Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Kompos

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 16

Laporan Praktikum

Dasar-Dasar Agronomi

KOMPOS

NAMA : ANI NURHIDAYAT

NIM : G011 18 1104

KELAS : DASAR-DASAR AGRONOMI I

KELOMPOK : 1

ASISTEN : ALIFAH NURKHAIRINA

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lingkungan adalah tempat atau wilayah dimana makhluk hidup khususnya
manusia pada masyarakat melakukan aktifitas sehari hari. Baik aktifitas dalam
rumah maupun diluar rumah, saat melakukan aktifitas tentunya diperlukan sesuatu
perlengkapan terutama makanan dan minuman untuk memperlancar atau sebagi
pendorong terjadinya aktifitas tersebut, terutama perlengkapan dapur.
Perlengkapan tersebut jika tidak digunakan lagi akan menjadi sampah. Sampah
adalah bahan padat buangan dari kegiatan rumah tangga, pasar, perkantoran,
rumah, penginapan, hotel, rumah makan, industri, atau aktivitas manusia lainnya.
Sampah merupakan hasil sampingan dari aktivitas manusia yang sudah tidak
terpakai.Sampah juga merupakan bagian terintim dari diri manusia yang hingga
saat ini masalahnya selalu menarik untuk dibicarakan tetapi menakutkan untuk
dijamah.
Berawal dari keberadaan sampah tersebut maka estetika akan berkurang
nilainya jika sampah dibiarkan ada dimana-mana. Semua riset mengatakan bahwa
pertambahan jumlah sampah sama dengan pertambahan  jumlah penduduk
sehingga, semakin banyak penduduk yang menghuni bumi maka jumlah sampah
juga akan semakin bertambah. Kesadaran masyarakat tentang hidup bersih dan
teratur perlu terus ditumbuhkan, salah satunya dalam penanganan sampah dari
skala rumah tangga karena sampah juga merupakan bagian dari perilaku hidup
bersih dan sehat. Untuk mengubah kebiasaan membuang sampah menjadi
mengelola sampah perlu upaya yang dimulai secara individual di setiap rumah.
Untuk menjaga lingkungan bersih bebas dari sampah salah satu solusinya
mengubah kebiasaan membuang sampah untuk mengolah sampah menjadi
kompos dimulai dari sampah rumah tangga.
Pengolahan sampah organik untuk keperluan pembuatan kompos dapat
dilakukan secara sederhana. Sampah berupa dedaunan dapat dicincang sehingga
ukuran sampah lebih kecil dan akan mudah untuk terdekomposisi dengan bantuan
mikrobakteri pengurai, yaitu dengan menggunakan EM4 untuk hasil yang
maksimal.
Dalam jangka panjang, pemberian kompos dapat memperbaiki pH dan
meningkatkan hasil tanaman pertanian pada tanah-tanah masam.Kompos banyak
mengandung mikroorganisme. Dengan ditambahkannya kompos ke dalam tanah
tidak hanya jutaan mikroorganisme yang ditambahkan, akan tetapi
mikroorganisme yang ada dalam tanah juga terpacu untuk berkembang. Proses
dekomposisi lanjut oleh mikroorganisme akan tetap terus berlangsung tetapi tidak
mengganggu tanaman .
Berdasarkan penjelasan diatas, maka perlu dilakukan praktikum pembuatan
kompos untuk mengelolah sampah-sampah yang ada disekitar lingkungan rumah
dan tempat-tempat yang lain agar terwujudnya lingkungan bersih bebas smpah
yang berserakan.
1.2 Tujuan dan kegunaan
Tujuan dari praktikum adalah untuk mengetahui proses pembuatan kompos
dengan pemanfaatan limbah sayuran. Adapun kegunaan dari praktikum ini adalah
limbah sayuran di mayarakat dapat berkurang, serta dalam hal penguragan limbah
ini juga tercipta sesuatu yang dapat bermanfaat untuk keseharian masyarakat
terutama bagi yang ingin melakukan pegomposan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Kompos
Kompos merupakan bahan organik, seperti daun-daunan, jerami, alang-alang,
rumput-rumputan, dedak padi, batang jagung, sulur, carang-carang serta kotoran
hewan yang telah mengalami proses dekomposisi oleh mikroorganisme pengurai,
sehingga dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah. Kompos
mengandung hara-hara mineral yang esensial bagi tanaman.Di lingkungan alam
terbuka, proses pengomposan bisa terjadi dengan sendirinya. Lewat proses alami,
rumput, daun-daunan dan kotoran hewan serta sampah lainnya lama kelamaan
membusuk karena adanya kerja sama antara mikroorganisme dengan cuaca.
Proses tersebut bisa dipercepat oleh perlakuan manusia, yaitu dengan
menambahkan mikroorganisme pengurai sehingga dalam waktu singkat akan
