Makalah Kardiomiopati
Makalah Kardiomiopati
Makalah Kardiomiopati
A+A-
PrintEmail
×
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jantung merupakan organ paling penting dalam tubuh, jantung berfungsi untuk memompa
darah ke seluruh tubuh, oleh karena itu kita harus senantiasa memperhatikan kesehatan jantung
kita, selain itu penyakit jantung merupakan penyakt maut yang mematikan dieluruh dunia. Salah
satunya yaitu kardiomiopati, yang akhir-akhir ini semakin meningkat frekuensinya. Dibeberapa
negara, kardiomiopati merupakan penyebab kematian sampai sebesar 30%.
Kardiomiopati merupakan suatu kelompok penyakit yang langsung mengenai otot jantung
(miokard) yang menyebabkan otot jantung menjadi lemah. Penyakit ini tergolong khusus karena
kelainan-kelainan yang ditimbulkan bukan terjadi akibat penyakit perikardium,hipertensi,
koroner, kelainan kongenital atau kelainan katub. Walaupun sampai saat ini penyebab
kardiomiopati masih belum dapat dijelaskan secara pasti, tetapi kardiomiopati diduga kuat
mempengaruhi oleh faktor genetik. Kardiomiopati dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu
:
1. Kardiomiopati dilatasi, adalah kardiomiopati yang paling umum, terdapat pada 100 orang
dan manakala otot jantung melemah dan tak mampu memompa darah secara efektif. Otot
jantung yang melemah kendur dan rongga jantung membengkak. Kebanyakan disebabkan
oleh penyakit arteri koroner, tetapi sekitar 30% disebabkan faktor genetis
2. Kardiomiopati hipertrofik, terjadi manakala di dinding jantung menebal, sehingga dapat
mencegah darah lewat jantung. Kelainan ini cukup jarang dijumpai pada sekitar 0.2%
penduduk Amerika Serikat (USA) atau terdapat pada 2 dalam 1000 orang dan dapat
mengenai laki-laki maupun perembpuan semua umur.
3. Kardiomiopati restriktif, merupakan kardiomiopati jarang (terjadi 1 dalam 1000 orang)
terjadi manakala dinding jantung menjadi kaku dan tidak sukup lentur untuk terisi darah.
Akibat jantung tidak terisi darah, maka kemampuannya untuk memompa darah ke
seluruh tubuh menjadi tidak efektif.
B. Rumusan masalah
C. Tujuan
B. Klasifikasi
Kardiomiopati merupakan penyakit otot jantung primer. Tidak sering ditemukan, namun
juga tidak jarang terjadi. Kardiomiopati dilatasi mendasari 510% gagal jantung. Kardiomiopati
dikelompokkan berdasarkan hasil pemeriksaan ekokardiografi.
1. Kardiomiopati Dilatasi
Kardiomiopati Dilatasi (dilated cardiomyopathy / DCM ) menyebabkan pembesaran
ventrikel kiri (LV) sering juga ventrikel kanan (RV), dan sering terjadi hipokinesia masif dan
global bukan regional, yang lebih menunjukkan penyakit jantung koroner (PJK). Secara klinis,
terjadi kegagalan LV atau gagal jantung kongestif, biasanya berat dan progresif, dengan iktus
kordis yang bergeser dan S3 terdengar jelas. Sering disertai regurgitasi mitral (MR) fungsional
dan fibrilasi atrium (AF). Terdapat risiko tinggi tromboemboli.
Pada foto toraks terlihat pembesaran jantung. Beberapa penyakit bisa menyebabkan
kardiomiopati dilatasi sekunder, yang tersering adalah kelebihan alkohol. DCM “idiopatik” atau
“primer” merupakan diagnosis pereksklusionam. Sepertiga kasus memiliki riwayat keluarga,
menunjukan adanya kontribusi genetik yang bermakna. Terapi yang dilakukan adalah terapi
standar untuk gagal jantung. Transplantasi jantung merupakan pilihan penting bagi pasien muda
dengan gagal jantung refrakter yang berat.
Kardiomiopati dilatasi adalah kardiomiopati yang ditandai dengan adanya dilatasi atau
pembesaran rongga ventrikel bersama dengan penipisan dinding otot, pembesaran atrium kiri dan
statis darah dalam ventrikel.
2. Kardiomiopati hipertrofik
Merupakan penyakit yang ditandai dengan hipertrofi ventrikel kiri yang khas tanpa
adanya dilatasi ruang ventrikel dan tanpa penyebab yang jelas sebelumnya. Karena itu hipertrofi
ini, bukan sekunder karena penyakit sistemik atau kardiovaskuler seperti hipertensi atau stenosis
aorta yang memperberat beban ventrikel kiri.
Kardiomiopati hipertrofik (hypertrophic cardiomyopathy /HCM) merupakan penyakit
genetik yang ditandai oleh hipertrofi miokardium ventrikel kiri yang asimetris, terutama septum.
