Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Bab Ii Eko Mikro K1

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Maha Besar Allah yang telah banyak memberikan kemudahan dan ilmu
kepada penulis, dan tiada pernah berhenti Allah melimpahkan kasih sayang ,
rezeki, nikmat, rahmat dan karunia yng sulit dikira tapi dapat dirasa, sepatutnya
penulis dan kita mensyukurinya dengan mengisi kehidupan ini dengan karya yang
bermanfaat bagi seisi jagat raya ini.

Makalah ini sengaja dibuat untuk memenuhi tugas dari mata kuliah
ekonomi mikro dan juga dapat digunakan sebagai literatur untuk menambah
wawasan para pembaca mengenai tema dalam makalah ini yaitu “Mazhab dalam
Ekonomi Islam”. Kami penyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih
sangat terbatas sumber rujukan, sehingga selesainya makalah ini tidak terlepas
dari pihak-pihak yang telah membantu untuk menyelesaikan makalah ini sendiri.
Penulis menyadari bagaikan pepatah ‘tak ada gading yang tak retak’ sehingga
meskipun kami telah berupaya optimal, mungkin saja di sana sini masih terdapat
kekurangan sehingga bila umur banyak berikanlah kesempatan bagi kami untuk
lebih menyempurnakannya. Banyak salah dan khilaf dalam penyusunan makalah
ini sepatutnya kami menghaturkan maaf kepada para pembaca.

Penulis berharap dan berdoa semoga amal baik kita sebesar apapun akan
mendapat balasan yang berlipat dari Allah. Hanya Allah tempat mencurahkan
segala harapan sehingga kami dapat mengisi hidup ini dengan hal-hal yang
bermanfaat Insyaa Allah, baik untuk diri penulis maupun bagi siapa saja yang
mempunyai perhatian pada ilmu pengetahuan.

Mataram, 4 September 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN..........................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................2
C. Tujuan...................................................................................................................2
BAB II
PEMBAHASAN............................................................................................................3
A. Pengertian Mazhab..............................................................................................3
B. Mazhab – mazhab dalam Ekonomi Islam.........................................................5
1. Mazhab Baqir As-Sadr....................................................................................5
2. Mazhab Mainstream IDB...............................................................................7
3. Mazhab Alternatif Kritis.................................................................................9
BAB III
PENUTUP.....................................................................................................................11
A. Kesimpulan........................................................................................................11
B. Saran...................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Beberapa ahli mendefinisikan ekonomi Islam sebagai suatu ilmu yang


mempelajari perilaku manusia dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan dengan
alat pemenuhan kebutuhan yang terbatas di dalam kerangka syari’ah Islam.
Definisi lain merumuskan bahwa ekonomi Islam adalah ilmu yang mempelajari
perilaku seorang musllim dalam suatu masyarakat Islam yang dibingkai dengan
syari’ah Islam. Definisi yang lebih lengkap harus mengakomodasikan sejumlah
prasyarat, yaitu karakteristik dari pandangan hidup Islam. Syarat utama adalah
memasukkan nilai-nilai Islam dalam nilai-nilai moral. Nilai-nilai moral
merupakan aspek normatif yang harus dimasukkan dalam analisis fenomena
ekonomi serta dalam pengambilan keputusan yang dibingkai syariah. Jadi, definisi
ekonomi Islam diatas mengandung kelemahan karena menghasilkan konsep yanng
tidak kompetibel dan tidak universal.

Selanjutnya sebutan “Ekonomi Islam” menimbulkan berbagai kesan yang


beragam. Bagi sebagian kalangan, kata “Islam” memposisikan ekonomi Islam
digambarkan sebagai ekonomi hasil racikan antara aliran kapitalis dan sosialis,
sehingga ciri khas khusus yang dimiliki oleh ekonomi Islam itu sendiri hilang,
padahal yang sesungguhnya ekonomi Islam adalah satu sistem yang
mencerminkan fitrah dan ciri khasnya sekaligus. Dengan fitrahnya, ekonomi
Islam merupakan satu sistem yang dapat mewujudkan keadilan ekonomi bagi
seluruh umat. Sedangkan dengan ciri khasnya, ekonomi Islam dapat menunjukkan
jati dirinya dengan segala kelebihannya pada setiap sistem yang dimilikinya.

