Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Percobaan 1 Lea

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 11

PERCOBAAN I STANDARISASI LARUTAN NaOH 0,1 M SERTA PENGGUNAANNYA DALAM PENETAPAN KADAR ASAM CUKA PERDAGANGAN

A. TUJUAN Tujuan dalam praktikum ini ialah: a. Menentukan Molaritas dan Normalitas larutan NaOH b. Menetapkan kadar asam cuka perdagangan

B. LANDASAN TEORI Asidimetri dan alkalimetri adalah suatu metode analisis secara volumetri yang dilakukan dengan cara titrasi berdasarkan terjadinya reaksi netralisasi. Pada asidimetri digunakan asam sebagai larutan standar, sedang pada alkalimetri digunakan basa sebagai larutan standar. Secara kompleks Asidi dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara pemberi proton (asam) dengan penerima proton (basa). Pada analisis volumetri diperlukan larutan standar. Proses penentuan konsentrasi larutan standar disebut menstandarkan atau membakukan. Larutan standar adalah larutan yang diketahui konsentrasinya, yang akan digunakan pada analisis volumetri. Ada dua cara menstandarkan larutan yaitu: pembuatan langsung larutan dengan melarutkan suatu zat murni dengan berat tertentu, kemudian diencerkan sampai memperoleh volume tertentu secara tepat. Larutan ini disebut larutan standar primer, sedangkan zat yang kita gunakan disebut standar primer; larutan yang konsentrasinya tidak dapat diketahui dengan cara menimbang zat kemudian melarutkannya untuk memperoleh volume tertentu, tetapi dapat distandarkan dengan larutan standar primer, disebut larutan standar skunder. Pada zat yang dapat digunakan untuk larutan standar primer, harus memenuhi persyaratan yaitu: mudah diperoleh dalam bentuk murni ataupun dalam keadaan yang diketahui kemurniannya. Pengotoran tidak melebihi 0,01 sampai 0,02 %; harus

stabil; dan zat ini mudah dikeringkan tidak higrokopis, sehingga tidak menyerap uap air, tidak meyerap CO2 pada waktu penimbangan (Shochichah;2010) Suatu reaksi dapat digunakan sebagai dasar analisis tirimetri apabila memenuhi persyaratan berikut : reaksi harus berlangsung cepat, sehingga titrasi dapat dilakukan dalam waktu yang tidak terlalu lama; reaksi harus sederhana dan diketahui dengan pasti, sehingga didapat kesetaraan yang pasti dari reaktan; reaksi harus berlangsung secara sempurna; dan mempunyai massa ekuivalen yang besar. (Annisa; 2008) Telah diketahui bahwa asam atau basa terdapat beberapa jenis, ialah asam kuat dan asam lemah. Asam kuat bila daya ionisasinya tinggi atau alfa tinggi umumnya = 1, sedangkan asam lemah daya ionisasinya kecil atau lebih kecil dari satu. Pada titrasi harus diperhatikan titik akhir titrasi, pada pH < 7 atau pH > 7, sehingga pemilihan indikator tepat. Pemilihan indikator ditentukan oleh trayek pH perubahan warna indikator yang disesuaikan dengan daerah pH akhir titrasi. Titik di mana terjadinya perubahan warna indikator ini disebut titik akhir titrasi. Secara ideal titik akhir titrasi seharusnya sama dengan titik akhir teoritis (titik ekuivalen). Dalam prakteknya selalu terjadi sedikit perbedaan yang disebut kesalahan titrasi. Pada titrasi asam cuka perdagangan dengan larutan NaOH digunakan indikator fenolftalein karena trayek pH indikator fenolftalein antara 8,3 sampai 10,0 yang sesuai dengan pH akhir titrasi. Dalam lingkungan asam, fenolftalein tak berwarna. Sedang dalam lingkungan basa berwarna merah. Penetapan kadar asam cuka perdagangan dengan larutan NaOH dilakukan untuk mengetahui apakah kadar yang tertera pada label cuka perdagangan sudah sesuai dengan kadar yang sebenarnya. (Elang;2011) Sementara standarisasi larutan NaOH dilakukan dengan titrasi menggunakan indikator fenolftalein (trayek pHnya 8,2-10). Pemilihan indikator felnolftalein karena pada standarisasi ini merupakan titrasi asam lemah (H2C2O4) dan basa kuat (NaOH) sehingga titik ekivalennya diatas 7 dan berada pada trayek indikator fenolftalein. Pada standarisasi ini NaOH digunakan sebagai titran sementara asam oksalatnya sebagai titrat.