diperoleh kompos yang memiliki kualitas yang bagus (Setyorini dkk, 2009).
Kompos merupakan istilah untuk popok organik yang diolah oleh manusia
yang dimulai dari proses pembusukan sisa buangan makhluk hidup, baik tanaman
ataupun hewan. Proses pembuatan kompos dapat terjadi secara aerob dan anaerob
yang saling menunjang pada lingkungan tertentu. Kompos yang baik yaitu
kompos yang sudah mengalami pelapukan dengan ciri-ciri warna yang berbeda
dengan warna pembentukannya, tidak berbau, kadar air rendah dan mempuanyai
suhu ruang hal ini sesuai dengan pendapat (Yuniwati, 2012).
2.2 Pengomposan Anaerob
Pembuatan pupuk secara anaerob ialah modifikasi biologis pada struktur
kimia dan biologi bahan organik tanpa bantuan udara atau oksigen sedikitpun
(hampa udara). Proses ini merupakan proses yang didingin dan tidak terjadi
fluktuasi suhu. Namun, pada proses pembuatan kompos secara anaerob perlu
tambahan panas dari luar supaya temperature sebesar 30oC( Yuniwati, 2012).
Dekomposisi secara anaerobik merupakan modifikasi biologis pada struktur
kimia dan biologi bahan organik tanpa kehadiran oksigen (hampa udara). Proses
tersebut merupakan proses yang dingin dan tidak terjadi fluktuasi suhu, seperti
yang terjadi pada proses pengomposan aerobik. Bakteri anaerob dapat tumbuh
tanpa terkontaminasi udara. Proses pengomposan secara anaerobik akan
menghasilkan metana (alkohol), CO2, dan senyawa lain seperti asam organik
yang memiliki berat molekul rendah (asam asetat, asam propionat, asam butirat,
dan asam laktat (Putri, et al., 2016).
2.3 Kandungan Bahan
Bahan baku pengomposan adalah semua material yang mengandung karbon
dan nitrogen , seperti kotoran hewan, sampah hijauan berupa eceng gondok,
limbah sayur, daun chromolaena (daun gamal).
2.3.1 Eceng Gondok
Eceng gondok (Eichonia crassipes) adalah salah satu jenis tumbuhan air
mengapung yang memiliki kecepatan tumbuh tinggi sehingga tumbuhan ini
dianggap sebagai gulma yang dapat merusak lingkungan perairan. Eceng gondok
dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik karena terdapat unsur-unsur hara yang
dibutuhkan oleh tanaman.Menyatakan bahwa pupuk organik eceng gondok (E.
crassipes) memiliki kandungan unsur hara N sebesar 1,86%, P sebesar 1,2%, K
sebesar 0,7%, rasio C/N sebesar 6,18%, bahan organik sebesar 25,16% dan
Corganik 19,61 %. Proses untuk mempercepat pengomposan dapat dipacu
dengan pemberian mikroorganisme sebagai dekomposer . Jumlah dan jenis
mikroorganisme menentukan keberhasilan proses pengomposan, seperti jamur
Trichoderma harzianum. Jamur T. harzianum disebut juga sebagai aktivator
biologis yang aktif dalam perombakan bahan organik menjadi senyawa anorganik
(Wulandari, 2016).
2.3.2 Limbah Sayur
Limbah sayuran dengan kandungan organik sebesar 9,438%, N-Total
sebesar 0,9825%, dan rasio C/N sebesar 9,44. Kascing dalam penelitian ini masih
memiliki nilai C-organik, N-Total, dan rasio C/N yang lebih rendah dibandingkan
dengan kualitas kompos lainnya (Sudarmin, 2015)
2.3.3 Daun Chranolaena
Krinyuh adalah gulma atau tumbuhan penggangu yang sangat merugikan
tanaman budidaya disekitarnya karena merupakan dalam penyerapan air dan
unsur hara, sehingga menyebabkan penurunan hasil yang sangat tinggi pada
tanaman perkebunan seperti karet, kelapa sawit, kelapa, dan jambu mete. Namun
disisi lainnya, tumbuhan kirinyuh ternyata memiliki berbagai potensi yang
bermanfaat bagi kehidupan manusia seperti pupuk organic, biopestisida, serta
obat, dan uniknya gulma ini dapat membasmi gulma jrnis lain sehingga dapat
digunakan sebagai herbisida. Kirinyuh mengandung unsur hara nitrogen yang
tinggi sehingga cukup potensial untuk dimanfaatkan sebagai bahan dasar mebuat
pupuk organic. Biomassa tumbuhan kirinyuh memiliki kandungan unsur hara
NPK yang cukup tinggi sehingga bisa dijadikan sebagai kompos (Bete, 2018).
2.4 Faktor Keberhasilan Pembuatan Kompos
Menurut Widarti (2015), faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan
pembuatan kompos yaitu:
a. Rasio C/N
Salah satu aspek yang paling penting dari keseimbangan hara total adalah
rasio organik karbon dengan nitrogen (C/N). Dalam metabolisme hidup