Kritik terhadap ketidakberhasilan ekonomi konvensional, dalam hal ini adalah


pemikiran ekonomi mainstream neoklasik yang banyak dipelajari dan telah
menjadi paradigma dalam pembuatan keputusan ekonomi, bukan saja dilontarkan
oleh para ilmuwan konvensional, tetapi juga oleh pakar ekonomi Islam terutama
Umer Chapra, M.A., Mannan, Monzer Kahf, dan lain-lain. Para pakar ekonomi
Islam tidak berhenti pada kritik, tetapi juga berusaha membangun suatu
pendekatan baru, suatu disiplin ilmu baru yang dapat digambarkan sebagai ilmu
ekonomi Islam.

Mazhab ekonomi merupakan konsepsi teoritis berupa kaidah dan prinsip yang
mengarahkan fenomena ekonomi, dan memberikan solusi-solusi atas
problematika kehidupan ekonomi yang sesuai dengan prinsip keadilan sosial.
Meskipun mazhab ekonomi dalam berbagai alirannya berbicara tentang
problematika produksi, konsumsi, dan distribusi, namun masing-masing memiliki
ciri spesifik yang membedakannya dengan yang lain sehingga dapat dikatakan
bahwa tiap “wilayah” memiliki mazhab ekonominya tersendiri.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pandangan ekonomi Islam berdasarkan mazhab Baqir As-Sadr?
2. Bagaimana pandangan ekonomi Islam berdasarkan mazhab Mainstream?
3. Bagaimana pandangan ekonomi Islam berdasarkan mazhab Alternatif-Kritis?

C. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami pandangan ekonomi Islam berdasarkan mazhab Baqir
As-Sadr?
2. Mengetahui dan memahami pandangan ekonomi Islam berdasarkan mazhab
Mainstream?
3. Mengetahui dan memahami pandangan ekonomi Islam berdasarkan mazhab
Alternatif-Kritis?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Mazhab

Secara bahasa, mazhab diartikan sebagai pendapat (view, opinion),


kepercayaan, ideologi (belief, ideology), doktrin, ajaran, paham, dan aliran-aliran
dalam hukum (doctrine, teaching, schools of law). 1 Mazhab (bahasa Arab) berarti
doktrin. Mazhab ekonomi Islam berarti “keseluruhan prinsip ekonomi Islam yang
tsabitah (sakral), sebagai sandaran dan landasan teoritis bagi konsepsi ekonomi
Islam”. Setiap teori ekonomi dikembangkan berdasarkan mazhab dan doktrinnya
sebagai logika penafsiran guna didapatkan kaidah dan hukum dalam menafsirkan
fenomena-fenomena ekonomi.2

Makna lain dari kata “mazhab” dalam tafsiran Barat disebutkan dalam buku
The Concise Encyclopedia of Islam, yang mengartikan istilah mazhab sebagai
sistem berpikir (a system of thought). Dalam A Popular Dictionary of Islam, Ian
Richard Newton mendefinisikan mazhab sebagai kelompok pemikir atau penulis
yang berkecimpung dalam hukum (schools of law).3

Adapun definisi mazhab ekonomi adalah serangkaian pemikiran dari para ahli
tentang ekonomi yang memiliki perbedaan antara satu mazhab dengan yang
lainnya. Untuk mengetahui secara sistematik, berikut ini akan diuraikan fase-fase
pemikiran ekonomi dari masa ke masa secara umum.

Ahmad, Khurshid (1985: 9-11) Deliarnov Anwar (2008) dalam Sejarah


Pemikiran Ekonomi Islam membagi perkembangan pemikiran ekonomi Islam
kontemporer menjadi empat fase berikut.4

1. Fase Pertama

Pada pertengahan tahun 1930-an, banyak muncul analisis masalah ekonomi


sosial dari sudut syariat Islam sebagai wujud kepedulian terhadap dunia Islam,
yang secara umum dikuasai oleh negara-negara Barat. Meskipun analisis ini
banyak berasal dari para ulama yang tidak memiliki pendidikan formal bidang
ekonomi, langkah mereka telah membuka kesadaran baru tentang perlunya
perhatian serius terhadap masalah sosial ekonomi. Berbeda dengan para modernis
dan apologis yang umum berupaya untuk menginterpretasikan ajaran Islam
sedemikian rupa, sehingga sesuai dengan praktik ekonomi modern, para ulama ini
1
Sukarno Wibowo, Ekonomi Mikro Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2013, hlm. 61
2
Misbahul, Munir A. Djalaluddin, Ekonomi Qur’ani, Malang: UIN MALIKI Press, 2014, hlm. 3.
3
Sukarno Wibowo, op.cit hlm. 61
4
Ibid

3
secara berani menegaskan kembali posisi Islam sebagai comprehensive way of
life, dan mendorong perombakan tatanan ekonomi dunia yang ada menuju tatanan
yang lebih Islami. Meskipun masih banyak membahas hal-hal elementer dan
dalam lingnkup yang terbatas, pemikiran tersebut menandai sebuah kebangkitan
pemikiran Islam modern.

