0 - Laporan Akhir Keanekaragaman Capung Di Sungai Bedog, Tridadi, Sleman
0 - Laporan Akhir Keanekaragaman Capung Di Sungai Bedog, Tridadi, Sleman
0 - Laporan Akhir Keanekaragaman Capung Di Sungai Bedog, Tridadi, Sleman
FMIPA UNY
JUDUL PROGRAM:
BIDANG KEGIATAN:
PKM-PENELITIAN
Diusulkan oleh:
i
1. Judul Kegiatan : Keanekaragaman Capung di Sungai
Bedog, Tridadi, Sleman
2. Bidang Kegiatan : PKM-Penelitian
3. Ketua Pelaksana Kegiatan
a. Nama Lengkap : Waryati
b. NIM : 18308141009
c. Jurusan : Pendidikan Biologi
d. Universitas : Universitas Negeri Yogyakarta
e. Alamat Rumah dan No Tel./HP : Karangmalang A38 / 083106453956
f. Alamat email : waryatiajibarang@gmail.com
4. Anggota Pelaksana Kegiatan : 2 orang
5. Dosen Pendamping
a. Nama Lengkap dan Gelar : Ir. Suhandoyo, MS.
b. NIDN : 0021126106
c. Alamat Rumah dan No Tel./HP : Denokan RT01/RW01, Maguwoharjo,
Sleman /087834752124
6. Biaya Kegiatan Total
a. FMIPA UNY : Rp 1.000.000,00
7. Jangka Waktu Pelaksanaan : 3 bulan
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................. ii
ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................... v
DAFTAR TABEL................................................................................................ v
RINGKASAN....................................................................................................... vi
BAB 1 PENDAHULUAN
2.1 Capung.........................................................................................................3
2.2 Keanekaragaman....................................................................................... 3
2.3 Habitat Capung ……………………………………………………………4
2.4 Sungai Bedog ..............................................................................................5
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan...............................................................................................30
iii
5.2 Saran.........................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................31
LAMPIRAN....................................................................................................….36
DAFTAR GAMBAR
iv
Gambar 7. Gynacantha subinterupta…………………………………..……….10
Gambar 8. Paragomphus reinwardtii …………………………………….…...10
Gambar 9. Neurothemis fluctuans……………………………………….……...11
Gambar 10. Neurothemis ramburii……………………………………………..11
Gambar 11. Neurothemis terminata…………………………………………….12
Gambar 12. Onychothemis culminicola………………………………………...13
Gambar 13. Orthetrum sabina………………………………………………….13
Gambar 14. Orthetrum testaceum………………………………………………14
Gambar 15. Pantala flavescens…………………………………………………14
Gambar 16. Potamarcha congener……………………………………………...15
Gambar 17. Tholymis tillarga…………………………………………………...16
Gambar 18. Libellago lineata…………………………………………………...17
Gambar 19. Heliocypha fenestrata……………………………………………...17
Gambar 20. Neurobasis chinensis florida………………………………………18
Gambar 21. Euphaea variegata…………………………………………………19
Gambar 22. Agriocnemis femina………………………………………………..20
Gambar 23. Agriocnemis pygmaea……………………………………………...21
Gambar 24. Pseudagrion pruinosum……………………………………………21
Gambar 25. Pseudagrion rubriceps……………………………………………. 22
Gambar 26. Copera marginipes………………………………………………...23
Gambar 27. Prodasineura autumnalis………………………………………….23
Gambar 28. Diagram jumlah spesies…………………………………………... 26
Gambar 29. Diagram jumlah individu………………………………………..... 26
Gambar 30. Diagram indeks keanekaragaman………………………………… 27
Gambar 31. Spesies endemik…………………………………………………... 28
DAFTAR TABEL
RINGKASAN
v
populasinya dapat menyeimbangkan populasi serangga lain dalam suatu
ekosistem. Capung juga dapat digunakan sebagai bioindikator perairan, termasuk
sungai. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi capung dan mengetahui
indeks keanekaragaman capung di Sungai Bedog, Tridadi, Sleman. Target dari
penelitian ini adalah pamflet dan risalah ilmiah mengenai keanekaragaman capung
di Sungai Bedog, Tridadi, Sleman. Penelitian termasuk ke dalam penelitian
observasi. Pengamatan langsung terhadap objek dilaksanakan di sungai Bedog,
Tridadi Sleman DIY. Metode penelitian yang digunakan adalah metode observasi
dengan teknik pengambilan data menggunakan metode jelajah aktif dengan 3 titik
pengambilan data. Berdasarkan hasil penelitian teridentifikasi 21 spesies capung.
Hasil analisis indeks keanekaragaman capung di Sungai Bedog Tridadi Sleman
menjukkan indeks sedang dengan nilai indeks 2,354033.
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1.2.1 Spesies-spesies capung apa saja yang terdapat di Sungai Bedog, Tridadi,
Sleman?
