Kelompok 10 - Paper Analisis Permasalahan Etika Dalam Perspektif Administrasi Publik
Kelompok 10 - Paper Analisis Permasalahan Etika Dalam Perspektif Administrasi Publik
Kelompok 10 - Paper Analisis Permasalahan Etika Dalam Perspektif Administrasi Publik
NAMA NIM
1. Ni Komang Tri Wulandari 1812351001
2. Ni Komang Kristina Damayanti 1812531005
3. Ni Komang Tri Agustini 1812531016
4. Ni Komang Intan Tri Damayanti 1812531043
Dosen Pengampu: I Putu Dharmanu Yudartha, S.Sos.,M.PA
Etika berasal dari bahasa Yunani, yakni ethos yang dapat diartikan sebagai
kebiasaan atau watak. Etika dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia juga berarti
sebagai salah satu ilmu yang mempelajari mengenai nilai tindakan benar atau
salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Selain definisi tersebut etika
juga dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai kumpulan asas atau
nilai yang berkenaan dengan akhlak. Kemudian proses kemunculan etika terdiri
dari dua macam yang pertama yakni munculnya suatu etika terjadi secara
alamiah dari dalam (internal) diri manusia, karena pemahaman dan keyakinan
terhadap suatu nilai-nilai tertentu. Lalu kemunculan etika yang kedua disebabkan
oleh terciptanya suatu aturan-aturan eksternal yang dibuat atau disepakati secara
kolektif misalkan sumpah jabatan ataupun sumpah profesi, dalam hal inilah etika
akan membentuk suatu kedisiplinan. Kemudian secara umum etika terdiri dari
dua jenis yakni etika jenis umum dan etika jenis khusus. Etika jenis umum
3
merupakan etika yang berlaku bagi semua orang, dimanapun orang-orang berada
contohnya: norma hukum norma sopan santun, dan norma moral. Selanjutnya
ada jenis etika khusus, dimana jenis etika ini hanya berlaku ditempat-tempat
tertentu contohnya: etika bisnis, etika politik, etika akuntan publik dan lain-lain.
Dari pemaparan diatas maka muncullah etika administrasi negara yang mana
etika ini termasuk ke dalam jenis etika khusus. Etika administrasi negara
merupakan suatu disiplin ilmu yang mempelajari nilai-nilai filosofis dan
moralitas individu sistem administrasi negara agar teori dan praktik dari
administrasi negara dapat tercapai dengan baik tanpa melanggar kaidah-kaidah
etis, moral, nilai dan moral bangsa. Kemudian menurut Chandler & Plano dalam
Kamus Administrasi Publik atau yang kita kenal The Public Administration
Dictionary tahun 1982 menjelaskan bahwa “Ethics is the rules or standards
governing, the moral conduct of the members of an organization or management
profession”. Etika Administrasi juga dapat didefinisikan sebagai aturan atau
standar pengelolaan yang merupakan arahan moral bagi administrator publik
dalam melakanakan tugasnya melayani masyarakat. Dengan kata lain, etika
administrasi negara atau publik dapat dijadikan petunjuk mengenai apa yang
harus dilakukan oleh seorang administrator publik dalam menjalankan kebijakan
politik, sekaligus dapat digunakan sebagai standar penilaian apakah perilaku
administrator dalam menjalankan kebijakan publik tersebut dapat dikatakan baik
atau buruk.
kepada sesuatu yang dilematis mengingat adanya dikotomi antara politik dan
administrasi. Kebijakan yang dihasilkan dari konsensus politik harus bermain
dalam tataran ”benar atau salah” ketika dijalankan oleh administrasi publik.
Disinilah etika diperlukan untuk dijadikan sebagai pedoman, referensi, dan
petunjuk tentang apa yang dilakukan dalam menjalankan kebijakan politik ini.
Etika disini juga dapat digunakan sebagai standar penilaian terhadap perilaku
Administrasi Negara dalam menjalankan kebijakan politik apakah dilaksanakan
secara “baik atau buruk” karena Administrasi Negara bukan saja memiliki
keterikatan dengan kebijakan politik tapi lebih dari itu juga berkait dengan
manusia dan kemanusiaan.
• Etika Organisasi yakni etika yang berfungsi sebagai aturan (ethics as rule)
yang dicerminkan dalam struktur organisasi dan fungsi-fungsi serta prosedur
termasuk di dalamnya sistem intensif dan disinsentif dan sanksi-sanksi yang
berdasarkan pada aturan.