2. Fase Kedua

Sekitar tahun 1970-an, banyak ekonom muslim yang berjuang keras


mengembangkan aspek tertentu dari ilmu ekonomi Islam, terutama dari sisi
moneter. Mereka mengetengahkan pembahasan tentang bunga dan riba dan
menawarkan alternatif pengganti bunga. Mereka membahas kerangka kerja suatu
perbankan yang bebas bunga secara komprehensif. Berbagai pertemuan
internasional untuk pembahasan ekonomi Islam diselenggarakan untuk
mempercepat pengembangan dan memperdalam cakupan bahasan ekonomi Islam.
Konferensi Internasional pertama diadakan di Mekkah, Saudi Arabia pada tahun
1976, disusul Konferensi Internasional tentang Islam dan Tata Ekonomi
Internasional Baru di London, Inggris pada tahun 1977, dua seminar Ilmu
Ekonomi Fiskal dan Moneter Islam di Mekkah (1978) dan Islamabad, Pakistan
(1981), Konferensi tentang Perbankan Islam dan Strategi Kerja Sama Ekonomi di
Badan-badan Jerman Barat (1982), serta Konferensi Internasional Kedua tentang
Ekonomi Islam di Islamabad (1983). Pertemuan terakhir ini secara rutin tetap
berlangsung (2001) dengan tuan rumah negara-negara Islam. Sejak itu, banyak
karya tulis yang dihasilkan dalam wujud makalah, jurnal ilmiah, hingga buku.

3. Fase Ketiga

Perkembangan pemikiran ekonomi Islam selama satu setengah dekade terakhir


menandai fase ketiga, yang banyak berisi upaya-upaya praktikal-operasional bagi
realisasi perbankan tanpa bunga, baik sektor publik maupun swasta. Bank tanpa
bungan banyak didirikan, baik di negara muslim maupun negara nonmuslim,
misalnya Eropa dan Amerika. Dengan berbagai kelemahan dan kekurangan atas
konsep bank tanpa bunga yang digagas oleh para ekonom muslim –sehingga terus
disempurnakan- langkah ini menunjukkan kekuatan real dan keniscayaan dari
teori keuangan tanpa bunga.

4. Fase Keempat

Pada fase ini, perkembangan ekonomi Islam menuju pembahasan yang lebih
integral dan komprehensif terhadap teori dan praktik ekonomi Islam. Adanya
berbagai kegoncangan dalam sistem ekonomi konvensional, yaitu kapitalisme dan
sosialisme, menjadi tantangan sekaligus peluang bagi implementasi ekonomi
Islam. Teori dan konsep yang terpenting adalah membangun kerangka ilmu
ekonomi yang menyeluruh dan menyatu, baik dari aspek mikro maupun makro

4
ekonomi. Berbagai metode ilmiah yang baku banyak diaplikasikan. Dari sisi
praktikal, kinerja lembaga ekonomi yang telah ada (misalnya, bank tanpa bunga)
dapat berjalan, baik dengan menunjukkan segala keunggulannya maupun perlunya
upaya yang berkesinambungan untuk mengaplikasikan teori ekonomi Islam. Hal
inilah yang banyak menjadi perhatian dari para ekonom muslim saat ini.