1
1.2.2 Bagaimana indeks keanekaragaman capung di Sungai Bedog, Tridadi, Sleman?
1.3 Tujuan
Tujuan dari program penelitian ini adalah:
1.3.1 Mengidentifikasi capung yang terdapat di Sungai Bedog, Tridadi Sleman
1.3.2 Mengetahui indeks keanekaragaman capung di Sungai Bedog, Tridadi, Sleman
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Capung
Capung termasuk dalam kelompok filum Arthropoda dan ordo Odonata.
Odonata dalam bahasa Yunani artinya rahang bergigi dimana pada ujung labium
(bibir bawah) terdapat tonjolan-tonjolan tajam atau spina yang menyerupai gigi
(Borror et al., 1996).
Capung dikelompokkan dalam dua sub ordo yaitu Zygoptera (2.739 spesies
dan 19 famili) dan sub ordo Anisoptera (2.941 spesies dan 12 famili) serta sekitar
1.000 hingga 1.500 spesies belum dideskripsikan (Mapi-ot et al., 2013). Perbedaan
dari kedua jenis capung ini adalah bentuk dan ukuran tubuh, dimana capung biasa
(Anisoptera) lebih besar dari pada capung jarum (Zygoptera) (Amir dan Kahono,
2003). Keduanya memiliki perbedaan yang cukup jelas, dari bentuk mata, sayap,
tubuh dan perilaku terbangnya. Anisoptera (capung) memiliki sepasang mata
majemuk yang menyatu, ukuran tubuh yang relatif besar daripada Zygoptera (capung
jarum), ukuran sayap depan lebih besar daripada sayap belakang serta posisi sayap
terentang saat hinggap, dan mampu terbang cepat dengan wilayah jelajah luas.
Zygoptera (capung jarum) memiliki sepasang mata majemuk terpisah, ukuran tubuh
relatif kecil, ukuran sayap depan dan belakang sama besar serta posisi sayap dilipat
diatas tubuh saat hinggap, kemampuan terbang cenderung lemah dengan wilayah
jelajah tidak luas (Sigit et al., 2013).
Biasanya capung dapat dijumpai di tempat-tempat yang dekat dengan sumber
air dan hidup sebagai serangga (entomofagus) yaitu serangga yang memakan jenis
serangga lain yang berukuran lebih kecil, tetapi juga kadang-kadang memakan daun
tumbuh-tumbuhan (Amir dan Kahono, 2003).
2.2 Keanekaragaman
Keanekaragaman hayati (biological diversity) atau sering disebut dengan
biodiversity adalah istilah untuk menyatakan tingkat keanekaragaman sumberdaya
alam hayati yang meliputi kelimpahan maupun penyebaran dari ekosistem, jenis dan
genetik. Dengan demikian keanekaragaman hayati mencakup tiga tingkat, yaitu
keanekaragaman ekosistem, keanekaragaman jenis, dan keanekaragaman genetik.
Oleh karena itu, biodiversity meliputi jenis tumbuhan dan hewan, baik yang makro
3
maupun yang mikro termasuk sifat-sifat genetik yang terkandung di dalam individu
setiap jenis yang terdapat pada suatu ekosistem tertentu (Tim Dosen, 2016).
Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat keanekaragaman hayati
tinggi, termasuk keragaman jenis insekta. Hal ini didukung oleh letak geografis
Indonesia, dengan sebaran pulau-pulau yang mengelompokkan flora fauna kedalam
tiga tipe, yaitu tipe asiatis, peralihan dan australis. Sebaran pulau ini menjadi bukti
bahwa tipe habitat dan ekosistem pada masing-masing letak geografis berbeda,
sehingga organisme termasuk jenis serangga yang hidup didalamnya berbeda pula.
Keragaman Insekta adalah yang terbesar diantara kelas lain dalam filum Athropoda,
bahkan yang paling besar dibandingkan dengan fauna lainnya, termasuk keragaman
ordo Odonata dalam kelas insekta. Salah satu bukti nyata adalah terdapat lebih dari
900 jenis capung di Indonesia atau 15% dari jumlah jenis capung di seluruh dunia
(Sigit et al., 2013). Pulau Jawa memiliki 150 jenis capung dengan 18% atau 26 jenis
diantaranya adalah jenis endemik (Whitten et al., 1999).
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keberadaan capung dan
persebaran jenis-jenis capung. Faktor utama dipengaruhi oleh sumber daya
makanan, habitat, serta capung juga dapat dengan mudah terbang untuk berpindah
dari satu tempat ke tempat yang lain. Menurut McPeek (2008) beberapa faktor yang
membatasi keberadaan serta persebaran capung dalam suatu habitat adalah tipe
habitat, ketersediaan pakan, serta interaksi yang berkaitan dengan siklus hidup
capung. Semua faktor tersebut saling berhubungan dan mempengaruhi satu sama
lainnya.
4
lembab hidup di darat. Capung melakukan kegiatannya pada siang hari, saat matahari
bersinar. Oleh karena itu, pada hari yang panas capung akan terbang sangat aktif dan
sulit untuk didekati. Sedangkan pada dini hari atau di sore hari saat matahari
tenggelam kadang-kadang capung lebih mudah didekati (Sigit, dkk. 2013:7-8).
