertanyakan inovasi (skeptic)
 merasa bahwa inovasi akan dapat meningkatkan kemampuan
organisasi dalam menjalankan fungsinya.
2) memiliki persepsi tentang potensi inovasi yang ditandai dengan
adanya pengamatan yang menunjukkan:
 bahwa ada kemampuan bagi organisasi untuk menggunakan
inovasi.
 organisasi telah pernah mengalami keberhasilan pada masa
lalu dengan menggunakan inovasi.
 adanya komitmen atau kemauan untuk bekerja dengan
menggunakan inovasi serta siap untuk menghadapi
kemungkinan timbulnya masalah dalam penerapan inovasi.

Dalam mempertimbangkan pengaruh dari sikap anggota


organisasi terhadap proses inovasi, maka perlu dipertimbangkan
juga perubahan tingkah laku yang diharapkan oleh organisasi

9
formal. Jika terjadi perbedaan antara sikap individu terhadap inovasi
dengan perubahan tingkah laku yang diharapkan oleh pimpinan
organisasi, maka terjadi disonansi inovasi. Ada dua macam
disonansi yaitu penerimaan disonan dan penolak disonan.

Empat macam tipe disonan-konsonan berdasarkan sikap


individu terhadap inovasi dan perubahan tingkah laku yang
diharapkan oleh organisasi,dapat ditunjukkan dengan bagan sebagai
berikut:

Penerima disonan terjadi jika anggota tidak menyukai


inovasi, tetapi organisasi mengharapkan menerima inovasi.
Sedangkan penolak disonan terjadi jika anggota menyenangi inovasi
tetapi organisasi menolak inovasi. Menurut Rogers dan Shoemaker
(1971), lama-lama disonansi dapat terkurangi dengan dua cara yaitu:

 Anggota organisasi merubah sikapnya menyesuaikan dengan


kemauan organisasi
 (b) Tidak melanjutkan menerima inovasi, menyalahgunakan
inovasi atau menrapkan inovasi dengan penyimpangan,
disesuaikan dengan kemauan anggota organisasi

Mohr (dikutip oleh Zaltman, 1973), mengemukakan bahwa


berdasarkan hasil penelitiannya di bidang kesehatan, menunjukkan
bahwa kemauan untuk menerima inovasi akan mengarah pada
penerapan inovasi jika disertai adanya motivasi yang tinggi untuk
mau berbuat serta tersedia bahan atau sumber yang diperlukan. Jika
persediaan sumber bahan yang diperlukan (resources) tinggi, maka
dampak terhadap motivasi untuk menerapkan inovasi dapat lipat 4

10
1/2 kali daripada jika persediaan sumber bahan rendah. Jadi untuk
melancarkan proses inovasi, perlu mempertimbangkan berbagai
variabel yang dapat meningkatkan motivasi serta tersedianya
sumber bahan pelaksanaan (resources).

c. Langkah pengambilan keputusan

Pada langkah ini segala informasi tentang potensi inovasi


dievaluasi. Jika unit pengambil keputusan dalam organisasi
menganggap bahwa inovasi itu memang dapat diterima dan ia
senang untuk menerimanya maka inovasi akan diterima dan
diterapkan dalam organisasi.

Demikian pula sebaliknya jika unit pengambil keputusan


tidak menyukai inovasi dan menganggap inovasi tidak bermanfaat
maka ia kan menolaknya. Pada saat akan mengambil keputusan
peranan komunikasi sangat penting untuk memeperoleh informaso
yang sebanyak-banyaknya tentang inovasi. Sehingga keputusan
yang diambil benar-benar mantap dan tidak terjadi salah pilih yang
dapat mengakibatkan kerugian bagi organisasi.

2. Tahap Implementasi (Implementation Stage)

Pada langkah ini kegiatan yang dilakaukan oleh para anggota


organisasi ialah menggunakan inovasi atau menerapkan inovasi. Ada
dua langkah yang dilakukan yaitu:

a. Langkah awal (permulaan) implementasi

Pada langkah ini organisasi mencoba menerapkan sebagian


inovasi. Misalnya setelah Dekan memutuskan bahwa semua dosen
harus membuat persiapan mengajar dengan model Satuan Acara
perkuliahan, maka pada awal penerapannya setiap dosen diwajibkan
membuat untuk satu mata kuliah dulu, sebelum nanti akan berlaku
untuk semua mata kuliah.

