Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Aspek Psiko Sosio Dan Kultural Hiv Aids

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 13

TUGAS KEPERAWATAN HIV/AIDS

“MAKALAH ASPEK ANAK DAN REMAJA DENGAN HIV”

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 1 KELAS A


1.ABETSINA.TABITHA.LESSIL(12114201190001)
2.ALNIC LAHALLO (12114201190011)
3 ADRIANA A
KATA PENGANTAR

            Puji syukur kelompok 1 panjatkan kehadirat Tuhan yang maha Esa . Karena
atas kehendak-Nyalah makalah ini dapat terselesaikan. Adapun judul makalah ini
tentang “Aspek pada anak dan remaja dengan HIV”
Meskipun penulis/kelompok 1dalam penyusunan makalah ini sangat terdapat
banyak kekurangan untuk itu penulis/kelompok 1 sangat membutuhkan kritikan yang
bersifat membangun dari para pembaca agar penulis/kelompok 1 bisa lebih baik
menyusun makalah ini ataupun karye tulis lain kedepannya nanti
Akhir kata semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca

Saparua 05 November 2020

DAFTAR ISI

ii
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
C. Tujuan ....................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN…………………………………………………………..3

I. Aspek Psikologis......................................................................................... 5
II. Aspek Sosial.............................................................................................. 6
III. Aspek Kultural .......................................................................................... 9
IV. Aspek Spiritual.......................................................................................... 10
BAB III PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 13

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang
menyerang/menginfeksi sel darah putih yang menyebabkan turunnya kekebalan
tubuh manusia. AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) adalah
sekumpulan gejala penyakit yang timbul karena turunnya kekebalan tubuh yang
disebabkan infeksi oleh HIV. (Depkes, 2014).
Kemenkes (2018) bagian Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2)
menjelaskan bahwa jumlah kasus HIV yang dilaporkan dari tahun 2005 sampai
dengan tahun 2017 mengalami kenaikan tiap tahunnya. Jumlah kumulatif infeksi
HIV yag dilaporkan sampai dengan Desember 2017 sebanyak 280.623. Jumlah HIV
tertinggi yaitu DKI Jakarta (51.981), diikuti Jawa Timur (39.633), Papua (29.083),
Jawa Barat (28.964), dan Jawa Tengah (22.292). Jumalh AIDS yang dilaporkan
dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2017 relatif stabilsetiap tahunnya. Jumalh
kumulatif AIDS dari tahun 1987 sampai Desember 2017 sebanyak 102.667 orang.
Presentase kumulatif AIDS tertinggi pada kelompok umur 20-29 tahun (32,5%),
kemudian diikuti kelompok umur 30-39 tahun (30,7%), 40-49 tahun (12,9%), 50-59
tahun (4,7%), dan 15-19 tahun (3,2%). Presentase AIDS pada laki-laki sebanyak
57% dan perempuan 33%. Sementara itu 20% tidak melaporkan jenis
kelamin.Jumlah AIDS terbanyak di wilayah Papua (19.729), JAwa Timur (18.243),
DKI Jakarta (9.215), Jawa Tengah (8.170), Bali (7.441), dan Jawa Barat (5.502).
Angka kematian (CFR) AIDS meningkat dari 1,07% pada tahun 2015 menjadi
1,08% pada Desember 2017.

1
2

Pemerintah telah menyusun petunjuk teknis program pengendalian HIV/AIDS


dan PMS di fasilitas tingkat pertama pada tahun 2016. Strategi pemerintah terkait
dengan program pengendalian HIV-AIDS-IMS antara lain: meningkatkan
penemuan kasus HIV secara dini, meningkatkan cakupan pemberian da retensi
terapi ARV, sertaperawatan kronis, memperluas akses pemeriksaan CD4 dan viral
load (VL), termasuk earli infant diagnosis (EID), peningkatan kualitas pelayanan
fasyankes, dan mengadvokasi pemerintah local mengurangi biaya terkaitlayanan tes
dan pengobatan HIV-AIDS.
Virus HIV tidak menyebabkan kematian secara langsung pada penderitanya,
akan tetapi adanya penurunan imunitas tubuh yang mengakibatkan mudah
terserangnya infeksi oportunistik bagi penderitanya (Fauci & Lane, 2012; WHO,
2014). Penyakit HIV yang semula bersifat akut dan mematikan berubah menjadi
penyakit kronis yang bisa dikelola. Namun demikian, hidup dengan penyakit kronis
menyisakan persoalan-persoalan lain yang memerlukan penyesuaian-penyesuaian
baik secara fisik, psikologis, sosial, dan spiritual (Lindayani & Maryam, 2017).
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut maka rumusan masalahnya adalah bagaimanakah
pengkajian aspek psiko-sosio-kultural pada pasien dengan HIV/AIDS.
C. Tujuan
Untuk mengetahui pengkajian aspek psiko-sosio-kultural pada pasien dengan
HIV/AIDS.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.Pengertian

