School Work">
Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Mankester HACCP

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 15

PERAN HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP)

DALAM INDUSTRI PETERNAKAN


MAKALAH PRAKTIKUM
MANAJEMEN KESEHATAN DAN KESEJAHTERAAN TERNAK

Oleh :
Kelas: D
Kel: 2
M. Fadly Zakaria

200110110292

Utang Sukarsa

200110130121

Ary Aditya

200110130127

Etya Nurrimas

200110130333

Prasetyo Hadi

200110130355

LABORATORIUM PRODUKSI TERNAK UNGGAS


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2015

I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Dalam era globalisasi dan perdagangan bebas, perhatian terhadap

perlindungan konsumen semakin meningkat. Semakin majunya teknologi dan


informatika menyebabkan produk produk yang ditawarkan menjadi lebih
bervariasi. Keamanan produk agribisnis sudah bukan menjadi hal yang baru lagi.
Konsumen telah berubah cara pandangnya terhadap suatu produk yang akan
dikonsumsi. Selain harga, mutu dan keamanan produk juga telah menjadi hal
penting yang mendapat perhatian mengingat hasil dari produk agribisnis
merupakan bahan pangan yang langsung dikonsumsi oleh manusia. Hal ini tentu
saja menjadi tantangan bagi produsen. Bukan hal yang sulit untuk dilakukan
karena berbagai aturan telah diterbitkan baik oleh pemerintah di dalam negeri
maupun peraturan tingkat dunia.
Masalah keamanan pangan masih merupakan masalah penting dalam
bidang pangan di Indonesia, dan perlu mendapat perhatian khusus dalam program
pengawasan pangan. Penyakit dan kematian yang ditimbulkan melalui makanan di
Indonesia sampai saat ini masih tinggi, walaupun prinsip-prinsip pengendalian
untuk berbagai penyakit tersebut pada umumnya telah diketahui. Pengawasan
pangan yang menga ndalkan pada uji produk akhir tidak dapat mengimbangi
kemajuan yang pesat dalam industri pangan, dan tidak dapat menjamin keamanan
makanan yang beredar di pasaran. Pendekatan tradisionil yang selama ini
dilakukan dapat dianggap telah gagal untuk mengatasi masalah tersebut.
Oleh karena itu dikembangkan suatu sistem jaminan keamanan pangan
yang disebut Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis
Critical Control Point /HACCP) yang merupakan suatu tindakan preventif yang
efektif untuk menjamin keamanan pangan. Sistem ini mencoba untuk
mengidentifikasi berbagai bahaya yang berhubungan dengan suatu keadaan pada
saat pembuatan, pengolahan atau penyiapan makanan, menilai risiko-risiko yang

terkait dan menentukan kegiatan dimana prosedur pengendalian akan berdaya


guna. Sehingga, prosedur pengendalian lebih diarahkan pada kegiatan tertentu
yang penting dalam menjamin keamanan makanan.
Pendekatan HACCP ini akan membantu dalam perencanaan berbagai
kegiatan keamanan makanan dan pendidikan kesehatan yang memusatkan
perhatian pada berbagai bahaya yang berhubungan dengan jenis makanan yang
dikonsumsi dan makanan yang diolah dan disiapkan. Maka penting bagi kita
untuk mengetahui sejauh mana peran HACCP dalam menjamin mutu hasil produk
industri peternakan yang akan dibahas lebih lanjut dalam makalah ini.
1.2

Identifikasi Masalah
1. Bagaimana sistem pengendalian mutu dalam HACCP.
2. Bagaimana peranan HACCP dalam industri hasil peternakan.
3. Apa kelebihan dan kekurangan dari HACCP.

1.3

Maksud dan Tujuan


1. Mengetahui sistem pengendalian mutu dalam HACCP.
2. Mengetahui peran HACCP dalam industri hasil peternakan.
3. Mengetahui kelebihan dan kekurangan HACCP.

