Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Otot Jantung: Kardiomiopati
Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Otot Jantung: Kardiomiopati
Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Otot Jantung: Kardiomiopati
E-Learning
Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Otot Jantung: Kardiomiopati
Fasilitator :
Erna Dwi Wahyuni, S.Kep., Ns., M.Kep.
Disusun oleh:
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena limpahan rahmat dan
hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul Asuhan Keperawatan Klien
dengan Gangguan Otot Jantung: Kardiomiopati dengan baik dan tepat waktu. Adapun
pembuatan makalah ini dilakukan sebagai pemenuhan nilai tugas dari mata kuliah Keperawatan
Kardiovaskuler II. Selain itu, pembuatan makalah ini juga bertujuan untuk memberikan manfaat
yang berguna bagi ilmu pengetahuan khususnya ilmu keperawatan.
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas semua bantuan yang telah
diberikan, baik secara langsung maupun tidak langsung selama penyusunan makalah ini sehingga
semua dapat terselesaikan dengan baik dan lancar. Secara khusus rasa terimakasih tersebut
penulis sampaikan kepada :
1 Ibu Erna Dwi Wahyuni, S.Kep., Ns., M.Kep. selaku dosen mata kuliah Keperawatan
Kardiovaskuler II yang telah memberikan masukan dan dorongan dalam penyusunan
makalah ini.
2 Rekan-rekan di jurusan S-1 Pendidikan Ners, Universitas Airlangga, yang juga telah banyak
membantu penulis.
Penulis juga mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun terhadap
kekurangan dalam makalah agar selanjutnya penulis dapat memberikan karya yang lebih baik
dan sempurna. Semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pengetahuan pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1 Latar Belakang.........................................................................................................................
2 Rumusan masalah.....................................................................................................................
3 Tujuan ......................................................................................................................................
1 Latar Belakang
Jantung merupakan organ paling penting dalam tubuh, jantung berfungsi untuk
memompa darah ke seluruh tubuh, oleh karena itu kita harus senantiasa memperhatikan
kesehatan jantung kita, selain itu penyakit jantung merupakan penyakt maut yang
mematikan dieluruh dunia. Salah satunya yaitu kardiomiopati, yang akhir-akhir ini
semakin meningkat frekuensinya. Dibeberapa negara, kardiomiopati merupakan
penyebab kematian sampai sebesar 30%.
Kardiomiopati merupakan suatu kelompok penyakit yang langsung mengenai otot
jantung (miokard) yang menyebabkan otot jantung menjadi lemah. Penyakit ini tergolong
khusus karena kelainan-kelainan yang ditimbulkan bukan terjadi akibat penyakit
perikardium,hipertensi, koroner, kelainan kongenital atau kelainan katub. Walaupun
sampai saat ini penyebab kardiomiopati masih belum dapat dijelaskan secara pasti, tetapi
kardiomiopati diduga kuat mempengaruhi oleh faktor genetik.
Bukan hanya di Indonesia, bahkan jumlah penderita jantung di dunia sangat banyak.
Di dunia diperkirakan sedikitnya ada satu milliar penderita. Di Amerika Serikat tercatat
ada 50 juta penderita, di China sebanyak 13,6% dari jumlah penduduk, di Kanada sekitar
22% dari jumlah penduduk. Di Mesir kurang lebih 26,3%, dan di Indonesia penderita
penyakit jantung diperkirakan sekitar 6 -15% dari jumlah penduduk. Sedangkan khusus
di Jawa Timur sekitar 10 - 17% dari jumlah penduduk (Prestiwati, 2010). Meski banyak
penduduk Jawa Timur rawan terkena penyakit jantung, merujuk data dari program sosial
Peduli Kasih per 21 Oktober 2009, baru 603 pasien jantung dari sejumlah rumah sakit di
Surabaya yang mendapatkan bantuan. Jadi sebagai seorang perawat harus mampu
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem kardiovaskular
seiring dengan semakin bertambahnya penderita penyakit jantung yang ada di lingkungan
masyarakat.
2 Rumusan Masalah
1 Bagaimana konsep kardiomiopati dilatasi?
2 Bagaimana konsep kardiomiopati hipertrofi?
3 Bagaimana konsep kardiomiopati restriksi?
4 Bagaimana konsep kardiomiopati pada kondisi khusus: kardiomiopati pada anak dan
kardiomiopati peripartum
5 Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan otot jantung:
kardiomiopati?
3 Tujuan
1 TujuanUmum
Tujuan umum dari makalah ini adalah memahami dan menjelaskan konsep serta
asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan otot jantung: kardiomiopati.
2 TujuanKhusus
Tujuan khusus dari makalah ini adalah setelah perkualihan mahasiswa
diharapkan mampu :
a Memahami dan menjelaskan konsep kardiomiopati dilatasi
b Memahami dan menjelaskan konsep kardiomiopati hipertrofi
c Memahami dan menjelaskan konsep kardiomiopati pada kondisi khusus:
kardiomiopati pada anak dan kardiomiopati peripartum
d Memahami dan menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan otot jantung: kardiomiopati
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Etiologi
Etiologi Kardiomiopati Dilatasi menurut Hayes, Peter C. 1997:
1 Infektif : viral (influenza dan coxackie B), bakteri (disferi) dan protozoa
(penyakit chaga)
2 Metabolic : kehamilan, penyakit tiroid, hemokromatosis, degisiensi thiamin
dan amilodosis
3 Penyakit jaringan ikat : leukemia infiltrative dan sarkoidosis
4 Neuromuscular : distrofi otot dan ataksia Friedreich
5 Obat-obatan : alcohol, fenotiazin dan arsenic
6 Radiasi
Menurut dr. Hendra Henderi, Sp.OG Etiologi dan Phatogenesis penyebab gagal
jantung peripartum belum jelas dan masih disangsikan bahwa kardiomiopati
merupakan kondisi khusus yang terjadi pada kehamilan. beberapa hal yang diduga
etiologi penyakit ini :
1 Nutrisi yang jelek akan memudahkan terjadinya jantung pasca melahirkan
2 Virus (parvovirus B19, Human Herpes Virus, Eipstein-Barr Virus and Human
Cytomegalovirus) hubungan antara kehamilam dan miokarditis karena virus
telah di buktikan.
3 Imunologi . pada kardiomiopati peripartum terjadi degenerasi yang cepat dari
uterus yang menghasilkan fragmentasi dari tropokolagen oleh enzim
kolagenolitik yang melepaskan aktin. miosin dan metabolitnya . antibodi di
bentuk melawan aktin yang mengalami reaksi silang denfan otot jantung dan
penderita kemudian mengalami kardiomiopati.