B. Mazhab – mazhab dalam Ekonomi Islam


1. Mazhab Baqir As-Sadr

Mazhab ini dipelopori oleh Baqir As-Sadr dilahirkan di Kadhimiyah, Baghdad


pada 1935. Sebagai keturunan dari sebuah keluarga sarjana dan intelektual Islam
Syi’ah yang termahsyur. Ia memilih menuntut ilmu pengajaan Islam tradisional di
Hauzah atau sekolah tradisional di Iraq, dan di situ ia belajar fiqh, ushul dan
teologi.5 Bukunya yang fenomenal, yaitu Iqtishaduna (ekonomi kita). Menurut
mazhab ini, ilmu ekonomi tidak pernah bisa sejalan dengan Islam. Ekonomi tetap
ekonomi, dan Islam pun tetap Islam. Keduanya tidak akan dapat disatukan karena
berasal dari filosofi yang saling kontradiktif. Yang satu anti-Islam, yang lainnya
Islam.6

Menurut mazhab ini bahwa ekonomi Islam merupakan suatu Istilah yang
kurang tepat sebab ada ketidaksesuaian antara definisi ilmu ekonomi dan ideologi
Islam. Ada kesenjangan secara terminologis antara pengertian ekonomi dalam
perspektif ekonomi konvensional dengan pengertian ekonomi dalam perspektif
syari’ah Islam sehingga perlu dirumuskan ekonomi Islam dalam konteks syariat
Islam. Pandangan ini didasarkan pada pengertian ilmu ekonomi yang menyatakan
bahwa masalah ekonomi timbul karena adanya masalah kelangkaan sumber daya
ekonomi (scarcity) dibandingkan dengan kebutuhan manusia yang sifatnya tidak
terbatas.7 Dalam hal ini mazhab Baqir As-Sadr menolak pengertian tersebut sebab
dalam Islam telah ditegaskan bahwa Allah telah menciptakan makhluk di dunia ini
termasuk manusia dalam kecukupan sumber daya ekonomi sebagaimana
ditegaskan melalui firman-Nya dalam surah Al-Furqan (25) ayat 2:

َ َ‫يك فِي ۡٱل ُم ۡل ِك َو َخل‬


‫ق‬ َ ُ‫ض َولَمۡ يَت َِّخ ۡذ َولَدٗ ا َولَمۡ يَ ُكن لَّهۥ‬
ٞ ‫ش ِر‬ ِ ‫ت َوٱأۡل َ ۡر‬ َّ ‫ٱلَّ ِذي لَهۥُ ُم ۡل ُك ٱل‬
ِ ‫س ٰ َم ٰ َو‬

)٢( ‫ُك َّل ش َۡي ٖء فَقَ َّد َرهۥُ ت َۡق ِد ٗيرا‬

Artinya:

5
Maratus Solikah, Madzhab Bagir As-Sadr (Madzhab Al-Iqtishaduna), Kompasiana Blog,
http://www.kompasiana.com/kah/5a12b558a07a6323c412ae82/madzhab-bagir-al-sadr-
madzhab-al-iqtishaduna?page=all, November 2017, diakses pada tanggal 4 September 2019.
6
Sukarno Wibowo, Ekonomi Mikro Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2013, hlm. 63.
7
Veithzal, Rivai, Islamic Economics Ekonomi Syariah Bukan Opsi, Tetapi Solusi, Jakarta: Bumi
Aksara, 2013, hlm. 385.

5
“Kepunyaan-Nyalah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak,
dan tidak ada sekutu baginya dalam kekuasaan(Nya), dan Dia telah menciptakan
segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya”.8

Perbedaan filosofi tersebut juga berdampak pada perbedaan cara pandang


mereka dalam melihat masalah ekonomi. Menurut mereka, Islam tidak mengenal
adanya sumber daya yang terbatas. Dalil yang dipakai dalam Al-Qur’an yaitu:

)٤٩( ‫إِنَّا ُك َّل ش َۡي ٍء َخلَ ۡق ٰنَهُ بِقَد َٖر‬

Artinya:

“Sungguh, Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.”9

Dengan demikian, karena segala sesuatunya sudah terukur dengan sempurna,


sebenarnya Allah telah memberikan sumber daya yang cukup bagi seluruh
manusia di dunia. Mazhab ini berpendapat bahwa masalah ekonomi muncul
karena adanya distribusi yang tidak merata dan adil, sebagai akibat sistem
ekonomi yang membolehkan eksploitasi pihak yang kuat terhadap pihak yang
lemah. Pihak yang kuat memiliki akses terhadap sumber daya sehingga menjadi
sangat kaya, sehingga pihak yang lemah tidak memiliki akses terhadap sumber
daya sehingga menjadi sangat miskin. Bagaimana anugrah yang dianugrahkan
Allah kepada seluruh makhluk termasuk manusia bisa didistribusikan secara
merata dan proporsional. Potensi sumber daya ekonomi yang diciptakan oleh
Allah di alam semesta ini begitu melimpah., baik yang ada di darat maupun di
laut. Jika dikelola dengan baik dan bijaksana niscaya semua individu di dunia
dapat hidup secara layak dan manusiawi. Namun, fakta membuktikan bahwa tidak
semua manusia dapat menikmati anugrah Allah tersebut sehingga masih banyak
dari mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan, sementara sebagian kecil
lainnya bergelimang dalam kemewahan. Oleh karena itu, masalah ekonomi
muncul bukan karena sumber daya yang terbatas, melainkan keserakahan manusia
yang tidak terbatas.

