Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Statistik 4

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 32

1

UKURAN DISPERSI

Pengertian Dispersi
Ukuran variasi atau dispersi atau ukuran penyimpangan adalah ukuran yang
menyatakan seberapa jauh penyimpangan nilai-nilai data dari nilai-nilai sentralnya atau
ukuran yang menyatakan seberapa banyak nilai-nilai data yang berbeda dengan nilai-nilai
sentralnya.

4.1 Jenis-jenis Ukuran Dispersi


4.2.1 Nilai Jarak
Nilai jarak adalah selisih nilai terbesar data dengan nilai terkecil data.

a. Nilai Jarak Data Tunggal


Bila ada sekumpulan data tunggal X 1 , X 2 , X 3 ,...., X n , maka nilai jaraknya adalah:

Contoh: Tentukan nilai jarak dari data: 2, 4, 6, 9, 10,12, 14


X 7 = 14 dan X1 = 2

Nilai jarak = 14 – 2 = 12

b. Nilai Jarak Data Kelompok


Bila data telah dikelompokkan, nilai jaraknya dapat ditentukan dengan dua cara, yaitu
menggunakan titik atau nilai tengah dan menggunakan tepi kelas.
Contoh:
Tentukan nilai jaraknya (NJ).
Jawab:

Nilai Ujian fi
31 – 40 1
41 – 50 2
51 – 60 5
61 – 70 15
71 – 80 25
81 – 90 20
91 – 100 12
Jumlah 80
2

Titik tengah kelas terendah = 35,5


Titik tengah kelas tertinggi = 95,5
Tepi bawah kelas terendah = 30,5
Tepi bawah kelas tertinggi = 90,5
1. Cara pertama NJ = 95,5 – 35,5 = 60
2. Cara kedua NJ = 90,5 – 30,5 = 60

Nilai Jarak Antarkuartil dan Nilai Jarak Semi Interkuartil


Nilai jarak antarkuartil adalah selisih antara nilai kuartil ketiga (K 3) dan kuartil
pertama ( K1 ).

NJK = K 3 – K1

Niai jarak semi interkuartil atau simpangan kuartil adalah setengah dari selisih
kuartil ketiga ( K 3 ) dengan kuartil pertama ( K1 ).

NJSK = ½ ( K 3 – K1 )

Formula di atas berlaku untuk data tunggal dan data kelompok.

Contoh:
1. Tentukan nilai jarak antar kuartil dan nilai jarak semi interkuartil dari data berikut:
3, 5, 7, 9, 11, 13, 15
Jawab:
K1 = 5 K3 = 13
NJK = 13 – 5 = 8
NJSK = ½ (13 – 5 ) = 4

2. Nilai jarak antar kuartil dan nilai jarak semi interkuartil dari Tabel 2.1

Nilai Ujian fi
31 – 40 1
41 – 50 2
51 – 60 5
61 – 70 15
71 – 80 25
81 – 90 20
91 – 100 12
Jumlah 80
Jawab:
3

n 
 4  ( f i ) 0 
K1 = L0  c  
 fq 
 

 20  8 
 60,5  10 
 15 
= 68,5

 3n 
 4  ( f i ) 0 
K3 = L0  c  
 fq 
 

 60  48 
 80,5  10 
 20 
= 86,5

NJK = 86,5 – 68,5 = 18


NJSK = ½ (86,5 – 68,5) = 9

Rata-rata Simpangan
a. Rata-rata Simpangan Data Tunggal
Untuk data tunggal, rata-rata simpangannya dapat dihitung dengan menggunakan
formula:

RS =
1
∑ X  X = X X
n n

Contoh:
Tentukan rerata simpangan dari data: 3, 5, 8, 11, 13
3  5  8  11  13
Jawab: X = 8
5
∑ X  X = 38 + 5  8  8  8  11  8  13  8 = 16
16
RS =  3,2
5
b. Rata-rata Simpangan Data Kelompok
Bila data berkelompok, rata-rata simpangannya dapat dihitung dengan formula:

RS =
1
f X  X = f X X
n n

Contoh 4-5:
4

Dari Tabel contoh diperoleh X = 76,62, hitung rata-rata simpangannya:


Jawab:

X  X f X  X
Nilai Ujian f X
31 – 40 1 35,5 41,12 41,12
41 – 50 2 45,5 31,12 62,24
51 – 60 5 55,5 21,12 105,60
61 – 70 15 65,5 11,12 166,80
71 – 80 25 75,5 1,12 28
81 – 90 20 85,5 8,88 177,60
91 – 100 12 95,5 18,88 226,56
Jumlah 80 - - 807,92

RS = f X X
n
807,92
= = 10,09
80

Simpangan Baku
Untuk sampel simpangan baku diberi simbol dengan s, sedangkan untuk populasi
diberi simbol dengan σ.
Cara mencari simpangan baku, dibedakan antara data tunggal dan data kelompok.