mikroorganisme mereka memanfaatkan sekitar 30 bagian dari karbon untuk
masing-masing bagian dari nitrogen. Sekitar 20 bagian karbon di oksidasi menjadi
CO2 dan 10 bagian digunakan untuk mensintesis protoplasma.
b. Ukuran partikel
Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba
dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel
juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan
luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan
tersebut.
c. Aerasi
Aerasi ditentukan oleh posiritas dan kandungan air bahan (kelembaban).
Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan
menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan
pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.
d. Porositas
Porositas adalah ruang diantara partikel di dalam tumpukan kompos.
Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total.
Ronggarongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplai oksigen
untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan
oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu.
e. Kelembaban(Moisture content)
Mikrooranisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik
tersebut larut di dalam air. Kelembaban 40 – 60% adalah kisaran optimum untuk
metabolisme mikroba. Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba akan
mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembaban 15%. Apabila
kelembaban lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang,
akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik
yang menimbulkan bau tidak sedap.
f. Temperatur
Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan
akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi
dengan cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara 30 – 60°C
menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari
60°C akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang
akan tetap bertahan hidup.
g. Derajat keasaman (pH)
pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai
7.5. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan
organik dan pH bahan itu sendiri. pH kompos yang sudah matang biasanya
mendekati netral.
h. Kandungan hara
Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan bisanya
terdapat di dalam komposkompos dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan
oleh mikroba selama proses pengomposan.
2.5 Manfaat Kompos di Bidang Pertanian
Menurut Fitri (2015), pupuk kompos dalam bidang-bidang pertanian, antara
lain sebagai berikut :
1. Kompos Bagi Tanah
Manfaat kompos yang utama pada tanah ialah untuk memperbaiki kondisi
fisik tanah dibandingkan untuk menyediakan unsur hara, walaupun dalam kompos
unsur hara sudah ada tetapi jumlahnya sedikit. Pupuk kompos dapat berperan
dalam menjaga fungsi tanah agar unsur hara dalam tanah mudah dimanfaatkan
oleh tanaman.
2. Kompos Bagi Tanaman
Kompos sangat bermanfaat yaitu bagi proses pertumbuhan tanaman.
Kompos tidak hanya mensuplai unsur hara bagi tanaman, selain itu kompos juga
dapat memperbaiki struktur tanah kering dan ladang serta menjaga fungsi tanah,
sehingga suatu tanaman dapat tumbuh dengan baik.
3. Menyediakan unsur hara bagi tanaman
Unsur hara yang diperlukan oleh tanaman dapat dibagi menjadi tiga
golongan. Unsur hara makro primer ialah unsur hara yang dibutuhkan dalam
jumlah banyak seperti Nitrogen (N), Pospo (P) serta Kalium (K). Unsur hara
makro sekunder ialah unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah kecil, seperti
belerang (S), kalsium (Ca) serta magnesium (Mg).Unsur hara mikro ialah unsur
hara yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit, seperti besi (Fe), tembaga (Cu), seng
(Zn), klor (Cl), boron (B), mangan (Mn) serta molibdenum (Mo). Kompos yang
sudah jadi bisa digunakan untuk memupuk tanaman, dimana mengandung
sebagian besar unsur hara makro primer, makro sekunder serta unsur hara mikro
yang sangat dibutuhkan oleh tanaman.
4. Memperbaiki struktur tanah
Tanah yang baik ialah tanah yang remah atau granuler yang mempunyai tata
ruang udara yang baik sehingga aliran udara serta air dapat masuk dengan baik.
Tanah yang buruk adalah apabila butir-butir tanah tidak melekat satu sama lain