Struktur miokardnya abnormal (kekacauan miosit dan fibrosis interstisial). Hipertrofi yang berat
menyababkan pengecilan rongga ventrikel kiri, disfungsi diastol dan MR sekunder. Hipertrofi
septum menyebabkan obstruksi saluran keluar ventrikel kiri yang dinamis. Hipertrofi dan
obstruksi seringkali asimtomatik namun berat, bisa menyebabkan sesak napas saat aktivitas,
nyeri dada, atau pusing. Risiko terbesar adalah terjadinya kolaps atau kematian mendadak akibat
aritmia ventrikel, yang bisa timbul tanpa gejala dan terjadi pada pasien yang terlihat sehat. HCM
disebabkan oleh mutasi pada gen yang mengkode berbagai protein kontraktil diantaranya miosin,
aktin, troponin, dan protein C pengikat miosin. Mutasi berbeda pada gen yang berbeda
menyebabkan variasi fenotipe, diantaranya usia onset, beratnya hipertrofi, dan risiko kematian
mendadak akibat aritmia. Terapinya adalah :
Bloker β atau antagonis kanal kalsium digunakan untuk mengobati gejala yang timbul saat
aktivitas.
Amiodaron digunakan pada pasien yang berisiko tinggi mengalami takikardia ventrikel.
Pemasangan defibrilator implan bisa dibenarkan pada pasien dengan risiko tinggi dan / atau
memiliki riwayat keluarga yang kuuat untuk terjadinya kematian mendadak.
Konseling genetik dan skrining pada anggota keluarga yang asimtomatik melalui
ekokardiografi merupakan aspekpenting dalam penatalaksanaan.
3. Kardiomiopati restriktif
Merupakan kelainan yang amat jarang dan sebabnya tidak diketahui. Tanda khas
kardiomiopati ini adalah adanya gangguan pada fungsi diastolik, dinding ventrikel sangat kaku
dan menghalangi pengisian ventrikel.
Kardiomiopati restriktif (restrictive cardiomyopathy / RCM) menyebabkan miokardium
menjadi rigid, kaku, dan menebal, biasanya terjadi akibat disfungsi infiltrasi miokardium oleh
zat-zat abnormal atau fibrosis. Kelainan ini menyebabkan gagal jantung kongestif akibat
disfungsi diastolik, yang terutama bermanifestasi sebagai gagal ventrikel kanan. Termasuk jarang
ditemukan. Penyebab yang tersering adalah amiloid (amiloid primer tipe AL, misalnya mieloma
multipel, paraproteinema, atau para amiloid sekunder tipe AA, misalnya keadaan peradangan
kronis). Penyebab lain di antaranya sarkoid, skleroderma, fibrosis endomiokardial, dan sindrom
hipereosinofilik. RCM biasanya refrakter terhadap terapi. Amiloid jantung simtomatik memiliki
prognosis yang sangat buruk. Terapi biasanya terbatas pada pemberian diuretik untuk
mengurangi gejala gagal jantung kanan.
C. Etiologi
1. Kardiomiopati Dilatasi
Etiologi kardiomiopati dilatasi tidak diketahui dengan pasti, tetapi kemungkinan ada
hubungannya dengan beberapa hal seperti pemakaian alkohol berlebihan, graviditas, hipertensi
sistemik, infeksi virus, kelainan autoimun, bahan kimia dan fisik. Individu yang mengkonsumsi
alkohol dalam jumlah besar lebih dari beberapa tahun dapat mengalami gambaran klinis yang
identik dengan kardiomiopati dilatasi. Alkoholik dengan gagal jantung yang lanjut mempunyai
prognosis buruk, terutama bila mereka meneruskan minum alkohol. Kurang dari ¼ pasien yang
dapat bertahan hidup sampai 3 tahun. Penyebab kardiomiopati dilatasi lain adalah kardiomiopati
peripatum, dilatasi jantung dan gagal jantung kongesti tanpa penyebab yang pasti serta dapat
timbul selama bulan akhir kehamilan atau dalam beberapa bulan setelah melahirkan. Penyakit
neuromuskuler juga merupakan penyebab kardiomiopati dilatasi.
2. Kardiomiopati Restriktif
Etiologi penyakit ini tidak diketahui. Kardiomiopati sering ditemukan pada amiloidosis,
hemokromatis, defosit glikogen, fibrosis endomiokardial, eosinofilia, fibro-elastosis dan fibrosis
miokard dengan penyebab yang berbeda.
Fibrosis endomiokard merupakan penyakit progresif dengan penyebab yang tidak
diketahui yang sering terjadi pada anak-anak dan orang dewasa muda, ditandai dengan lesi
fibrosis endokard pada bagian aliran masuk dari ventrikel.
3. Kardiomiopati hipertrofik
Etiologi kelainan ini tidak diketahui, diduga disebabkan oleh faktor genetik, familiar,
rangsangan katekolamin, kelainan pembuluh darah koroner kecil. Kelainan yang menyebabkan
iskemia miokard, kelainan konduksi atrioventrikuler dan kelainan kolagen.
D. Patofisiologi
Miopati merupakan penyakit otot. Kardiomiopati merupakan sekelompokpenyakit yang
mempengaruhi struktur dan fungsi miokardium.Kardiomiopati digolongkan berdasar patologi,
fisiologi dan tanda klinisnya.