a. Simpangan Baku Data Tunggal


Untuk sejumlah data tunggal X 1 , X 2 , X 3 ,...., X n , simpangan bakunya dapat
ditentukan dengan dua metode, yaitu metode biasa dan metode angka kasar.
1. Metode biasa:
a. Untuk sampel besar (n > 30):

s = (X  X )
2

b. Untuk sampel kecil (n ≤ 30):

s = (X  X )
2

n 1

2. Metode angka kasar:


a. Untuk sampel besar (n > 30):
5

s = X
2
2
X
  
n  n 

b. Untuk sampel kecil (n ≤ 30):

X
2
s = ( X )2

n 1 n( n  1)

Contoh:
Tentukan simpangan baku dari nilai ujian mahasiswa berikut ini:

30 35 42 50 58 66 74 82 90 98

Jawab:
X = 62,5

X X X ( X  X )2 X2
30 –32,5 1.056,25 900
35 –27,5 756,25 1.225
42 –20,5 420,25 1.764
50 –12,5 156,25 2.500
58 –4,5 20,25 3.363
66 3,5 12,25 4.356
74 11,5 132,25 5.476
82 19,5 380,25 6.724
90 27,5 756,25 8.100
98 35,5 1.260,25 9.604
625 4.950,50 44.013

a. Dengan metode biasa:

s = (X  X )
2

n 1

4.950,50
= = 23,45
10  1

b. Dengan metode angka kasar:

X
2
( X )2
s= 
n 1 n( n  1)

44.013 (62,5) 2
= 
10  1 10(10  1)

= 4.890,33  4.340,28
6

= 23,45

b. Simpangan Baku Data Kelompok


Untuk data kelompok, simpangan bakunya dapat dihitung dengan metode biasa dan
metode angka kasar:
1. Metode biasa
a. Untuk sampel besar (n > 30):

s =  f (X  X )
2

b. Untuk sampel kecil (n ≤ 30):

s =  f (X  X )
2

n 1

2. Metode angka kasar


a. Untuk sampel besar (n > 30):

 fX   fX
2
2

s =   

n  n 

b. Untuk sampel kecil (n ≤ 30):

s =  fX ( fX ) 2
2


n 1 n( n  1)

Contoh:
Dari Tabel diperoleh X = 76,62, hitung simpangan bakunya:
Jawab:

Nilai Ujian f X (X  X ) ( X  X )2 f ( X  X )2
31 – 40 1 35,5 41,12 1.690,85 1.690,85
41 – 50 2 45,5 31,12 968,45 1.936,90
51 – 60 5 55,5 21,12 446,05 2.230,25
61 – 70 15 65,5 11,12 123,65 1.854,75
71 – 80 25 75,5 1,12 1,25 31,25
81 – 90 20 85,5 8,88 78,85 1.577,00
7

91 – 100 12 95,5 18,88 356,45 4.277,40


Jumlah 80 3.665,55 13.598,40

1. Dengan metode biasa

s =  f (X  X )
2

13.598,40
=
80

= 13,04

2. Dengan metode angka kasar

Nilai f X X2 fX fX 2
31 – 40 1 35,5 1.260,25 35,5 1.260,25
41 – 50 2 45,5 2.070,25 91,0 4.140,50
51 – 60 5 55,5 3.080,25 277,5 15.401,25
61 – 70 15 65,5 4.290,25 982,5 64.353,75
71 – 80 25 75,5 5.700,25 1.887,5 142.506,25
81 – 90 20 85,5 7.310,25 1.710,0 146.205,00
91 – 100 12 95,5 9.120,25 1.146,0 109.443,00
Jumlah 80 6.130,0 483.310,00

s =  fX   fX
2
2

  

n  n 
2
483.310  6.130 
=  
80  80 

= 6.041,375  5.871,391

= 13,04

c. Simpangan Baku Gabungan


Untuk menghitung simpangan baku gabungan, formulanya adalah:

(n  1) s1  (n  1) s2  ...  (n  1) si
s gab =
(n1  n2  ...  nk )  k
atau:

s gab =
 (n  1) s
n  k
8

Contoh:
Jika diketahui:
n1 = 140 dan s1 = 5,86
n2 = 30 dan s2 = 2,92

Ditanya s gab :

Jawab:

(n  1) s1  (n  1) s2
s gab =
(n1  n2 )  k

(140  1)5,86  (30  1)2,92


=
(140  30)  2

= 5,35

Varians
Varians adalah nilai tengah kuadrat simpangan dari nilai tengah atau rata-rata
simpangan kuadrat. Untuk sampel, variansnya disimbolkan dengan s 2 , sedangkan untuk
populasi disimbolkan dengan  2 .