Dalam perspektif ekonomi Islam, perilku ekonomi harus didasarkan pada


kebutuhan yang disandarkan pada nilai-nilai syariah Islam. Sebagai seorang
muslim tidak diperbolehkan untuk selalu mengikuti setiap keinginan hawa nafsu,
karena bisa jadi keinginan tersebut justru akan menimbulkan bencana bagi
kehidupan diri dan lingkungan sekitar. Demikian juga dalam aktivitas ekonomi,
bahwa setiap tindakan yang dilakukan oleh seorang muslim harus disandarkan
pada syariah Islam, baik dalam aktivitas konsumsi, produksi, maupun distribusi.

8
Q.S. Al-Furqan [25] : 2.
9
Q.S. Al-Qomar [54]: 49.

6
Moral ekonomi Islam yang didasarkan pada pengendalian hawa nafsu akan
menjamin keberlangsungan kehidupan dan sumber daya ekonomi di dunia ini.10

Oleh karena itu menurut istilah ekonomi Islam adalah istilah yang bukan
hanya tidak sesuai dan salah, melainkan juga menyesatkan dan kontradiktif.
Karena itu penggunaan ekonomi Islam haruslah dihentikan. Sebagai gantinya,
ditawarkan istilah baru yang berasal dari filosofi Islam, yaitu iqtishad.11

Menurut mereka, Iqtishad bukan hanya sekedar terjemahan dari ekonomi.


Iqtishad berasasl dari kata bahasa Arab qashad, yang secara harfiah berarti
“ekuilibrium” atau keadaan sama, seimbang, atau pertengahan”. Sejalan dengan
itu, mereka menolak semua teori yang dikembangkan oleh ilmu ekonomi
konvensional. Sebagai gantinya mazhab ini menyusun teori-teori baru dalam
ekonomi yang langsung digali dan dideduksi dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Selain Muhammad Baqir As-Sadr, tokoh-tokoh mazhab ini adalah Abbas


Mirakhor, Baqir Al-Hasani, Kadim As-Sadr, Iraj Toutounchian, dan Hedayati.

2. Mazhab Mainstream IDB

Pemikiran ekonomi Islam dari mazhab mainstream inilah yang paling banyak
memberikan warna dalam wacana ilmu ekonomi Islam sekarang. Beberapa tokoh
mazhab mainstream adalah M. Umer Chapra, M.A. Mannan, M. Nejatullah
Siddiqi, dan lain sebagainya. Mereka mayoritas bekerja di Islamic Development
Bank (IDB) yang memiliki dukungan dana dan akses ke berbagai negara sehingga
penyebaran pemikirannya dapat dilakukan dengan cepat dan mudah.

Mazhab mainstream ini berbeda pendapat dengan mazhab Baqir Sadr, karena
mazhab kedua ini setuju bahwa masalah ekonomi muncul karena sumber daya
yang terbatas, yang dihadapkan pada keinginan manusia yang tidak terbatas.
Misalnya, total permintaan dan penawaran beras di seluruh dunia berada pada
titik ekuilibrium. Namun jika kita berbicara pada waktu dan tempat tertentu, maka
sangat mungkin terjadi kelangkaan sumber daya. Bahkan ini yang sering kali
terjadi. Suplai beras di Ethiopia dan Bangladesh misalnya lebih langka
dibandingkan dengan Thailand. Jadi, keterbasan sumber daya memang ada bahkan
diakui pula oleh Islam, dalilnya adalah:

ٖ ‫وع َونَ ۡق‬


ِ ُ‫ص ِّمنَ ٱأۡل َمۡ ٰ َو ِل َوٱأۡل َنف‬
ِ ۗ ‫س َوٱلثَّ َم ٰ َر‬
‫ت‬ ۡ ِ ‫َولَنَ ۡبلُ َونَّ ُكم بِش َۡي ٖء ِّمنَ ۡٱل َخ ۡو‬
ِ ‫ف َوٱل ُج‬
َّ ٰ ‫ش ِر ٱل‬
)١٥٥( َ‫صبِ ِرين‬ ِّ َ‫َوب‬