Penyakit ini dikelompokkan menjadi (1) kardiomiopati dilasi atau kardiomiopatikongestif; (2)
kardiomiopati hipertrofik; (3) kardiomiopati restriktif. Tanpamemperhatikan kategori dan
penyebabnya, penyakit ini dapat mengakibatkangagal jantung berat dan bahkan kematian.
1. Kardiomiopati dilasi atau kongistif adalah bentuk kardiomiopati yang palingsering terjadi.
Ditandai dengan adanya dilasi atau pembesaran rongga ventrikelbersama dengan penipisan
dinding otot, pembesaran atrium kiri, dan stasis darah dalam ventrikel. Pada pemeriksaan
mikroskopis otot memperlihatkan berkurangnya jumlah elemen kontraktil serat otot. Komsumsi
alkohol yang berlebihan sering berakibat berakibat kardiomiopati jenis ini.
2. Kardiomiopati hipertrofi jarang terjadi. Pada kardiomiopati hipertrofi, massa otot jantung
bertambah berat, terutama sepanjang septum. Terjadi peningkatan ukuran septum yang dapat
menghambat aliran darah dari atrium ke ventrikel; selanjutnya, kategori ini dibagi menjadi
obstruktif dan nonobstruktif.
3. Kardiomiopati restritif adalah jenis terakhir dan kategori paling sering terjadi. Bentuk ini
ditandai dengan gangguan regangan ventrikel dan tentu saja volumenya. Kardiomiopati restriktif
dapat dihubungkan dengan amiloidosis (dimana amiloid, suatu protein, tertimbun dalam sel) dan
penyakit infiltrasi lain. Tanpa memperhatikan perbedaannya masing-masing, fisiologi
kardiomiopati merupakan urutan kejadian yang progresif yang diakhiri dengan terjadinya
gangguan pemompaan ventrikel kiri. Karena volume sekuncup makin lama makin berkurang,
maka terjadi stimulasi saraf simpatis, mengakibatkan peningkatan tahanan vaskuler sistemik.
Seperti patofisiologi pada gagal jantung dengan berbagai penyebab, ventrikel kiri akan
membesar untuk mengakomodasi kebutuhan yang kemudian juga akan mengalami kegagalan.
Kegagalan ventrikel kanan biasanya juga menyertai proses ini.
F. Gejala Klinis
1. Kardiomiopati Dilatasi
Gejala klinis yang menonjol adalah gagal jantung kongestif, terutama yang kiri, berupa sesak
nafas saat bekerja, lelah, lemas, dapat disertai tanda-tanda emboli sistemik atau paru serta aritmia
, orthopnea, dispnea proksimal nokturnal, edema perifer, paltipasi berlangsung secara perlahan
pada sebagian besar pasien.
2. Kardiomiopati Restrikstif
Pada umumnya penderita mengalami kelemahan, sesak nafas, edema, asites serta hepatomegali
disertai nyeri. Tekanan vena jugularis meningkat dan dapat lebih meningkat dengan inspirasi
(tanda kusmaul). Bunyi jantung terdengar jauh dari biasanya serta ditemukan tanda-tanda gejala
penyakit sistemik seperti amiloidosis, hemokromatis.
3. Kardiomiopati Hipertrofik
Kardiomiopati hipertrofik simptomatik
Keluhan yang paling sering adalah dispnea, sebagian besar karena kekakuan dinding ventrikel
kiri yang meningkat dan yang mengganggu pengisian ventrikel dan mengakibatkan tekanan
diastolik ventrikel kiri dan atrium kiri meningkat. Gejala lainnya meliputi: angia pektoris,
kelelahan dan sinkop.
Kardiomiopati HipertrofikAsimtomatik
Tidak ada tanda dan gejala dan dapat menyebabkan kematian tiba-tiba, sering terjadi pada anak-
anak dan orang dewasa muda dan dapat terjadi selama atau setelah beraktivitas.
G. Pemeriksaan Klinis
1. Kardiomiopati Dilatasi / Kongestif
Didapatkan berbagai tingkat pembesaran jantung dan tanda-tanda gagal jantung kongestif. Pada
tingkat lanjut, tekanan nadi kecil dan tekanan vena jugularis meningkat. Biasanya terdengar
bunyi S3 dan S4 serta dapat timbul regurgitasi tripuspid atau mitral.
2. Kardiomiopati Restriktif
Ditemukan adanya pembesaran jantung sedang. Terdengar bunyi jantung S3 atau S4 serta adanya
regurgitasi mitral atau tripuspid.
3. Kardiomipati Hipertrofik
Ditemukan pembesaran jantung ringan. Pada apeks teraba getaran sistolik bunyi S4 biasanya
terdengar. Terdengar bising sistolik yang mengeras pada tindakan falsafah.
H. Pemeriksaan Penunjang
A. Kesimpulan
Kardiomiopati jarang didapat pada saat puncak penyakit infeksinya karena akan tertutup
oleh manifestasi sistemis penyakit infeksi tersebut dan baru jelas pada fase pemulihan. Bentuk
ini umumnya sembuh dengan sendirinya, tetapi sebagian berlanjut menjadi bentuk kardiomiopati
dan ada juga yang menjadi penyebab aritmia, gangguan konduksi atau payah jantung yang secara
struktural dianggap normal.