II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Pengertian HACCP
HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point) adalah suatu sistem

jaminan mutu yang berdasarkan kepada kesadaran bahwa hazard (bahaya) dapat
timbul pada berbagai titik atau tahap produksi tertentu, tetapi dapat dilakukan
pengendaliannya untuk mengontrol bahaya bahaya tersebut. Kunci utama HACCP
adalah antisipasi bahaya dan identifikasi titik pengawasan yang mengutamakan
kepada tindakan pencegahan, daripada mengandalkan kepada pengujian produk
akhir (Winarno, 2004). HACCP adalah suatu sistem dengan pendekatan
sistematik untuk mengidentifikasi dan mengakses bahaya-bahaya dan risiko-risiko
yang berkaitan dengan pembuatan, distribusi dan penggunaan produk pangan.
Sistem ini bertanggung jawab untuk menentukan aspek-aspek kritis dalam
memperoleh keamanan makanan selama proses di pabrik.
HACCP
meningkatkan

memberikan
efisiensi

kesempatan

pengontrolan

pada

dengan

pabrik

makanan

menciptakan

untuk

kedisiplinan

pendekatan sistematik terhadap prosedur untuk keamanan pangan (Mortimore


dan Wallace, 1995). HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point)
merupakan suatu sistem yang mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengontrol
setiap tahapan proses yang rawan terhadap risiko bahaya signifikan yang terkait
dengan ketidakamanan pangan. Sistem HACCP ini dikembangkan atas dasar
identifikasi titik pengendalian kritis (Critical Control Point) dalam tahap
pengolahan dimana kegagalan dapat menyebabkan risiko bahaya. (Winarno, F.G
dan Surono. 2002)
Sistem HACCP bukan merupakan sistem jaminan keamanan pangan yang
zero-risk atau tanpa risiko, tetapi dirancang untuk meminimumkan risiko bahaya
keamanan pangan. Sistem HACCP juga dianggap sebagai alat manajemen yang
digunakan untuk memproteksi rantai pasokan pangan dan proses produksi

terhadap kontaminasi bahaya-bahaya mikrobiologis, kimia dan fisik. Para pakar


ilmu pangan berpendapat bahwa HACCP memberikan elemen-elemen penting
dalam sistem manajemen keamanan maupun GMP (Good Manufacturing Process)
secara sistematis dan mudah diterapkan (Winarno, 2004). HACCP melihat mulai
dari proses produksi/produk dari awal hingga akhir; menetapkan dimana bahaya
mungkin dapat timbul; pengendalian dan monitoring; tuliskan hal tersebut dengan
melakukan rekaman kegiatan, serta usahakan berjalan secara kontinyu dan efektif.
Ada tiga pendekatan penting dalam pengawasan mutu pangan (Winarno,
2004):
a)

Food Safety / Keamanan Pangan


Aspek-aspek dalam proses produksi yang dapat menyebabkan timbulnya

penyakit atau

bahkan kematian. Masalah ini umumnya dihubungkan dengan

masalah biologi, kimia dan fisika.


b)

Wholesomeness / Kebersihan
Merupakan karakteristik-karakteristik produk atau proses dalam kaitannya

dengan kontaminasi produk atau fasilitas sanitasi dan higiene.


c)

Economic Fraud / Pemalsuan


Adalah tindakan-tindakan yang illegal atau penyelewengan yang dapat

merugikan pembeli. Tindakan ini mencakup diantaranya pemalsuan species


(bahan baku), penggunaan bahan tambahan yang berlebihan, berat tidak sesuai
dengan label, overglazing dan jumlah komponen yang kurang seperti yang tertera
dalam kemasan.
2.2

7 Prinsip HACCP
Sistem HACCP sendiri terdiri dari tujuh poin, yang mana antara poin-

poin tersebut saling berkaitan, diantaranya:


1.

Analisis bahaya
Mengidentifikasi potensi bahaya yang berhubungan dengan produksi
pangan pada semua tahapan, mulai dari usaha tani, penanganan,
pengolahan di pabrik dan distribusi, sampai kepada titik produk pangan

dikonsumsi. Penilaian kemungkinan terjadinya bahaya dan menentukan


tindakan pencegahan untuk pengendaliannya.
2.

Mengidentifikasi Critical Control Point (CCP)


Menentukan titik atau tahap prosedur operasional yang dapat dikendalikan
untuk menghilangkan bahaya atau mengurangi kemungkinan terjadinya
bahaya tersebut. CCP berarti setiap tahapan didalam produksi pangan
dan/atau pabrik yang meliputi sejak bahan baku yang diterima, dan/atau
diproduksi, panen, diangkut, formulasi, diolah, disimpan dan lain
sebagainya.

3.

Menetapkan batas kritis setiap CCP


Menetapkan batas kritis yang harus dicapai untuk menjamin bahwa CCP
berada dalam kendali.

4.