Tiap jenis capung memiliki tipe habitat yang spesifik, dan hanya beberapa saja
yang bersifat universal (mampu hidup pada beberapa tipe habitat). Sehingga
perbedaan tipe habitat berpengaruh besar terhadap kesamaan jenis yang dijumpai pada
tiap stasiun. Keberadaan jenis dalam komunitas capung dibedakan oleh jarak, jenis
habitat, dan faktor fisik yang membatasinya (Mc Couley, 2006).
5
Badan air sungai merupakan suatu wadah mengalirnya sumberdaya air secara
gravitasi dari hulu ke hilir. Pada banyak sungai terutama pada bagian hilir, pada
umumnya dipengaruhi oleh pasang surut sungai. Proses mengalirnya aliran sungai
secara gravitasi maupun secara pasang surut menyebabkan terjadinya dinamika aliran
pada suatu penampang badan air. Banyaknya aktivitas domestik dan industri
disepanjang sungai serta adanya dinamika aliran tersebut menimbulkan perubahan
kualitas dan kuantitas sungai secara signifikan. Semakin tinggi aktivitas domestic dan
industri disepanjang sungai, maka akan semakin signifikan terjadi perubahan kualitas
air (Adi, 2008).
Bentuk morfologi sungai menurut Forman dan Gordon (1983) dalam :
Keterangan:
A = Bantaran sungai.
B = Tebing/jering sungai.
C = Badan sungai.
D = Batas tinggi air semu.
E = Dasar sungai.
F = Vegetasi riparian
6
BAB III
METODE PENELITIAN
7
Titik 3: Sungai Bedog Selatan Jembatan Tridadi
https://goo.gl/maps/UXMGXQiV7NZYywZx6
Pengambilan data dilaksanakan pada pagi hari dan sore hari karena pada pagi dan sore
hari merupakan watu aktif capung. Lokasi penelitian diambil di Sungai Bedog,
Tridadi, Kecamatan Sleman, Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta 55511
8
H’ = -∑(ni/N) ln (ni/N)
Keterangan:
H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener
Ni = Jumlah individu capung ke-i
N = Jumlah individu total jenis capung (Odum, 1998)
9
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Tabel Jenis Capung
10
sederhana dan pendek.
Kebiasaan: Hinggap di atas
tanah atau tonggakan ranting di
dekat sumber air, biasanya
menempalkan toraks pada
tempat hinggap
3. Jantan: kepala, thoraks,
abdomen, sayap merah. Warna
merah pada sayap belakang
melengkung dari sisi kanan
pterostigma menuju pangkal
sayap. Betina: kuning dengan
bercak hitam pada dorsal
abdomen, sayap transparan
dengan sedikit bercak kuning
pada pangkal sayap. Kebiasaan:
Sumber: https://www.wildscot.co.uk/ hinggap pada rerumputan atau
Neurothemis fluctuans ranting di sekitar air
4. Jantan: berwarna merah tua
dengan sayap merah berujung
transparan, abdomen merah tua
dengan garis hitam di bagian
atas dan samping, warna hitam
berangsur menebal pada
menuju ujung abdomen, ruas
10 hitam dengan umbai merah.
Betina: warna tubuh kuning
kecoklatan, warna sayap lebih
tua daripada tubuh, ujung sayap
transparan. Kebiasaan: Hinggap
di ranting kering, daun dan
Sumber: Dokumentasi pengamatan bebatuan, terbang cepat dan
Neurothemis ramburii jauh saat terganggu.
5. Jantan: mata majemuk
11
berwarna merah tua, toraks
merah kecoklatan. Abdomen
merah tua, terdapat garis hitam
di samping dan atas abdomen,
semakin menebal keujung
abdomen, ruas nomer 10 hitam,
embelan merah. Sayap merah,
pada ujung sayap transparan
dengan garis batas lurus di
sayap depan dan belakang,
pterostigma merah. Tungkai
merah. Betina: mata majemuk
bagian atas coklat pucat, bagian
bawah kuning. Toraks dan
abdomen kuning kecoklatan,
garis hitam seperti pada jantan,
embelan kuning. Sayap
transparan pada seluruh bagian
kecuali ujung sayap berwarna
kecoklatan, pterostigma coklat.
Tungkai kuning. Kebiasaan:
biasa di temukan bertengger di
ranting atau ujung bambu
Sumber: Dokumentasi pengamatan kering. Mudah terusik dan akan
Neurothemis terminata terbang jauh bila diganggu.
6. Jantan: mata hijau gelap, toraks
cokelat hitamdengan garis
kuning, satu garis kuning di
punddung dan dua garis kuning
di toraks bagian samping.
Abdomen merah pudar dengan
pembatas antar ruas berwarna
hitam menyerupai cincin, sayap
transparan, pterostigma hitam.
12
Betina: mirip jantan.
Kebiasaan: Terbang cepat di
Sumber: Dokumentasi pengamatan atas perairan yang menggenang
Onychothemis culminicola atau berarus lambat.
7. Mata majemuk berwarna hijau
pucat dengan bercak hitam.
