Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK sintesis MODUL IV NAMA : Susanti Abas KELOMPOK : I JUDUL PERCOBAAN : Asam Oksalat (Oksida Sukrosa) JURUSAN : Kimia PRODI/KELAS : Kimia/A JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN IPA UNIVERSITAS NEGERI GOROTALO 2018 Judul Asam Oksalat (Oksida Sukrosa) Tujuan Membuat asam oksalat dari sukrosa (gula pasir) melalui reaksi oksidasi Dasar Teori Asam oksalat adalah senyawa kimia yang memiliki rumus H2C2O4 dengan nama sistematis asam etanadioat. Asam dikarboksilat paling sederhana ini biasa digambarkan dengan rumus HOOC-COOH. Merupakan asam organik yang relatif kuat, 10.000 kali lebih kuat daripada asam asetat. Di-anionnya, dikenal sebagai oksalat, juga agen pereduktor. Banyak ion logam yang membentuk endapan tak larut dengan asam oksalat, contoh terbaik adalah kalsium oksalat(CaOOC-COOCa), penyusun utama jenis batu ginjal yang sering ditemukan (fesendenn, 1982). Asam oksalat ada 2 macam yaitu asam oksalat anhidrat dan asam oksalat dihidrat. Asam oksalat anhidrat (H2C2O4) yang mempunyai berat molekul 90,04 gr/mol dan mempunyai melting point 187oC. Sifat dari asam oksalat anhidrat adalah tidak berbau berwarna putih, dan tidak menyerap air. Asam oksalat dihidrat merupakan jenis asam oksalat yang dijual di pasaran yang mempunyai rumus bangun (C2H4O2.2H2O), dengan berat molekul 126,07 gr/mol dan melting point 101,5°C dan mengandung 71,42 % asam oksalat anhidrat dan 28,58 % air, bersifat tidak bau dan dapat kehilangan molekul air apabila dipanaskan sampai suhu 100°C (Fesendenn, 1982). Asam oksalat terdistribusi secara luas dalam bentuk garam pottasium dan kalsium yang terdapat pada daun, akar dan rhizoma dari berbagai macam tanaman. Asam oksalat juga terdapat pada air kencing manusia dan hewan dalam bentuk garam kalsium yang merupakan senyawa terbesar dalam ginjal. Kelarutan asam oksalat dalam etanol pada suhu 15,6oC dan etil eter pada suhu 25oC adalah 23,7 g / 100 g solvent dan 1,5 g / 100 g solvent. Makanan yang banyak mengandung asam oksalat adalah coklat, kopi, strawberry, kacang dan bayam. ( Kirk R.E, Othmer D.F, hal.618 – 635, 1945 ) Titik leleh suatu zat padat adalah suatu temperature dimana terjadinya keadaan setimbang antara fasa padat dan fasa cair pada tekanan satu atmosfer. Untuk mengukur titik leleh suatu senyawa dapat digunakan alat melthing point. Prinsipnya yaitu suatu zat bisa meleleh karena ikatan antarmolekul terputus dimana putusnya molekul itu yang memerlukan suhu berbeda-beda tergantung pada kekuatan ikatan tersebut. Semakin kuat ikatannya maka semakin tinggi suhu yang dibutuhkan untuk memutuskan ikatan tersebut. Dengan adanya zat pengotor, ikatan yang terputus akan lebih banyak atau intinya tergantung pada zat pengotornya. Titik leleh juga bisa untuk mengukur gaya intermolekul antar senyawa dimana makin tinggi titik leleh maka makin besar gaya intermolekulernya, beberapa molekul dengan berat molekul sama, maka molekul yang lebih polar dan struktur molekul yang lebih simetris akan lebih tinggi. Angka titik leleh dan kisarannya tergantung pada kecepatan pemanasan, keakuratan pada thermometer yang digunakan dan sifat padatan senyawa yang terdapat pada suatu padatan yang telah diisolasi, rentang lelehannya harus ditentukan untuk memastikan identitas dan kemurniannya. Dalam percobaan ini dilakukan proses penentuan titik leleh dengan tujuan menentukan titik leleh dan mengetahui kemurnian dari asam oksalat. (Hermanto, 2008). Menurut Lehninger (1984) Dalam dunia industri asam oksalat digunakan yaitu untuk: 1. “Metal Treatment” Asam oksalat digunakan pada industri logam untuk menghilangkan kotorankotoran yang menempel pada permukaan logam yang akan di cat. Hal ini dilakukan karena kotoran tersebut dapat menimbulkan korosi pada permukaan logam setelah proses pengecatan selesai dilakukan. 