Ketiga macam etika tersebut idealnya dapat diikuti dan dipatuhi serta
sekaligus dijadikan pedoman, pegangan, referensi seseorang dalam melakukan
hubungan dengan orang dalam organisasi, dalam menjalankan tugas organisasi
dan dalam menjalankan pekerjaan profesinya.
Bentuk-bentuk permasalahan
1. Legitimasi Kekuasaan
Dewasa ini para pejabat administrasi banyak yang terjerat dalam kasus-kasus
yang bertentangan dengan etika seperti penyuapan, korupsi dan gratifikasi serta
tindakan asusila lainnya. Korupsi berasal dari kata Latin corrumpere, corruptio
atau corruptus yang berarti penyimpangan dari kesucian, tindakan tak bermoral,
kebejatan, kebusukan, kerusakan, ketidakjujuran atau kecurangan. Sedangkan
dalam kamus Bahasa Indonesia, korupsi berarti penyelewengan atau
penggelapan (uang negara, perusahaan, dan sebagainya) untuk keuntungan
pribadi atau orang lain. Ada dua macam korupsi yaitu korupsi uang dan korupsi
waktu (Kumorotomo : 2008). Menurut KPK, suap adalah setiap orang yang
memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara
negara dengan maksud supaya berbuat sesuatu dalam jabatannya yang
bertentangan dengan kewajibannya. Pemerasan adalah pegawai negeri atau
penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau
orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya
memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran
dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
Gratifikasi adalah hadiah yang diberikan kepada pegawai negeri atau
penyelenggara negara di luar gaji atau pendapatan resmi. Pemberian itu bisa
berbentuk uang, barang, diskon, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket, fasilitas
wisata, fasilitas perjalanan dan fasilitas lainnya seperti kepuasan seksual.
bertugas melapor pada eksekutif puncak, siapa yang akan mengawasi eksekutif
puncak itu sendiri (Kumorotomo, 1999 : 207).
posisi, posisi disini terkait dengan sampai dimana para birokrat memainkan
kewenangan yang dimiliki dan juga bagaimana memanfaatkan kewenangan itu
bukan untuk kepentingan pribadi dan juga kelompok tetapi tidak lain hanyalah
untuk kepentingan masyarakat.
Birokrasi yang saling bersaing antar bagian dalam meningkatkan kualitas dan
kuantitas dalam melayani publik secara kompetitif, bukan minta dilayani atau
membebani masyarakat dengan pungutan liar, salah urus, dan ketidakpedulian.
Birokrasi yang melakukan rekruitmen sumber daya manusianya melalui seleksi
9
fit and proper test, bukan mengangkat staf atau pimpinan karena alasan kolusi
dan nepotisme. Birokrasi yang memberikan reward merit system (memberikan
penghargaan dan imbalan gaji sesuai pencapaian prestasi) bukan spoil system
(hubungan kerja yang kolutif, diskriminatif dan kurang mendidik, pola reward
dan punishment kurang berjalan).
Dewasa ini di Indonesia banyak kasus yang berhubungan dengan etika dan
moralitas. Kasus-kasus seperti korupsi, penyuapan, penggelapan, gratifikasi dan
mafia kasus dalam peradilan serta mafia pajak yang terjadi belakangan ini
tentunya sangat bertentangan dengan etika dan moralitas. Kasus-kasus yang
berhubungan dengan etika dalam birokrasi pemerintahan seperti yang telah
disebutkan di atas melibatkan beberapa profesi yang melakukan pelanggaran
terhadap etika seperti pejabat administrasi negara, anggota legislatif, jaksa,
hakim, kepolisian, pegawai perpajakan, dan lain sebagainya. Pihak-pihak yang
terlibat dalam kasus-kasus yang terjadi di dalam konteks etika berasal dari
seluruh elemen pemerintahan baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif.
Padahal pejabat pemerintah baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif harus
mematuhi etika jabatannya masing-masing. Etika dalam birokrasi pemerintahan
merupakan hal yang sangat penting untuk keberlangsungan penyelenggaraan
pemerintahan dan untuk menjaga citra birokrasi agar birokrasi pemerintahan
terus mendapat kepercayaan dari masyarakat.