Menetapkan sistem monitoring setiap CCP


Menetapkan sistem pemantauan pengendalian (monitoring) dari CCP
dengan cara pengujian atau pengamatan.

5.

Menetapkan tindakan koreksi untuk penyimpangan yang terjadi


Menetapkan tindakan perbaikan yang dilaksanakan jika hasil pemantauan
menunjukan bahwa CCP tertentu tidak terkendali.

6.

Menetapkan prosedur verifikasi


Menetapkan prosedur verifikasi yang mencakup dari pengujian tambahan
dan prosedur penyesuaian yang menyatakan bahwa sistem HACCP
berjalan efektif.

7.

Menetapkan penyimpanan catatan dan dokumentasi


Mengembangkan dokumentasi mengenai semua prosedur dan pencatatan
yang tepat untuk prinsip-prinsip ini dan penerapannya (SNI 01-48521998).

2.3

Manfaat HACCP
Terdapat beberapa manfaat yang dapat dipetik dari perusahaan ataupun

instansi apabila menerapkan HACCP di lingkungannya sebagai alat pengatur


keamanan makanan, antara lain:
1.

HACCP adalah suatu pendekatan yang sistematis yang dapat diterapkan


pada semua aspek dari pengamanan makanan, termasuk bahaya secara
biologis, kimia dan fisik pada setiap tahapan dari rantai makanan mulai
dari bahan baku sampai penggunaan produk akhir.

2.

HACCP dapat memberikan dasar nuansa statistic untuk mendemontrasikan


kegiatan yang dapat atau mungkin dilakukan untuk mencegah terjadinya
bahaya sebelum mencapai konsumen.

3.

Sistem HACCP memfokuskan pada upaya timbulnya bahaya dalam setiap


proses pengolahan makanan.

4.

Penerapan HACCP melengkapi sistem pemeriksaan oleh pemerintah


sehingga pengawasan menjadi optimal.

5.

Pendekatan HACCP memfokuskan pemeriksaan kepada tahap kegiatan


yang kritis dari proses produksi yang langsung berkaitan dengan konsumsi
makanan.

6.

Sistem HACCP meminimalkan resiko kesehatan yang berkaitan dengan


konsumsi makanan.

7.

Dapat meningkatkan kepercayaan akan keamanan makanan olahan dan


karena itu mempromosikan perdagangan dan stabilitas usaha makanan
(Sudarmaji, 2005).

III
PEMBAHASAN
3.1

Sistem Manajemen Mutu dalam HACCP


Sistem HACCP bukan merupakan suatu jaminan keamanan pangan yang

zero-risk (tanpa resiko), tetapi dirancang untuk meminimumkan resiko bahaya


keamanan pangan. Analisa bahaya adalah salah satu hal yang sangat penting
dalam penyusunan suatu rencana HACCP. Untuk menetapkan rencana dalam
rangka mencegah bahaya keamanan pangan, maka bahaya yang signifikan atau
beresiko tinggi dan tindakan pencegahan harus diidentifikasi. Hanya bahaya yang
signifikan atau yang memiliki resiko tinggi yang perlu dipertimbangkan dalam
penetapan critical control point. CCP atau Titik Kendali Kritis didefinisikan
sebagai suatu titik, langkah atau prosedur dimana pengendalian dapat diterapkan
dan bahaya keamanan pangan dapat dicegah, dihilangkan atau diturunkan sampai
ke batas yang dapat diterima. Pada setiap bahaya yang telah diidentifikasi dalam
proses sebelumnya, maka dapat ditentukan satu atau beberapa CCP dimana suatu
bahaya dapat dikendalikan. Masing-masing titik penerapan tindakan pencegahan
yang telah ditetapkan diuji dengan menggunakan CCP decision tree untuk
menentukan CCP. Decision tree ini berisi urutan pertanyaan mengenai bahaya
yang mungkin muncul dalam suatu langkah proses, dan dapat juga diaplikasikan
pada bahan baku untuk mengidentifikasi bahan baku yang sensitif terhadap
bahaya atau untuk menghindari kontaminasi silang. Suatu CCP dapat digunakan
untuk mengendalikan satu atau beberapa bahaya, misalnya suatu CCP secara
bersama-sama dapat dikendalikan untuk mengurangi bahaya fisik dan
mikrobiologi.
Konsep HACCP merupakan suatu metode manajemen keamanan pangan
yang bersifat sistematis dan didasarkan pada prinsip-prinsip yang sudah dikenal,
yang ditujukan untuk mengidentifikasi hazard (bahaya) yang kemungkinan dapat
terjadi pada setiap tahapan dalam rantai persediaan makanan, dan tindakan