2. “Oxalate Coatings” Pelapisan oksalat telah digunakan secara umum, karena asam oksalat dapat digunakan untuk melapisi logam stainless stell, nickel alloy, kromium dan titanium. Sedangkan lapisan lain seperti phosphate tidak dapat bertahan lama apabila dibandingkan dengan menggunakan pelapisan oksalat. 3. “Anodizing” Proses pengembangan asam oksalat dikembangkan di Jepang dan dikenal lebih jauh di Jerman. Pelapisan asam oksalat menghasilkan tebal lebih dari 60 μm dapat diperoleh tanpa menggunakan teknik khusus. Pelapisannya bersifat keras, abrasi dan tahan terhadap korosi dan cukup atraktif warnanya sehingga tidak diperlukan pewarnaan. Tetapi bagaimanapun juga proses asam oksalat lebih mahal apabila dengan dibandingkan dengan proses asam sulfat. 4.  “Metal Cleaning” Asam oksalat adalah senyawa pembersih yang digunakan untuk automotive radiator, boiler, “railroad cars” dan kontaminan radioaktif untuk plant reaktor pada proses pembakaran. Dalam membersihkan logam besi dan non besi asam oksalat menghasilkan kontrol pH sebagai indikator yang baik. Banyak industri yang mengaplikasikan cara ini berdasarkan sifatnya dan keasamannya. 5. “Textiles” Asam oksalat banyak digunakan untuk membersihan tenun dan zat warna. Dalam pencucian, asam oksalat digunakan sebagai zat asam, kunci penetralan alkali dan melarutkan besi pada pewarnaan tenun pada suhu pencucian, selain itu juga asam oksalat juga digunakan untuk membunuh bakteri yang ada didalam kain. 6. “Dyeing” Asam oksalat dan garamnya juga digunakan untuk pewarnaan wool. Asam oksalat sebagai agen pengatur mordan kromium florida. Mordan yang terdiri dari 4 kromium florida dan 2% berat asam oksalat. Wool di didihkan dalam waktu 1 jam. Kromic oksida pada wool diangkat dari pewarnaan. Ammonium oksalat juga digunakan sebagai pencetakan Vigoreus pada wool, dan juga terdiri dari mordan (zat kimia) pewarna. ( Kirk R.E, Othmer D.F., hal.630 – 631, 1945 ). Secara umum, ada empat macam proses pembuatan asam oksalat dengan bahan dasar yang berbeda, yaitu: 1)  Sintesis dari Natrium Formiat Pada proses pembuatan asam oksalat dari natrium formiat ini, bahan yang dipakai adalah gas CO, Ca(OH)2, H2SO4, dan NaOH. Proses utama pembuatan asam oksalat meliputi: Pembuatan, pemurnian dan pengempaan gas Udara panas direaksikan dengan kokas membentuk gas batubara, yang memiliki komponen utama CO, N2, CO2, debu dan limbah gas lainnya. Kokas + udara panas CO + N2 +CO2 + debu + limbah gas. Selanjutnya gas batubara (CO dan N2) dimurnikan, dikeringkan dan dikempa Proses sintesa Gas CO bertekanan direaksikan dengan larutan NaOH pada suhu 200oC menjadi natrium formiat. (HCOONa).NaOH + CO HCOONa Proses Dehidrogenasi HCOONa diuraikan menjadi Na2C2O4 dan gas hidrogen dengan reaksi sebagai berikut : 2 HCOONa (COONa)2 + H2 Proses pengolahan plumbite Timbal sulfat (PbSO4) bereaksi dengan Na2C2O4 menghasilkan natrium sulfat (Na2SO4) dan PbC2O4 yang tidak larut (COONa)2 + PbSO4 Na2SO4 + PbC2O4 Melalui pencucian dengan air, maka Na2SO4 dan PbC2O4 akan terpisahkan. Proses pengasaman Dalam proses pengasaman, PbC2O4 bereaksi dengan asam sulfat membentuk asam oksalat H2C2O4 dan PbSO4 yang tidak larut. PbC2O4 + H2SO4 (COOH)2 + PbSO4 Pengkristalan dan pengeringan H2C2O4 Larutan asam oksalat dipanaskan, diuapkan dan diembunkan untuk menghasilkan kristal asam oksalat. 