Toraks hijau dengan garis-garis
hitam di bagian samping.
Abdomen: ruas 1-3 membesar
berwarna hijau kekuningan dan
bergaris hitam, ruas 4-6
ramping berwarna hitam putih,
ruas 7-10 membesar berwarna
hitam, embelan berwarna putih.
Betina serupa dengan jantan.
Sayap transparan, pterostigma
coklat-oranye. Tungkai hitam.
Kebiasan: bersifat soliter,
sering tengger di rerumputan,
Sumber: Dokumentasi pengamatan memakan sejenisnya atau
Orthetrum sabina capung lain
8. Jantan: toraks jingga
kecoklatan, abdomen merah
terang, mata majemuk abu-abu
kecoklatan dengan frons merah,
sayap belakang gelap pada
pangkal. Betina: cokelat
kekuningan, sayap belakang
transparan pada seluruh bagian.
Sumber: Dokumentasi pengamatan
Kebiasaan: aktif dari pagi
Orthetrum testaceum
hingga sore hari, hinggap di
ranting kering atau batang
tanaman dan daun di sekitar
perairan dengan sayap
13
menutupi toraks.
9. Jantan: capung dewasa
berwarna merah-oranye. Mata
majemuk merah tua, toraks
merah kecoklatan, abdomen
merah-oranye, individu muda
berwarna kuning, bagian atas
abdomen terdapat garis hitam
yang semakin melebar dan
membentuk bercak pada ruas 8-
9, embelan panjang, hitam.
Sayap transparan, ujung sayap
coklat, pterostigma merah-
oranye. Betina: mata majemuk
berwarna merah muda bagian
atas dan hijau kebiruan bagian
bawah. toraks kuning kebiruan
bagian samping dan kuning
bagian atas, abdomen kuning-
oranye, terdapat garis dan
bercak hitam seperti pada
jantan, embelan hitam. Sayap
transparan, pterostigma kuning.
Tungkai hitam.
Kebiasaan: umumnya dalam
keadaan terbang yang
berkelompok sangat banyak,
menyukai area terbuka, jika
Sumber: Dokumentasi pengamatan bertengger memilih tempat
Pantala flavescens yang sangat tinggi.
14
10. Jantan: mata majemuk merah
kecoklatan di bagian atas dan
hijau keputihan di bagian
bawah. Toraks dan abdomen
ruas 1-4 berwarna biru
dongker, ruas lainnya berwana
hitam dengan garis kuning tebal
di bagian samping, 2 ruas
terakhir berwarna hitam,
embelam hitam. Betina: mata
majemuk berwarna merah
bagian atas dan hijau di bagian
bawah dengan bercak hitam.
Toraks berwarna hijau dengan
garis hitam tebal pada bagian
samping, abdomen berwarna
dominan kuning pucat dengan
garis hitam pada ruas 1-8, ruas
9-10 hitam, ruas 8 memiliki
tonjolan di kanan dan kiri
menyerpai sayap yang
berfungsi untuk meletakkan
telur. Sayap transparan dengan
pterostigma berwarna hitam.
Tungkai berwarna hitam.
Kebiasaan: aktif di siang hari,
di waktu pagi dan sore lebih
banyak bertenger di tempat
Sumber: Dokumentasi pengamatan yang tinggi, sangat sensitif
Potamarcha congener terhadap gangguan
15
11. Jantan : mata majemuk oranye
kemerahan bagian atas dan
hijau kekuningan bagian
bawah. Toraks dan abdomen
berwarna oranye pudar. Sayap
depan transparan, sayap
belakang transparan dan
terdapat warna khas coklat
pudar dan putih di bagian
tengan sayap, pterostigma
hitam. Betina : mata majemuk
bagian atas merah, bagian
bawah kuning pucat. Toraks
dan abdomen coklat pucat,
terdapat warna putih
kekuningan di bagian atas
toraks. Kedua sayap transparan,
pterostigma kuning.
Kebiasaan : aktif di sore hari,
terbang cepat di daerah
teritorinya. Pagi dan siang
bertengger di semak sekitar
Sumber: http://biodiversitywarriors.kehati.or.id perairan di bawah kanopi
Tholymis tillarga pohon
12. Capung jarum bertubuh
pendek, sayap lebih panjang
daripada abdomen. Jantan:
warna dominan kuning, mata
majemuk hitam kecoklatan.
Toraks kuning kehijauan
dengan strip hitam. Abdomen
kuning dari pangkal dang
berangsur menyempit menuju
ujung abdomen. Ruas 6-10 dan
16
embelan berwarna hitam.
Betina : mata majemuk coklat
muda, toraks dan abdomen
coklat muda kehijauan dengan
garis-garis hitam di sisi atas
abdomen. Terdapat cupung di
abdomen ruas 8-10. Sayap
transparan, pterostigma coklat
kehitaman. Kebiasaan : aktif di
pagi hingga siang hari, terbang
melayang-layang sangat dekat
dengan permukaan air, sesekali
Sumber: Dokumentasi pengamatan tengger di togakan atau
Libellago lineata tanaman air di permukaan air.