4 Hormonal . beberapa hormon seperti estrogen, progesteron dan prolaktin telah
menunjukkan pengaruh pada sistem kardiovaskular namun bukti yang ada
menunjukkan tidak ada kelainan hormonal yang dapat dijndetifikasi pada
kardiomiopati peripartum.
2.1.3 Patofisiologi
Penyebab dari gejala klinis yang tampak pada kardiomiopati dilatasi adalah
adanya penurunan fungsi kontraksi miokardium diikuti oleh adanya dilatasi pada
ruang ventrikel.
Penurunan fungsi kontraksi miokardium disebabkan karena adanya kerusakan
pada kardiomiosit, kerusakan ini akan mengakibatkan kontraksi ventrikel
menurun, dan diikuti dengan penurunan volume sekuncup serta curah jantung.
Penurunan kontraksi ventrikel jika sudah tidak dapat diatasi lagi oleh mekanisme
kompensasi (baik oleh peningkatan simpatis, mekanisme Frank-Starling, sistem
reninangiotensin- aldosteron/RAA dan vasopresin), maka akan menyebabkan
ventrikel hanya dapat memompa sejumlah kecil darah ke sirkulasi, sehingga
nantinya darah tersebut akan lebih banyak tertimbun di ventrikel, timbunan darah
inilah yang akan menyebabkan dilatasi ruang ventrikel yang bersifat progresif.
Dilatasi ruang yang progresif nantinya akan membuat disfungsi katup mitral
(katup mitral tidak dapat tertutup sempurna), kelainan pada katup mitral ini akan
menyebabkan terjadinya regurgitasi darah ke atrium kiri. Regurgitasi darah ke
atrium kiri memiliki tiga dampak yang buruk, yaitu peningkatan tekanan dan
volume yang berlebihan di atrium kiri sehingga atrium kiri membesar yang akan
meningkatkan resiko, dampak buruk berikutnya adalah regurgitasi ke atrium kiri
menyebabkan darah yang dipompakan oleh ventrikel kiri lebih sedikit sehingga
memperparah penurunan stroke volume yang telah terjadi, dampak buruk yang
terakhir adalah pada saat diastolik volume darah yang masuk ke atrium kiri
menjadi lebih besar karena mendapat tambah darah yang disebabkan oleh
regurgitasi ventrikel kiri yang pada akhirnya akan menambah jumah darah di
ventrikel kiri, sehingga memperparah dilatasi yang telah terjadi.
Penurunan stroke volume karena menurunnya kontraktilitas miokardium dan
ditambah dengan adanya regurgitasi katup mitral akan menimbulkan gejala
kelelahan dan kelemahan pada otot rangka karena kurangnya suplai darah ke otot
rangka. Pada kardiomiopati dilatasi juga terjadi peningkatan tekanan pengisian
ventrikel yang akan menimbulkan gejala-gejala kongesti paru seperti dispnea,
ortopnea, ronki basah dan juga gejala-gejala kongesti sistemik seperti peningkatan
tekanan vena jugularis, hepatomegali dan edema perifer.
2.1.4 WOC
2.1.5 Manifestasi Klini
Kebanyakan penderita kardiomiopati dilatasi tidak menunjukkan gejala atau
hanya menunjukkan gejala ringan saja sehingga terlihat seperti orang normal pada
umumnya. Pada beberapa orang dengan kardiomiopati dilatasi akan menunjukkan
gejala yang dapat berlanjut dan parah akibat memperburuk fungsi jantung. Gejala
klinis yang menonjol adalah gagal jantung kongestif terutama yang kiri, berupa:
a sesak nafas saat bekerja
b lelah
c lemas
d dapat disertai tanda-tanda emboli sistemik atau paru serta aritmia
e orthopnea
f dispnea proksimal nocturnal
g Terbentuknya gumpalan darah di bilik kiri yang melebar akibat terjadinya
pengumpulan darah. Jika bekuan darah menjalar sampai di arteri dan
mengganggu aliran darah ke otak maka bisa menyebabkan stroke. Bekuan
darah juga dapat menghambat aliran darah ke organ-organ dalam perut atau
kaki
h paltipasi berlangsung secara perlahan pada sebagian besar pasien.
Pemeriksaan Dilatasi
2.1.7 Penatalaksanaan
1 Penatalaksanaan Farmakologi
a Diuretik
Diuretik adalah terapi medis untuk gagal jantung bila terdapat gejala
yang disebabkan retensi natrium dan air. Obat ini dikenal sebagai pil
air.Diuretik memberikan perbaikan terhadap gejala tanpa memperpanjang
hidup penyakit atau perubahan perjalanan penyakit lainnya. Jika gejala
sudah teratasi, penggunaan obat ini dapat dikurangi Diuretik memiliki
kecenderungan untuk menyebabkan hipokalemia dan hipomagnesemia. Hal
ini diatasi dengan kombinasi antara Furosemide dengan Spironolakton, atau
diberikan suplemen kalium atau diuretik hemat kalium. Bila pasien diberi
diuretik, biasanya pasien menjadi lemah atau kebimbangan. Pasien harus
diobservasi bila kehilangan elektrolit, ketika diuretik digunakan. Oleh
karena itu, diperlukan pengawasan kadar elektrolit dan penggantian yang
tepat dan sesuai.
b ACE Inhibitor
ACE (Angiotensin-Converting Enzyme) inhibitor terbukti dapat
digunakan untuk mencegah perkembangan dilatasi jantung dan berguna untuk
pasien DCM. Merupakan suatu vasodilator. ACE (Angiotensin Converting
Enzyme) inhibitors bekerja memperlebar pembuluh darah didalam tubuh. Ini
sangat penting karena pada gagal jantung tubuh merespon dengan
mengkontraksikan pembuluh darah dan kontraksi dari pembuluh darah sangat
memberatkan kerja jantung. Dari banyak obat perlebar pembuluh darah yang
pernah dicoba, ACE inhibitors telah membuktikan sebagai yang paling efektif
dalam memperbaiki baik gejala maupun hasil dari pasien penderita gagal
jantung. Setiap pasien dengan gagal jantung harus diberikan ACE inhibitors.
c Beta Blocker
Beta blocker diberikan apabila timbul gagal jantung, maka terjadi
peningkatan produksi adrenalin yang dapat menyebabkan kerusakan jantung
yang lebih parah. Hal tersebut dapat dicegah dengan penggunaan beta bloker.
Dengan penggunaan jangka panjang akan mengembangkan penyembuhan dari
DCM. Efek samping terjadi pada sebagian kecil pasien dan termasuk
kelelahan yang memburuk, tangan menjadi dingin dan wheezing. Pemberian
golongan ini dimulai dengan dosis rendah dan bertahap secara perlahan.