a. Varians Data Tunggal


Untuk sejumlah data tunggal X 1 , X 2 , X 3 ,...., X n , variansnya dapat ditentukan
dengan dua metode, yaitu metode biasa dan metode angka kasar.
1. Metode biasa:
a. Untuk sampel besar (n > 30):

s2 =  (X  X ) 2

b. Untuk sampel kecil (n ≤ 30):

s2 =  (X  X ) 2

n 1
2. Metode angka kasar
a. Untuk sampel besar (n > 30):
9

X X
2
2

s =
2
  

n  n 

b. Untuk sampel kecil (n ≤ 30):

X ( X )
2 2

s2 = 
n 1 n(n  1)

Contoh 4.9:
Tentukan varians dari nilai ujian mahasiswa berikut ini:

30 35 42 50 58 66 74 82 90 98

Jawab:
X = 62,5

X X – X ( X – X )2 X2
30 –32,5 1.056,25 900
35 –27,5 756,25 1.225
42 –20,5 420,25 1.764
50 –12,5 156,25 2.500
58 –4,5 20,25 3.363
66 3,5 12,25 4.356
74 11,5 132,25 5.476
82 19,5 380,25 6.724
90 27,5 756,25 8.100
98 35,5 1.260,25 9.604
625 4.950,50 44.013

a. Dengan metode biasa:

s2 =  (X  X ) 2

n 1

4.950,50
=
10  1

= 549,90

b. Dengan metode angka kasar:

X ( X )
2 2

s =
2

n 1 n(n  1)

44.013 (625) 2
= 
10  1 10(10  1)

= 549,90
10

b. Varians Data Kelompok


Untuk data kelompok, variansnya dapat dihitung dengan metode biasa dan metode
angka kasar:

1. Metode biasa
a. Untuk sampel besar (n > 30):

s2 =  f (X  X ) 2

b. Untuk sampel kecil (n ≤ 30):

s2 =  f (X  X ) 2

n 1

2. Metode angka kasar


a. Untuk sampel besar (n > 30):

 fX   fX
2
2

s = 2
  

n  n 

b. Untuk sampel kecil (n ≤ 30):

s2 =
 fX 2


( fX ) 2
n 1 n( n  1)
Contoh:
Dari Tabel diperoleh X = 76,62, hitung variansnya:
Jawab:

Nilai Ujian f X (X  X ) (X  X )
2
f ( X  X )2
31 – 40 1 35,5 –41,12 1.690,85 1.690,85
41 – 50 2 45,5 –31,12 968,45 1.936,90
51 – 60 5 55,5 –21,12 446,05 2.230,25
61 – 70 15 65,5 –11,12 123,65 1.854,75
71 – 80 25 75,5 –1,12 1,25 31,25
81 – 90 20 85,5 8,88 78,85 1.577,00
91 – 100 12 95,5 18,88 356,45 4.277,40
Jumlah 80 3.665,55 13.598,40

1. Dengan metode biasa:


11

s2 =  f (X  X ) 2

13.598,40
=
80

= 169,98

2. Dengan metode angka kasar:

Nilai f X X2 fX fX 2
31 – 40 1 35,5 1.260,25 35,5 1.260,25
41 – 50 2 45,5 2.070,25 91,0 4.140,50
51 – 60 5 55,5 3.080,25 277,5 15.401,25
61 – 70 15 65,5 4.290,25 982,5 64.353,75
71 – 80 25 75,5 5.700,25 1.887,5 142.506,25
81 – 90 20 85,5 7.310,25 1.710,0 146.205,00
91 – 100 12 95,5 9.120,25 1.146,0 109.443,00
Jumlah 80 6.130,0 483.310,00

s =
2  fX 2


( fX ) 2
n 1 n( n  1)

483.310 (6.130) 2
= 
80  1 80(80  1)

= 169,98

Koefisien Variasi

Koefisien Variasi
Ukuran-ukuran dispersi atau variasi yang telah diulas di atas merupakan dispersi
absolut. Ukuran dispersi absolut hanya dapat digunakan untuk melihat penyimpangan-
penyimpangan nilai yang terdapat pada suatu kumpulan data, bukan untuk beberapa
kumpulan data.
Guna membandingkan dispersi atau variasi dari beberapa kumpulan data
digunakan istilah dispersi relatif, yaitu perbandingan antara dispersi absolut dengan
reratanya. Dispersi relatif formulanya adalah:

Dispersi absolut
12

Dispersi relatif =
Rata-rata
Ada empat macam dispersi relatif:

1. Koefisien Variasi
Apabila dispersi absolut digantikan dengan simpangan bakunya, maka dispersi
relatifnya disebut koefisien variasi, dengan formula:

KV = x 100%, untuk populasi

s
KV = x 100%, untuk sampel
X
Jika ada dua kelompok data dengan KV1 dan KV2 , di mana KV1 > KV2 ,
maka kelompok pertama lebih bervariasi atau lebih heterogen daripada kelompok kedua.