13. Jantan : secara keseluruhan
capung ini berwarna hitam.
Toraks berwarna hitam dengan
pola garis-garis biru kehijauan
di bagian samping dan bercak
merah jambu di sisi atas toraks.
Abdomen berwarna hitam, ruas
1-5 terdapat bercak biru
kehijauan dibagian samping,
embelan hitam. sayap hitam
dengan refleksi warna
merahjambu bila terkena sinar
matahari, pangkal sayap coklat
transparan. Betina: mata
majemuk coklat gelap di bagian
Sumber: Dokumentasi pengamatan
atas dan coklat pucat di bagian
Heliocypha fenestrata
bawah. Toraks coklat gelap
dengan garis hijau pucat.
Abdomen coklat, ruas 1-5
terdapat bercak hijau pucat,
17
terdapat cuping di ruas 8-10.
Sayap coklat transparan,
pterostigma coklat kehitaman.
Kebiasaan : sering terlihat
bertengger di ranting atau batu
di atas perairan mengalir,
sangat sensitif dengan
gangguan
14. Jantan: sayap hijau zamrud
metalik berujung gelap, mata
bagian atas gelap bagian bawah
putih, terdapat garis garis
cokelat terang pada bagiang
toraks yang metalik. Betina:
mirip jantan, sayap transparan,
venasi cokelat, dan terdapat
bintik-bintik putih. Kebiasaan:
jantan sangat aktif berpatroli
dan mempertahankan wilayah
di sepanjang sungai, terutama
dengan intensitas cahaya tinggi,
bertengger di daun, ranting,
atau batu.
Sumber: Dokumentasi pengamatan
Neurobasis chinensis florida
15. Jantan: Kepala berwarana
hitamdengan sedikit warna
putih pada bagian bawah mata,
toraks hitam, kuning pada
sintoraks, dan biru mrtalik pada
bagian dorsal, abdomen hitam
metalik,sayap hitam, pada saat
dilipat terlihat pola pelangi
metalik yang didominasi warna
18
ungu dan birupada bagian
tengah sayap belakang. Kaki
hitam metalik. Betina: mirip
jantan dengan warna kuning
pada toraks lebih luas, warna
keseluruhan lebih pudar.
Kebiasaan: berbiak pada pada
sungai yang jernih, baik dengan
vegetasi yang lebat maupun
Sumber: Dokumentasi pengamatan
sedikit terbuka.
Euphaea variegata
16. Jantan : mata majemuk bagian
atas hitam, bagian bawah hijau.
Toraks hijau dengan garis
hitam tebal di samping dan
atas. Abdomen berwarna hitam
di bagian atas dan hijau di
bagian bawah, ruas 8-10
berwarna oranye dan sedikit
menggembung. Embelan
oranye, embelan atas lebih
pendek dari pada embelan
bawah. pada individu yang
telah tua, toraks tertutupi
serbuk putih. Betina: muda,
berwarna merah dengan garis
hitam dibagian atas toraka dan
abdomen ruas 6-10. Dewasa,
mata majemuk coklat di bagian
atas dan hijau di bagian bawah.
Sumber: Dokumentasi pengamatan Toraks hijau dengan garis
Agriocnemis femina hitam tebal di sisi atas.
Abdomen, hijau kekuningan di
sisi bawah dan hitam di bagian
19
atas. Ruas ke 9- 10 oranye.
Sayap transparan, pterostigma
hitam. Kebiasaan : aktif di pagi
hingga siang hari, bertengger
lalu menyambar mangsa
dengan cepat dan bertengger
lagi di tanaman air atau
rerumputan sangat dekat
dengan permukaan air
17. Mata majemuk hitam bagian
atas dan hijau bagian bawah.
toraks hijau dengan garis hitam
tebal dibagian samping dan
atas. Abdomen hitam di bagian
atas dan hijau di bagian bawah,
ruas 8-10 osedikit membengkak
berwarna oranye. Embelan
oranye, bawah lebih pendek
dari pada embelan atas. Betina
mirip dengan jantan, mata
majemuk coklat bagian atas,
warna oranye pada ujung
abdomen lebih sedikit. Sayap
transparan, pterostigma hitam.
Kebiasaan : aktif di pagi hingga
siang hari, sering terlihat
tengger dan mencari mangsa di
Sumber: Dokumentasi pengamatan tanaman air atau rerumputan
Agriocnemis pygmaea dekat dengan perairan.
18. Jantan : mata majemuk
berwarna coklat kehitaman,
toraks biru tua keabua-abuan,
bagian atas hitam, individu tua
terdapat serbuk putih.
20
Abdomen : ruas 1-2 dan 8-10
hitam di sisi atas dan sering
tertutup serbuk putih, ruas 3-7
hitam di bagian atas dan coklat
kekuningan di bagian bawah.
Betina : sintoraks coklat
kekuningan, abdomen hitam
bagian atas dan coklat
kekuningan dibagian bawah.