11
b. Langkah kelanjutan pembinaan penerapan inovasi

Jika pada penerapan awal telah berhasil, para anggota telah


mengetahui dan memahami inovasi, serta memperoleh pengalaman
dalam menerapkannya, maka tinggal melanjutkan dan menjaga
kelangsungannya.

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Inovasi Pendidikan

Lembaga pendidikan formal seperti sekolah adalah suatu sub sistem


dari sistem sosial. Jika terjadi perubahan dalam sistem sosial, maka lembaga
pendidikan formal tersebut juga akan mengalami perubahan maka hasilnya
akan berpengaruh terhadap sistem sosial. Oleh karena itu suatu lembaga
pendidikan mempunyai beban yang ganda yaitu melestarikan nilai-nilai
budaya tradisional dan juga mempersiapkan generasi muda agar dapat
menyiapkan diri menghadapi tantangan kemajuan jaman.

Motivasi yang mendorong perlunya diadakan inovasi pendidikan


jika dilacak biasanya bersumber pada dua hal yaitu: (a) kemauan sekolah
(lembaga pendidikan) untuk mengadakan respon terhadap tantangan
kebutuhan masyarakat, dan (b) adanya usaha untuk menggunakan sekolah
(lembaga pendidikan) untuk memecahkan masalah yang dihadapi
masyarakat. Antara lembaga pendidikan dan sistem sosial terjadi hubungan
yang erat dan saling mempengaruhi. Misalnya suatu sekolah telah dapat
sukses menyiapkan tenaga yang terdidik sesuai denagn kebutuhan
masyarakat, maka dengan tenaga terdidik berarti tingkat kehidupannya
meningkat, dan cara bekerjanya juga lebih baik. Tenaga terdidik akan
merasa tidak puas jika bekerja yang tidak menggunakan kemampuan
inteleknya, sehingga perlu adanya penyesuaian denagn lapangan pekerjaan.
Dengan demikian akan selalu terjadi perubahan yang bersifat dinamis, yang
disebabkan adanya hubungan interaktif antara lembaga pendidikan dan
masyarakat.

12
Agar kita dapat lebih memahami tentang perlunya perubahan
pendidikan atau kebutuhan adanya inovasi pendidikan dapat kita gali dari
tiga hal yang sangat besar pengaruhnya terhadap kegiatan di sekolah, yaitu:
(1) kegiatan belajar mengajar, (2) faktor internal dan eksternal, dan (3)
sistem pendidikan (pengelolaan dan pengawasan).

1. Faktor Kegiatan Belajar Mengajar

Yang menjadi kunci keberhasilan dalam pengelolaan kegiatan


belajar mengajar ialah kemampuan guru sebagai tenaga profesional.
Guru sebagai tenaga yang telah dipandang memiliki keahlian tertentu
dalam bidang pendidikan, diserahi tugas dan wewenang untuk
mengelola kegiatan belajar mengajar agar dapat mencapai tujuan
tertentu, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan
tujuan pendidikan nasional dan tujuan institusional yang telah
dirumuskan. Tetapi dalam pelaksanaan tugas pengelolaan kegiatan
belajar mengajar terdapat berbagai faktor yang menyebabkan orang
memandang bahwa pengelolaan kegiatan belajar mengajar adalah
kegiatan yang kurang profesional, kurang efektif, dan kurang perhatian.

Sebagai alasan mengapa orang memandang tugas guru dalam


mengajar mengandung banyak kelemahan tersebut, antara lain
dikemukakan bahawa:

a. Keberhasilan tugas guru dalam mengelola kegiatan belajar


mengajar ditentukan oleh hubungan antara guru dengan siswa.
Dengan begitu maka keberhasilan pelaksanaan tugas tersebut,
juga sangat ditentukan oleh pribadi guru dan siswa. Dengan
kemampuan guru yang sama belum tentu menghasilkan prestasi
belajar yang sama jika menghadapi kelas yang berbeda,