Contoh 4-11:
Harga 5 motor bekas masing-masing Rp 6.000.000, Rp 6.500.000, Rp 7.000.000,
Rp 6.750.000, serta Rp 6.250.000 dan harga beras masing-masing Rp 7.500, Rp 9.000, Rp
10.000, Rp 9.500, dan Rp 11.000. Hitunglah simpangan baku harga motor dan harga
beras. Mana yang lebih bervariasi, harga motor atau harga beras.
Jawab:
6.000.000  6.500.000  ...  6.250.000
X harga motor =
5
= 6.500.000

s = (X  X )
2

n 1

X (X  X ) ( X  X )2
6.000.000 –500.000 250.000.000
6.500.000 0 0
7.000.000 500.000 250.000.000
6.750.000 250.000 62.500.000
6.250.000 –250.000 62.500.000
Jumlah 625.000.000

625.000.000
s =
5 1

= 12.500
13

7.500  9.000  ...  11 .000


X beras =
5
= 9.400

s = (X  X )
2

n 1

X (X  X ) ( X  X )2
7.500 –1.900 3.610.000
9.000 –400 0
10.000 600 160.000
9.500 100 10.000
11.000 1.600 2.560.000
Jumlah 6.340.000

6.340.000
s =
5 1

= 1.259
s
KV motor = x 100%
X
12.500
= x 100%
6.500.000
= 0,19%
s
KV beras = x 100%
X
1.259
= x 100%
9.400
= 13,39%

Karena KV beras > KV motor, ini berarti harga beras lebih bervariasi
(heterogen) dibanding harga motor bekas.

2. Variasi Nilai Jarak


Variasi nilai jarak adalah dispersi relatif yang dispersi absolutnya digantikan
dengan nilai jarak. Variasi nilai jarak formulanya adalah:
NJ
VNJ = x 100%
X

3. Variasi Simpangan Rerata


14

Variasi simpangan rerata adalah dispersi relatif yang dispersi absolutnya


digantikan dengan simpangan rerata. Variasi simpangan rerata formulanya adalah:
SR
VSR = x 100%
X

4. Variasi Kuartil
Variasi kuartil adalah dispersi relatif yang dispersi absolutnya digantikan dengan
kuartil. Variasi kuartil formulanya adalah:
Kd
VK = x 100%
Me
K 3  K1
VK = x 100%
K 3  K1

Contoh 4-12:
Dua perusahaan, yaitu PT YORANIA dan PT HERMICO memiliki 60 orang
karyawan tetap. Untuk keperluan penelitian mengenai variasi gaji karyawan diambil
sampel sebanyak 6 orang setiap perusahaan dengan besaran gaji masing-masing: 2,8 juta,
2,5 juta, 2 juta, 3,1 juta, 3,4 juta, dan 3,2 juta untuk PT YORANIA serta 2,5 juta, 3,8 juta,
3,6 juta, 2,5 juta, 3,1 juta dan 4,1 juta untuk PT HERMICO.
a. Tentukan dispersi relatif perusahaan tersebut (gunakan keempat macam dispersi
relatif).
b. Perusahaan mana yang memiliki variasi gaji yang lebih baik.

Jawab:
a. Perhitungan dispersi relatif:

a.1 Koefisien Variasi

XA 
X A
=
17
 2,83
n 6

X A  17

X 2
A  289

2
289  17 
sA   
6 1  6 1

= 6,80

XB 
X B
=
19,6
 3,26
n 6
15

X B  19,6

X 2
B  384,16

2
384,16  19,6 
sB   
6 1  6 1

= 7,83

sA
KV A = x 100%
XA
6,80
 x 100%
2,83

= 240,28%

sB
KVB = x 100%
XB
7,83
 x 100%
3,26

= 240,18%

a.2 Variasi Nilai Jarak


NJ A = 3,4 – 2 = 1,4
NJ B = 4,1 – 2,5 = 1,6

NJ A
VNJ A  x 100%
XA
1,4
= 2,83 x 100%

= 49,47%

NJ B
VNJ B  x 100%
XB
1,6
= 3,26 x 100%

= 49,08%
a.3 Variasi Simpangan Rerata

SR A = X A X A

n
16

2,40
=
6
= 0,40

SRB = X B XB
n
3,40
=
6
= 0,57

SR A
VSRA = x 100%
XA
0,40
= 2,83 x 100%

= 14,13%
SRB
VSRB = x 100%
XB
0,57
= 3,26 x 100%

= 17,48%

4. Variasi Kuartil
Urutan data:
Data A : 2; 2,5; 2,8; 3,1; 3,2; 3,4
Data B : 2,5; 2,5; 3,1; 3,6; 3,8; 4,1

K1 A = 2,5; K 3 A = 3,4; MeA = 2,95

K1B = 2,5; K 3 B = 4,1; MeB = 3,35

K dA = ½ (K3 – K1)

= ½ (3,4 – 2,5)
= 0,45

K dB = ½ (K3 – K1)

= ½ (4,1 – 2,5)
= 0,80
17

K dA
VK A = x 100%
Me A
0,45
= 2,95 x 100%

= 15,25%

K dB
VK B = x 100%
MeB
0,80
= 3,35 x 100%

= 23,88%

K 3 A  K1 A
VK A = x 100%
K 3 A  K1 A
3,4  2,5
= 3,4  2,5 x 100%

= 15,25%

K 3 B  K1B
VK B = x 100%
K 3 B  K1B
4,1  2,5
= 4,1  2,5 x 100%

= 24,24%

Kesimpulan:
a. Dari perhitungan dispersi relatif di atas, dapat dikatakan bahwa dispersi relatif
kedua perusahaan adalah sama.
b. Variasi gaji di kedua perusahaan dapat dikatakan relatif sama satu dengan yang
lainnya.