Artinya:
10
Veithzal Rivai dan Andi Buchari, Islamic Economics Ekonomi Syariah Bukan Opsi, Tetapi Solusi,
Jakarta: Bumi Aksara, 2013, hlm. 389.
11
Ika, Yunia Fauzia, Prinsip Dasar Ekonomi Islam Perspektif Maqashid al-Syari’ah, Jakarta:
Prenadamedia Group, 2014, hlm. 37.

7
“Dan sungguh akan Kami uji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Berikanlah berita gembira bagi orang-
orang yang sabar”.12

Adapun keinginan manusia yang tidak terbatas dianggap sebagai hal yang
alamiah. Dalilnya adalah:

َ ‫) كَاَّل‬٢( ‫) َحت َّٰى ز ُۡرتُ ُم ۡٱل َمقَابِ َر‬١( ‫أَ ۡل َه ٰى ُك ُم ٱلتَّ َكاثُ ُر‬
)٣( َ‫س ۡوفَ ت َۡعلَ ُمون‬

)٥( ‫) كَاَّل لَ ۡو ت َۡعلَ ُمونَ ِع ۡل َم ۡٱليَقِي ِن‬٤( َ‫س ۡوفَ ت َۡعلَ ُمون‬
َ ‫ثُ َّم كَاَّل‬

Artinya:

“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. Sampai kamu masuk ke dalam


kubur. Sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatan itu).
Kemudian sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui. Sekali-kali tidak!
Sekiranya kamu mengetahui dengan pasti.”13

Dengan demikian pandangan mazhab ini tentang masalah ekonomi hampir


tidak berbeda dengan pandangan ekonomi konvensional. Kelangkaan sumber
dayalah yang menjadi penyebab munculnya masalah ekonomi. Bila demikian,
dimanakah letak perbedaan mazhab mainstream dengan ekonomi konvensional?

Perbedaannya terletak dalam cara penyelesaian masalah tersebut. Menurut


mazhab mainstream bahwa penyelesaian masalah ekonomi tersebut harus merujuk
pada Al-Quran dan Sunnah. Sedangkan dalam pandangan kapitalisme klasik
melalui bekerjanya mekanisme pasar dan sosialisme klasik melalui sistem
perencanaan yang sentralis.14 Dilema sumber daya yang terbatas versus keinginan
yang tidak terbatas memaksa manusia melakukan pilihan atas keinginannya.
Kemudian manusia membuat skala prioritas pemenuhan keinginan, dari yang
paling penting sampai yang tidak penting. Dalam ekonomi konvensional, pilihan
dan penentuan skala prioritas dilakukan berdasarkan selera pribadi masing-
masing. Manusia boleh mempertimbangkan tuntunan agama, boleh juga
mengabaikannya. Dalam bahasa pilihan Al-Qur’an, pilihan dilakukan dengan
“mempertuhankan hawa nafsunya”. Akan tetapi dalm ekonomi Islam, keputusan
pilihan ini tidak dapat dilakukan semaunya saja. Perilaku manusia dalam setiap
aspek kehidupannya –termasuk ekonomi- selalu dipandu oleh Allah lewat Al-
Qur’an dan Sunnah.

12
Q.S. Al-Baqarah [2]: 155. Dalam sebuah Hadis juga dijelaskan bahwa manusia juga tidak akan
pernah merasa kepuasan. Bila diberikan emas satu lembah, ia akan meminta dua lembah. Bila
diberikan dua lembah, ia akan minta tiga lembah, dan seterusnya sampai ia masuk kubur.
13
Q.S. At-Takasur [102]: 1-5.
14
Prof. Dr. H. Veithzal Rivai, M. B. A, Islamic Economics Ekonomi Syariah Bukan Opsi, Tetapi
Solusi, Jakarta: Bumi Aksara, 2013. hlm, 390.