pengendalian ditempatkan untuk mencegah munculnya hazard tersebut. HACCP


merupakan suatu sistem manajemen keamanan makanan yang sudah terbukti dan
didasarkan pada tindakan pencegahan. Identifikasi letak suatu hazard yang
mungkin akan muncul di dalam proses, tindakan pengendalian yang dibutuhkan
akan dapat ditempatkan sebagaimana mestinya. Hal ini untuk memastikan bahwa
keamanan makanan memang dikelola dengan efektif dan untuk menurunkan
ketergantungan pada metode tradisional seperti inspeksi dan pengujian. Kunci
utama HACCP adalah antisipasi bahaya dan identifikasi titik pengawasan yang
mengutamakan kepada tindakan pencegahan dari pada mengandalkan kepada
pengujian produk akhir. Sistem HACCP bukan merupakan sistem jaminan
keamanan pangan yang zero-risk atau tanpa resiko, tetapi dirancang untuk
meminimumkan resiko bahaya keamanan pangan. HACCP dapat diterapkan
dalam rantai produksi pangan mulai dari produsen utama bahan baku pangan
(pertanian), penanganan, pengolahan, distribusi, pemasaran hingga sampai kepada
pengguna akhir. Karena HACCP dikenal sebagai sistem keamanan pangan yang
efektif, maka dengan menerapkan HACCP secara konsekuen maka perusahaan
jaminan pangan akan dapat memberikan kepercayaan pada pelanggan terhadap
jaminan keamanan yang telah dilakukan, dan akan memberikan kesan yang baik
bahwa industri pangan yang bersangkutan memenuhi komitmen yang kuat dan
profesional dalam menjamin keamanan pangan. Bahkan suatu industri pangan
penerap HACCP dapat mendemonstrasikan bahwa sistem keamanan pangannya
telah memenuhi persyaratan regulasi pemerintah dalam menjamin masyarakat
terhadap kemungkinan timbulnya bahaya keamanan pangan.
3.2

Peran HACCP dalam Industri Hasil Peternakan


Industri pangan sebagai bagian dari industri berbasis pertanian yang

didasarkan pada wawasan agribisnis memiliki mata rantai yang melibatkan


banyak pelaku, yaitu mulai dari produsen primer (pengangkutan) pengolah
penyalur pengecer konsumen. Pada masing-masing mata rantai tersebut

diperlukan adanya pengendalian mutu (quality control atau QC) yang berorientasi
ke standar jaminan mutu (quality assurance atau QA) di tingkat produsen sampai
konsumen, kecuali inspeksi pada tahap pengangkutan dalam menuju pencapaian
pengelolaan kegiatan pengendalian mutu total pada aspek rancangan, produksi
dan produktivitas serta pemasaran. Berbagai penerapan prinsip HACCP yang
dapat diterapkan pada industri kecil pengolahan pangan diantaranya adalah dalam
bidang industri hasil peternakan.
Produk peternakan mempunyai sifat yang mudah rusak. Hal ini karena
kandungan gizi terutama protein dan lemak serta air yang tinggi sehingga
merupakan habitat yang sangat disukai oleh mikrobia pembusuk dan mikrobia
yang hidup dalam ternak saat masih hidup. Selain itu cemaran pada produk asal
ternak juga sulit untuk di hindari seperti cemaran kimia seperti residu antibiotik
dan fisik seperti pecahan kaca. HACCP pada produk hasil ternak dapat dimulai
dari pra produksi, produksi sampai dengan pasca produksi dengan urut-urutan
tertentu. Indonesia telah mempunyai beberapa standar nasional yang berkaitan
dengan keamanan pangan asal ternak yang diharapkan dapat memberikan jaminan
keamanan produk pangan asal ternak, seperti Standar Nasional Indonesia (SNI)
mengenai batas maksimum cemaran mikroba dan batas maksimum residu dalam
bahan makanan asal ternak (Badan Standarisasi Nasional 2008). Selain itu juga
telah ada berbagai kebijakan dan peraturan baik berupa undang-undang, peraturan
pemerintah, surat keputusan menteri serta perangkat lainnya. Peraturan
Pemerintah No 22 tahun 1982 tentang kesehatan masyarakat veteriner merupakan
salah satu perangkat dalam pelaksanaan Undang-Undang No 6 tahun 1967 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner.
Dalam peraturan pemerintah tersebut dinyatakan pentingnya pengamanan bahan
pangan asal ternak serta pencegahan penularan penyakit zoonosis, serta perlunya
menjaga keamanan bahan pangan asal ternak dengan melindunginya dari
pencemaran dan kontaminasi serta kerusakan akibat penanganan yang kurang
higienis.