13
b. Kegiatan belajar mengajar di kelas merupakan kegiatan yang
terisolasi. Pada waktu guru mengajar dia tidak mendapatkan
balikan dari teman sejawatnya. Kegiatan guru di kelas
merupakan kegiatan yang terisolasi dari kegiatan kelompok. Apa
yang dilakukan guru di kelas tanpa diketahui oleh guru yang lain.
Dengan demikian maka sukar untuk mendapatkan kritik untuk
pengembangan profesinya. Ia menganggap bahwa yang
dilakukan sudah merupakan cara yang terbaik.
c. Berkaitan dengan kenyataan di atas tersebut, maka sanagat
minimal bantuan teman sejawat untuk memeberikan bantuan
saran atau kritik guna peningkatan kemampuan profesionalnya.
Apa yang dilakukan guru di kelas seolah-olah sudah merupakan
hak mutlak tanggungjawabnya, orang lain tidak boleh ikut
campur tangan. Padahal apa yang dilakukan mungkin masih
banyak kekurangannya.
d. Belum ada kriteria yang baku tentang bagaimana pengelolaan
kegiatan belajar mengajar yang efektif. Dan memang untuk
membuat kriteria keefektifan proses belajar mengajar sukar
ditentukan karena sangat banyak variabel yang ikut menentukan
keberhasilan kegiatan belajar siswa. Usaha untuk membuat
kriteria tersebut sudah dilakukan misalnya dengan digunakannya
APKG (Alat Penilai Komptensi Guru).
e. Dalam melaksanakan tugas mengelola kegiatan belajar
mengajar, guru menghadapi sejumlah siswa yang berbeda satu
dengan yang lain baik mengenai kondisi fisik, mental
intelektual, sifat, minat, dan latar belakang sosial ekonominya.
Guru tidak mungkin dapat melayani siswa dengan
memperhatikan perbedaan individual satu dengan yang lain,
dalam jam-jam pelajaran yang sudah diatur dengan jadual dan
dalam waktu yang sangat terbatas.

14
f. Berdasarkan data adanya perbedaan individual siswa, tentunya
lebih tepat jika pengelolaan kegiatan belajar mengajar dilakukan
dengan cara yang sangat fleksibel, tetapi kenyataannya justru
guru dituntut untuk mencapai perubahan tingkah laku yang sama
sesuai dengan ketentuan yang telah dirumuskan. Jadi anak yang
berbeda harus diarahkan menjadi sama. Jika guru tidak dapat
mengatasi masalah ini dapat menimbulkan anggapan diragukan
kualitas profesionalnya.
g. Guru juga menghadapi tantangan dalam uasaha untuk
meningkatkan kemampuan profesionalnya, yaitu tanpa adanya
keseimbangan antara kemampuan dan wewenangnya mengatur
beban tugas yang harus dilakukan, serta tanpa bantuan dari
lembaga dan tanpa adanya insentif yang menunjang
kegiatannya. Ada kemauan guru untuk meningkatkan
kemampuan profesionalnya, mungkin dengan cara belajar
sendiri atau mengikuti kuliah di perguruan tinggi, tetapi tugas
yang harus dilakukan masih terasa berat, jumlah muridnya
dalam satu kelas 50 orang, masih ditambah tugas administratif,
ditambah lagi harus melakukan kegiatan untuk menambah
penghasilan karena gaji pas-pasan, dan masih banyak lagi faktor
yang lain. Jadi program pertumbuhan jabatan atau peningkatan
profesi guru mengalami hambatan.
h. Guru dalam melaksanakan tugas mengelola kegiatan belajar
mengajar mengalami kesulitab untuk menentukan pilihan mana
yang diutamakan karena adanya berbagai macam tuntutan. Dari
satu segi meminta agar guru mengutamakan keterampilan proses
belajar, tetapi dari sudut lain dia dituntut harus menyelesaikan
sajian materi kurikulum yang harus diselesaikan sesuai dengan
batas waktu yang telah ditentukan, karena menjadi bahan ujian
negara/nasional.

15
Dari data tersebut menunjukkan bagaimana uniknya kegiatan belajar
mengajar, yang memungkinkan timbulnya peluang untuk munculnya
pendapat bahwa profesional guru diragukan bahkan ada yang mengatakan
bahwa jabatan guru itu ”semi profesional” , karena jika p rofesional yang
penuh tentu akan memberi peluang pada anggotanya untuk: (a) menguasai
kemampuan profesional yang ditunjukkan dalam penampilan, (b) memasuki
anggota profesi dan penilaian terhadap penampilan profesinya, diawasi oleh
kelompok profesi, (c) ketentuan untuk berbuat profesional, ditentukan
bersama antar sesama anggota profesi. (Zaltman, Florio, Sikoski, 1977).