Sebagian besar keluhan klien tidak khas, mungkin didapatkan rasa lemah, berdebar-debar,
sesak napas, dan rasa tidak enak di dada. Nyeri dada biasanya ada bila disertai perikarditis.
Kadang-kadang didapatkan rasa nyeri yang menyerupai angina pektoris. Gejala yang paling
sering ditemukan adalah takikardia yang tidak sesuai dengan kenaikan suhu. Kadang-kadang
didapatkan hipotensi dengan nadi yang kecil atau dengan gangguan pulsasi.
B. Saran
Sebagai perawat harus selalu sigap dalam penanganan penyakit myocarditis karena akan
menjadi fatal jika terlambat menanganinya. Selain itu perawat juga memberi health education
kepada klien dan keluarga agar mereka faham dengan myocarditis dan bagaimana
pengobatannya.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/9403371/BAB_I_PENDAHULUAN
http://www.anneahira.com/makalah-kardiomiopati.htm
http://id.scribd.com/doc/141340015/Makalah-Kardiomiopati#scribd
http://saverinussuhardin.blogspot.com/2013/08/asuhan-keperawatan-pada-pasien-dengan_2.html
ASUHAN KEPERAWATAN KARDIOMIOPATI
Kardiomiopati adalah penyakit otot yang tidak diketahui sebabnya (Jota, Shanta, 1996).
Kardiomiopati adalah penyakit yang mengenai miokardium secara primer dan bukan sebagai akiba hipertensi,
kelainan congenital, katup koroner, arterial dan perikardial. (Affandi Dedi, 1996 dan Winne Joshua, 2000).
a. Kardiomiopati dilatasi
Adalah kardiomiopati yang ditandai dengan adanya dilatasi atau pembesaran rongga ventrikel bersama dengan
penipisan dinding otot, pembesaran atrium kiri dan statis darah dalam ventrikel.
b. Kardiomiopati Restriktif
Merupakan kelainan yang amat jarang dan sebabnya tidak diketahui. Tanda khas kardiomiopati ini adalah adanya
gangguan pada fungsi diastolik, dinding ventrikel sangat kaku dan menghalangi pengisian ventrikel.
c. Kardiomiopati Hipertrofi
Merupakan penyakit yang ditandai dengan hipertrofi ventrikel kiri yang khas tanpa adanya dilatasi ruang ventrikel dan
tanpa penyebab yang jelas sebelumnya. Karena itu hipertrofi ini, bukan sekunder karena penyakit sistemik atau
kardiovaskuler seperti hipertensi atau stenosis aorta yang memperberat beban ventrikel kiri.
2. Etiologi
a. Kardiomiopati Dilatasi
Etiologi kardiomiopati dilatasi tidak diketahui dengan pasti, tetapi kemungkinan ada hubungannya dengan beberapa hal
seperti pemakaian alkohol berlebihan, graviditas, hipertensi sistemik, infeksi virus, kelainan autoimun, bahan kimia dan
fisik. Individu yang mengkonsumsi alkohol dalam jumlah besar lebih dari beberapa tahun dapat mengalami gambaran
klinis yang identik dengan kardiomiopati dilatasi. Alkoholik dengan gagal jantung yang lanjut mempunyai prognosis
buruk, terutama bila mereka meneruskan minum alkohol. Kurang dari ¼ pasien yang dapat bertahan hidup sampai 3
tahun. Penyebab kardiomiopati dilatasi lain adalah kardiomiopati peripatum, dilatasi jantung dan gagal jantung kongesti
tanpa penyebab yang pasti serta dapat timbul selama bulan akhir kehamilan atau dalam beberapa bulan setelah
melahirkan. Penyakit neuromuskuler juga merupakan penyebab kardiomiopati dilatasi. Keterlibatan jantung biasa
didapatkan pada banyak penyakit distrofi muskular yang ditunjukkan dengan adanya EKG yang berbeda dan unik, ini
terdiri dari gelombang R yang tinggi di daerah prekordial kanan dengan rasio R / S lebih dari 1,0 dan sering disertai
dengan gelombang Q yang dalam di daerah ekstremitas dan perikardial lateral dan tidak ditemukan ada bentuk distrofi
muskular lainnya. Pengobatan juga dapat mengakibatkan kardiomiopati dilatasi seperti derivat antrasiklin, khususnya
doksorubisin (adriamnyan) yang diberikan dalam dosis tinggi (lebih dari 550 mg / m 2untuk doksorubisin) dapat
menimbulkan gagal jantung yang fatal. Siklofosfamid dosis tinggi dapat menimbulkan gagal jantung kongestif secara
akut.
b. Kardiomiopati Restriktif
Etiologi penyakit ini tidak diketahui. Kardiomiopati sering ditemukan pada amiloidosis, hemokromatis, defosit glikogen,
fibrosis endomiokardial, eosinofilia, fibro-elastosis dan fibrosis miokard dengan penyebab yang berbeda.