2.1.8 Komplikasi
Komplikasi dari Kardiomiopati Dilatasi sebagai berikut:
1 Gagal Jantung
Merupakan penyakit yang paling umum terjadi pada DCM. Terjadi ketika
otot jantung tidak cukup kuat untuk memompa darah yang cukup untuk
seluruh tubuh, menyebabkan edema di paru-paru dan/ atau jaringan/ perifer.
Beberapa orang memiliki penyakit yang stabil dan kondisi yang agak sedikit
buruk. Sementara yang lain memiliki gejala berubah-ubah yang disebut gagal
jantung. Hal ini mempengaruhi kedua sisi jantung( kiri dan kanan)
menyebabkan gejala sesak nafas, edema tungkai, bendungan vena jugularis
dan perut terasa penuh.
2 Atrial fibrillation (AF)/ fibrilasi atrium
Merupakan kelainan irama jantung yang paling sering pada DCM. Denyut
jantung ireguler dan cepat, menyebabkan rasa berdebar-debar, meningkatkan
napas yang pendek/ sesak nafas. Hal tersebut dapat berkaitan dengan gejala
yang semakin memburuk atau perkembangan dari bekuan darah / emboli.
Risiko dari bekuan tersebut diatasi dengan pemberian warfarin yang
digunakan untuk mengencerkan darah jika terjadi fibrilasi atrium.
3 Bekuan darah/ Thromboemboli
Pada DCM, aliran darah yang melewati jantung lebih lambat dari
biasanya. Hal ini menyebabkan bekuan darah terbentuk di jantung. Jika
bekuan darah tersebut terlepas dari jantung dan ikut dalam sirkulasi, maka
dapat menyebabkan kerusakan otak/ stroke. Pada DCM dengan pembesaran
jantung, diperlukan pengobatan dengan warfarin/ antikoagulan, untuk
mencegah pembentukan bekuan darah.
4 Kelainan irama/ rhythm/ aritmia :
Hal tersebut secara umum menyebabkan pusing, sesak nafas, palpitasi dan
dapat juga asimtomatik. Beberapa kelainan irama yang dapat terjadi pada
DCM :
a Ektopik ventricular
Kadang-kadang ada 1 denyut tambahan di luar denyut jantung. Tidak
memerlukan pengobatan, tidak berbahaya, dan dapat ditemukan pada orang
normal.
b Ventrikular takikardia
Merupakan denyut jantung yang sangat cepat. Berkaitan dengan
penurunan drastis dari tekanan darah dan gejala dari pusing sesak nafas
atau bahkan pingsan. Tapi dapat juga asimtomatik. Dapat berespon
terhadap obat atau ICD/ implantable cardioventer defibrillator.
c Ventricular fibrillation (VF)/ fibrilasi ventrikel
Jarang terjadi. Kelainan yang berat dan serius dari aktivitas elektrik irama
jantung. Dapat menyebabkan kolaps dan bahkan kematian jika tidak
disembuhkan.
5 Sudden death/ kematian mendadak
Terjadi karena aritmia yang berat atau perkembangan bekuan darah yang
besar. Obat- obatan dan/ atau ICD dapat mengurangi risiko ini.
6 Heart block
Jika sistem konduksi elektrikal jantung dalam jantung gagal untuk
berfungsi dengan baik, jantung akan menjadi terlalu lambat. Jika terjadi
pandangan mata terasa gelap/ tidak sadar, maka diperlukan pacemaker.
2.2.2 Etiologi
Kardiomiopati hipertrofik (hypertrophic cardiomyopathy/HCM) ditandai oleh
hipertrofi ventrikel kiri yang tidak dapat dijelaskan, biasanya berbercak-bercak,
dan kadang hipertrofi miokard ventrikel kanan. Kardiomiopati hipertrofik terjadi
tanpa adanya penyebab sekunder hipertrofi ventrikel dan sering terlokalisasi di
bagian atas septum interventrikel dan dinding anterior bebas LV. Jika ventrikel
kanan terlibat, hampir selalu berkaitan dengan penyakit ventrikel kiri. Secara
histologist, terdapat hipertrofi dengan kekacauan susunan sel miokard dan
disrupsi komponen miofibrilar dalam miosit yang mengalami hipertrofi. Biasanya
disertai fibrosis penyerta dengan derajat yang bervariasi.
HCM diturunkan sebagai kelainan dominan autosomal dan beberapa mutasi
genetik penyebab telah diisolasi, termasuk rantai berat (heavy chain) miosin
jantung pada kromosom 14 dan gen troponin T jantung pada kromosom I, yang
merupakan sebagian besar mutasi genetik yang telah diisolasi saat ini. Maka,
mungkin terdapat riwayat keluarga pada keadaan ini, meskipun seringkali tidak,
mengimplikasikan bahwa beberapa kasus mungkin disebabkan oleh mutasi
spontan.
2.2.3 Patofisiologi
Gejala klinis pada kardiomiopati hipertrofi disebabkan oleh karena adanya
penurunan fungsi diastolic dan juga karena ada atau tidaknya sumbatan intermiten
aliran keluar saat sistolik. Jadi patofisiologi kardiomiopati hipertrofi dalam hal ini
dibagi dua berdasarkan ada atau tidaknya sumbatan intermiten keluarnya darah
saat sistolik (Lilly, 2011).
b Kardimiopati hipertrofi tanpa sumbatan aliran sistolik
Pada kardiomiopati hipertrofi jenis ini selain terjadi hipertrofi juga terjadi
kekakuan dan gangguan relaksasi pada ventrikel kiri. Gangguan relaksasi yang
menurun pada ventrikel kiri menyebabkan peningkatan tekanan ventrikel kiri,
yang akan dialirkan ke arah belakang, sehingga mengakibatkan peningkatan
tekanan atrium, vena pulmonal dan kapiler pulmonal. Peningkatan tekanan
pada vena pulmonal dan kapiler inilah yang menyebabkan gejala dyspnea
pada penderita kardiomiopati jenis ini. Jantung yang hipertrofi juga dapat
menimbulkan gejala angina peningkatan kebutuhan oksigen oleh miokardium.
Jantung yang hipertrofi serta adanya miosit disarray sehingga rentan terhadap
timbulnya aritmia yang malignan (Lilly, 2011).
c Kardiomiopati dengan sumbatan aliran sistolik
Sepertiga pasien dengan kardimiopati hipertrofi menglami sumbatan
intermiten aliran sistolik. Mekanise sumbatan intermiten aliran sistolik ini
disebabkan oleh gerakan abnormal dari katup mitral anterior yang lokasinya
dekat dengan posisi penebalan septum ventrikel. Mekanisme terjadinya
sumbatan aliran sistolik adalah sebagai berikut:
Pada saat ventrikel berkontraksi, ejeksi darah ke katup aorta menjadi lebih
cepat dari biasanya karena harus mengalir melalui jalur yang sudah
menyempit, aliran darah yang cepat ini mengakibatkan tekanan pada katup
mitral sehingga secara abnormal mendorong katup mitral kea rah septum,
akibatnya katup mitral mendekat septum ventrikel kiri yang hipertrofi dan
menutup sementara aliran darah ke aorta. Selain itu karena katup mitral
terdorong dan menutup jalur keluar darah melalui katup aorta, katup mitral
bagian anterior tidak dapat menutup dengan sempurna saat sistolik sehingga
terjadi regurgitasi katup mitral.
