Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

1577 4009 1 SM

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 5

Teknik Lingkungan Universitas Mulawarman

EVALUASI PEMBUATAN KOMPOS ORGANIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE HOT


COMPOSTING

Prasetyo Budi Utomo1 , Juli Nurdiana2


Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Universitas Mulawarman
Kampus Gunung Kelua, Jl. Sambaliung, No. 09, Samarinda, 75119
Email: Prasbudi57@gmail.com

Abstract
pembuatan kompos dengan menggunakan limbah organik sayur dan daun kering dengan metode Hot Composting
untuk mengurangi jumlah limbah sayur dan memanfaatkan daun kering agar dapat dijadikan pupuk kompos
organik. Proses dekomposisi bahan organik dengan metode ini akan menghasilkan suhu termofilik yaitu 55ºC
sampai dengan 65ºC. Suhu tersebut termasuk optimum dalam pertumbuhan mikroorganisme. Pembuatan kompos
tersebut memerlukan bahan dengan berat total 100 kg dengan perbandingan bahan yaitu 40 kg limbah sayur dan
60 kg daun kering. Hasil yang didapatkan pada hari ke-18 kandungan pH 7,93, C-Organik 36,95%, N-Total
1,62%, C/N Rasio 23, P2O5 0,26, K2O 0,55 dan kadar air sebesar 45,35%. Pada hari ke-30 nilai kandungan pH
6,53, C-Organik 32,66%, N-Total 1,62%, C/N Rasio 23, P2O5 0,26, K2O 0,55 dan kadar air sebesar 45,35%.

Keyword: Hot Composting, kompos, limbah organik

1. Pendahuluan proses pengomposan adalah rasio karbon dengan


nitrogen (C/N). Rasio C/N bahan organik adalah
Sampah yang dihasilkan di kawasan Universitas pebandingan dari banyaknya unsur organik karbon
Mulawarman memiliki karakteristik yang sama (C) terhadap banyaknya unsur nitrogen (N) yang
dengan sampah rumah tangga yaitu sampah ada didalam bahan organik. Jika rasio C/N tinggi
organik. Volume sampah organik lebih maka aktivitas mikroorganisme akan menurun
mendominasi di kawasan Universitas Mulawarman, sehingga memerlukan beberapa siklus untuk
dibuktikan dengan jumlah vegetasi yang ada di mendegradasi bahan organik sehingga akan
kawasan tersebut. Sampah organik yang yang memperlambat dalam proses dekomposisi dan
dihasilkan yaitu berupa daun kering mendominasi menghasilkan mutu kompos yang rendah, jika rasio
hingga 55% . Banyaknya sampah organik daun C/N terlalu rendah maka, mikroorganisme tidak
kering di lingkungan Universitas Mulawarman dapat diasimilasi dan akan hilang melalui volatisasi
memberikan peluang untuk pengolahan kompos dan sebagai amoniak (Kusmiyarti, 2013).
dapat mengurangi jumlah sampah organik daun
kering yang ada di kawasan Universitas Salah satu metode pengomposan yang sering
Mulawarman (Akbari, 2015). digunakan adalah dengan metode Hot Composting
yaitu, dimana proses dekomposisi bahan organik
Pengolahan sampah dengan cara pengomposan dengan metode ini akan menghasilkan suhu
sangat efektif dalam mengurangi jumlah sampah termofilik yaitu 55ºC sampai dengan 65ºC. Suhu
yang dihasilkan di kawasan Universitas tersebut termasuk optimum dalam pertumbuhan
Mulawarman, dan lebih baik dalam reduksi emisi mikroorganisme (Robert, 2013).
gas rumah kaca daripada pengolahan dengan cara
konvensional. Dalam pengolahan sampah organik 2. Tinjauan Pustaka
memerlukan beberapa metode untuk menghasilkan
kompos yang memenuhi syarat baku mutu salah Sampah merupakan material sisa yang sudah tidak
satunya ditandai dengan rasio C/N sebesar (10-20) : digunakan dan sesuatu yang harus dibuang atau
1 dengan suhu menyerupai suhu air tanah, tekstur harus didaur ulang yang berasal dari hasil kegiatan
menyerupai tanah, dan berbau tanah (Pandebesie, manusia. Sampah yang dihasilkan oleh manusia
2013). adalah sampah organik dan sampah anorganik.
Menurut definisi World Health Organization
Pengomposan adalah proses dekomposisi bahan (WHO) sampah adalah sesuatu yang tidak
organik dengan memanfaatkan aktivitas digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau
mikroorganisme sebagai decomposer. Melalui sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan
proses pengomposan, bahan-bahan organik akan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya
diubah menjadi pupuk kompos dengan unsur hara (Pandebesie, 2013).
yang tinggi dan menghasilkan mikroorganisme
yang dibutuhkan tanah dalam pertumbuhan Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan
tanaman. Salah satu aspek yang penting dalam Kehutanan, pertambahan jumlah penduduk