2) Fermentasi glukosa Proses ini menggunakan jamur untuk menguraikan glukosa menjadi asam oksalat. Jamur yang digunakan pada proses ini adalah Aspergillus Niger yang beroperasi optimum pada pH 4,5. Produk yang diperoleh kemudian disaring, diasamkan, dan dihilangkan warnanya. Setelah itu, produk dinaikkan konsentrasinya dengan evaporator dan hasilnya dikristalkan. Hasil dari pengkristalan dikeringkan untuk meminimalkan kadar air dalam produk. Yield asam oksalat tergantung dari nutrient (nitrogen) yang ditambahkan. 3) Peleburan alkali Proses ini menggunakan bahan baku berupa bahan yang mengandung selulosa tinggi, potass serbuk gergaji, sekam, tongkol jagung, dan lain-lain. Bahan ini dilebur dengan sodium hidroksida atau potassium hidroksida pada suhu 240 – 285°C. Produk yang diperoleh direaksikan dengan kapur untuk mengikat oksalat dengan kalsium. Produk ini kemudian direaksikan dengan asam sulfat untuk membentuk asam oksalat. Reaksi-reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: Selulosa + NaOH Na2C2O4 + zat lain Na2C2O4 + Ca(OH)2 →CaC2O4 + 2 NaOH CaC2O4 + H2SO4 →CaSO4 + H2C2O4 Konversi yang diperoleh dari proses ini kurang dari 45 % dengan kemurnian produk sebesar 60 %. 4) Oksidasi karbohidrat dengan HNO3 Cara ini ditemukan oleh Scheele pada tahun 1776. Karbohidrat yang dapat digunakan pada proses ini antara lain yaitu berupa gula, glukosa, fruktosa, maizena, pati gandum, pati kentang, tapioka, molasses, dan lain-lain. Karbohidrat dihidrolisis terlebih dahulu untuk mendapatkan glukosa dengan reaksi : (C6H10O5)n + n H2O › n C6H12O6 Glukosa yang diperoleh dicampurkan dengan larutan induk asam oksalat yang mengandung } 50 % H2C2O4 dan kemudian direaksikan dengan HNO3 menggunakan katalis V2O5. Reaksi yang terjadi pada tahap ini adalah : C6H12O6 + 12 HNO3 → 3 C2H2O4.2H2O + 3 H2O + 3NO + 9 N2O 4 C6H12O6 + 18 HNO3 + 3 H2O →12 C2H2O4.2H2O + 9 NO2 Dalam pembuatan asam oksalat dengan proses ini, bahan dasar yang digunakan mengandung pati } 80%. Setelah didapatkan produk asam oksalat, dilakukan penyaringan, pemisahan, dan pengkristalan. Konsentrasi asam oksalat yang dihasilkan mencapai 99 % sedangkan yield dapat mencapai 95 - 97 %. Proses pembuatan asam oksalat dengan metode ini dapat dilakukan secara batch maupun kontinyu. Produk Asam Oksalat yang dihasilkan terdiri atas : a) Sifat fisika asam oksalat anhydrat (C2H2O4) Berbentuk kristal, berwarna putih. b) Sifat kimia asam oksalat anhydrat (C2H2O4) Titik leleh : 187oC. Densitas : 1.897 g / cm3. Panas pembakaran (ΔE) pada 25oC : 245,61 kJ/mol. Panas pembentukan standart (ΔHf) pada 25oC : 826,61 kJ/mol. Berat molekul : 90.04 g/mol. Asam oksalat dengan glycerol akan membentuk allyl alkohol. Asam oksalat anhydrat menyublim pada suhu 150oC tetapi jika dipanaskan lagi akan terdekomposisi menjadi karbondioksida dan asam formiat. Jika asam oksalat dipanaskan dengan penambahan asam sulfat akan menghasilkan karbon monoksida, karbondioksida dan H2O. ( Kirk R.E, Othmer D.F, hal.618 – 635, 1945 ) c)  Sifat fisika asam oksalat dihydrat (C2H2O4.2H2O) Berbentuk kristal, berwarna putih. d) Sifat kimia asam oksalat