4.2.7 Ukuran Kemencengan


Kemencengan atau kecondongan adalah tingkat ketidaksimetrisan dari sebuah
distribusi. Sebuah distribusi yang tidak simetris akan mempunyai rerata, median, dan
modus yang tidak sama besarnya, sehingga distribusi akan tertumpu pada salah satu sisi
dan kurvanya akan menceng. Jika distribusi memiliki ekor yang lebih panjang ke kanan
daripada ke kiri maka distribusi disebut menceng kekanan atau memiliki kemencengan
positif. Sebaliknya, jika distribusi memiliki ekor yang lebih panjang ke kiri daripada ke
kanan maka distribusi disebut menceng ke kiri atau memiliki kemencengan negatif.
18

Untuk mengetahui bahwa konsentrasi distribusi menceng ke kanan atau ke kiri,


dapat digunakan metode-metode berikut:

1. Koefisien Kemencengan Pearson


Koefisien kemencengan Pearson merupakan nilai selisih rerata dengan modus
dibagi simpangan baku. Formula koefisien kemencengan Pearson adalah:

X  Mo
KP =
s

Apabila secara empiris didapatkan hubungan antarnilai pusat sebagai:

X  Mo  3( X  Me)

maka formula kemencengan di atas dapat diubah menjadi:


3( X  Me)
KP =
s
Jika nilai kp dihubungkan dengan keadaan kurva, maka:
1. K P = 0 : kurva memiliki bentuk simetris;
2. K P > 0 : nilai-nilai terkonsentrasi pada sisi sebelah kanan ( X terletak di sebelah
kanan
Mo), sehingga kurva memiliki ekor memanjang ke kanan, kurva menceng
ke kanan atau menceng positif;
3. K P < 0 : nilai-nilai terkonsentrasi pada sisi sebelah kiri ( X terletak di sebelah kiri
Mo)
sehingga kurva memiliki ekor memanjang ke kiri, kurva menceng ke kiri
atau menceng negatif.

Contoh 4-13:
Dari data Tabel 2.1, tentukan:
a. Nilai K P dan ujilah arah kemencengannya.
b. Gambarlah kurvanya.

Jawab:

Nilai f X u u2 fu fu 2
31 – 40 1 35,5 –4 16 –4 16
41 – 50 2 45,5 –3 9 –6 18
19

51 – 60 5 55,5 –2 4 –10 20
61 – 70 15 65,5 –1 1 –15 15
71 – 80 25 75,5 0 0 0 0
81 – 90 20 85,5 1 1 20 20
91 – 100 12 95,5 2 4 24 48
Jumlah 80 9 137

X  X0  c
 fu
f

 9 
= 75,5 + 10  
 80 

= 76,62

s = c  fu   fu 
2 2

  

n  n 

2
137  9 
= 10  
80  80 

= 10 (1,30)

= 13

n 
 2  ( f i ) 0 
Me = L0  c  
 fm 
 

 40  23 
= 70,5  10 
 25 
= 77,30

 ( f1 ) 0 
Mo = L0  c  
 ( f1 ) 0  ( f 2 ) 0 
 10 
= 70,5  10 
10  5 
= 77,17
20

X  Mo
a. 1. K P =
s

76,62  77,17
=
13

= –0,04

3( X  Me)
2. K P =
s
3(76,62  77,30)
=
13
= –0,16

Oleh karena nilai K P nya negatif (–0,04 atau –0,16) maka kurvanya menceng ke kiri
atau menceng negatif.

b. Gambar kurvanya:

25-

20-

15-

10-

5-

X
0 35,5 45,5 55,5 66,5 75,5 85,5 95,5

2. Koefisien Kemencengan Bowley


Koefisien kemencengan Bowley didasarkan pada hubungan kuartil-kuartil dari
sebuah distribusi. Formula dari koefisien kemencengan Bowley adalah:
( K 3  K 2 )  ( K 2  K1 )
KB =
( K 3  K 2 )  ( K 2  K1 )
atau:
K 3  2 K 2  K1
KB =
K 3  K1
21

Koefisien kemencengan Bowley sering juga disebut Kuartil Koefisien


Kemencengan. Apabila nilai kB dihubungkan dengan kurva, akan diperoleh:
1. Jika K 3 – K 2 > K 2 – K1 maka distribusi akan menceng ke kanan atau
menceng secara positif.
2. Jika K 3 – K 2 < K 2 – K1 maka distribusi akan menceng ke kiri atau menceng
secara negatif.
3. K B positif, berarti distribusi menceng ke kanan.
4. K B negatif, berarti distribusi menceng ke kiri.
5. K B = ± 0,10 menggambarkan distribusi yang menceng tidak berarti dan K B >
0,30 menggambarkan distribusi yang menceng berarti.