8
Tokoh mazhab ini adalah para doktor ekonomi yang belajar (dan ada juga
yang mengajar) di beberapa universitas di Barat. Maka kontribusi yang signifikan
dari para tokoh mazhab mainstream adalah mampu menjelaskan fenomena
ekonomi dalam bentuk model-model ekonomi yang canggih dengan pendekatan
ekonometri. Mereka sukses menjelaskan ekonomi Islam dengan wajah ‘ilmu
ekonomi’ sehingga mudah dipelajari dan enak dicerna bagi mereka yang
mempunyai latar belakang pendidikan ekonomi. Oleh karena itu, mazhab ini tidak
pernah membuanng sekaligus teori komunikasi konvensional ke keranjang
sampah. Umer Chapra misalnya, berpendapat bahwa usah mengembangkan
ekonomi Islami bukan berarti memusnahkan semua hasil analisis yang baik dan
sangat berharga; yang telah dicapai oleh ekonomi konvensional selama lebih dari
seratus tahun terakhir.

Mengambil hal-hal yang baik dan bermanfaat yang dihasilkan dari bangsa
dan budaya non-Islam sama sekali tidaklah diharamkan. Nabi bersabda bahwa
hikmah/ilmu itu bagi umat Islam ibarat barang yang hilang. Di mana saja
ditemukan, maka umat Muslimlah yang paling berhak mengambilnya. Catatan
sejarah umat Muslim memperkuat hal ini. Para ulama dan ilmuwan muslim
banyak meminjam ilmu dari peradaban lain, seperti Yunani, Persia, India dan
China; yang bermanfaat diambil dan yang tidak bermanfaat dibuang, sehingga
transformasi Ilmu dengan diterangi cahaya Islam.15

3. Mazhab Alternatif Kritis

Pelopor mazhab ini antara lain Timur Kuran (Ketua Jurusan Ekonomi di
University of Southern California), Jomo (Yale, Cambridge, Harvard, Malaya),
dan Muhammad Arif. Mazhab ini mengkritik kedua mazhab sebelumnya. Mazhab
Baqir dikritik sebagai mazhab yang berusaha untuk menemukan sesuatu yang
baru yang sebenarnya sudah ditemukan oleh orang lain. Menghancurkan teori
lama, kemudian menggantinya dengan teori baru. Sementara ini mazhab
mainstream dikritiknya sebagai jiplakan dari ekonomi neoklasik dengan
menghilangkan variabel riba dan memasukkan variabel zakat serta niat.

Mazhab ini merupakan suatu mazhab yang kritis. Mereka berpendapat bahwa
analitis kritis bukan saja harus dilakukan terhadap sosialisme dan kapitalisme,
tetapi terhadap ekonomi Islam itu sendiri. Mereka yakin bahwa Islam pasti benar,
tetapi ekonomi Islam belum tentu benar, karena ekonomi Islami merupakan hasil
tafsiran manusia atas Al-Qur’an dan Sunnah sehingga nilai kebenarannya tidak
mutlak. Proposisi dan teori yang diajukan oleh ekonomi islami harus selalu diuji
kebenarannya sebagaimana yang dilakukan terhadap ekonomi konvensional.

15
Ika, Yunia Fauzia, Prinsip Dasar Ekonomi Islam Perspektif Maqashid Al Syari’ah, Jakarta:
Prenadamedia Group, 2014. hlm, 39-40.

9
10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Mazhab dalam bahasa Arab berarti doktrin. Mazhab ekonomi Islam berarti
“keseluruhan prinsip ekonomi Islam yang tsabitah (sakral), sebagai sandaran
dan landasan teoritis bagi konsepsi ekonomi Islam”. Setiap teori ekonomi
dikembangkan berdasarkan mazhab dan doktrinnya sebagai logika penafsiran
guna didapatkan kaidah dan hukum dalam menafsirkan fenomena-fenomena
ekonomi. Definisi mazhab ekonomi adalah serangkaian pemikiran dari para ahli
tentang ekonomi yang memiliki perbedaan antara satu mazhab dengan yang
lainnya. Untuk mengetahui secara sistematik, berikut ini akan diuraikan fase-fase
pemikiran ekonomi dari masa ke masa secara umum.