Jurnal “Teknologi Lingkungan”, Volume 2 Nomor 01, Juni 2018 28


Teknik Lingkungan Universitas Mulawarman

berbanding lurus dengan jumlah sampah yang mempercepat proses dekomposisi bahan organik.
dihasilkan. Hitungan secara kasar, dengan jumlah Yang dimaksud mikrobia disini bakteri, fungi dan
penduduk Indonesia saat ini lebih dari 250 juta jasad renik lainnya. Bahan organik disini
orang, jika setiap orang menghasilkan sampah 0,7 merupakan bahan untuk baku kompos ialah jerami,
kg/hari, maka timbunan sampah secara nasional sampah kota, limbah pertanian, kotoran hewan/
mencapai 175 ribu ton/hari atau setara dengan 64 ternak dan sebagainya. Cara pembuatan kompos
juta ton/tahun. Adapun persentase sampah organik bermacam-macam tergantung: keadaan tempat
seperti sisa makanan, sayuran, buah-buahan, kertas, pembuatan, buaday orang, mutu yang diinginkan,
kayu mencapai 65,05%. Sedangkan sampah non- jumlah kompos yang dibutuhkan, macam bahan
organik seperti plastik, styrofoam, dan besi, sekitar yang tersedia dan selera si pembuat (Pandebesie,
34,95% (BPPT, 2015). 2013).
Konversi biologi bahan organik dilaksanakan oleh
Pengolahan sampah organik untuk keperluan bermacam-macam organisme heterotropik seperti
pembuatan kompos dapat dilakukan secara bakteri, fungi, Actinomycetes, dan protozoa.
sederhana, yaitu dengan menggunakan teknologi Organisme tersebut mewakili flora dan fauna.
komposter yang terbuat dari tong atau ember. Selama proses pengomposan berlangsung,
Komposter itu sendiri dapat bersifat aerob, anaerob perubahan secara kualitatif dan kuantitatif, terjadi
dan semi anaerob. Secara alami bahan-bahan pada tahap awal akibat perubahan lingkungan
organik akan mengalami penguraian di alam dengan beberapa spesies flora menjadi aktif dan
bantuan mikroba maupun biota tanah lainnya. berkembang dalam waktu yang relatif singkat, dan
Namun proses pengomposan yang terjadi secara kemudian hilang untuk memberikan kesempatan
alami berlangsung lama dan lambat. Untuk kepada jenis lain untuk berkembang. Pada minggu
mempercepat proses pengomposan ini telah banyak kedua dan ketiga, kelompok yang berperan aktif
dikembangkan teknologi-teknologi pengomposan. pada proses pengomposan dapat diidentifikasi
Baik pengomposan dengan teknologi sederhana, yakni: bakteri amonifikasi, bakteri proteolitik,
sedang, maupun teknologi tinggi. Pada prinsipnya bakteri pektonilitik, dan bakteri penambat nitrogen.
pengembangan teknologi pengomposan didasarkan Mulai hari ketujuh kelompok mikroba meningkat
pada proses penguraian bahan organik yang terjadi dan setelah hari keempat belas terjadi penurunan