Sayap transparan, ppterostigma
hitam. Kebiasaan : aktif di pagi
hingga siang hari, terngger di
semak-semak di sekitar
Sumber: Dokumentasi pengamatan perairan, di bawah kanopi
Pseudagrion pruinosum pepohonan
19. Mata majemuk hitam bagian
atas, oranye kehijauan bagian
bawah, muka berwarna oranye
dan menjadi ciri khas jenis ini.
Toraks biru muda terang, sisi
ata berwarna hijau dan terdapat
garis hitam tipis. Abdomen :
Sumber: Dokumentasi pengamatan ruas 1-2 dan 8-10 berwarna
Pseudagrion rubriceps biru muda cerah, ruas 2
terdapat titik hitam di sisi atas,
ruas 3- 7 hitam di bagian atas
dan biru muda di bagian bawah.
Betina : warna dominan hijau
kecoklatan, tidak terdapat
warna oranye di bagian muka.
Sayap transparan, pterostigma
hitam. Kebiasaan : atif di pagi
hingga siang hari, sering
terlihat tengger di tanaman air
21
dekat permukaan air dengan
intensitas cahaya tinggi. Pada
siang hingga menjelang sore
sering terlihat kopulasi.
20. Jantan : mata majemuk
berwarna hitam di bagian atas
dan kuning kehijauan dibagian
bawah, terdapat garis tipis
kuning di mata majemuk.
Toraks hitam dengan garis-
garis kuning yang tidak
beraturan. Abdomen, ruas 1-7
berwarna hitam, ruas 8-10 putih
di sisi atas dan hitam di bagian
bawah. Tungka berwana
kuning. Betina : mata majemuk
coklat muda, terdapat dua garis
hitam. Toraks coklat, terdapat
garis hitam tipis tidak
beraturan. Abdomen hitam
pada individu dewasa dan putih
pada individu muda, ujung
abdomen menggembung. Sayap
transparan, pterostigma hitam
Kebiasaan : aktif di pagi hingga
Sumber: Dokumentasi pengamatan siang hari, menyukai tempat di
Copera marginipes bawah kanopi pohon.
22
21. Jantan: warna gelap, mata
majemuk cokelat kemerahan,
toraks hitam tersapu coklat dan
abu-abu pada sisi bawah,
abdomen panjang dan ramping
dengan ujung gemuk, terdapat
bitnik-bintik kecil pada batas
antar ruas. Betina: memiliki
warna hitam dan putih, mata
majemuk coklat mengkilap
pada bagian atas dengan garis
hitam tebal dibawahnya dan
lebih putih di bagian bawah,
sintoraks hitam dengan garis-
garis putih pucat. Kebiasaan:
terbang rendah di atas perairan,
sangat sensitif terhadap
pergerakan, akan terbang dan
Sumber: Dokumentasi pengamatan hinggapa tidak jauh dari lokasi
Prodasineura autumnalis semula.
23
terminata
Onychothemi √ √ √ √
s culminicola
Orthetrum √ √ √ √ √ √ √ √
sabina
Orthetrum √ √ √ √ √ √
testaceum
Pantala √ √ √
flavescens
Potamarcha √ √ √ √ √ √
congener
Tholymis √
tillarga
4. Chlorocyphidae Libellago √ √ √ √ √
lineata
Heliocypha √ √ √ √ √ √ √ √ √
fenestrata
5. Calopterygidae Neurobasis √ √ √ √
chinensis
florida
6. Euphaeidae Euphaea √ √ √ √ √ √ √ √ √
variegata
7. Coenagrionidae Agriocnemis √ √ √ √ √
femina
Agriocnemis √
pygmaea
Pseudagrion √ √ √ √ √ √ √
pruinosum
Pseudagrion √ √ √ √
rubriceps
8. Platycnemidida Copera √ √ √ √ √ √ √ √
e marginipes
Prodasineura √ √ √ √ √ √
autumnalis
Keterangan
24
T21: Titik Ke 2 ulangan ke 1
18
16
14
12
10
8 17
15 14 15 15
6 12
4
2
6 6 5
0
T11 T12 T13 T21 T22 T23 T31 T32 T33
Jumlah spesies
180
160
140
120
100
80 170
151
60 128
106 107 104
40
53 56
20 39
0
T11 T12 T13 T21 T22 T23 T31 T32 T33
Jumlah individu
Indeks Keanekaragaman
3
2.5
2
1.5
2.46
1 2.08
0.5 1.22
0
T1 T2 T3
2,354033
25
4.1.4 Rata-rata Hasil Pengukuran Faktor Abiotik
No Faktor abiotik T1 T2 T3
1. suhu udara (o C) 28,6667 25 32,6667
2. Intensitas cahaya (lux) 4839 2688 6804,33
3. kelembapan udara (%) 67 81 48,333
4. kecepatan angin (m/s) 0 0,4 0
5. derajat keasaman air 7 6,3333 6,66667
6. kekeruhan air (NTU) 1 3 2
7. suhu air (o C) 25,8667 25,2333 26,1333
8. kadar oksigen (ppm) 0,54333 0,21667 0,10333
4.2 Pembahasan
26
Pada titik yang pertama ulangan kedua dijumpai Tholymis tillarga yang mana waktu
pengamatan dilaksanakan pada sore hari. Kebiasaan capung ini aktif pada sore hari. Pada
siang hari hinggap secara vertical pada batang rumput yang dekat dengan air (Setiyono, 2017:
211). Pada waktu pengamatan yang sama juga tidak dijumpai Pseudagrion rubriceps.