Dengan berdasarkan adanya kelemahan-kelemahan dalam


pelaksanaan pengelolaan kegiatan belajar mengajar tersebut maka dapat
merupakan sumber motivasi perlunya ada inovasi pendidikan untuk
mengatasi kelemahan tersebut, atau bahkan dari sudut pandang yang lain
dapat juga dikatakan bahwa dengan adanya kelemahan-kelemahan itu maka
sukar penerapan inovai pendidikan secara efektif.

2. Faktor Internal dan Eksternal

Satu keunikan dari sistem pendidikan ialah baik pelaksana


maupun klien (yang dilayani) adalah kelompok manusia. Perencana
inovasi pendidikan harus memperhatikan mana kelompok yang
mempengaruhi dan kelompok yang dipengaruhi oleh sekolah (sistem
pendidikan).

Faktor internal yang mempengaruhi pelaksanaan sistem


pendidikan dan dengan sendirinya juga inovasi pendidikan ialah siswa.
Siswa sangat besar pengaruhnya terhadap proses inovasi karena tujuan
pendidikan untuk mencapai perubahan tingkah laku siswa. Jadi siswa
sebagai pusat perhatian dan bahan pertimbangan dalam melaksanakan
berbagai macam kebijakan pendidikan.

Faktor eksternal yang mempunyai pengaruh dalam proses


inovasi pendidikan ialah orang tua. Orang tua murid ikut mempunyai

16
peranan dalam menunjang kelancaran proses inovasi pendidikan, baik
ia sebagai penunjang secara moral membantu dan mendorong kegiatan
siswa untuk melakukan kegiatan belajar sesuai dengan yang diharapkan
sekolah, maupun sebagai penunjang pengadaan dana.

Para ahli pendidik (profesi pendidikan) merupakan faktor


internal dan juga faktor eksternal, seperti: guru, administrator
pendidikan, konselor, terlibat secara langsung dalam proses pendidikan
di sekolah. Ada juga para ahli yang di luar organisasi sekolah tetapi ikut
terlibat dalam kegiatan sekolah seperti: para pengawas, inspektur,
penilik sekolah, konsultan, dan mungkin juga pengusaha yang
membantu pengadaan fasilitas sekolah. Demikian pula para panatar
guru, staf pengembangan dan penelitian pendidikan, para guru besar,
dsoen, dan organisasi persatuan guru, juga merupakan faktor yang
sangat besar pengaruhnya terhadap pelaksanaan sistem pendidikan atau
inovasi pendidikan. Namun apakah mereka termasuk faktor internal atau
eksternal agak sukar dibedakan, karena guru sebagai faktor internal
tetapi juga menjadi anggota organisasi persatuan guru, yang dapat
dipandang sebagai faktor eksternal. Yang penting untuk diketahui
bahwa seorang yang akan merencanakan inovasi pendidikan, ahrus
memperhatikan berbagai faktor tersebut, apakah itu internal atau
eksternal.

3. Sistem Pendidikan (Pengelolaan dan Pengawasan)

Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah diatur dengan


aturan yang dibuat oleh pemerintah. Penanggung jawab sistem
pendidikan di Indonesia adalah Departemen Pendidikan Nasional yang
mengatur seluruh sistem berdasarkan ketentuan-ketentuan yang
diberlakukan.