secara alami. Proses penguraian dioptimalkan jumlah kelompok. Kemudian terjadi kenaikan
sedemikian rupa sehingga pengomposan dapat populasi kembali selama minggu keempat.
berjalan dengan lebih cepat dan efisien. Teknologi Mikroorganisme yang berperan adalah
pengomposan saat ini menjadi sangat penting mikroorganisme selulopatik, lignolitik, dan fungi
artinya terutama untuk mengatasi permasalahan (Kusmiyarti, 2013).
sampah organik, seperti untuk mengatasi masalah Menurut Dewi, dkk. (2012).Pembuatan kompos
sampah di kota-kota besar, limbah organik industri, adalah dengan menumpukkan bahan-bahan organik
serta limbah pertanian dan perkebunan (Saenab, dan membiarkannya terurai menjadi bahan-bahan
2010). yang mempunya nisbah C/N yang rendah (telah
Kompos merupakan bentuk akhir dari bahan melapuk). Beberapa alasan pengomposan bahan
Organik setelah mengalami proses pembusukan organik antara lain:
oleh Mikroorganisme dan yang didukung oleh suhu a. Kita tidak selalu mempunyai pupuk kandang
dan udara yang memenuhi syarat proses atau bahan-bahan organik lain pada saat kita
pembusukan.Dialam terbuka pembentukan kompos memerlukannya. Seringkali kita harus
seperti pembentukan humus, yaitu melalui proses membiarkannya sampai tiba saat yang tepat
pelapukan dengan pertolongan bakteri dan cuaca. untuk menggunakannya. Jadi pembuatan pupuk
Akan tetapi proses pelapukan alami membutuhkan kompos merupakan cara penyimpanan bahan
waktu yang lama. Oleh karena itu orang berupaya organik sebelum dipergunakan sebagai pupuk.
untuk mempercepat proses pelapukan. Upaya b. Struktur bahan organik sangat kasar dan daya
mendaur ulang sampah Organik sehingga ikatnya terhadap air kecil. Bila bahan ini
bermanfaat untuk menyuburkan tanah sangat langsung dibenamkan ke dalam tanah akan
diperlukan khususnya dikota-kota besar. Tetapi terjadi persaingan unsur N atau bakteri pengurai
komposisi unsur hara yang dikandung kompos tidak N dan tanaman yang tumbuh di atasnya. Selain
tetap, karena sangat bergantung pada bahan yang itu tanah akan terdispersi. Hal ini mungkin baik
dikomposkan. Meskipun demikian, ciri khas dari pada tanah-tanah yang mengadung liat tinggi,
kompos adalah mengandung zat organik dengan tapi tidak demikian pada tanah-tanah berpasir.
kadar yang cukup tinggi (Pandebesie, 2013). c. Bila tanah cukup mengandung udara dan air,
peruraian bahan organik akan berlangsung
Pengomposan pada dasarnya merupakan upaya cepat. Akibatnya jumlah CO2 di dalam tanah
mengaktifkan kegiatan mikrobia agar mampu