Penerapan HACCP dapat dimulai dari kendang atau tempat pemeliharaan


ternak. Manajemen peternakan yang baik, lingkungan sekitar peternakan serta
cemaran yang berada di sekitar peternakan akan sangat mempengaruhi kualitas
yang dihasilkan. Keamanan pangan asal ternak sangat berkaitan dengan kualitas
pakan yang dihasilkan. Jenis dan asal pakan harus diketahui, penyimpanan yang
baik dengan menjaga kelembaban gudang agar tidak menjadi tempat tumbuhnya
jamur yang dapat menghasilkan mikotoksin dan aflatoksin yang dapat terdeteksi
pada susu dan berbahaya bagi kesehatan manusia, serta residu pestisida yang
ditemukan karena pakan dari hijauan yang mengandung banyak pestisida. Selain
itu patut diwaspadai pula zoonosis yang dapat menular dari hewan ke manusia
melalui pangan asal ternak, baik zoonosis bakteri, virus, parasit maupun zoonosis
yang disebabkan oleh prion seperti Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE)
atau yang dikenal sebagai penyakit sapi gila. Merebaknya BSE di beberapa negara
beberapa tahun yang lalu menyebabkan Pemerintah Indonesia melarang impor
produk ternak dan olahannya dari negara yang pernah terjangkit penyakit sapi
gila.
Transportasi

dan

penyimpanan

merupakan

titik

penting

dalam

pengendalian proses penanganan hasil ternak. Mengingat produk hasil peternakan


sangat mudah rusak maka fasilitas pendingin sangat diperlukan apabila jarak
angkut jauh dan memakan waktu lama. Penyimpanan pada suhu ruang sangat
berbahaya karena merupakan suhu optimum pertumbuhan mikrobia patogen dan
nonpatogen. Pengolahan produk ternak merupakan muara sebelum hasil
dikonsumsi. Pada dasarnya pengolahan produk ternak bertujuan meningkatkan
kualitas, memperpanjang masa simpan, serta meningkatkan rasa, penampilan dan
nilai jual. Pengolahan juga dimaksudkan untuk mempertahankan keamanan
produk karena pertumbuhan mikrobia. Jaminan keamanan pangan pada industri
pengolahan pada umumnya sudah cukup baik dibandingkan pada tingkat peternak.
Konsep HACCP belum diterapkan pada RPA tradisional di beberapa daerah di
Indonesia yang disebabkan sarana yang belum tersedia. Dibandingkan dengan
konsep HACCP hanya 50 % yang telah diterapkan sehingga hanya 50 % karkas

saja yang dapat masuk ke adalam mutu I seperti yang dipersyaratkan dalam SNI.
Bukan hanya RPA saja yang terjadi hal seperti ini, beberapa industri pengolahan
juga belum mampu menerapkan prinsip yang ada dalam HACCP. Sebagian besar
yang telah menerapkan masih pada industri menengah besar sedangkan pada
industri kecil masih sangat minim. Seperti penyediaan refrigerator pada
penyimpanan produk susu pasteurisasi.
Di Indonesia, penanganan produk peternakan di tingkat pengecer masih
perlu mendapat perhatian, terutama di pasar tradisional. Di pasar tersebut, ayam
dan daging diperdagangkan dengan diletakkan di atas meja tanpa dilengkapi alat
pendingin atau fasilitas lainnya. Jumlah mikroba yang cukup tinggi dan jenis
mikroba berbahaya pada daging ayam yang dijual di pasar tradisional cukup
mengkhawatirkan, terlebih lagi bila pemotongan dilakukan di pasar tradisional.
Beberapa pedagang di pasar tradisional juga dilaporkan menggunakan formalin
sebagai pengawet agar ayam tetap kelihatan segar, padahal formalin digolongkan
sebagai bahan berbahaya dan dilarang digunakan pada produk pangan sesuai yang
diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 722/Menkes/Per/ IX/88. Penemuan
beberapa produk yang mengandung formalin ini sangat mencemaskan masyarakat
sebagai konsumen. Konsumen merasa kurang aman, cenderung menghindari,
menjadi lebih selektif dan mengurangi intensitas pembelian produk yang
diberitakan mengandung formalin.
3.3