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang


menyerang/menginfeksi sel darah putih yang menyebabkan turunnya kekebalan tubuh
manusia. AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) adalah sekumpulan gejala
penyakit yang timbul karena turunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi oleh
HIV. (Depkes, 2014.HIV-AID) termasuk salah satu penyakit yang sangat ditakuti,
karena hingga saat ini belum ditemukan obatnya, sehingga orang yang terkena penyakit
tersebut dapat dikatakan tidak memiliki harapan hidup panjang. Penyakit tersebut tidak
hanya ada pada orang dewasa tetapi juga bisa mengenai anaka-anak maupun remaja.
Seiring dengan meningkatnya jumlah remaja umur 15-24 di dunia yang terinfeksi HIV .
Orang yang terkena atau terinfeksi penyakit tersebut tentunya dipengaruhi oleh
beberapa factor, diantaranya pengetahuan tentang HIV-AID, pendidikan, ekonomi,
wilayah dan tradisi.

Berikut ini beberapa aspek pada anak dan remaja dengan HIV

I.Aspek Psikologis
Respons adaptasi psikologis terhadap stresor menurut Potter & Perry (2005)
dalam Nursalam dkk (2014) menguraikan lima tahap reaksi emosi seseorang
terhadap stresor yakni, pengingkaran, marah, tawa menawa, depresi, dan,
menerima.
Tahapan psikologis Tindakan yang dibutuhkan

Tahap pengingkaran - Mengidentifikasi terhadap penyakit pasien


(denial) - Mendorong pasien untuk mengekpresikan
perasaaan takut menghadapi kematian dan
mengeluarkan keluh kesahnya
Tahap kemarahan (anger) - Memberikan kesempatan mengekspresikan
marahnya

5
- Memahami kemarahan pasien
Tahap tawar menawar - Mendorong pasien agar mau mendiskusikan
(bergaining) perasaan kehilangan dan takut menghadapi
penyakit pasien
- Mendorong pasien untuk menggunakan
kelebihan (positif) yang ada pada dirinya.
Tahap depresi - Memberikan dukungan dan perhatian
- Mendorong pasien untuk melakukan aktivitas
sehari-hari sesuai kondisi.
- Membantu menghilangkan rasa bersalah, bila
perlu mendatangkan pemuka agama.
Tahap menerima - Memotivasi pasien untuk mau berdoa dan
sembahyang
- Memberikan bimbingan keagamaan sesuai
keyakinan pasien.

5
6

II.Aspek Sosial
Respons adaptif sosial individu yang menghadapi stressor tertentu menurut
Stewart (1997) dalam Nursalam dkk (2014) dibedakan dalam 3 aspek yang antara
lain:

1. Stigma sosial memperparah depresi dan pandangan yang negatif tentang harga
diri individu
2. Diskriminasi terhadap orang yang terinfeksi HIV, misalnya penolakan bekerja
dan hidup serumah juga akan berpengaruh terhadap kondisi kesehatan.
3. Terjadinya waktu yang lama terhadap respons psikologis mulai penolakan,
marah-marah, tawar menawar, dan depresi berakibat terhadap keterlambatan
upaya pencegahan dan pengobatan. Adanya dukungan sosial yang baik dari
keluarga, teman, maupun tenaga kesehatan dapat meningkatkan kualitas hidup
ODHA. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Payuk, dkk (2012) tentang
hubungan antara dukungan sosial dengan kualitas hidup ODHA di daerah kerja
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Jumpandang Baru, Makasar.
Bentuk dukungan sosial terutama kepada ODHA menurut Nurbani & Zulkaida
(2012) antara lain emotional support, informational support, instrumental or
tangible support, dan companionship support, dukungan tersebut berdampak
positif pada kehidupan ODHA. Untuk kesehatan, ODHA menjadi lebih
memperhatikan kesehatannya. Adapun dampak sosial, ODHA menjadi
lebih banyak teman, merasa dirinya berarti, serta ODHA diikutsertakan
dalam kegiatan kelompok. Selain dampak tersebut, ada pula dampak
perkerjaan yang dapat mengoptimalkan kemampuannya, menjadikan
kemampuan ODHA bertambah, ODHA dapat mengevaluasi pekerjaan-nya
serta mendapatkan informasi yang dibutuhkan, sehingga ODHA dapat
membantu dalam memberikan informasi mengenai akses kesehatan kepada
kelompok anggota dukungan.
a. Jenis dukungan sosial
1) Dukungan emosional, mencakup ungkapan empati, kepedulian, dan
perhatian terhadap orang yang bersangkutan
2) Dukungan penghargaan, terjadi lewat ungkapan hormat/penghargaan
positif untuk orang tersebut.
7