Pada pasien dengan obstruksi aliran sistolik, gejala-gejala yang timbul
selain sama dengan kardiomiopati hipertrofi tanpa sumbatan aliran sistolik
juga ditambah oleh gejala-gejala akibat sumbatan aliran sistolik, yaitu angina
(yang disebabkan oleh hipertrofi otot jantung ditambah dengan peningkatan
kerja ventrikel kiri karena harus melawan sumbatan saat sistolik), dispnea oleh
karena adanya regurgitasi mitral, yang terakhir adalah adanya kegagalan
meningkatan curah jantung saat berolahraga (Lilly, 2011).
2.2.4 WOC
Kongesti paru
Penurunan suplai oksigen ke jaringan
Prognosis kondisi penyakit
Edema paru
Ansietas
Gangguan perfusi jaringan Sesak nafas
Intoleransi aktivitas
2.2.5 Manifestasi Klinis
Gejala kardiomiopati hipertrofik (HCM) dapat termasuk diantaranya adalah can
include dyspnea, angina, orthopnea, syncope dan presyncope, palpitasi,
orthopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea, gagal jantung kongestif, nyeri kepala,
dan kematian jantung mendadak.
1) Kematian jantung mendadak
Ini merupakan manifestasi paling merugikan dan berbahaya dari HCM.
Insidensi tertinggi terjadi pada anak usia pra-remaja dan remaja dan biasanya
berkaitan dengan aktivitas kegiatan yang sangat membutuhkan tenaga berat.
Risiko kematian mendadak pada anak dapat setinggi 6 % setiap tahun
Pada lebih dari 80% kasus, aritmia yang menyebabkan kematian
mendadak adalah fibrilasi ventrikular. Pada banyak kasus ini perburukan
menjadi fibrilasi ventrikular berasal dari aritmia atrial cepat (rapid atrial
arrhythmias), seperti fibrilasi, takikardia supreventrikular, atau sindrom Wolff-
Parkinson-White, sementara yang lain berasal dari takikardia ventrikular dan
kolaps hemodinamik dengan cardiac output yang rendah.
2) Dyspnea
Ini merupakan gejala yang paling umum muncul, terjadi pada sebanyak
90% pasien simtomatik. Dyspnea secara garis besar adalah konsekuensi dari
peningkatan tekanan pengisian diastolik ventrikel kiri (dan penjalaran
peningkatan tekanan tersebut terhadap sirkulasi pulmonal). Peningkatan
tekanan pengisian ventrikel kiri pada prinsipnya disebabkan oleh gangguan
fungsi diastolik sebagai akibat dari hipertofi ventrikel.
3) Syncope
Syncope adalah gejala yang cukup umum, yang berasal dari
ketidakcukupan cardiac output pada saat aktivitas berat atau dari aritmia
kardiak. Lebih umum terjadi pada anak dan dewasa muda dengan ukuran bilik
ventrikel kiri yang lebih kecil dan bukti ditemukannya takikardia ventrikel
pada saat pengawasan yang berjalan.
Penyebab lain syncope adalah langsung dari aritmia, baik dari takkardia
maupun bradikardia. Beberapa pasien dengan HCM memiliki abnormalitas
dalam fungsi sinus node, yang akhirnya mengarah ke sindrom sinus dengan
terjadinya secara bergantian takiaritmia dan bradiaritmia atau bradiaritmia
parah.
Syncope (sinkop) dan presyncope menjadi penanda risiko tinggi akan
kematian mendadak dan menjadi indikasi penanganan segera pengobatan
yang agresif.
4) Presyncope
Presyncope termasuk didalamnya adalah gejala "graying-out" (penderita
berangsur-angsur secara perlahan kehilangan kesadaran dengan pandangan
berkabut keabu-abuan) pada keadaan berdiri dan membaik pada posisi
berbaring. Hal ini dapat berlangsung secara umum dan menjadi penanda akan
risiko tinggi kematian mendadak. Gejala ini dapat dieksaserbasi oleh stimulasi
vagal. Presyncope juga dapat terjadi pada takiaritmia atrial maupun
ventrikular yang unsustained.
5) Angina
Gejala angina cukup umum pada pasien dengan HCM dan dapat terjadi
pada ketiadaan aterosklerosis koroner yang terdeteksi. Relaksasi diastolik
yang terganggu dan konsumsi oksigen miokardial yang meningkat disebabkan
oleh hipertrofi ventrikular yang mengakibatkan iskemia subendokardial,
terutama pada saat aktivitas berat.
6) Palpitasi
Palpitasi juga cukup umum pada penderita penyakit ini. Hal ini merupakan
akibat dari aritmia seperti detak atrial dan ventrikel prematur, jeda sinus,
fibrilasi atrial, atrial flutter, takikardia supraventrikular, dan takikardia
ventrikular.
7) Orthopnea dan paroxysmal nocturnal dyspnea
Hal ini merupakan tanda awal gagal jantung kongestif dan, meskipun
relatif jarang, ditemukan pada pasien dengan HCM parah. Hal ini adalah
akibat dari fungsi diastolik terganggu dan peningkatan tekanan pengisian
ventrikel kiri. Orthopnea dan paroxysmal nocturnal dyspnea adalah hasil dari
kongesti vena pulmonal.
8) Gagal Jantung Kongestif
Hal ini relatif jarang tapi diawasi pada pasien dengan HCM parah.
Keadaan ini dapat diakibatkan oleh kombinasi gangguan fungsi diastolik
dengan iskemia subendokardial. Fungsi sistolik pada pasien ini hampir selalu
terjaga baik.
9) Pusing berputar
Pusing kepala umum ditemukan pada pasien HCM dengan peningkatan
tekanan gradien yang melintas pada traktus aliran keluar ventrikel kiri.
Keadaan ini diperburuk oleh aktivitas berat dan dapat dieksaserbasi oleh
hipovolemia yang mengikuti aktivitas berat atau kehilangan cairan yang tidak
disadari (seperti pada suhu panas yang ekstrim).
Pusing juga dapat terjadi karena pergerakan, seperti berdiri mendadak atau
valsava pada saat buang air besar, atau pengobatan tertentu, seperti diuretik,
nitrogliserin, agen antihipertensi vasodilatasi, yang menurunkanpreload dan
afterload dan meningkatkan tekanan gradien yang melintas pada traktus aliran
keluar ventrikel kiri.