17
Dalam kaitan dengan adanya berbagai macam aturan dari
pemerintah tersebut maka timbul permasalahan sejauh mana batas
kewenangan guru untuk mengambil kebijakan dalam melakukan
tugasnya dalam rangka menyesuaikan dengan kondisi dan situasi
setempat. Demikian pula sejauh mana kesempatan yang diberikan
kepada guru untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya guna
menghadpi tantangan kemajuan jaman. Dampak dari keterbatasan
kesempatan meningkatkan kemampuan profesional serta keterbatasan
kewenangan mengambil kebijakan dalam melaksanakan tugas bagi
guru, dapat menyebabkan timbulnya siklus otoritas yang negatif. Siklus
otoritas yang negatif bagi guru yang dikemukakan oleh Florio (1973)
yang dikutip oleh Zaltman (1977) adalah guru memiliki keterbatasan
kewenangan dan kemampuan profesional, menyebabkan tidak mampu
untuk mengambil kebijakan dalam melaksanakan tugasnya untuk
menghadapi tantanagan kemajuan jaman. Rasa ketidakmampuan
menimbulkan frustasi dan bersikap apatis terhadap tugas-tugas yang
dibebankan kepadanya. Sikap apatis dan rasa frustasi mengurangi rasa
tanggung jawab dan rasa ikut terlibat (komitmen) dalam pelaksanaan
tugas. Dampak dari sikap apatis, kurang semangat berpartisaipsi dan
kurang rasa tanggung jawab dalam pelaksanaan tugas, menyebabkan
tmapak dari luar sebagai guru yang kurang mampu atau tidak
profesional. Dengan adanya tanda-tanda bahwa guru kurang mampu
melaksanakan tugas maka mengurangi keprcayaan atasan terhadap
guru. Dengan adanya ras kurang percaya menyebabkan timbulnya
kecurigaan atau tidak jelasan kewenangan dan kemampuan yang
dimiliki oleh guru. Karena atasan mengaanggap tidak memperoleh
kejelasan tentang tanggung jawab pengguanaan wewenang serta
kemampuan profesional yang dimiliki guru, maka dibatasi pemberian
wewenang dan kesempatan mengembangkan kemampuannya.

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Proses inovasi pendidikan adalah suatu rangkaian kegiatan yang


dilakukan baik oleh individu maupun organisasi yang dimulai dari
menyadari akan adanya inovasi sampai kemudian menerapkan inovasi
pendidikan

Pada hakIkatnya yang menjadi sasaran menerima dan menerapkan


inovasi adalah adalah individu atau priabadi sebagai anggota sistem sosial
(warga masyarakat). Maka dengan demikian maka pemahaman tentang
proses inovasi pendidikan yang berorientasi pada individu tetap merupakan
dasar untuk memahami proses inovasi dalam organisasi.

Dengan memahami proses difusi inovasi dalam organisasi akan


mudah untuk memahami proses difusi pendidikan, karena pada dasarnya
pelaksana pendidikan beserta komponen-komponennya adalah suatu
organisasi.

Beberapa model proses inovasi yang berorientasi pada individual,


dijelaskan para ahli seperti Lavidge dan Steiner, Colley, Rogers, Robertson,
Rogers dan Shoemakers, Klonglan dan Coward, Serta Zaltman dan Brooker.
Sedangkan beberapa model proses inovasi yang berorientasi pada organisasi
dijelaskan oleh Milo, Shepard, Hage dan Aiken, Wilson, Rogers, serta
Zaltman Duncan dan Holbek.

B. Saran

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.


Maka penulis mohon kritik dan saran guna perbaikan untuk masa yang akan
datang.

19
DAFTAR PUSTAKA

Alex Inkeles and David H. Smith, (1974), Becoming Modern, Individual


Change in Six Development Countries. Massachusett: Harvard
University Press Cambridge

Roger M & Shoemaker F. Floyd. (1971). Communication of Innovation.


New York: The Free Press A Division of Macmillan Publishing Co.
Inc.

Everett M. Rogers. (1983). Diffusion of Innovation. New York: The Free


Press A Division of Macmillan Publishing Co. Inc

Francis Abraham (1980). Perspective on Modernization toward General


Theory of Third World Development. Washington: University Press
of America

Gerald Zaltman, Philip Kolter, Ira Kaufman, (1977). Creating Social


Change. Holt Rinehart and Winston, Inc New York, Chicago, San
Francisco, Atlanta, Dallas, Toronto.

Gerald Zaltman and Robert Duncan (1977). Strategies for Planned


Change. A Wiley-Interscience Publication John Wiley and Sons,
New York. London, Sydney, Toronto.

Gerald Zaltman, Rober Duncan, Johny Holbek. (1973). Innovation and


Organization. A Wiley-Interscience Publication John Wiley and
Sons, New York. London, Sydney, Toronto.

Gerald Zaltman, David H. Florio, Linda a Sikorski. (1977). Dynamic


Educational Change. New York: The Free Press A Division of
Macmillan Publishing Co. Inc

20

Anda mungkin juga menyukai