3) Dukungan Instrumental, mencakup bantuan langsung, misalnya memberi


pinjaman uang kepada orang yang membutuhkan, dll.
4) Dukungan informatif, mencakup pemberian nasihat, saran, pengerahuan,
dan informasi serta petunjuk.
b. Dampak bagi lingkungan
1) Menurunnya produktivitas masyarakat
Salah satu masalah sosial yang dihadapi ODHA adalah menurunnya
produktivitas mereka. Daya tahan tubuh yang melemah, dan angka
harapan hidup yang menurun, membuat daya produktivitas ODHA tidak
lagi sama seperti orang pada umumnya. Hal ini menyebabkan kebanyakan
dari mereka kehilangan kesempatan kerja ataupun pekerjaan tetapnya
semula. Hal ini juga berpengaruh terhadap permasalahan dalam aspek
ekonomi yang mereka dihadapi.
2) Mengganggu terhadap program pengentasan kemiskinan
Berkaitan dengan point yang pertama, ketika ODHA mengalami
penurunan produktivitas, mereka akan kehilangan pekerjaan mereka dan
mulai menggantungkan hidupnya kepada keluarganya ataupun orang lain.
Tanpa disadari hal ini akan menganggu terhadap program pemerintah
dalam mengentaskan kemiskinan.
3) Meningkatnya angka pengangguran
Meningkatnya angka pengangguran ini juga merupakan salah satu dampak
sosial yang ditimbulkan HIV/AIDS. Daya tahan tubuh yang melemah,
antibody yang rentan dan ketergantungan kepada obat membuat ODHA
merasa di diskriminasi dalam hal pekerjaan, sehingga mereka susah untuk
mencari pekerjaan yang sesuai.
4) Mempengaruhi pola hubungan sosial di masyarakat
Pola hubungan sosial di masyarakat akan berubah ketika masyarakat
memberikan stigma negatif kepada ODHA dan mulai mengucilkan
ODHA. Hal ini bukan saja terjadi pada diri ODHA namun berdampak juga
pada keluarga ODHA yang terkadang ikut dikucilkan oleh masyarakat
sekitar.
5) Meningkatkan kesenjangan pendapatan/kesenjangan sosial
8

Kesenjangan sosial dapat terjadi ketika masyarakat di sekitar tempat


ODHA tinggal mulai memperlakukan beda atau mendiskriminasi,
memberi stigma negatif dan mengkucilkan ODHA.
6) Munculnya reaksi negatif dalam bentuk; deportasi, stigmatisasi,
diskriminasi dan isolasi, tindakan kekerasan terhadap para pengidap HIV
dan penderita AIDS.
c. Intervensi yang diberikan pada sistem pendukung adalah
1) Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaan
2) Menegaskan tentang pentingnya pasien bagi orang lain
3) Mendorong agar pasien mengungkapkan perasaan negatif
4) Memberikan umpan balik terhadap perilakunya
5) Meberi rasa percaya dan keyakinan
6) Memberikan informasi yang diperlukan
7) Berperan sebagai advokat
8) Memberi dukungan moral, material (khususnya keluarga) dan spiritual
III.Aspek Kultural
Berlangsungnya perubahan nilai budaya tersebut disebabkan oleh tindakan
diskriminasi dari masyarakat umum terhadap penderita HIV/AIDS, serta
pengabaian nilai-nilai dari kebudayaan itu sendiri. Perilaku seksual yang salah
satunya dapat menjadi faktor utama tingginya penyebaran HIV/AIDS dari bidang
budaya. Ditemukan beberapa budaya tradisional yang ternyata meluruskan jalan
bagi perilaku seksual yang salah ini. Meskipun kini tidak lagi nampak, budaya
tersebut pernah berpengaruh kuat dalam kehidupan masyarakat. Seperti budaya di
salah satu daerah di provinsi Jawa Barat, kebanyakan orangtua menganggap bila
memiliki anak perempuan, dia adalah aset keluarga. Menurut mereka, jika anak
perempuan menjadi Pekerja Seks Komersial (PSK) di luar negeri akan
meningkatkan penghasilan keluarga. Dan bagi keluarga yang anak wanitanya
menjadi PSK, sebagian warga wilayah Pantura tersebut bisa menjadi orang kaya di
kampungnya. Hal tersebut merupakan permasalahan HIV/AIDS dalam aspek
budaya, dan budaya adat seperti ini seharusnya dihapuskan.
9