Fibrosis endomiokard merupakan penyakit progresif dengan penyebab yang tidak diketahui yang sering terjadi pada
anak-anak dan orang dewasa muda, ditandai dengan lesi fibrosis endokard pada bagian aliran masuk dari ventrikel
c. Kardiomiopati hipertrofik
Etiologi kelainan ini tidak diketahui, diduga disebabkan oleh faktor genetik, familiar, rangsangan katekolamin, kelainan
pembuluh darah koroner kecil. Kelainan yang menyebabkan iskemia miokard, kelainan konduksi atrioventrikuler dan
kelainan kolagen.
3. Patofisiologi
4. Gejala Klinis
a. Kardiomiopati Dilatasi
Gejala klinis yang menonjol adalah gagal jantung kongestif, terutama yang kiri, berupa sesak nafas saat bekerja, lelah,
lemas, dapat disertai tanda-tanda emboli sistemik atau paru serta aritmia , orthopnea, dispnea proksimal nokturnal,
edema perifer, paltipasi berlangsung secara perlahan pada sebagian besar pasien.
b. Kardiomiopati Restrikstif
Pada umumnya penderita mengalami kelemahan, sesak nafas, edema, asites serta hepatomegali disertai nyeri. Tekanan
vena jugularis meningkat dan dapat lebih meningkat dengan inspirasi (tanda kusmaul). Bunyi jantung terdengar jauh dari
biasanya serta ditemukan tanda-tanda gejala penyakit sistemik seperti amiloidosis, hemokromatis.
c. Kardiomiopati Hipertrofik
Kardiomiopati simptomatik
Keluhan yang paling sering adalah dispnea, sebagian besar karena kekakuan dinding ventrikel kiri yang meningkat dan
yang mengganggu pengisian ventrikel dan mengakibatkan tekanan diastolik ventrikel kiri dan atrium kiri meningkat.
Gejala lainnya meliputi: angia pektoris, kelelahan dan sinkop.
Kardiomiopati Hipertrofik
Asimtomatik
Tidak ada tanda dan gejala dan dapat menyebabkan kematian tiba-tiba, sering terjadi pada anak-anak dan orang dewasa
muda dan dapat terjadi selama atau setelah beraktivitas.
5. Pemeriksaan Klinis
Didapatkan berbagai tingkat pembesaran jantung dan tanda-tanda gagal jantung kongestif. Pada tingkat lanjut, tekanan
nadi kecil dan tekanan vena jugularis meningkat. Biasanya terdengar bunyi S3 dan S4 serta dapat timbul regurgitasi
tripuspid atau mitral.
b. Kardiomiopati Restriktif
Ditemukan adanya pembesaran jantung sedang. Terdengar bunyi jantung S3 atau S4 serta adanya regurgitasi mitral atau
tripuspid.
c. Kardiomipati Hipertrofik
Ditemukan pembesaran jantung ringan. Pada apeks teraba getaran sistolik bunyi S4 biasanya terdengar. Terdengar bising
sistolik yang mengeras pada tindakan falsafah.
6. Pemeriksaan Penunjang
Radio nuklir Dilatasi dan dis- Fungsi sistolik nor-mal Fungsi sistolik kuat (RVG,
fungsi ventrikel kiri (RVG) ASH, (RVG atau T1))
(RVG) ventrikel kiri ingeal atau
Infiltrasi otot jan-tung normal.
7. Penatalaksanaan
a. Medik
1) Kardiomiopati dilatasi
Obat-obatan
- Diuretik
- Digitalis
- Vasodilator
- Kartikosteroid
- Anti aritmika
- Anti koagulan
Transplantasi jantung
2) Kardiomiopati Restriktif
Obat-obatan
- Anti aritmia
- Kortikosteroid
- Imunosupresif.
3) Kardiomiopati Hipertrofi
Obat-obatan
- Amiodarum
- Disopiramid
b. Keperawatan
1) Pencegahan primer
2) Pencegahan sekunder
3) Pencegahan tersier.
- Perhatikan petunjuk spesifik pemakaian obat
8. Komplikasi
b. Endokarditis infektif.
A. PENGKAJIAN
1. Data Biografi
- Riwayat kesehatan masa lalu: Hipertensi, DM, GJK, Anemia, Kelainan katub.
- Pola kebiasaan /Gaya hidup: Merokok, Mengkomsumsi alkohol, Konsumsi lemak yang mengandung kolesterol tinggi.
2. Aktiviotas/Istirahat
Kelemahan, Kelelahan/kletihan, Nyeri dada saat beraktivitas, Dispneapada istirahat atau pada pengerahan tenaga , Sesak
nafas, pingsan atau hampir pingsan.
3. Sirkulasi
- Frekuensi jantung : Takikardi
- Irama jantung : Disritmia
- Kardiomegali, Hepatomegali, Sinkop, Palpitasi, Denyut jantung cepat, Sianosi, TD menurun, Akral dingin.
5. Integritas Ego
Banyaknya stressor, masalah financial, ansietas, takut, kuatir, gelisah, dukungan keluarga kurang.
7. Neurosensori
Letargi, disorientasi, kelemahan, sinkop/pingsan.