Pusing juga dapat disebabkan hipotensi yang berhubungan dengan aritmia
dan penurunan perfusi serebral. Aritmia nonsustained sering menyebabkan
gejala pusing kepala, kepala yang terasa ringan, dan presinkop, dimana aritmia
sustained lebih cenderung mengakibatkan sinkop, kolaps, dan / atau kematian
jantung mendadak.
2.2.7 Penatalaksanaan
Prinsip dasar terapi pengobatan dan pembedahan adalah digunakan untuk
mengurangi kontraktilitas ventrikular atau meningkatkan volume ventrikular,
meningkatkan fungsi (compliance) ventrikular dan dimensi traktus aliran keluar
(outflow tract), dan pada kasus HCM obstruktif, mengurangi gradien tekanan
sepanjang LVOT. Yang terpenting dari semua terapi adalah pengurangan risiko
kematian mendadak dengan mengidentifikasi pasien ini pada tahap awal dan
pengobatan yang efektif dan/atau implantasi pembedahan defibrilattor otomatis.
Pengobatan diantaranya adalah beta blocker, calcium channel blocker, dan
walaupun jarang : diltiazem, amiodarone, dan disopyramide. Antitusif dapat
diberikan untuk menghindari batuk.
Penelitian menunjukkan bahwa terapi bertahap dapat mengurangi tekanan
darah tinggi pada pasien dengan HCM. Pada studi dengan 115 pasien HCM,
termasuk didalamnya 94 pasien dengan HCM obstruktif, terapi hipertensi
bertahap secara efektif mengendalikan baik gejala HCM obstruktif maupun
hipertensi. Tekanan sistolik rata-rata pada kelompok HCM obstruktif berkurang
dari 137 ke 131 mm Hg, dan hipertensi tidak terkendali berkurang dari 56% pada
kunjungan pertama menjadi 37% pada kunjungan terakhir.
Hindari obat inotropik jika dimungkinkan; Juga hindari nitrat dan amina
simpatomimetik, kecuali pada pasien yang juga mengalami penyakit arteri
koroner. Hindari digitalis, karena glikosida adalah kontraindikasi kecuali pada
pasien dengan fibrilasi atrial tidak terkendali. Kewaspadaan terhadap penggunaan
diuretik perlu diterapkan karena potensi efek merugikan terhadap gradien LVOT
dan volume ventrikular.
2.3.2 Etiologi
Sebagian besar penyebab kardiomiopati tidak diketahui ada beberapa sebab
yang diketahui antara lain: infeksi berbagai mikroorganisme toksik seperti etanol:
metabolic misalnya pada buruknya gizi dan dapat pula diturunkan (genetik).
(Muttaqin, 2009)
Dan ada juga etiologi yang lain seperti :
1 Infiltratif: amiloidosis, sarkoidosis, hemokromatosis
2 Pasca radiasi
3 Pasca operasi jantung terbuka
4 Diabetes
2.3.3 Patofisiologi
Berkurangnya kemampuan regang dari ventrikel menjadi dasar dari kelainan
yang terjadi, yang berupa gangguan pada saat pengisian ventrikel. Kekakuan
ventrikel yang abnormal dan gangguan pengisian ventrikel disebabkan karena
terbentuknya banyak jaringan parut pada endokardium dan infiltrasi miokardium
oleh substansi yang abnormal. Gangguan pengisian ventrikel menyebabkan dua
macam kelainan, yaitu: meningkatnya tekanan vena sistemik dan paru dengan ciri
kongesti vaskular kiri dan kanan. Kedua adalah berkurangnya ukuran ruang
ventrikel dengan penurunan volume sekuncup dan curah jantung. Sama seperti
pada kardiomiopati dilatasi, kongesti vena akan menyebabkan peningkatan
tekanan vena jugularis, hepatomegali dan edema perifer sedangkan penurunan
curah jantung akan menyebabkan kelemahan dan kelelahan pada otot rangka.
Pada berbagai kondisi dimana terdapat hubungan keterlibatan endokardium,
obliterasi parsial dari ruang ventrikel oleh jaringan fibrous dan trombus
meningkatkan resistensi pengisian ventrikel. Ventrikel tidak mampu memenuhi
kebutuhan curah jantung (cardiac output) dan meningkatnya tekanan pengisian
ventrikel, mengakibatkan intoleransi aktifitas fisik dan dyspneu, yang merupakan
gejala utamanya. Sebagai akibat dari meningkatnya tekanan vena yang terus
menerus maka pasien dengan kardiomiopati restriktif biasanya mempunyai
edema, asites dan hepar yang membesar.
2.3.4 WOC
Pasokan
Mutasi protein sarkomer yaitu troponin darah
T dan tidak rantai
myosin- memadai ke otot jantung
pendek Merusak miokarditis seca
Peradangan otot jantung akut (miokarditis)
Hipoksemia miokard
Kardiomiopati
Kardiomiopati restriktif
Dinding jantung kaku dan tidak cukup lentur untuk terisi darah
pengisian ventrikel
kegagalan ventrikel k
Kegagalan ventrikel kanan
Volume sekuncup Tekanan atrium kiri
Gangguan pertukaran O2 d
Edema Perifer
Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
Pemeriksaan Laboratorium :
g Radiologi
Pada foto rontgen dada, terlihat adanya kardiomegali, terutama ventrikel
kiri. Juga ditemukan adanya bendungan paru dan efusi pleura.
h Elektrokardiografi
Ditemukan adanya sinus takikardia, aritmia atrial dan ventrikel, kelainan
segmen ST dan gelombang T dan gangguan konduksi intraventrikular.
Kadang-kadang ditemukan voltase QRS yang rendah, atau gelombang Q
patologis, akibat nekrosis miokard.
i Sadapan jantung
Pada sadapan jantung ditemukan ventrikel kiri membesar serta fungsinya
berkurang, regurgitasi mitral dan atau trikuspid, curah jantung berkurang dan
tekanan pengisian intraventrikular meninggi dan tekanan atrium meningkat.
Bila terdapat pula gagal ventrikel kanan, tekanan akhir diastolik ventrikel
kanan, atrium kanan dan desakan vena sentralis akan tinggi. Dengan
angiografi ventrikel kiri dapat disingkirkan dana neurisma ventrikel sebagai
penyebab gagal jantung.
2.3.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan terapi pada Kardiomiopati Restriksi dapat menggunakan :
1 Prinsip Pendekatan
Kardiomiopati restriktif / restrictive cardiomyopathy (RCM) tidak
memiliki pengobatan spesifik. Namun demikian, terapi yang ditujukan kepada
kasus-kasus individual RCM terbukti efektif. Contoh dari hal ini adalah
kortikosteroid untuk sarkoidosis dan endokarditis Loeffler, endokardiektomi
untuk fibrosis endomiokardial dan endokarditis Loeffler, flebotomi dan
chelation untuk hemokromatosis, dan kemoterapi untuk amiloidosis.