Contoh 4-14:
Tentukan kemencengan kurva dari distribusi pada Tabel 2.1.

Jawab:
 in 
 4  ( f i ) 0 
Ki = L0  c  
 fq 
 

 20  8 
K1 = 60,5  10 
 15 
= 68,5

 40  23 
K 2 = 70,5  10 
 25 
= 77,3

 60  48 
K 3 = 80,5  10 
 20 
= 86,5
86,5  2(77,3)  68,5
KB =
86,5  68,5

= 0,02
Karena K B = 0,02 menggambarkan distribusi yang menceng tidak berarti.

3. Koefisien Kemencengan Momen


22

Koefisien kemencengan momen didasarkan pada perbandingan momen ke-3


dengan pangkat tiga simpangan baku. Koefisien kemencengan momen dilambangkan
dengan  3 . Koefisien kemencengan momen disebut juga kemencengan relatif.
Apabila  3 dihubungkan dengan keadaan kurva, maka diperoleh:
1. Jika  3 = 0, maka distribusi akan simetris.
2. Jika  3 = +, maka distribusi akan menceng ke kanan.
3. Jika  3 = –, maka distribusi akan menceng ke kiri.
4. Jika distribusi memiliki nilai  3 > 0,50, maka distribusi akan sangat menceng.
5. Nilai  3 bervariasi antara ± 2 bagi distribusi yang menceng.
Kemencengan momen dapat dibedakan antara data tunggal dan data kelompok.

a. Data Tunggal
Formula koefisien kemencengan momen data tunggal adalah:
1
M n
3 ( X  X )3
3  3 
s s3
Contoh 4-15:
Tentukan nilai α3 dari data berikut: 3, 4, 5, 8, 10, 12
Jawab:
42
X = = 7
6
X X–X (X – X )2 (X – X )3
3 –4 16 –64
4 –3 9 –27
5 –2 4 –8
8 1 1 1
10 3 9 27
12 5 25 125
Jumlah – 64 54
s = (X  X ) 2

n 1

64
= = 3,58
5

1
n
 ( X  X )3
3 
s3
23

9
=
(3,58) 3

= 0,19

b. Data Kelompok
Formula koefisien menceng momen data kelompok adalah:
1
M3 n
f ( X  X )3
3  3 
s s3
atau:

c3 
  fu
3
  fu 2   fu    fu  
3

3    3    2 
s3 n  n  n   n  

       

Contoh 4-16:
Tentukan tingkat kemencengan dari data Tabel 2.1
Jawab:

Nilai f X u u2 fu fu 2 fu 3
31 – 40 1 35,5 –4 16 –4 16 –64
41 – 50 2 45,5 –3 9 –6 18 –54
51 – 60 5 55,5 –2 4 –10 20 –40
61 – 70 15 65,5 –1 1 –15 15 –15
71 – 80 25 75,5 0 0 0 0 0
81 – 90 20 85,5 1 1 20 20 20
91 – 100 12 95,5 2 4 24 48 96
Jumlah 80 9 137 –57

 fu   fu 
2 2

s =c   

n  n 

2
137  9 
= 10  
80  80 

= 10 (1,30) = 13

c3 
  fu
3
  fu 2   fu    fu 
3


3  3   3   
 n   2 n 
 
s  n  n     
 
24

103 
  57  137  9   9  
3

= (13)3   3    2  

 80  80  80   80  

= 0,45( 0,71  0,58  0,01)


= 0,45 (–1,28)
= –0,58
Karena koefisien momen  3 = –0,58 , maka distribusi akan menceng ke kiri.

4.2.8 Kurtosis
Kurtosis atau keruncingan adalah tingkat kepuncakan dari sebuah distribusi yang
biasanya diambil secara relatif terhadap suatu distribusi normal. Dilihat dari tingkat
keruncingannya kurva distribusi dibagi menjadi 3, yaitu leptokurtis, mesokurtis, dan
platykurtis.

leptokurtis

mesokurtis

platykurtis

Gambar 4.1
Keruncingan Kurva
Untuk mengetahui kurtosis suatu distribusi, ukuran yang sering digunakan adalah
koefisien kurtosis dan koefisien kurtosis persentil.