Dalam kasus suap yang melibatkan hakim pengadilan negeri jakarta selatan
ini terlihat diawali dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut hakim
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Iswahyu Widodo dan Irwan, delapan tahun
penjara. Keduanya dinilai terbukti menerima suap untuk memenangkan perkara
perdata di PN Jaksel merupakan tindakan pelanggaran Etika Administrasi. Jika
ditelaah kasus ini merupakan salah satu kasus suap terhadap birokrat sehingga
dapat dikaitkan bahwasanya kasus ini menjadi salah satu permasalahan etika
dalam administrasi publik diranah birokrasi dan kekuasaan. Dalam analisis
kali ini mengaikatkan kasus tindakan suap tersebut pada dimensi Etika
Administrasi Publik. Pada prinsipnya ada 3 (tiga) dimensi etika publik:
Ditinjau dari kasus penyuapan tersebut kurang menekankan pada aspek nilai
dan norma, serta prinsip moral, sehingga terdapat celah dari para penegak hukum
dan birokrat dengan memanfaatkan situasi sebagai bisnis suap dibandingkan
membentuk integritas pelayanan publik yang bersih dalam menegakan hukum
secara adil .Pada kasus penyuapan yang melibatkan penegak Hukum tersebut
merupakan suatu kasus yang harus menjadi koreksi penegakan hukum di
Indonesia dan terutama dalam bidang korupsi, kolusi dan nepotisme yang rentan
terhadap kasus penyuapan.
Moral dalam etika publik menuntut lebih dari kompetensi teknis karena harus
mampu mengidentifikasi masalah-masalah dan konsep etika yang khas dalam
pelayanan publik. Oleh karena itu, etika publik mengarahkan analisa politik
sosial budaya (polsosbud) dalam perspektif pencarian sistematik bentuk
pelayanan publik dengan memperhitungkan interaksi antara nilai- nilai
masyarakat dan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh lembaga-lembaga publik.
2. Dimensi Modalitas
Integritas publik dalam arti sempit yakni tidak melakukan korupsi atau
kecurangan. Tercermin dari tindakan suap yang dilakukan penegak hukum
terbukti tidak adanya tindakan integritas yang sesuai dengan nilai, tujuan dan
kewajibannya untuk mencerminkan kualitas dari seorang penegak hukum yang
sesuai nilai, standar, aturan moral yang diterima masyarakat. Integritas publik
juga merupakan niat baik seorang baik itu sebagai penegak hukum yang
memiliki kekuasaan tertinggi dalam penegak keadilan untuk publik yang
13
didukung oleh institusi sosial seperti hukum, aturan, kebiasaan, dan sistem
pengawasan.
Pertanyaan: Jika kita lihat Kasus suap seperti ini sebenarnya cukup
banyak terjadi di Indonesia menurut kelompok kalian bagaimana sih Cara
menanamkan nilai etika administrasi publik ini agar melekat dan bisa
mengurangi jumlah kasus suap yang terjadi lebih pada tindakan preventif seperti
pencegahan bukan tindakan represif seperti dengan hukuman yg berat?
Kesimpulan
Dalam analisa kasus pada landasan materi kali ini dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwasanya jika dikaitkan dengan perspektif administrasi publik
maka permasalahan etika dalam kasus suap ini termasuk ke dalam bentuk
penyimpangan etika profesi. Yang mana dapat dijelaskan bahwa Etika Profesi
berkaitan dengan pekerjaan seseorang, yang berlaku dalam suatu kerangka yang
diterima oleh semua yang secara hukum atau secara moral mengikan mereka
dalam kelompok profesi yang bersangkutan. Kemudian jika ditelaah dalam kasus
suap yang melibatkan hakim pengadilan negeri jakarta selatan ini terlihat diawali
dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut hakim Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan, Iswahyu Widodo dan Irwan, delapan tahun penjara merupakan salah
satu bentuk permasalahan etika dalam ranah birokrasi dan kekuasaan. Yang
16
mana dikatakan ranah birokrasi dan kekuasaan karena pihak-pihak yang terlibat
dalam kasus-kasus yang terjadi di dalam konteks etika berasal dari seluruh
elemen pemerintahan baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Padahal
pejabat pemerintah baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif harus mematuhi
etika jabatannya masing-masing. Kemudian dalam perspektif administrasi publik
kasus suap yang terjadi dapat dikaitkan dengan 3 dimensi etika publik. Etika
merupakan unsur penting yang menentukan keberhasilan pelaksanaan roda
pemerintahan. Etika menjadi acuan bagi para birokrat untuk mengelola
pemerintahan yang bersih bebas dari KKN. Selain itu perilaku birokrat
mempengaruhi bukan hanya dirinya, tetapi masyarakat banyak. Oleh karena itu,
birokrat harus memiliki perilaku serta tindakan yang sesuai dengan aturan yang
berlaku.
Daftar Pustaka