C. ALAT DAN BAHAN a. Alat Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah: Statif dan clam Buret Labu Erlenmeyer Filler Pipet ukur Corong kaca Pipet tetes

b. Bahan Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah: Indikator fenoftalein Larutan asam oksalat Larutan NaOH Larutan asam cuka perdagangan

D. PROSEDUR KERJA 3ml larutan asam oksalat (C2H2O4) 0,1 M Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 25 ml Tambahkan 5 tetes indikator PP Kemudian dititrasi dengan NaOH sampai berubah warna merah jambu

???

3ml

larutan

asam

cuka

perdagangan 0,1 M Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 25 ml Tambahkan 5 tetes indikator PP Kemudian dititrasi dengan NaOH sampai berubah warna merah jambu

???

E. HASIL PENGAMATAN
a. Data Pengamatan

No Perlakuan 1.

Hasil pengamatan

Ambil 3 ml larutan asam oksalat Volume NaOH yang digunakan 0,1 M, dimasukkan ke dalam 5 ml erlemenyer, ditambahkan 5 tetes indikator PP, kemudian dititrasi dengan NaOH

2.

Ambil 3 ml larutan CH3COOH 0,1 Volume NaOH yang digunakan M dimasukkan ke dalam 12,25 ml. erlemenyer,ditambahkan 5 tetes indikator PP, lalu ditetrasi dengan NaOH,

b. Perhitungan Perhitungan molaritas NaOH adalah sebagai berikut: Diketahui : V1(volume asam oksalat) M1(konsentrasi asam oksalat) V2(Volume NaOH) Ditanyakan: M2(konsentrasiNaOH) Penyelesaian : V1 x M1 = V2 x M2 = 3 ml = 0,1M = 5 ml = .?

3 ml x 0,1M = 5 ml x M2 M2 M2 = = 0,06 M

Perhitungan molaritas asam cuka perdagangan sebagai berikut: Diketahui : V1 (volume NaOH) V2 (volume asam cuka) M2 (konsentrasi NaOH) Ditanyakan:M1(volume asam cuka) Penyelesaian : = 3 ml = 12,25 ml = 0,06 M =?