dihydrat (C2H2O4.2H2O) Titik leleh :101,5°C. Densitas : 1,653 g / cm3. Panas pembentukan standart (ΔHf) pada 18°C : -1422 kJ/mol. Berat molekul : 126,07 g/mol. Cp pada suhu 50°C adalah 0.385. Cp pada suhu 100°C adalah 0.416. Asam oksalat dan larutannya dalah korosif dan beracun. Debu asam oksalat dan kabutnya dapat menyebabkan iritasi, khuhusnya dibawah kontak yang lama. Personel yang menangani asam oksalat kristal dan larutannya harus menggunakan sarung tangan plastik, aprons, sepatu boot, dan kacamata debu. Ventilasi yang cukup juga harus disediakan dalam area dimana terdapat debu asap dari asam oksalat. NIOSH diakui sebagai alat pernapasan yang dapat dipakai ketika konsentrasi dari asam oksalat di udara melebihi konsentrasi udara yang diijinkan dari 1mg/m3. Ingestion dari asam oksalat dan garam – garamnya dapat menyebabkan kematian. Jika Ingestion telah terjadi, cairan larutan dari bahan kalsium atau magnesium seperti susu dari magnesia, kalsium laktat, kalsium gluconat, dan susu harus diatur (29-30). Tindakan pencegahan harus diambil untuk mencegah kontaminasi pada makanan karena asam oksalat. Makanan tidak dibolehkan ada dalam ruang kerja asam oksalat, atau asam oksalat juga tidak boleh dikirimkan adjaoent pada makanan yang mengandung zat kimia. Para pekerja yang menangani asam oksalat harus mencuci tangan dan wajah mereka secara keseluruhan sebelum makan dan merokok (Nurbayati, 2010). Asam oksalat dapat ditemukan dalam bentuk bebas ataupun dalam bentuk garam. Bentuk yang lebih banyak ditemukan adalah bentuk garam. Kedua bentuk asam oksalat tersebut terdapat baik dalam bahan nabati maupun hewani. Jumlah asam oksalat dalam tanaman lebih besar daripada hewan (Noonan dan Savage, 1999). Menurut Noonan dan Savage (1999), asam oksalat membentuk garam larut air bersama ion Na+, K+, dan NH4+serta berikatan pula dengan Ca2+, Fe2+, dan Mg2+ menyumbangkan mineral-mineral yang tidak tersedia pada hewan. Oksalat terdapat dalam bentuk ion oksalat (C2O42-) pada beberapa spesies tumbuhan dari famili Goosefoot dengan cairan sel mendekati pH 6. Ion oksalat yang ditemukan biasanya dalam bentuk natrium oksalat yang dapat larut serta kalsium oksalat dan magnesium oksalat yang tidak dapat larut. Oksalat dapat ditemukan dalam jumlah yang relatif kecil pada banyak tumbuhan. Bahan pangan yang kaya dengan oksalat biasanya hanya merupakan komponen minor dalam diet manusia, tetapi menjadi penting dalam diet di beberapa wilayah di dunia.  Peran oksalat pada tumbuhan antara lain sebagai perlindungan terhadap insekta dan hewan pemakan tumbuhan melalui toksisitas dan/atau rasa yang tidak menyenangkan, dan osmoregulasi (Ma dan Miyasaka, 1998).  Kalsium oksalat adalah persenyawaan garam antara ion kalsium dan ion oksalat. Senyawa ini terdapat dalam bentuk kristal padat non volatil, bersifat tidak larut dalam air namun larut dalam asam kuat (Schumm, 1978). Secara umum terdapat lima jenis bentuk dasar kalsium oksalat yang terdapat dalam berbagai tanaman, diantaranya berbentukraphide (jarum), rectangular dan bentuk pinsil, druse (bulat), prisma, dan rhomboid (Horner dan Wagner, 1995). Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembuatan asam oksalat : 1) konsentrasi pelarut 2) suhu 3) waktu reaksi 4) volume pelarut Alat dan Bahan Alat No Nama alat Kategori Gambar Fungsi 1. Gelas kimia 1 Wadah penampungan larutan 2. Gelas ukur 1 Mengukur volume larutan 3 Kertas saring 1 Untuk menyaring larutan 4 Pipet tetes 1 Untuk mengambil larutan dalam jumlah sedikit 5 Corong 1 Memindahkan larutan ketempat lain 6. Erlenmeyer 1 Wadah larutan 7. Batang pengaduk 1 Mengaduk larutan 8. Termometer 1 Untuk mengukur suhu 9. Lemari asam 1 Tempat untuk mereaksikan asam 10. Penangas 2 Memanaskan larutan 11. Neraca analitik 2 Untuk menimbang sampel/bahan Bahan No Nama bahan Kategori Sifat fisik Sifat kimia 1. Aquades Umum Cairan tak berwarna Titik didih 100 0C Titik beku 0 0C Polar Pelarut universal 2. Sukrosa (gula pasir) Umum Padatan kristal putih Cp 0.275 kcal/g pada suhu 20ºC Larut dalam air dapat dioksidasi oleh silver atau ion Cupper 3. Asam nitrat (HNO3) Khusus Cairan tidak berwarna Berat molekul : 63 gr/mol titik leleh -41,8ºC titik didih pada 1 atm : 120,5ºC. dapat bereaksi langsung dengan alkali, oksida-oksida dan bahan dasar lain membentuk garam berperan sebagai zat pengoksidasi yang kuat Prosedur Kerja Berat kristal = 10,391 gram Menyaring kristal yang terbentuk Melarutkan dalam air panas Mendinginkan larutan hingga terbentuk kristal yang murni Menyaring dan mengeringkan kristal Menimbang kristal yang terbentuk Menimbang sebanyak 20 gram Menambahkan 25 mL HNO3 pekat dari 75 mL aquades kedalam erlenmeyer Memanaskan diatas penangas air perlahan-lahan sampai uap coklat NO2 keluar dari erlenmeyer Melanjutkan reaksi tanpa pemanasan selama 15 menit dalam lemari asam Menambahkan kembali 10 mL asam nitrat dan 10 mL aquades Memanaskan larutan tersebut sampai uap coklat NO2 keluar dan volume cairan berkurang Mendinginkan larutan pada suhu kamar Kristal asam oksalat Gula pasir Hasil Pengamatan No Perlakuan Hasil 1 Menimbanggula pasir sebanyak 20 gram Gula pasir 20 gram berwarna putih 2 Menambahkan 25 mL asam nitrat pekat dan 75 mL aquades ke dalam erlenmeyer Gula pasir larut dalam asam nitrat dan aquades membentuk larutan bening 3 Memanaskan di atas penangas air perlahan-lahan sampai uap coklat NO2 keluar dari erlenmeyer Uap coklat NO2 keluar dari erlenmeyer 4 Memindahkan erlenmeyer ke balok kayu lemari asam untuk melanjutkan reaksi tanpa pemanasam selama 15 menit Larutan berwarna bening dan terdaapat kristal jarum di dalam erlenmeyer 5 Memanaskan kembali larutan dan kristal yang terbentuk Endapan kristal kembali larut membentuk campuran berwarna coklat (karamel) 6 Menambahkan kembali 10 mL asam nitrat pekat dan 10 mL aquades Terbentuk larutan berwarna kuning 7 Memanaskan larutan tersebut sampai uap coklat NO2 keluar dan volume larutan berkurang Uap coklat NO2 keluar dari erlenmeyer 8 Mendinginkan larutan pada suhu kamar Terbentuk kristal berbentuk kubus berwarna kuning Berat kristal = 10,391 gram Perhitungan % rendemen = Dik : Mr C6H12O2 = 180 g/mol V HNO3 = 35 mL = 0,035 L Dit : % rendemen? Peny : mol mula-mula C6H12O2 = = 0,6 mol Mol HNO3 = V x M = 0,035 L x 12 mol/L = 0,42 mol C6H12O6 + 12 HNO3 → 3 C2H2O4 + 9 NO2 (g) + 3 H2O Mula 0,6 mol 0,42 mol Reaksi 0,42 mol 0,42 mol 0,105 mol Sisa 0,18 - 0,105 mol Massa teoritis = mol x Mr = 0,105 mol x 126 g/mol = 13,23 g % rendemen = x 100 % = 79 % Pembahasan Pada percobaan ini dilakukan pembuatan sintesis asam oksalat. Asam oksalat yang terbentuk pada percobaan ini merupakan campuran dari gula pasir atau sukrosa dengan asam nitrat pekat (HNO3). Reaksi pembentukkan asam oksalat ini merupakan reaksi oksidasi antara gula pasir atau sukrosa dengan asam nitrat pekat (HNO3). Campuran antara gula pasir atau sukrosa dengan