Keuntungan dan Kerugian HACCP


Penerapan HACCP sebagai alat pengatur keamanan pangan dapat

memberikan keuntungan, yaitu mencegah terjadinya bahaya sebelum mencapai


konsumen, meminimalkan risiko kesehatan yang berkaitan dengan konsumsi
makanan, meningkatkan kepercayaan akan keamanan makanan olahan sehingga
secara tidak langsung mempromosikan perdagangan dan stabilitas usaha
makanan. Sedangkan terdapat beberapa kerugian dari HACCP yaitu tidak cocok
bila diaplikasikan untuk bahaya atau proses yang hanya sedikit diketahui, tidak

melakukan kuantifikasi (penghitungan) atau memprioritaskan risiko, dan tidak


melakukan kuantifikasi dampak dari tambahan kontrol terhadap penurunan risiko.
Tanggung jawab manajemen adalah penting untuk menerapkan sistem HACCP
yang efektif. Selama melaksanakan identifikasi bahaya, penilaian dan pelaksanaan
selanjutnya

dalam

merancang dan

menerapkan

sistem

HACCP, harus

dipertimbangkan dampak dari bahan baku, bahan tambahan, cara SNI 01-48521998 5 dari 12 pembuatan pangan yang baik, peran proses pengolahan dalam
mengendalikan bahaya, penggunaan yang mungkin dari produk akhir, katagori
konsumen yang berkepentingan dan bukti-bukti epidemis yang berkaitan dengan
keamanan pangan.

IV
KESIMPULAN
1.

HACCP merupakan suatu sistem manajemen mutu keamanan makanan


yang sudah terbukti dan didasarkan pada tindakan pencegahan. Sistem
pengendalian mutu HACCP bukan merupakan suatu jaminan keamanan
pangan

yang

zero-risk

(tanpa

resiko),

tetapi

dirancang

untuk

meminimumkan resiko bahaya keamanan pangan. Analisa bahaya adalah


salah satu hal yang sangat penting dalam penyusunan suatu rencana
HACCP. Konsep HACCP merupakan suatu metode manajemen keamanan
pangan yang bersifat sistematis dan didasarkan pada prinsip-prinsip yang
sudah dikenal, yang ditujukan untuk mengidentifikasi hazard (bahaya) yang
kemungkinan dapat terjadi pada setiap tahapan dalam rantai persediaan
makanan, dan tindakan pengendalian ditempatkan untuk mencegah
munculnya hazard tersebut.
2.

Peran HACCP dalam sanagt diperlukan karena produk peternakan


mempunyai sifat yang mudah rusak. HACCP pada produk hasil ternak dapat
dimulai dari pra produksi, produksi sampai dengan pasca produksi dengan
urut-urutan tertentu. Penerapan HACCP dapat dimulai dari kendang atau
tempat pemeliharaan ternak. Manajemen peternakan yang baik, lingkungan
sekitar peternakan serta cemaran yang berada di sekitar peternakan akan
sangat mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan.

3.

Keuntungan sistem manajemen mutu dengan HACCP adalah dapat


meminimalisir resiko/ mencegah bahaya dari suatu produk sebelum
mencapai konsumen, sedangan kerugian dari sistem ini yaitu tidak cocok
bila diaplikasikan untuk bahaya atau proses yang hanya sedikit diketahui,
tidak melakukan kuantifikasi (penghitungan) atau memprioritaskan risiko,
dan tidak melakukan kuantifikasi dampak dari tambahan kontrol terhadap
penurunan risiko.

DAFTAR PUSTAKA
BSNi. 1998. SNI 01-4852-1998 : Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik
Kritis serta Pedoman Penerapnnya. Jakarta
Mortimore, Sara and Carol Wallace. 1995. HACCP: A Practical Approach. USA:
Blackwell.
Sudarmaji. 2005. Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis. Jurnal
Kesehatan Lingkungan, Vol 1, No2, Tahun 2005
Winarno, F.G dan Surono. 2002. HACCP dan Penerapannya dalam Industri
Pangan. Cetakan 2, M-BRIO PRESS. Bogor.
Winarno, F.G. 2004. HACCP dan Penerapannya dalam Industri Pangan. Bogor:
M-Brio Press

Anda mungkin juga menyukai