Jumlah individu terbanyak adalah pada titik pengambilan data pertama ulangan
pertama dengan jumlah spesies sebanyak 170 individu. Berdasarkan hasil analisis data
menggunakan indeks keanekaragaman Shannon Wiener pada seluruh titik pengambilan data
di dapatkan indeks sedang dengan nilai indeks keanekaragaman 2,354033. Nilai indeks
tersebut berarti ekosistem tersebut memiliki produktivitas yang cukup seimbang dan tekanan
ekologis yang rendah (Magurran 1988). Hasil pengukuran faktor abiotik menunjukkan suhu
udara 25 - 33 o C, intensitas cahaya 1128 – 9964 lux, kelembapan udara 38-82%, kecepatan
angin 0,0-1,2 m/s, derajat keasaman air 6-7, kekeruhan air 1-4 NTU, suhu air 24,9- 27,1 o C,
kadar oksigen 0,31-0,89 ppm sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan naiad capung
yang berada di dalam air.
Pada lokasi pengambilan data pertama nilai indeks kanekaragaman 2,459348 paling
tinggi diantara 3 lokasi pengambilan data capung. Hal tersebut dikarekan faktor-faktor abiotic
yang mendukung hidup capung seperti rata-rata suhu udara senilai 28,67 o C, intensitas
cahaya 4839 lux yang mana pada lokasi area sungai masih terkena paparan cahaya matahari
dengan baik. Menurut Dharmawan (2005) dalam Subagyo (2016:103) capung termasuk
hewan yang mendapatkan panas dari lingkungan untuk menaikan suhu tubuhnya. Jadi
intensitas cahaya yang masuk ke lokasi dan suhu udatra sangat mempengaruhi keberadaan
capung. kelembapan udara 67%, kecepatan angin 0 m/s, derajat keasaman air 7 menunjukkan
bahwa pH air netral, kekeruhan air 1 NTU, suhu air 25,87 o C, namun untuk kadar oksigen
rata-rata pada semua titik pengambilan sampel didapatkan nilai yang tidak valid dikarenakan
sampel air terlalu lama disimpan. Selain itu pada lokasi pertama terdapat banyak tumbuhan
yang mana dapat digunakan sebagai tempat untuk bertengger dan beristirahat capung-capung.
Sedangkan pada lokasi kedua pengambilan data capung didapatkan nilai indeks
keanekaragaman senilai 1,22097 paling rendah diantara 3 lokasi pengambilan sampel, lokasi
ini kondisinya ternaungi oleh pohon, pohon yang lebat dengan rata-rata suhu udara senilai 25
o
C , intensitas cahaya 2688 lux, kelebapan udara 81%, dengan kecepatan angin rata-rata 0,4
m/s, derajat keasaman air rata-rata 6,33 termasuk dalam kondisi asam, kekeruhan air rata-rata
3 NTU, suhu air 25,23 o C, namun hasil pengukuran kadar oksigen tidak valid dikarenakan
sampel air terlalu lama disimpan. Pada lokasi juga terdapat banyak aktivitas manusia
dikarenakan terdapat tempat pemandian umum atau sendang, juga terdapat pipa pembuangan
limbah rumah tangga di sekitar lokasi tersebut. Menurut Magdalena P. N., dkk. (2014: 13-
22), aktivitas manusia di sekitar badan air dapat menyebabkan pencemaran badan air
sehingga menyebabkan lebih rendahnya tingkat keanekaragaman jenis capung.
Pada lokasi ketiga pengambilan data capung nilai indeks keanekaragaman dengan
nilai 2,0834 dengan kondisi lingkungan pada saat pengambilan data tidak dijumpai aktivitas
manusia disekitar lokasi, namun terdapat sampah-sampah plastik, dan juga dijumpai banyak
tumbuhan di sekitar lokasi. Lokasi terpapar cahaya matahari dengan intensitas cahaya rata-
rata 6804,33 lux., kelembapan udara rata-rata 48,33%, dan suhu udara rata-rata 32,66 o C.
kecepatan angin pada saat pengambilan data sebesar 0 m/s. Derajat keasaman air rata-rata
6,67 termasuk asam, kekeruhan air rata-rata 2 NTU, suhu air rat-rata 26,13 o C, namun hasil
27
pengukuran kadar oksigen tidak valid. Intensitas cahaya rata-rata pada lokasi ini tertinggi
dibandingkan dengan 3 lokasi pengambilan data. Menurut Dharmawan (2005) dalam
Subagyo (2016:103) capung termasuk hewan yang mendapatkan panas dari lingkungan untuk
menaikan suhu tubuhnya. Jadi intensitas cahaya yang masuk ke lokasi dan suhu udara sangat
mempengaruhi keberadaan capung.