8. Kenyamanan/Nyeri
Nyeri dada, nyeri abdomen (asites), sakit pada otot
9. Eliminasi
Oliguria, konstipasi/diare.
11. Pengajaran/Penyuluhan
Riwayat penggunaan alcohol, cocain.
Riwayat keluarga penyakit jantung /IM.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
N :60-100 x/menit
- Bunyi Jantung S3 dan S4 tidak ada.
- BUN:
Intervensi:
gallop umum(S3 dan S4)dihasilkan sebagai aliran darah kedalam serambi yang distensi.
5) Ukur TTV
nya curah jantung.Perubahan juga terjadi pada TD (hipertensi atau hipotensi) karena respon jantung.
dan natrium.
kebutuhan oksigen miokard, meskipuntidak ada penyakit arteri koroner.Foto thorak dapat menunjukkan perbesaran
jantung dan perubahan kongesti pulmonal.
seperti stasis vena , tirah baring , disritmia jantung dan riwayat trombolik sebelumnya.
volume cairan yang menyebabkan retensi cairan dan peningkatan kerja miokard.
2. DX.2.Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen ,tirah baring lama.
Intervensi
1) Monitor TTV sebelum dan setelah aktivitas khususnya bila pasien mengggunakan vasodilator, diuretic.
2) Catat respon kardiopulmunal setelah beraktivitas: takikardi, disritmia, dispnea, berkeringat, pucat.
sekuncup selama aktivitas, dapat menyebabkan peningkatan segera pada frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen, juga
peningkatan kelelaham dan kelemahan.
3. DX.3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah
jantung)/meningkatkan produktuvitas ADH dan reaksi Na/air.
- TTV:TD:100-140/80-90mmHg
Intervensi
ginjal.
3) Pertahankan duduk atau tirah baring dengan posisi semi fowler selama fase akut.
5) Kaji distensi leher dan pembuluh perifer. Lihat tubuh yang edema dengan atau tanpa pitting.Catat adanya edema umum
(anasarka).
dan mobilisasi/tirah baring lama merupakan kumpulan stressor yang mempengaruhi integritas kulit.
7) Auskultasi bunyi nafas , catat penurunan dan atau bunyi tambahan. Contoh: Krekel dan mengi. Catat adanya peningkatan
dispnea, takipnea, ortopnea dan batuk persiten.
pernapasan pada gagal jantung kanan (dispnea, batuk, ortopnea)dapat timbul lambat.
8) Monitor TTV
9) Kolaborasi
KH : - Kulit hangat
- TTV: TD:100-140/80-90mmHg.
- N:60-100 x/menit
- PaCO 2 = 35-45 mm Hg
- PH = 7, 35_ 7,45
Intervensi
pucat atau warna abu (tergantung tingkat hipoksia)dan menurunnya kekuatan nadi perifer.
khususnya penyekat Beta)terjadinya murmur dapat menunjukkan kelainan katup (Stenosis mitral, stenosis aorta atau
ruptur otot papilar ).
4) Anjurkan klien untuk tidak mengejan saat BAB, tidak menahan batuk, melakukan aktivitas yang berat .
jantung (bradikardi yang diikuti takikardi ).Keduanya menyebabkan penurunan curah jantung.
5. DX.5.Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ketidak adekuatan ventilasi (Kelemahan otot jantung).
KH : - RR:16-20 x/menit
- Takikardi (-)
- Sianosis (-)
- TD=100-141 mmhg.
Intervensi :
1) Evaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman. Catat adanya dispnea, penggunaan alat bantu nafas.
R/ Kecepatan pernapasan meningkat karena nyeri, takut, demam, penurunan volume sirkulasi, dan hipoksia,
5) Tingikan kepala, letakkan pada posisi duduk atau semi fowler, Bantu ambulasi.
selanjutnya.
6. DX. 6 Gangguan Pertukaran gas b.d Penurunan suplay O2 ke paru-paru (perubahan membrane kapiler-alveoli).
- RR = 16-20 X/menit
- Cemas berkurang
- Sianosis / pucat ( - )
Intervensi :
optimal
Kolaborasi :
R/ Mengatasi hipoksia, serta menjaga kelembaban membrane mukosa karena hal tersebut dapat mengiritasi jalan nafas.
R/ meningkatkan aliran oksigen dengan mendilatasi jalan nafas kecil dan mengeluarkan fek diuretic ringan untuk
menurunkan kongesti paru.
N = 60 – 100 x/menit.
RR = 16 – 20 x/menit.
Intervensi :
serangan jantung pada pola hidup selanjutnya, masih tak teratasi) mungkin terjadi dalam berbagai derajat selama
beberapa waktu dan dapat dimanifestasikan oleh gejala depresi.
mampuan koping.
7) Kolaborasi
Therapi anti ansietas : Diazepam sesuai indikasi.
8. DX. 8 Nyeri b.d iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri koroner.
RR = 16 – 20 x/menit.
Intervensi :
1) Catat karakteristik nyeri, catat laporan verbal, petunjuk nonverbal dan respon hemodinamik (menangis, meringis, gelisah,
berkeringat, nafas cepat, TD atau frekuensi jantung berubah).