Pengobatan umum diantaranya diuretik, vasodilator, ACE inhibitor sesuai
indikasi, dan juga antikoagulan (jika tidak merupakan kontraindikasi).
2 Medikamentosa
Tujuan pengobatan RCM adalah mengurangi gejala dengan menurunkan
tekanan pengisian yang meningkat tanpa menurunkan secara signifikan
cardiac output. Beta blocker dan calcium channel blocker kardioselektif
(misalnya verapamil, diltiazem) dapat bermanfaat, dengan meningkatkan
waktu pengisian ventrikel kiri, memperbaiki relaksasi ventrikular, dan
mengurangi stimulasi simpatetik kompensasi. Sebagai tambahan, diuretik
dosis rendah menurunkan preload dan dapat memberikan perbaikan gejala.
Dosis awal yang rendah sebaiknya diberikan untuk mencegah hipotensi karena
pasien seringkali sangat sensitif terhadap perubahan pada volume ventrikel
kiri. Dosis yang lebih tinggi dapat diperlukan jika tingkat serum albumin
rendah yang dikarenakan sindrom nefrotik yang menyertai.
ACE Inhibitor dan inhibitor angiotensin II sangat tidak ditoleransi oleh
pasien dengan amiloidosis. Bahkan dosis kecilpun dapat menyebabkan
hipotensi berat, yang kemungkinan disebabkan neuropati otonomik. Beta
blocker dan calcium channel blocker tidak menunjukkan dapat memperbaiki
gejala dari hari ke hari atau cenderung tidak mengubah ke arah yang lebih baik
perjalanan penyakit pasien dengan gagal jantung diastolik.
3 Implantasi Pacemaker
Pasien dengan kardiomiopati restriktif idiopatik dapat memiliki fibrosis
pada node sinoatrial dan atrioventrikular dapat menyebabkan block jantung
total, sehingga membutuhkan alat pacing yang permanen. Jika kardioversi
dilakukan untuk menangani fibrilasi atrial, khususnya pasien dengan
amiloidosis, node sinus yang abnormal tersebut dapat gagal berfungsi sebagai
pacemaker yang efektif. Pasien dengan kelainan fungsi sinus node dan/atau
penyakit sistem konduksi lanjut juga memerlukan implantasi pacemaker.
4 Endomiokardektomi
Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, penanganan endokarditis Loeffler
bergantung pada identifikasi secara tepat kondisi sebelum fibrosis tahap akhir
terjadi dan biasanya melibatkan farmakoterapi dini.
Pada tahap fibrotik endokarditis Loeffler, terapi pembedahan, dengan
eksisi endokardium yang fibrotik dan penggantian katup mitral dan trikuspid,
adalah bersifat paliatif tetapi dapat memberikan perbaikan gejala. Tingkat
mortalitasi operasi berada pada kisaran 15-25%.
5 Transplantasi Jantung
Transplantasi Jantung atau terapi pendukung mekanis ventrikular dapat
dipertimbangkan pada pasien yang sangat terseleksi dengan gejala refraktori
(tidak membaik dengan penanganan lainnya) yang memiliki RCM idiopatik
atau familial dan amiloidosis. Pasien yang telah diberikan penanganan dengan
LVAD (left ventricular assist device) dan memiliki RCM memiliki angka
kematian yang sama bila dibandingkan kardiomiopati dilatasi. Ketika tidak
ditemukan adanya keterlibatan organ nonkardiak, beberapa pasien dengan
amiloidosis telah menjalani transplantasi jantung dengan sukses, yang
digabungkan dengan kemoterapi postoperatif dosis tinggi untuk
menghilangkan produksi amiloid yang rekuren.
Transplantasi jantung yang disertai dengan transplantasi hepar pada pasien
dengan gagal jantung dan hepar yang dikarenakan hemokromatosis
berlangsung dengan sukses pada sekelompok kecil pasien. Namun demikian,
morbiditas dan mortalitas awal lebih tinggi pada transplantasi dua organ bila
dibandingkan transplantasi satu organ.
Transplantasi merupakan pilihan penanganan pada sarkoidosis jantung,
tetapi rekurensi granuloma sarkoid dapat terjadi pada jantung yang telah
ditransplantasi
2.4 Konsep Kardiomiopati pada Kondisi Khusus: Kardiomiopati pada Anak dan
Kardiomiopati Peripartum
2.4.1 Definisi
1) PenatalaksanaanKardiomiopati pada Anak
Kardiomiopati adalah suatu keadaan dimana otot jantung kehilangan
kemampuan untuk memompakan darah yang disebabkan oleh kehilangan
kemampuan elemen miokardium untuk berkontraksi.
Kardiomiopati pada anak merupakan penyakit miokardium primer yang
ditandai dengan dilatasi ruangan jantung dan gagal jantung kongestif. Pompa
sistolik berkurang secara progresif, volume akhir diastolik dan sistolik
menurun. Tebal dinding ventrikel dapat berkurang atau normal. Tekanan
ventrikel kiri biasanya meningkat akibat pompa ventrikel kiri yang menurun.
2) Definisi Kardiomiopati Peripartum
Kardiomiopati peripartum (peripartum cardiomyopathy, PPCM) adalah
suatu keadaan kardiomiopati idiopatik, berhubungan dengan kehamilan,
bermanifestasi sebagai gagal jantung karena disfungsi sistolik ventrikel kiri,
biasanya terjadi pada 1 bulan terakhir kehamilan sampai 5 bulan masa
postpartum adalah diagnosis eksklusi terjadi pada wanita tanpa penyakit
kardiovaskular lain, tidak harus disertai dengan dilatasi ventrikel kiri, namun
fraksi ejeksi biasana=ya selalu <45% (sliwa K, 2012).
2.4.2 Etiologi
Etiologi kardiomiopati dilatasi (Abraham WT, 2012 dan Lilly LS, 2011)
1. Genetik
2. Bahan toksik (alkohol, doxorubicin)
3. Peripartum
4. Miokarditis virus
5. Tetapi pada sebagian besar kasus penyebabnya adalah idiopatik.
Etiologi kardiomiopati hipertrofi adalah kelainan genetik dengan pola
penuruan autosomal dominan (Robbins Aster, 2010)
Etiologi Kardiomiopati restriktif (Lilly LS, 2011 dan Abraham WT, 2012)
1. Idiopatik
2. Genetik
3. Radiasi
4. Infiltrasi (amiloid, sarkoidosis, hemokromatosis,glycogen)
5. Kleroderma
6. Kekakuan ventrikel yang abnormal dan gangguan pengisian
2.4.5 Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan yang spesifik pada sebagian besar kasus
kardiomiopati dilatasi. Tujuan pengobatan adalah untuk memperbaiki gejala dan
mencegah progresifitas dan komplikasi, seperti gagal jantung, kematian
mendadak, dan tromboemboli.
a. Farmakologis
1) Diuretik
Tidak ada penelitian yang mengevaluasi efek diuretik dalam
mengurangi mortalitas atau memperbaiki gejala pada anak-anak. Namun,
diuretik tiazid dan loop diuretics harus diberikan pada semua penderita
yang menunjukkan adanya retensi cairan karena gagal jantung. Namun,
penggunaannya tidak boleh sebagai monoterapi, karena dapat memicu
aktivasi neurohormonal yang dapat menyebabkan progresifitas penyakit.