Jurnal “Teknologi Lingkungan”, Volume 2 Nomor 01, Juni 2018 29


Teknik Lingkungan Universitas Mulawarman

akan meningkat dengan cepat, dan hal ini dapat oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang
mengganggu pertumbuhan tanaman. dan proses pengomposan juga akan terganggu.
d. Pada pembuatan kompos biji-biji gulma, benih, e. Kelembaban
hama dan penyakit bisa mati karena panas Kelembaban memegang peranan yang sangat
e. Seringkali dilakukan pembakaran bahan organik penting dalam proses metabolisme mikroba dan
sebagai usaha mempercepat proses mineralisasi. secara tidak langsung berpengaruh pada suplay
Dengan cara ini tidak akan diperoleh oksigen. Mikrooranisme dapat memanfaatkan
penambahan humus dan N ke dalam tanah, bahan organik apabila bahan organik tersebut
karena habis terbakar. Oleh karena itu larut di dalam air. Kelembaban 40-60 % adalah
diperlukan pembuatan kompos. Bahan organik kisaran optimum untuk metabolisme mikroba.
tidak dapat langsung digunakan atau Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas
dimanfaatkan oleh tanaman karena mikroba akan mengalami penurunan dan akan
perbandingan C/N dalam bahan baku tersebut lebih rendah lagi pada kelembaban 15%.
relatif tinggi atau tidak sama dengan C/N tanah. Apabila kelembaban lebih besar dari 60%, hara
Nilai C/N tanah sekitar 10-12. Apabila bahan akan tercuci, volume udara berkurang,
organik mempunyai kandungan C/N mendekati akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan
atau sama dengan C/N tanah maka bahan akan terjadi fermentasi anaerobik yang
tersebut dapat digunakan atau diserap tanaman. menimbulkan bau tidak sedap.
Prinsip pengomposan adalah menurunkan C/N f. Temperatur
rasio bahan organik sehingga sama dengan Semakin tinggi temperatur akan semakin
tanah. banyak konsumsi oksigen dan akan semakin
Menurut Budianta (2013). Faktor-faktor yang cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan
mempengaruhi proses pengomposan antara lain: suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan
a. Rasio C/N kompos. Temperatur yang berkisar antara 30-
Salah satu aspek yang paling penting dari 60ºC menunjukkan aktivitas pengomposan yang
keseimbagan hara total adalah rasio organik cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60ºC akan
karbon dengan nitrogen (C/N). Mikroba membunuh sebagian mikroba dan hanya
memecah senyawa C sebagai sumber energi dan mikroba thermofilik saja yang akan tetap
menggunakan N untuk sintesis protein. Pada bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan
rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba membunuh mikroba-mikroba pathogen tanaman
mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk dan benih-benih gulma.
sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi, g. pH
mikroba akan kekurangan N untuk sintesis pH yang optimum untuk proses pengomposan
protein sehingga dekomposisi berjalan lambat. berkisar antara 6.5 sampai 7.5. pH kotoran
b. Ukuran Partikel ternak umumnya berkisar antara 6.8 hingga 7.4.
Permukaan area yang lebih luas akan Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan
meningkatkan kontak antara mikroba dengan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu
bahan dan proses dekomposisi akan berjalan sendiri. pH kompos yang sudah matang
lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan biasanya mendekati netral.h.
besarannya ruang antar bahan (porositas). Untuk h. Kandungan Hara
meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan Kandungan P dan K juga penting dalam proses
dengan memperkecil ukuran partikel bahan pengomposan dan bisanya terdapat di dalam
tersebut. kompos kompos dari peternakan. Hara ini akan
c. Aerasi dimanfaatkan oleh mikroba selama proses
Aerasi ditentukan oleh porositas dan kandungan pengomposan.
air bahan (kelembaban). Apabila aerasi Pupuk organik merupakan hasil fermentasi dari
terhambat, maka akan terjadi proses anaerob proses dekomposisi bahan organik. Pupuk organik
yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. mengandung unsur hara lengkap yang dibutuhkan
Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan tanaman untuk pertumbuhannya. Disamping
pembalikan atau mengalirkan udara di dalam mengandung unsur hara makro seperti nitrogen (N),
tumpukan kompos. fosfor (P), dan kalium (K), pupuk kandang pun
d. Porositas mengandung unsur mikro seperti kalsium (Ca),
Porositas adalah ruang diantara partikel di dalam magnesium (Mg), dan sulfur (S). Unsur fosfor
tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan dalam pupuk organik sebagian besar berasal dari
mengukur volume rongga dibagi dengan volume sisa karbon (C) bahan organik, sedangkan nitrogen
total. Rongga rongga ini akan diisi oleh air dan (N) dan kalium (K) bersal dari sayuran dan sampah
udara. Udara akan mensuplai oksigen untuk rumah tangga (Pandebesie, 2013).
proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi

Jurnal “Teknologi Lingkungan”, Volume 2 Nomor 01, Juni 2018 30


Teknik Lingkungan Universitas Mulawarman

Pengomposan merupakan proses dekomposisi organik yang digunakan adalah 100 kg pada
terkendali secara biologis terhadap limbah padat tumpukan.
organik dalam kondisi aerobik atau anairobik. b. Penumpukan
Aerobik sendiri berarti pengolahan limbah dengan Proses penumpukan bahan organik pada
kondisi pengomposan secara terbuka (dengan penelitian ini akan menggunakan metode Hot
oksigen) atau mengendalikan bakteri aerob. Composting, dengan suhu yang dihasilkan
Sedangkan anaerobik merupakan pengolahan mencapai suhu termofilik yaitu pada suhu
limbah dengan kondisi pengomposan secara 50ºC - 60ºC pada hari ke-4. Tumpukan yang
tertutup yaitu kedap udara (tanpa oksigen). Untuk digunakan yaitu tinggi 1,5 meter dan lebar 1,5
bahan-bahan seperti ikan busuk, daging, dan meter. Pada pembuatan kompos ini
sejenisnya sebaiknya menggunakan proses menggunakan perbandingan 60kg daun kering
pengomposan secara anaerob agar terhindar dari dengan 40kg sampah sayuran.
bau tidak sedap yang tercium selama proses c. Pemantauan
penguraian berlangsung (Susanto, 2007). Pemantauan bertujuan untuk mempertahankan
parameter makro yang dapat menguntungkan
3. Metode Penelitian dalam proses dekomposisi. Pada proses
pemantauan yang akan lebih diukur adalah
Bahan yang dikomposkan merupakan campuran suhu,pH,kelembaban, dan aerasi.
bahan organik kaya selulosa (2 bagian) dan bahan d. Pembalikan
organik kaya nitrogen (1 bagian). Bahan ditimbun Proses pembalikan bertujuan untuk
secara berlapis-lapis dengan ukuran 2,4 x 2,2 x 1,5 mempertahankan parameter yang dipantau,
tn. Setelah dicapai suhu termofilik (50ºC - 60ºC) selain itu proses pembalikan akan menentukan
kurang lebih selama 2 sampai 3 hari, pada hari kematangan dari kompos yang dibuat. Proses
keempat timbunan bahan kompos dibalik. pembalikan dilakukan setiap 2 hari sekali
Pembalikan dilakukan lagi pada hari ke-7 dan ke- dihitung dari proses pemeraman awal
10. Keunggulan: proses pengomposan terjadi penumpukan hingga hari ke 4.
dengan cepat dan dalam waktu yang relatif singkat e. Pengayakan
telah siap dimanfaatkan. Namun pada proses Proses pengayakan ini bertujuan untuk
pengomposan Berkelley (hot composting) ini memisahkan partikel kompos sesuai dengan
memerlukan bahan organik yang cukup banyak agar ukurannya. Selain itu proses pengayakan akan
memperoleh tumpukan yang tinggi untuk merubah ukuran kompos mejadi lebih kecil.
mendukung proses pengomposan khususnya proses
pematangan kompos dengan menggunakan suhu Pada tahap pengujian yang dilakukan di
termofilik laboratorium Analisis Kimia Tanah, Fakultas
Pertanian, Universitas Mulawarman, Samarinda
4. Hasil dan Pembahasan didapatkan hasil, yaitu:

Pencacahan N Ko p N C/ P2 K Ka
Pencacahan bertujuan untuk memudahkan C
o mp H To N O 2 dar
makroorganisme dan mikroorganisme dalam Org
os tal R 5 O Air
mendekomposisi bahan organik yang digunakanalat ani
asi
yang akan digunakan adalah Mesin Grinding (mesin k
o
pencacah). Permukaan area yang lebih luas akan 1 Har 7, 36,9 1,6 23 0, 0, 45,
meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan i ke 9 5% 2 26 5 35
dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. 18 3 % 5 %
Ukuran partikel juga menentukan besarannya ruang
2 Har 6, 32,6 1,6 23 0, 0, 45,
antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas
i ke 5 6% 2 26 5 35
permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil
30 3 % 5 %
ukuran partikel bahan tersebut.
Pada pelaksanaan kompos akan melalui berbagai
proses, yaitu:
5. Penutup
a. Penimbangan
Pada proses penimbangan memerlukan
Kesimpulan
beberapa alat seperti timbangan. Tujuan dari
1. Limbah sayur dan dedaunan kering dapat
penimbangan ini agar perbandingan jumlah
dijadikan bahan baku dalam pembuatan
bahan dapat dipantau sebagai berat awal bahan
kompos, dalam pembuatan kompos kali ini
organik yang digunakan. Berat total bahan
menggunakan limbah sayur kubis yang berperan