2) Kaji skala nyeri yang meliputi lokasi, intensitas (0-10), lamanya, kualitas dan penyebaran.
R/ nyeri harus bisa digambarkan oleh pasien, membantu pasien untuk me-
4) Berikan lingkungan yang tenang, aktivitas perlahan dan tindakan yang nyaman serta pendekatan kepada pasien dengan
tenang dan saling percaya.
serta keterbatasan kemampuan koping dan keputusan terhadap situasi saat ini
obat narkotik.
7) Kolaborasi
9. DX. 9 Kurang pengetahuan mengenai kondisi, program pengobatan b.d kurangnya informasi
Intervensi :
2) Jelaskan pada klien dan keluarga tentang penyebab, faktor resiko yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit.
3) Jelaskan pada klien tentang program kesehatan yang harus dilakukan oleh klien.
ngetahuan.
- Menghilangkan stress.
5) Bantu klien untuk mengidentifikasi faktor resiko yang ada pada dirinya (stress, merokok, keturunan, umur, jenis kelamin)
C. IMPLEMENTASI
D. EVALUASI
Klasifikasi
Kardiomiopati Dilatatif
yaitu suatu penyakit miokard yang ditanrai dengan
dilatasi semua rongga jantung, disertai dengan penurunan fungsi ventrikel, baik kanan maupun kiri.
2. Kardiomiopati Hipertrofik.
Yaitu suatu penyakit jantung ang ditandai dengan penebalan ventrikel kiri dimana penebalan septum intraventrikuler
lebih menyolok.
3. Kardiomiopati Restriktif
Yaitu adanya gangguan pada fungsi diastolik, dinding sangat kaku dan mengalami pengisian ventrikel.
1.3. Etiologi
1. Kardiomiopati dilatatif
Tidak diketahui secara pasti tetapi kemungkinan adanya hubungan dengan pemakaian alkohol berlebih, araviditas
paerperium hipertensi sistemik, infeksi virus, kelainan auto imun dan pengaruh bahan kimia.
2. Kardiomiopati hipertropik
Karena faktor genetik, rangsangan karekolamin, kelainan pembuluh yang menyebabkan iskemia miokard, kelainan
atroventikuler dan kelainan kolagen.
3. Kardiomiopati restriktif
Sering ditemukan pada amilodosis, hemokomatil, deposisi glikogen fibrosis endomiokardinal, ensinofelia dan lain-
lain.
1.4. Patofisiologi
KARDIOMIOPATI
HIDERTROPIK RESTRIKTI
F
KONGESTI
Dilatasi ruangan Rangsangan
Katekolamin
Dinding
Ventrikel
Jantung
Kaku
Bertambah
Ventrikuler
Bertambah
Tekanan pengisian
Kelainan Kolagen Fungsi
Diastole terge
Ventrikel meningkat
Tek Atrium
Meningkat
jantung
Odem Paru
MENURUN
MENURUN Gas
GFR menurun
Hipoksia
Metabolisme
An Aerob
Disomentasi Ougrouri
Asam Laktat
Kesadaran Me
Cepat Lelah
Intoleran
Aktivitas
1.6. Pemeriksaan
JENIS
FOTO DAJA EKG EKOLARDIOMATI
KARDIOMIOPATI
1.8. Penatalaksanaan
1. Kardiomiopati Dilamit
Tidak ada pengobatan spesifik, obat vasodilator bila ditemukan tanda gagal jantung, pengobatan simptomatik seperti
anti koagulan dan anti Aritmia.
2. Kardiomiopati hipertropik
- Pengobatan dengan penghambat beta adrenergik, yang efek samping mengurangi peninggian obstruktif jalan
pengosongan ventrikel kiri, juga untuk mencegah gangguan irama jantung yang sering menyebabkan kematian
mendadak.
- Operasi miomektomi juga dilakukan pada keadaan tertentu.
3. Kardiomiopati Restriktif
Pengobatan pada umumnya sukar diberikan karena tidak efisien untuk diobati, obat anti aritmia dapat diberikan bila
ada gangguan irama jantung.
Pemasangan alat padu jantung untuk gangguan konduksi yang berat dapat diberikan.
5. RPK
Kemungkinan ada penyakit jantung bawaan
6. Pemeriksaan fisik
- TTV
TD : Mungkin rendah
Nadi : Nadi Perifer berkurang, perubahan dalam kekuatan denyutan dapat terjadi.
S : Normal, kadang-kadang meningkat
RR : Tekipnea, Nafas dangkal, dispreu
- Leher
Terdapat pembesar vena jugularis
- Dara
I : Warna kulit pucat/sianosis
P : Nyeri tekan pada daerah jantung
P : suara pekak, terjadi pembesaran jantung
A : bunyi jantung S3 (Gallop) adalah diagnostik, S1 dan S2 mungkin melemah.
- Ekstremitas
Kemungkinan sianosis
7. Pemeriksaan penunjang
- Foto thorax
Menunjukkan pembesaran ventrikel kiri, pembesaran pangkal aorta dan perkapuran katup tidak terlihat.