Spironolakton yang merupakan antagonis aldosteron, dapat menurunkan
mortalitas hingga hampir sepertiga kasus di dewasa dengan gagal jantung
berat dan ejeksi fraksi kurang dari 35%. Efek samping yang dapat terjadi
adalah hiperkalemia ( jarang ditemukan pada penderitadengan fungsi
ginjal yang normal) dan ginekomastia.
2) Inhibitor Angiotensin-converting Enzyme dan penghambat (blocker)
reseptor angiotensin
Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron termasuk dalam
patofisiologi pada gagal jantung.16-17 Telah banyak penelitian uji klinis
yang memperlihatkan bahwa inhibisi enzim yang mengubah angiotensin
ini dapat memperbaiki gejala, mengurangi hari perawatan, dan
menurunkan mortalitas pada penderita gagal jantung dewasa. Lebih jauh
lagi, efek inhibisi ini dapat menurunkan progresifitas pada penderita
yang asimptomatis. Sejumlah kecil penelitian observasional melaporkan
efektifitas obat ini pada anak dengan gagal jantung. Hanya ada satu
laporan retrospektif pada anak yang menggambarkan efek inhibisi ini
terhadap mortalitas yaitu menunjukkan adanya perbaikan angka harapan
hidup selama satu tahun pengobatan. Pada kebanyakan kasus, inhibitor
ini dapat ditoleransi dengan baik. Efek samping yang tersering adalah
hipotensi simptomatik yang dapat dicegah dengan pemberian dosis
secara titrasi. Penghambat reseptor angiotensin memiliki efek
hemodinamik yang mirip dengan inhibitor Angiotensin-converting
Enzyme, namun dengan efek samping yang lebih sedikit. Penelitian
akhir-akhir ini menunjukkan bahwa kombinasi antara inhibitor dengan
penghambat ini lebih bermanfaat dalam mencegah remodeling ventrikel,
namun tidak berdampak terhadap angka harapan hidup. Rekomendasi
saat ini pada anak dengan kardiomiopati dilatasi adalah penggunaan
inhibitor Angiotensin-converting Enzyme harus digunakan secara rutin
pada semua anak dengan disfungsi ventrikel kiri sedang atau berat tanpa
melihat ada atau tidaknya gejala. Penderita yang tidak dapat toleransi
terhadap golongan ini dapat dipertimbangkanpenggunaan penghambat
reseptor angiotensin. Penggunaan inhibitor Angiotensin-converting
Enzyme tidak direkomendasikan sebagai terapi awal pda penderita
dengan disfungsi ventrikel kiri yang sudah dekompensata.
3) Beta-Blocker
Laporan mengenai penggunaan obat ini pada anak-anak dengan
gagal jantung sangat terbatas. Beberapa penelitian observasional
menggunakan carvedilol dan metoprolol menunjukkan perbaikan secara
klinis dari sistolik ventrikel kiri dan kelompok fungsional. Hasil dari uji
klinis secara acak pertama pada anak dengan kardiomiopati, yang
dilakukan secara multisenter oleh Paediatric Carvedilol Study Group,
telah dipublikasikan.18 Walaupun terlihat manfaat dari carvedilol yang
berhubungan dengan mortalitas dan lama perawatan, namun hal ini
secara statistik tidak signifikan. Tampaknya carvedilol dan -blocker
lainnya dapat memperbaiki keluaran beberapa anak dengan gagal
jantung, namun masih diperlukan penelitian yang lebih besar dan follow
up yang lebih panjang. Pada saat ini belum ada rekomendasi khusus
mengenai penggunaan -blocker pada anak dengan gagal jantung
terkompensasi, namun penggunaannyasecara rutin menunjukkan
peningkatan.
4) Digitalis
Digoksin dapat memperbaiki gejala gagal jantung pada dewasa,
namun tidak dalam hal harapan hidup. Kadar digoksin yang tinggi dalam
serum berhubungan dengan meningkatnya mortalitas pada beberapa
penderita. Obat ini masih digunakan secara luas pada bayi dan anak
dengan gagal jantung, namun masih sedikit data yang menunjukkan
efikasinya. Pedoma terbaru merekomendasikan penggunaannya dalam
dosis kecil untuk memperbaiki gejala pada anak dengan gagal jantung
yang bergejala, termasuk penderita dengan kardiomiopati dilatasi, namun
tidak pada individu yang tidak bergejala.
5) Antikoagulan
Kejadian tromboemboli pada anak dengan kardiomiopati dilatasi
tidak diketahui, tetapi tampaknya rendah. Namun resiko kumulatif
terjadinya embolisasi sistemik pada pasien yang didiagnosis pada usia
muda merupakan hal yang penting. Antikoagulan dengan warfarin
dianjurkan pada penderita yang diketahui adanya trombus intrakardiak
yang diidentifikasi dengan ekokardiografi dan pada penderita yang
memiliki riwayat tromboemboli sebelumnya. Tidak ada data yang dapat
dijadikan pedoman dalam pemberian profilaksis antikoagulan pada
penderita kardiomiopati dilatasi, namun penggunaan antikoagulan
dengan warfarin mungkin bermanfaat pada penderita dengan dilatasi
ventrikel berat dan kelainan fungsi sistolik sedang hingga berat.
6) Obat-obatan baru
Nesiritide, yaitu suatu rekombinan B-type natriuretic peptide
dengan efek diuretik, natriuretik, dan vasodilator dan digunakan pada
penderita dewasa dengan gagal janting dekompensata , menunjukkan
penggunaannya yang aman pada anak-anak dan menunjukkan perbaikan
pada keluaran urin dan keadaan fungsional.
b. Pengobatan Non Farmakologis pada Kardiomiopati
Transplantasi jantung merupakan terapi yang tetap dilakukan pada anak-
anak dengan gejala gagal jantung yang intractable dan end-stage dari
penyakit.