28
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil analisis data indeks keanekaragaman capung di Sungai Bedog Tridadi
Sleman termasuk sedang, dengan nilai indeks 2,354033. Nilai ini menunjukkan bahwa
ekosistem Sungai Bedog Tridadi Sleman memiliki produktivitas yang cukup seimbang dan
tekanan ekologis yang rendah.
5.2 Saran
1. Penelitian sebaiknya dilakukan dalam 2 musim sehingga dapat dilihat
keanekaragaman capung di Sungai Bedog Tridadi Sleman baik pada saat musim hujan
maupun musim kemarau.
2. Memperhatikan penggunaan alat-alat ukur seperti DO meter sehingga hasil
pengukuranya valid.
29
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Seno. 2008. Analisis dan Karakterisasi Badan Air Sungai, dalam Rangka
Menunjang Pemasangan Sistim Pemantauan Sungai Secara Telemetri. Jakarta.
Jurnal Hidrosfir. Vol 3 No. 3, 123-136.
Dharmawan, Agus; Ibrohim, Hawa Tuarita; Hadi, Suwono; & Pudyo, Susanto. 2005.
Ekologi Hewan. Malang: Universitas Negeri Malang.
Amir dan Kahono, 2003. Serangga Taman Nasional Gunung Halimun Jawa Bagian
Barat. Biodiversity Conservation Project. Jawa Barat.
Borror, D.J., C.A. Triplehorn, dan N.F. Johnson, 1996. Pengenalan Pelajaran
Serangga Edisi Keenam. Gadja Mada University Press. Yogyakarta.
Forman; Richard and Michel Gordon. 1983. Lansdcape Ecology. John Wiley & Son;
New York.
Hanum, S.O. 2013. Jenis-jenis Capung (Odonata) di Kawasan Taman Satwa Kandi
Kota Sawahlunto, Sumatera Barat. Jurnal Biologi Universitas Andalas (J. Bio)
ISSN: 2303-2162
Magdalena P. N., dkk. 2014. Peluit Tanda Bahaya, Capung Indikator Lingkungan,
Panduan Penilaian Kualitas Lingkungan Melalui Capung. Yogyakarta: IDS.
Magurran AE. 1988. Ecological Diversity and its Measurements. Chapman and Hall,
London.
30
Marfai, M.A., Cahyadi, A., Hadmoko, D.S., dan Sekaranom, B.A. 2012. Sejarah
Letusan Gunung Merapi Berdasarkan Fasies Gunung Api di Daerah Aliran
Sungai Bedog, Daerah Istimewa Yogyakarta. Riset Geologi dan
Pertambangan. Vol. 22 No. 2 (2012), 73-79.
Odum EP. 1998. Dasar-dasar Ekologi Edisi Ketiga. Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada Press.
Setiyono, Joko, dkk. 2017. Dragonflies of Yogyakarta. Yogyakarta: Indonesia
Dragonfly Society.
Sigit, W., Bambang, F., Magdalena, P.N., Bernadeta, P.I.D., & Tabita, M. 2013.
Naga terbang Wendit : keanekaragaman capung perairan Wendit, Malang,
Jawa Timur. Indonesia Dragonfly Society. Malang.
Tim Dosen, 2016. Buku Penuntun Praktikum Ekologi Hewan, Makasar : UIN
Alauddin Makasar.
Wen, R., Ngiam, J., & Leong, T. M. 2012. Larva of the phytotelm-breeding
damselfly, pericnemis stictica selys from forests in singapore (odonata:
zygoptera: coenagrionidae). Nature in Singapore, 2010 (March), 103–115.
Whitten, T., Roehayat, E.S., & Suraya, A.A. 1999. Ekologi Jawa dan Bali.
Prenhallindo. Jakarta.
Yuniarti, Fitri. 2014. Sang Predator Paling Hebat, Capung. Jawa Timur: Indonesia
31
Dragonfly Society.
32
LAMPIRAN
1. Peralatan Penunjang
Harga
Justifikasi
Material Kuantitas Satuan Jumlah (Rp)
Pemakaian
(Rp)
3. Perjalanan
Harga/Angg
Justifikasi Kuantit
Material aran Satuan Jumlah (Rp)
Pemakaian as
(Rp)
33
4. Lain-lain
Harga
Justifikasi
Material Kuantitas Satuan Jumlah (Rp)
Pemakaian
(Rp)
34
Lampiran 2. Kegiatan Pengambilan Data
35
Gambar kondisi lokasi 1 pengambilan data
36
Gambar kondisi lokasi 2 pengambilan data
37
Gambar kondisi lokasi 2 pengambilan data
38
Gambar pengambilan data di lokasi 3
39
Pengukuran kadar oksigen lokasi 1 pengambilan data
40
Pengukuran kelembapan udara lokasi 1 pengambilan data
41
Pengukuran kecepatan angin lokasi 1 pengambilan data
42
Pengukuran kekeruhan air lokasi 1 pengambilan data
43
Pengukuran intensitas cahaya lokasi 1 pengambilan data
44
45
Lampiran 3. Lembar Data Observasi
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64