- EKCI
Hipertropi ventrikuler, kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah intark miokard menunjukkan
adanya ansukisme ventrikuler.
- AGD
Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respimitorik ringan atau hipoksemia dengan peningkatan PCO 2.
- Kreatinin
Kenaikan kreatinin indikasi gagal sinyal
- Albumin
Mungkin menurun akibat penurunan protein atau sintesis protein dalam hepar yang mengalami kongesti.
8. Diagnosa keperawatan
1. Penurunan CO b/d perubahan kontraksi miokrad/perubahan inotropik. Perubahan irama dan kontraksi jantung serta
perubahan struktural (hambatan katub) ditandai dengan:
- Curah jantung meningkat
- Perubahan tekanan darah
- Siam jatung tambahan (S3, S4) disritmia dan perubahan ECG
- Penurunan pengeluaran urine
- Melemahnya nadi perifer
2. – Dingin, kulit lembab
- Orthopnea
- Nyeri dada
3. Intoleransi aktinatas b/d keseimbangan suplai O2 kelemahan umum, bedrest yang lama ditandai dengan :
- Kelemahan
- Perubahan TTV
- Disritmia
- Dispnoe
- Pucat dan diaforesis
4. Perubahan atau peningkatan cairan berhubungan dengan penurunan filtrasi gromezulus (penurunan CO),
peningkatan produksi ADIT dan retensi sodium ditandai dengan:
- Orthopnea
- S3 (Gallop)
- Oligouria
- Odema
- Ristensi Vena Jugulans
- Reflek Hepatojugularis Positif
- Peningkatan BB
- Hambatan, respirasi
- Suara nafas abnormal
9. Intervensi
1. Dx I
1) Auskultasi nadi, apikal, kaji cairan jantung dan irama jantung.
R/ Tacicardi biasanya ada karena sebagai kompensasi penurunan ventrikel kiri.
2) Catat suam nafas tambahan
R/ Suara nafas tambahan merupakan gambaran dari sianosis dan stenosis katup.
3) Palpasi Nadi Renfer
R/ Penurunan Cardia output mungkin digambarkan dengan melemahnya nadi radial,
popliteal, dorsalis redis, dan post tibia
4) Monitor TD
R/ Tekanan daerah dapat meningkat CHF, tubuh tidak dapat berkompensasi dan
hipersensi intreversibel dapat terjadi.
5) Inspeksi adanya sianosis dan diatoresis
R/ Indikasi dari melemahnya perfusi perifer sekunder terhadap penurunan tidak
adequatnya vaso kunstraksi curah jantung dan anemia dapat berkembang.
6) Monitor pengeluaran urine
R/ Respon ginjal dapat menemukan cardiac output dan menahan air dan sodium
7) Istirahat ½ berbaring.
R/ Fisik yang istirahat meningkatkan efisiensi kontraksi jantung dan menurunkan
kebutuhan O2
8) Kolaborasi pemberian O2 dengan masker
R/ Meningkatkan persediaan O2 dan miokard untuk mengatasi efek hipoksia.
2. Dx II
Intervensi :
1) Ukur TTV sebelum dan sesudah aktivitasi
R/ Hipertensi ortostatik dapat terjadi dalam aktivitas disebabkan oleh penyebab
(vasodilatar) diuretis.
3. Dx III
Intervensi :
1) Monitor Haluaran urine
R/ Pengeluaran urine yang sering dan pekat dikarenakan penurunan perfusi ginjal.
2) Monitor keseimbangan intake dan output selama 24 jam.
R/ Hasil dari terapi diuretik dalam hilangnya cairan tiba-tiba (hipovolume).
3) Atur posisi semi fowler
R/ Peningkatan filtrasi glomerolis dan penurunan produksi ADH tiap hari.
4) Timbang-timbang BB tiap hari
R/ Terapi diurotik akan menurunkan BB.
5) Monitor tekanan darah dan CVP
R/ Hipertensi dan peningkatan CVP akan mengarah pada hilangnya volume cairan dan
menyebabkan kongesti pulmonal dan gagal jantung.
10. Evaluasi
1. Dx I
- Menunjukkan TTV normal
- Tidakaon dishtmia
- Individu bebas dari gejala gagal jantung
- Menurunkan penurnan dispneu dan Angina
- Partisipasi dalam aktivitas
2. Dx II
- Menentukan partisipasi dalam aktivitas memenuhi kebutuhan sehari-hari.
- Nemukan lelah dan kelemahan
- TTV dalam batas normal setelah aktivitas
3. Dx III
- Menunjukkan keseimbangan cairan yang stabil dengan seimbangnya intake out put.
- Suara nafas vasibuler
- TTV normal
- Tidak ada oven, BB stabil.
DAFTAR PUSTAKA
Rachmat muin A. Dr. Dkk (1996), ILMU PENYAKIT DALAM FKUI, Jakarta.
Pedoman Diagnostik dan Terapi LAB/UPF (1994) Ilmu Penyakit Jantung, FK Unair, Surabya.
Dongoes E. Marylin. (1998). Nursing Care Plan Edisi II.
Boewono Soesetyo Budi. (2003). Ilmu Penyakit Jantung FK Unair Surabaya