Dalam ekonomi Islam terdapat tiga macam mazhab yang berkembang yakni
mazhab Baqir As-Sadr, mazhab mainstream dan mazhab alternatif-kritis. Mazhab
Baqir As-Sadr dipelopori oleh Muhammad Baqir As-Sadr dalam bukunya yang
fenomenal yaitu Iqtishaduna. Menurut pendapatnya bahwa ilmu ekonomi dan
ideologi Islam tidak dapat disatukan karena memiliki filosofi yang saling
kontradiktif. Perbedaan filosofi menyebabkan perbedaan pada cara pandang
mereka dalam melihat masalah ekonomi. Sebagaimana dalam ilmu ekonomi
bahwa masalah ekonomi muncul karena sumber daya yang terbatas dibandingkan
dengan keinginan manusia yang tidak terbatas. Mazhab Baqir As-Sadr menolak
pengertian tersebut karena menurut mazhab ini bahwa sumber daya itu tidak
terbatas didasarkan pada dalil Al-Qur’an Surah Al-Furqan ayat 2 dan Surah Al-
Qomar ayat 49. Munculnya masalah ekonomi menurut mazhab ini adalah karena
distribusi yang tidak merata dan adil. Mazhab ini menolak semua teori ilmu
ekonomi kovensional dan menggantinya dengan teori-teori baru yang langsung
digali dan dideduksi berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah.

Mazhab mainstream dipelopori oleh M. Umer Chapra, M.A. Mannan, M.


Nejatullah Siddiqi, dan lain sebagainya. Dimana mazhab ini berbeda pendapat
dnegan mazhab Baqir As-Sadr. Mazhab mainstream malah setuju bahwa masalah
ekonomi muncul karena adanya sumber daya yang terbatas sedangkan keinginan
manusia yang tidak terbatas. Dalil yang dipakai adalah Al-Qur’an Surah Al-
Baqarah ayat 155 dan Surah At-Takkasur ayat 1 sampai 5. Perbedaannya dengan
ekonomi konvensional adalah pada penyelesaian masalahnya. Pada mazhab ini
cara penyelesaian masalah ekonomi harus didasarkan pada Al-Qur’an dan As-

11
Sunnah. Ajaran-ajaran dalam ilmu konvensional tidak dibuang begitu saja
melainkan diambil yang bermanfaat dan sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Mazhab yang terakhir yaitu mazhab Alternatif-Kritis yang dipelopori oleh


Timur Kuran, Jomo dan Muhammad Arif. Sesuai namanya mazhab ini mengkritik
mazhab sebelumnya. Mereka berpendapat bahwa analitis kritis bukan saja harus
dilakukan terhadap sosialisme dan kapitalisme, tetapi terhadap ekonomi Islam itu
sendiri. Mereka yakin bahwa Islam pasti benar, tetapi ekonomi Islam belum tentu
benar, karena ekonomi Islami merupakan hasil tafsiran manusia atas Al-Qur’an
dan Sunnah sehingga nilai kebenarannya tidak mutlak.

B. Saran

Saran kami untuk ekonomi Islam kedepannya yaitu ekonomi yang


berkembang harus lebih didasarkan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah sehingga
ekonomi tersebut dapat sejalan dengan ideologi Islam sendiri dan memberikan
manfaat yang signifikan terhadap kehidupan manusia di dunia ini.

Kritik dan saran dari pembaca juga sangat kami harapkan agar menjadikan
makalah ini lebih baik dan layak untuk dijadikan referensi studi tentang mazhab
ekonomi Islam.

12
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Euis. 2009. Keadilan Distributif Dalam Ekonomi Islam. Jakarta: Rajawali
Pers.

Fauzia, Ika Yunia dan Abdul Kadir Riyadi. 2014. Prinsip Dasar Ekonomi Islam
Perspektif Maqashid al-Syari’ah. Jakarta: Prenadamedia Group.

Manan, Abdul. 2014. Hukum Ekonomi Syariah: Dalam Perspektif Peradilan


Agama. Jakarta: Prenadamedia Group.

Munir, Mishabul dan A. Djalaluddin. 2014. Ekonomi Qur’ani Doktrin Reformasi


Ekonomi dalam al-Qur’an. Malang: UIN MALIKI Press.

Rivai, Veithzal dan Andi Buchari. 2013. Islamic Economics Ekonomi Syariah
Bukan Opsi, Tetapi Solusi. Jakarta: Bumi Aksara.

Solikah, Maratus. 2017. Madzhab Bagir As-Sadr (Madzhab Al-Iqtishaduna).


http://www.kompasiana.com/kah/5a12b558a07a6323c412ae82/madzhab-bagir-al-
sadr-madzhab-al-iqtishaduna?page=all.

Wibowo, Sukarno dan Dedi Supriadi. 2013. Ekonomi Mikro Islam. Bandung:
Pustaka Setia.

13

Anda mungkin juga menyukai