1. Koefisien Kurtosis
Koefisien kurtosis dilambangkan dengan  4 . Jika hasil perhitungan koefisien
kurtosis diperoleh:
a. nilai lebih kecil dari 3 maka distribusinya adalah platykurtis.
25

b. nilai lebih besar dari 3 maka distribusinya adalah leptokurtis.


c. nilai sama dengan 3 maka distribusinya adalah mesokurtis.
Untuk mencari nilai koefisien keruncingan, dibedakan antara data tunggal dan
data kelompok.

a. Data Tunggal
1
4 = n 
( X  X )4
s4
Contoh 4-17: Tentukan kurtosis kurva dari data: 3, 4, 5, 8, 10, 12
Jawab:
42
X = = 7
6
s = 3,58

X X X ( X  X )4
3 –4 256
4 –3 81
5 –2 16
8 1 1
10 3 81
12 5 625
Jumlah – 1.060

1
4 = n 
( X  X )4
s4
1
(1.060)
4 = 6 = 1,08
4
(3,58)
Karena nilainya lebih kecil dari 3, maka distribusinya adalah distribusi platykurtis.
b. Data Kelompok
1
4 = n 
f ( X  X )4
s4
atau:

  fu   fu 3   fu  
  6 
  fu    fu 
2 4
c4
4
 fu 2 
4 = 4   4 
   n
  
 n   3 n 
 
s  n  n  n       
 
26

Contoh 4.18:
a. Tentukan nilai koefisien kurtosis dari Tabel 2.1.
b. Gambarkan grafiknya.

Jawab:
s = 13,04

Nilai f X–X (X – X )4 f (X – X )4
31 – 40 1 –41,12 2.858.988,60 2.858.988,60
41 – 50 2 –31,12 937.903,92 1.875.807,84
51 – 60 5 –21,12 198.964,53 994.822,65
61 – 70 15 –11,12 15.290,41 229.356,15
71 – 80 25 –1,12 1,57 39,25
81 – 90 20 8,88 6.218,02 124.360,40
91 – 100 12 18,88 127.059,74 1.524.716,88
Jumlah 80 - 7.608.091,77

1
a.  4 = n 
f ( X  X )4
s4
1
(7.608.091,77)
= 80
(13,04) 4
95.101,15
= 28.914,15

= 3,29

Karena nilai koefisien kurtosisnya lebih besar dari 3, maka bentuk kurvanya
adalah leptokurtis.

b. Gambar grafik

25-

20-

15-

10-

5-
27

X
0 35,5 45,5 55,5 66,5 75,5 85,5 95,5

2. Koefisien Kurtosis Persentil


Koefisien kurtosis persentil dilambangkan dengan K (Kappa). Untuk distribusi
normal, nilai K = 0,263. Formula dari koefisien kurtosis persentil adalah:
1
( K 3  K1 )
K = 2
P90  P10

Contoh 4-19:
a. Tentukan nilai koefisien kurtosis persentil dari Tabel 2.1.
b. Apakah distribusinya termasuk distribusi normal.

Jawab:

Nilai Ujian fi
31 – 40 1
41 – 50 2
51 – 60 5
61 – 70 15
71 – 80 25
81 – 90 20
91 – 100 12
Jumlah 80

 in 
 4  ( f i ) 0 
Ki = L0  c  
 fq 
 

 80 
 4  8
K1 = 60,5  10 
 15 
 

= 68,5

 3(80) 
 4  48 
K3 = 80,5  10  
 20 
 

= 86,5
28

 10(80) 
 100  3 
P10 = 50,5  10  
 5 
 

= 60,5

 90(80) 
 100  68 
P90 = 90,5  10  
 12 
 

= 93,8

1
( K 3  K1 )
a. K = 2
P90  P10

1
(86,5  68,5)
= 2
93,8  60,5
9
= 33,3 = 0,27

b. Karena nilai K = 0,27 (K > 0,263) maka distribusinya adalah distribusi normal.

4.2.9 Bilangan z (z Score)


Bilangan z (z score) merupakan perbedaan antara nilai asli (raw score) dan rerata
dengan menggunakan unit-unit simpangan baku untuk mengukur perbedaan tersebut.
Bilangan z mempunyai dua bagian: (a) tanda (dapat positif atau negatif), (b) nilai numerik
Kondisi di atas rerata diberi tanda positif dan di bawah rerata diberi tanda negatif. Nilai
numerik bilangan z diperoleh dari perbedaan antara nilai asli dengan reratanya dibagi
dengan simpangan baku.
Untuk menentukan bilangan z digunakan formula:

X X
Bilangan z =
s

Bilangan z merupakan perhitungan yang sering digunakan karena formula dalam


statistika parametrik diturunkan dengan menggunakan asumsi, bahwa distribusi suatu
populasi berdistribusi normal. Dengan demikian maka transformasi ke bilangan z
merupakan cara mudah untuk analisis statistika parametrik.
29

Contoh 4-20: Distribusi rata-rata nilai Statistik Deskriptif mahasiswa Fakultas


Ekonomi Universitas Primanusa adalah 75 dengan simpangan baku 5. Berapakah
bilangan z mahasiswa yang mempunyai nilai 85.