2.4.6 Komplikasi
a. Komplikasi Kardiomiopati pada Anak
1) Gagal jantung
Terjadi ketika otot jantung tidak cukup kuat untuk memompa darah
yang cukup untuk seluruh tubuh, menyebabkan edema di paru-paru dan/
atau jaringan/ perifer. Beberapa orang memiliki penyakit yang stabil dan
kondisi yang agak sedikit buruk. Sementara yang lain memiliki gejala
berubah-ubah yang disebut gagal jantung. Hal ini mempengaruhi kedua
sisi jantung (kiri dan kanan) menyebabkan gejala sesak nafas, edema
tungkai, bendungan vena jugularis dan perut terasa penuh.
2) Atrial fibrillation (AF)/ fibrilasi atrium
Denyut jantung ireguler dan cepat, menyebabkan rasa berdebar-
debar, meningkatkan napas yang pendek/ sesak nafas. Hal tersebut dapat
berkaitan dengan gejala yang semakin memburuk atau perkembangan
dari bekuan darah / emboli. Risiko dari bekuan tersebut diatasi dengan
pemberian warfarin yang digunakan untuk mengencerkan darah jika
terjadi fibrilasi atrium.
3) Bekuan darah/ Thromboemboli
Aliran darah yang melewati jantung lebih lambat dari biasanya.
Hal ini menyebabkan bekuan darah terbentuk di jantung. Jika bekuan
darah tersebut terlepas dari jantung dan ikut dalam sirkulasi, maka dapat
menyebabkan kerusakan otak/ stroke.
4) Kelainan irama/ rhythm/ aritmia
Hal tersebut secara umum menyebabkan pusing, sesak nafas,
palpitasi dan dapat juga asimtomatik. Beberapa kelainan irama yang
dapat terjadi antara lain :
a) Ektopik ventricular
Kadang-kadang ada 1 denyut tambahan di luar denyut jantung.
Tidak memerlukan pengobatan, tidak berbahaya, dan dapat
ditemukan pada orang normal.
b) Ventrikular takikardia
Merupakan denyut jantung yang sangat cepat. Berkaitan dengan
penurunan drastis dari tekanan darah dan gejala dari pusing sesak
nafas atau bahkan pingsan. Tapi dapat juga asimtomatik. Dapat
berespon terhadap obat atau ICD/ implantable cardioventer
defibrillator.
c) Ventricular fibrillation (VF)/ fibrilasi ventrikel
Jarang terjadi. Kelainan yang berat dan serius dari aktivitas elektrik
irama jantung. Dapat menyebabkan kolaps dan bahkan kematian jika
tidak disembuhkan.
d) Sudden death/ kematian mendadak
Terjadi karena aritmia yang berat atau perkembangan bekuan darah
yang besar. Obat- obatan dan/ atau ICD dapat mengurangi risiko ini.
e) Heart block
Jika sistem konduksi elektrikal jantung dalam jantung gagal untuk
berfungsi dengan baik, jantung akan menjadi terlalu lambat. Jika
terjadi pandangan mata terasa gelap/ tidak sadar, maka diperlukan
pacemaker.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Domain 4. Aktivitas/Istirahat , Kelas 4. Respon Kardiovaskuler/Pulmonal,
Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
(00029)
b. Domain 4. Aktivitas/Istirahat , Kelas 4. Respon Kardiovaskuler/Pulmonal,
Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan gangguan musculoskeletal
(00032)
c. Domain 12. Kenyamanan, Kelas 1. Kenyamanan Fisik, Nyeri akut
berhubungan dengan agens cedera biologis (00132)
d. Domain 4. Aktivitas/Istirahat, Kelas 4. Respon Kardiovaskuler/Pulmonal,
Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen (00092)
3. Intervensi Keperawatan
4. Evaluasi
Hasil yang diharapkan pada proses perawatan klien dengan gagal jantung
adalah sebagai berikut:
a. Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, respirasi)
b. Tidak ada keluhan sesak napas
c. Menunjukkan penurunan episode dispnea, nyeri dada, dan disritmia
d. Kebutuhan oksigen terpenuhi
e. Terhindar dari resiko penurunan perfusi perifer
f. Terpenuhinya aktivitas sehari-hari
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kardiomiopati adalah suatu keadaan dimana otot jantung kehilangan kemampuan untuk
memompakan darah yang disebabkan oleh kehilangan kemampuan elemen miokardium
untuk berkontraksi.
Kardiomiopati dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu :
1. Kardiomiopati dilatasi, adalah kardiomiopati yang paling umum, terdapat pada 100 orang
dan manakala otot jantung melemah dan tak mampu memompa darah secara efektif. Otot
jantung yang melemah kendur dan rongga jantung membengkak. Kebanyakan disebabkan
oleh penyakit arteri koroner, tetapi sekitar 30% disebabkan faktor genetis
2. Kardiomiopati hipertrofik, terjadi manakala di dinding jantung menebal, sehingga dapat
mencegah darah lewat jantung. Kelainan ini cukup jarang dijumpai pada sekitar 0.2%
penduduk Amerika Serikat (USA) atau terdapat pada 2 dalam 1000 orang dan dapat
mengenai laki-laki maupun perembpuan semua umur.
3. Kardiomiopati restriktif, merupakan kardiomiopati jarang (terjadi 1 dalam 1000 orang)
terjadi manakala dinding jantung menjadi kaku dan tidak sukup lentur untuk terisi darah.
Akibat jantung tidak terisi darah, maka kemampuannya untuk memompa darah ke seluruh
tubuh menjadi tidak efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Abraham WT, Acker MA, Ackerman MJ, Ades PA, Antman EM, Anversa P, et al. 2012.
Braunwald Heart Disease. Philadelphia: Elsevier
Gray, Huon H., et al. (2002). Lecture Notes on Cardiology, Fourth Ed. Hoboken: Blackwell
Science Ltd.
Jurnal Patofisiologi dan Patogenesis Kardiomiopati, oleh William Suyatno, Emir Muttaqin, Arif.
2009. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler.
Jakarta. Salemba Medika.
Krejci J, et at. The variable clinical course of peripartum cardiomyopathy. Biomed Pap Med Fac
Univ Palacky Olomouc Czech Repub 2012;156(XX):1-6.
Kumar, Abbas, Fausto, Aster. Robbins and Cotran. 2010. Pathologic basis of disease.
Philadelphia: Saunders
Muttaqin, Arif. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuar. Jakarta: Salemba Medika
Okeke TC, Ezenyeaku CCT, Ikekako LC. Peripartum cardiomyopathy. Ann. Med. Health Sci.
Res. 2013;3(3):313-9.
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC
Pasaribu, Diagnostik dan terapi Bedah Onkologi,Sagung Seto 2009
Rosendorff C. 2005. Essential cardiology principle and practice. New Jersey: Humana Press
Ramaraj R, Sorell VL. Peripartum cardiomyopathy: Causes, diagnosis, and treatment. Cleveland
Clinic J. Med. 2009;76(5):289-96.