IV.Aspek Spiritual
Respons Adaptif Spiritual dikembangkan dari konsep konsep Ronaldson
(2000) dalam Nursalam dkk (2014). Respons adaptif spiritual, meliputi:
Menguatkan harapan yang realistis kepada pasien terhadap kesembuhan
Harapan merupakan salah satu unsur yang penting dalam dukungan sosial.
Orang bijak mengatakan “hidup tanpa harapan, akan membuat orang putus asa
dan bunuh diri”. Perawat harus meyakinkan kepada pasien bahwa sekecil apapun
kesembuhan, misalnya akan memberikan ketenangan dan keyakinan pasien
untuk berobat.
1. Ketabahan hati
Karakteristik seseorang didasarkan pada keteguhan dan ketabahan hati dalam
menghadapi cobaan. Individu yang mempunyai kepribadian yang kuat, akan
tabah dalam menghadapi setiap cobaan. Individu tersebut biasanya mempunyai
keteguhan hati dalam menentukan kehidupannya. Ketabahan hati sangat
dianjurkan kepada PHIV. Perawat dapat menguatkan diri pasien dengan
memberikan contoh nyata dan atau mengutip kitab suci atau pendapat orang
bijak; bahwa Tuhan tidak akan memberikan cobaan kepada umatNYA, melebihi
kemampuannya (Al. Baqarah, 286). Pasien harus diyakinkan bahwa semua
cobaan yang diberikan pasti mengandung hikmah, yang sangat penting dalam
kehidupannya.
2. Pandai mengambil hikmah
Peran perawat dalam hal ini adalah mengingatkan dan mengajarkan kepada
pasien untuk selalu berfikiran positif terhadap semua cobaan yang dialaminya.
Dibalik semua cobaan yang dialami pasien, pasti ada maksud dari Sang
Pencipta. Pasien harus difasilitasi untuk lebih mendekatkan diri kepada Sang
Pencipta dengan jalan melakukan ibadah secara terus menerus. Sehingga pasien
diharapkan memperoleh suatu ketenangan selama sakit.
10

BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

Depkes. (2014). Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI Situasi dan
Analisis HIV AIDS. Diakses pada tanggal 22 Maret 2019 dari
(http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/Infodatin
%20AIDS.pdf).

Depkes. (2016). Petunjuk Teknis Program Pengendalian HIV AIDS dan PMS Di
Fasilitas Tingkat Pertama. Diakses pada tanggal 22 Maret 2019 dari
(http://siha.depkes.go.id/portal/files_upload/4__Pedoman_Fasyankes_Primer_ok
.pdf).

Kemenkes RI. 2017. Laporan situasi perkembangan HIV-AIDS & PIMS di Indonesia
Januari- Desember 2017. Diakses pada tanggal 22 Maret 2019 dari
(http://siha.depkes.go.id/portal/files_upload/Laporan_HIV_AIDS_TW_4_Tahun
_2017__1_.pdf).

Jurnal National Heriana et al. Kesmas: National Journal Public Health. 2018; 12 (4)

Lindayani, L., & Maryam, N. N. A. 2017. Tinjauan sistematis: Efektifitas Palliative


Home Care untuk Pasien dengan HIV/AIDS. Jurnal Keperawatan Padjadjaran,
5(1).
11

Nursalam, Ninuk D.K, Abu Bakar, Purwaningsih, Candra P.A. 2014. Hubungan antara
Fatigue, Jumlah CD4, dan Kadar Hemoglobin pada Pasien yang Terinfeksi
Human Immunodeficiency Virus (HIV). Jurnal Ners Vol. 9 No. 2: 209–216.

Payuk, I., Arsin, A.A., Abdullah, A.Z. 2012. Hubungan dukungan sosial
dengan kualitas hidup orang dengan HIV/ AIDS di Puskesmas Jumpang Baru
Makassar

Anda mungkin juga menyukai