Jawab:

85  75
z =
5
=2

Gambarnya adalah sebagai berikut:

75 85

Karena nilai mahasiswa tersebut di atas rerata, maka posisi bilangan z berada di
sebelah kanan dan hasil perhitungan z adalah positif. Sebaliknya bila nilai mahasiswa
lebh kecil dari nilai rerata maka posisi bilangan z berada di sebelah kiri dan hasil
perhitungan z adalah negatif. Nilai negatif ini hanya sekedar notasi karena dalam
kenyataannya semua daerah di bawah kurva adalah positif.

Contoh 4-21: Dari soal di atas apabila mahasiswa mendapat nilai 65, berapa bilangan z
nya?
Jawab:

65  75
z =
5
= –2
30

65 75

Mencari nilai asli berdasarkan bilangan z kadang-kadang perlu dilakukan. Untuk


pencarian ini kita masih dapat menggunakan fomula bilangan z, hanya faktor yang tidak
kita ketahui yang berbeda.
Dari formula:

X X
z =
s
sz = X – X
X = sz + X
Jika bilangan asli ditransformasikan ke z, maka hasil distribusi bilangan z akan selalu
mempunyai rerata = 0.
Pada contoh nilai Statistik Deskriptif di atas, jika ditransformasikan ke dalam
bilangan z maka distribusinya akan terlihat sebagai berikut:

55 65 75 85 95

-2 -1 0 s 1 2
X

Rerata sebelum transformasi adalah 75, sedangkan rerata setelah transformasi


adalah:
( 2)  (1)  0  1  2
X 
5
= 0
Bagaimana dengan simpangan baku dari distribusi yang sudah ditransformasikan
ke bilangan z? Untuk menjawab pertanyaan tersebut dapat kita ambil contoh berikut:
Contoh 4-22:
Misalnya suatu distribusi dengan nilai: 3, 4, 5, 8, 10, 12
Dari data di atas diperoleh:
31

42
X = = 7
6
s = 3,58
Jika distribusi nilai tersebut ditransformasikan ke bilangan z, maka hasilnya adalah
sebagai berikut:
Untuk:
X = 3 menjadi (3–7) : 3,58 = –1,12
X = 4 menjadi (4–7) : 3,58 = –0,84
X = 5 menjadi (5–7) : 3,58 = –0,56
X = 8 menjadi (8–7) : 3,58 = 0,28
X = 10 menjadi (10–7): 3,58 = 0,84
X = 12 menjadi (12–7): 3,58 = 1,40

( 1,12)  ( 0,84)  ( 0,56)  0,28  0,84  1,40


s Bilangan z = =0
6

Dari perhitungan di atas dapat disusun suatu tabel yang dapat membantu dalam
pencarian simpangan baku bilangan z.

Z ( z  s) ( z  s) 2
–1,12 –1,12 1,2544
–0,84 –0,84 0,7056
–0,56 –0,56 0,3136
0,28 0,28 0,0784
0,84 0,84 0,7056
1,40 1,40 1,9600
Jumlah 0 5,0176
s = ( z  s) 2 5,0176
=
n 1 5

= 1,00175
= 1
X z selalu 0, sedangkan sz = 1. Dengan demikian maka transformasi bilangan asli ke
z dapat digunakan untuk membandingkan dua sekumpulan data.

4.2.10 Angka Baku


Dalam penggunaannya bilangan z ini sering diubah menjadi keadaan atau model
baru, atau tepatnya distribusi baru, yang mempunyai rerata X 0 dan simpangan baku s0
32

yang ditentukan. Angka yang diperoleh dengan cara ini dinamakan angka baku atau
angka standar dengan formula:

X  X 
z = X  s0  
 s 

Perhatikan bahwa X selalu 0, sedangkan s0 = 1, sehingga bilangan z sering pula disebut


angka baku. Angka baku dipakai untuk membandingkan keadaan distribusi sesuatu hal.

Contoh 4-23: Seorang mahasiswa mendapat nilai 84 pada mata uji Matematika di mana
rerata dan simpangan baku kelompok masing-masing 80 dan 10. Pada ujian
Statistik di mana rerata kelompok 82 dan simpangan baku 15, ia mendapat nilai
90. Dalam mata uji mana ia mendapat kedudukan yang lebih baik.

Jawab:
84  80
Untuk Matematika z =
10
= 0,40

90  82
Untuk Statistika z =
15
= 0,53

Mahasiswa mendapat kedudukan yang lebih baik dalam mata uji Statistika.

Jika saja nilai di atas diubah ke dalam angka baku dengan rerata 100 dan
simpangan baku 20, maka:
 84  80 
Untuk Matematika z = 100 + 20 
10 
= 108

 90  82 
Untuk Statistika z = 100 + 20 
15 
= 110,67

Dalam kondisi ini mahasiswa mendapat kedudukan yang lebih baik dalam mata
uji Statistika.

Anda mungkin juga menyukai