asam nitrat (HNO3) pekat akan menyebabkan larutan menjadi berwarna coklat tua. Larutan yang telah berisi campuran antara gula pasir atau sukrosa dengan asam nitrat pekat (HNO3) yang menghasilkan larutan berwarna coklat tua diberikan perlakuan yaitu berupa pemanasan hingga mendidih. Pemanasan hingga mendidih larutan tersebut akan menyebabkan terbentuknya atau timbulnya uap yang berwarna coklat yang merupakan gas NO2 (nitro). Uap atau gas NO2 (nitro) yang dihasilkan dari proses pencampuran antara gula pasir atau sukrosa dengan asam nitrat (HNO3) pekat tersebut memiliki toksisitas serta bersifat karsinogenik apabila terhirup oleh saluran pernafasan. Oleh sebab itu, proses berlangsungnya reaksi ini harusnya dilakukan di dalam lemari asam. Hal ini dimaksudkan agar uap atau gas NO2 (nitro) yang terbentuk dapat diserap oleh lemari asam sehingga uap atau gas NO2 tersebut tidak menyebar luas ketempat yang lain. Ketika uap atau gas NO2 tersebut sudah mulai terbentuk, larutan dipindahkan ke balok kayu lemari asam untuk melanjutkan reaksi tanpa pemanasan dan larutan bening dan terdapat kristal jarum dalam erlenmeyer. Larutan yang terbentuk kemudian dipanaskan kembali dengan diberikan penambahan berupa aquadest10 mL dengan asam nitrat (HNO3) pekat 10 mL. terbentuk larutan berwarna kuning Penambahan aquadest serta diuapkannya volume cairan tersebut akan menyebabkan berubahnya warna menjadi bening dan uap NO2 habis. larutan tersebut didinginkan pada suhu kamar. Perlakuan yang diberikan berupa pendinginan tersebut bertujuan agar kristal asam oksalat segera terbentuk. Kristal asam oksalat yang terbentuk berwarna kuning berebntuk kubus dengan massa kristal 10,391 g. Kristal asam oksalat yang diperoleh berdasarkan teoritis maupun secara praktikum menghasilkan massa kristal yang sangat jauh berbeda. Massa kristal asam oksalat yang diperoleh secara teorits atau literatur yaitu sebesar 16,1184 gram sedangkan massa kristal asam oksalat yang diperoleh secara praktikum yaitu sebesar 10,391 gram. Perbedaan massa yang diperoleh baik secara teoritis maupun secara praktikum yang diperoleh disebabkan karena ketidaktelitian pada saat praktikum tersebut berlangsung. Ketidaktelitian yang mengakibatkan massa yang dihasilkan berbeda satu sama lain yaitu dikarenakan pada saat proses penyaringan kristal asam oksalat berlangsung banyaknya endapan yang tidak tersaring secara baik atau tercampurnya endapan tersebut dengan filtrat sehingga akan mempengaruhi massa dari asam oksalat yang diperoleh. Selain itu, ketidakakuratan alat yang dipergunakan akan mempengaruhi proses penimbangan dan massa yang diperoleh. Kesimpulan Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pembentukan kristal asam oksalat menggunakan reaksi oksidasi antara sukrosa (gula pasir) dengan asam nitrat (HNO3). 2. Massa kristal asam oksalat yang diperoleh dari percobaan adalah sebesar 1,6 gram. Warna kristal yang terbentuk berwarna putih dan berbentuk jarum panjang. DAFTAR PUSTAKA Fessenden dan Fessenden. 1982. Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta : Erlangga Hermanto, Sandra. 2008. Diktat Perkuliahan Biokimia. Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah Lehninger. 1984. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta : Erlangga Nurbayti, Siti dan Zulfakar Tri Buana Said. 2010. Penuntun Praktikum Kimia Organik II. Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta : Universitas Indonesia