V1 x M1 3 x M1 M1 M1

= V2 x M2 = 12,25 x 0,06 = = 0,245 M

F. PEMBAHASAN Pada percobaan kali ini praktikan melakukan analisa kuantitatif untuk menstandarisasi larutan baku sekunder dengan larutan baku primer serta penggunaannya dalam penetapan kadar asam cuka perdagangan, yang dimana analisis kuantitatif fokus kajiannya adalah penetapan banyaknya suatu zat tertentu (analit) yang ada dalam sampel, pada percobaan kali ini larutan baku sekunder yang akan digunakan adalah NaOH (natrium hidroksida) dan larutan baku primer H2C2O4 2H2O (asam oksalat). Sebelum digunakan untuk mentitrasi asam cuka, larutan NaOH ini distandarisasi terlebih dahulu karena NaOH merupakan zat yang mudah terkontaminasi, bersifat higroskopis sehingga mudah menarik uap air dari udara dan juga mudah bereaksi dengan CO2 dalam udara. Dimana pada kedua proses ini menyebabkan penimbangan sejumlah tertentu NaOH tidak akan memberikan kepastian massa yang sesungguhnya, karena jumlah air dan CO2 yang diserap oleh NaOH tidak diketahui dengan pasti. Hal ini mengakibatkan kensentrasi NaOH yang dihasilkan juga tidak tepat. Dengan demikian apabila menggunakan NaOH sebagai pereaksi dalam suatu titrasi maka zat tersebut harus distandarisasi sebelumnya. Untuk menstandarisasi larutan NaOH ini digunakan larutan asam oksalat 0,1N, larutan ini digunakan sebagai larutan standar primer karena larutan ini tidak bersifat higroskopis dan memiliki berat ekuivalen yang tinggi sehingga dapat mengurangi kesalahan dalam penimbangan zat. Percobaan dimulai dengan merangkaikan statif dan clam, lalu pasang buret. Buret diisi larutan NaOH dengan pipet volume melalui corong sebanyak 25 ml. Pertama larutan asam oksalat 3 ml ditambah indikator PP (fenolftalein) sebanyak 5 tetes warnanya berbah menjadi putih kemudian ditrasi dengan larutan NaOH (natrium hidroksida) sambil dikocok-kocok dengan pelan dan berhenti sampai larutan berubah warna menjadi warna merah atau lebih tepatnya berwarna merah muda. Berdasarkan hasil percobaan standarisasi NaOH dapat diketahui bahwa telah terjadi reaksi asam basa antara asam oksalat (sebagai asam lemah) dan NaOH (sebagai basa kuat). Pada pembuatan larutan standar natrium hidroksida indikator yang digunakan yaitu fenophtalein (indikator PP). Indikator fenophtalein digunakan dalam percobaan ini karena fenophtalein tak berwarna dengan pH antara 8,3-10,0 akan mempermudah praktikan dalam mengetahui bahwa dalam proses sudah

mencapai titik ekivalen. Perubahan yang terjadi pada proses penitrasian ini adalah berubah menjadi warna merah yang konstan dari warna asal mula bening. Perubahan warna ini terjadi karena telah tercapainya titik ekivalen. Setelah itu asam cuka 2 ml ml ditambah indikator PP (fenolftalein) sebanyak 5 tetes kemudian ditrasi dengan larutan NaOH sambil dikocok-kocok dengan pelan dan berhenti sampai larutan berubah warna menjadi warna merah. Volume NaOH yang diperlukan untuk standarisasi sebanyak 5 ml, volume asam oksalat yang digunakan 3 ml dan molaritas NaOH yaitu 0,06 M. Sedangkan volume NaOH yang diperlukan untuk penentuan asam cuka perdagangan sebanyak 12,25 ml, volume asam cuka perdagangan yang digunakan 3 ml dan Molaritas asam cuka perdagangan yaitu 0,245 M.

G. KESIMPULAN Dari percobaan yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan : Molaritas larutan NaOH adalah 0,06 M Kadar asam cuka perdagangan yaitu 0,245 M

DAFTAR PUSTAKA Shochichah. 2010. Standardisasi Larutan NaOH dan Penentuan Asam Cuka Perdagangan. http://shochichah.blogspot.com diakses 25 Oktober 2011 Elang. 2011. Analisis Asam Cuka Perdagangan. http://elangbiru3004.blogspot.com diakses 25 Oktober 2011 Syabatini, annisa. 2008. Standarisasi Natrium Hidroksida dan Penggunaannya untuk Penentuan Konsentrasi Asam asetat, http://annisanfushie.wordpress.com diakses 25 Oktober 2011

LAPORAN

PRAKTIKUM KIMIA FARMASI DASAR


PERCOBAAN I
STANDARISASI LARUTAN NaOH 0,1 M SERTA PENGGUNAANNYA DALAM PENETAPAN ASAM CUKA PERDAGANGAN

OLEH : NAMA STB KELOMPOK KELAS ASISTEN : : : : : NURUL AWALIAH ARMIN F1F111052 II A SARLAN, S.Si

JURUSAN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HALUOLEO KENDARI 2011

Anda mungkin juga menyukai