Jurnal “Teknologi Lingkungan”, Volume 2 Nomor 01, Juni 2018 31


Teknik Lingkungan Universitas Mulawarman

sebagai unsur Nitrogen dan daun kering sebagai Teknologi, Inovasi dan Aplikasi di Lingkungan
unsur Karbon. Pada pembuatan kompos tersebut Tropis 1(1):41-46. Retrieved from http://e-
memerlukan bahan dengan berat total 100 kg journals.unmul.ac.id/index.php/SEMNASTEK/arti
dengan perbandingan bahan yaitu 40 kg limbah cle/view/975/884
sayur dan 60 kg daun kering. Bahan tersebut
dicacah menggunakan mesin pencacah hingga Pratama, A.W., Nurdiana, J., Meichahayanti, I.
ukuran 3cm x 3cm agar bahan organik yang 2017. Pengaruh perbedaan jenis plat penyerap kaca
digunakan dapat terdekomposisi dengan dan papan mika terhadap kualitas dan kuantitas air
sempurna, setelah proses pencacahan maka akan minum pada proses destilasi energi tenaga surya.
dilaksanakan proses penumpukan, penumpukan Prosiding Seminar Nasional Teknologi, Inovasi dan
yang dilakukan adalah dengan menggunakan Aplikasi di Lingkungan Tropis 1(1):35-40.
system layer. Setelah dilaksanakannya proses Retrieved from http://e-
penumpukan maka akan terus dipantau journals.unmul.ac.id/index.php/SEMNASTEK/arti
tumpukan kompos untuk mengetahui perubahan cle/view/974/883
yang terjadi serta mengatur kadar air pada
tumpukan kompos, dan yang terpenting adalah Fakhrudin, Nurdiana, J., Wijayanti, D.W. Analisis
proses pembalikan karena proses pembalikan penurunan kadar Cr (chromium), Fe (besi) dan Mn
akan mengatur oksigen yang masuk kedalam (mangan) pada limbah cair laboratoium teknologi
tumpukan serta mengatur suhu tumpukan agar lingkungan fakultas teknik universitas mulawarman
tidak melebihi suhu diatas 60ºC. Kegiatan samarinda dengan menggunakan metode
tersebut berlangsung selama 30 hari terhitung elektrolisis. Prosiding Seminar Nasional Teknologi,
dari proses pemeraman tumpukan kompos. Inovasi dan Aplikasi di Lingkungan Tropis 1(1):10-
2. Kualitas kompos pada hari ke 18 belum 15 retrieved from
memenuhi SNI (19-7030-2004), karena terdapat http://ejournals.unmul.ac.id/index.php/SEMNAST
beberapa parameter seperti C organik dan pH EK/article/view/971/880
kompos yang belum memenuhi SNI (19-7030-
2004), selanjutnya kualitas kompos pada hari ke Nurdiana, J. 2017. Circular sustainability in
30 telah memenuhi SNI (19-7030-2004) karena university system: the identification. Jurnal
terjadi perubahan kualitas C organik dan pH Teknologi Lingkungan 1(1): 1-8: retrieved
kompos. Diperkirakan hal tersebut terjadi from:http://ejournals.unmul.ac.id/index.php/TL/arti
dikarenakan cacahan bahan organik yang cle/view/1476
digunakan terlalu besar sehingga proses
dekomposisi berjalan lambat. Sedangkan Edhi Sarwono, Yudhistiro Indro Saputro, Budi
kualitas kompos pada hari ke 30 sudah Nining Widarti.2017.Perencanaan pengelolaan
memenuhi SNI (19-7030-2004). sampah di kelurahan muara jawa ulu dan muara
jawa pesisir kabupaten kutai kartanegara. Jurnal
Teknologi Lingkungan 1(2): 27-30. Retrieved from
Saran http://ejournals.unmul.ac.id/index.php/TL/article/vi
Berdasarkan pengamatan kompos yang telah dibuat ew/1485
dapat diterapkan oleh wilayah pertanian dan
pedesaan namun perlu diperhatikan dalam Rahmawati, Ramadania and Sri Gunawan. 2018. Do
menentukan ukuran bahan yang akan digunakan, brand credibility and altruistic attribution affect
karena ukuran bahan sangat mempengaruhi proses corporate philanthropy performance? – the
pengomposan yang dilakukan. moderating effect of geny’s hedonic behaviour.
International Journal of Business and SocietyVol.
6. Daftar Pustaka 19 No.1, 27-40

Nurdiana, J., Indriana H.F., Meicahayanti, I. 2017.


Analisis pengelolaan sampah berdasarkan
komposisi sampah perumahan di wilayah
samarinda. Jurnal Teknologi Lingkungan 1(1):45-
49. Retrieved from
http://ejournals.unmul.ac.id/index.php/TL/article/vi
ew/1475

Nurdiana, J., Meicahayanti, I., Indriana H.F. 2017.


Pengolahan sampah organik domestik melalui
windrow composting. Prosiding Seminar Nasional

Jurnal “Teknologi Lingkungan”, Volume 2 Nomor 01, Juni 2018 32

Anda mungkin juga menyukai