(tanah pasir) atau saling melekat (tanah liat).Kompos adalah perekat pada butir-
butir tanah serta mampu menjadi penyeimbang tingkat kerekatan pada tanah.
Kehadiran kompos pada tanah juga dapat menjadi daya tarik bagi mikroorganisme
untuk dapat melakukan aktivitas pada tanah. Dengan demikian tanah yang pada
mulanya keras serta sulit ditembus air maupun udara, kini bisa menjadi gembur
kembali akibat aktivitas mikroorganisme.
5. Meningkatkan Kapasitas Tukar Kation
Kapasitas tukar kation (KTK) ialah sifat kimia yang berkaitan erat dengan
kesuburan tanah. Tanah dengan KTK tinggi jauh lebih dapat menyediakan unsur
hara daripada tanah KTK rendah. Pupuk kompos mampu menyediakan KTK
dalam jumlah yang lebih tinggi dibandingkan dengan pupuk organik.
6. Meningkatkan kemampuan tanah untuk menahan air
Tanah yang bercampur dengan bahan organik seperti kompos memiliki pori-
pori dengan daya rekat yang lebih baik, sehingga kompos dapat mengikat serta
menahan ketersediaan air di dalam tanah. Erosi air secara langsung bisa ditahan
dengan adanya kompos pada tanah.
7. Meningkatkan aktivitas biologi tanah
Pada kompos terdapat mikroorganisme yang dapat menguntungkan
tanaman. Dalam tanah, Kompos akan  bisa membantu kehidupan mikroorganisme.
Selain berisi bakteri serta jamur pengurai, keberadaan kompos akan membuat
tanah menjadi sejuk tidak terlalu lembab serta tidak terlalu kering. Keadaan
seperti itu sangat disenangi yaitu oleh mikroorganisme.Dalam hal ini misalnya,
cacing tanah lebih senang tinggal di tanah dengan kadar organik tinggi daripada
tanah yang keras maupun berpasir. Cacing tanah bisa menyediakan pupuk alami
berupa kascing yang bermanfaat bagi tanaman.
8. Meningkatkan pH pada tanah asam
Unsur hara dalam tanah lebih mudah diserap yaitu oleh tanaman pada
kondisi pH tanah yang netral, ialah 7. Pada nilai pH ini, unsur hara juga menjadi
mudah larut di dalam air. Semakin asam kondisi tanah (maka semakin rendah pH)
serta jumlah ion Al (alumunium) dan Mn (Mangan) dalam tanah juga semakin
meningkat.Jumlah Al dan Mn yang terlalu banyak akan dapat bersifat racun bagi
tanaman. Kondisi tanah yang asam bisa dinetralkan kembali dengan pengapuran.
Pemberian kompos ternyata dapat membantu peningkatan pH tanah.
9. Menyediakan unsur mikro bagi tanaman
Tidak hanya unsur makro saja yang disediakan yaitu oleh kompos untuk tanaman,
tetapi jugamenyediakan unsur mikro. Unsur-unsur itu antara lain ialah Zn, Mn,
Cu, Fe dan Mo. Walaupun mengandung unsur hara mikro dan makro yang
lengkap, tetapi jumlah yang terkadung yang tidak beg
BAB III
METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum pembuatan kompos dilaksanakan di Teaching Farm Fakultas
Pertanian, Universitas Hasanuddin, yang dilaksanakan pada hari Selasa, 19 Maret
2019 pukul 16 : 00 WITA – selesai.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum pembuatan kompos yaitu karung,
spanduk, ember bekas POC, sekop, tali rafiah, gunting/parang, dan trash bag.
Bahan yang digunakan yaitu, pupuk kandang, cacahan eceng gondok
(Eichonia crassipes), cacahan daun chromolaena, EM4, gula pasir, dan dedak.
3.3 Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja dalam praktikum ini yaitu :
3.3.1 Pembuatan Kompos
1 Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2 Memotong eceng gondok, daun gamal menjadi ukuran yang lebih kecil
menggunakan pisau/parang.
3 Mencampurkan bahan-bahan yang telah dicacah di atas spanduk/karung dan
menambahkan dedak dan pupuk kandang, kemudian mengaduk menggunakan
sekop.
4 Menyiapkan ember berisi air, masukkan gula pasir dan EM4, kemudian siram
campuran bahan dengan larutan gula pasir dan EM4.
5 Setelah bahan tercampur dengan baik dan cukup jenuh, masukkan kedalam
karung lalu ikat ujung karung dengan rapat agar bakteri pengurai mampu
bekerja dengan baik.
3.3.2 Pengadukan Kompos
1. Melepaskan ikatan pada karung.
2. Mengaduk kompos dalam karung dengan merata.
3. Mengikat kembali ujung karung.
3.3.3 Pemanenan Kompos
1. Melepaskan ikatan pada karung.
2. Mengaduk kompos dalam karung
3. Mencium aroma, meraba, dan melihat warna kompos, jika aroma tidak
busuk, warna menjadi coklat kehitaman, dan bertekstur halus, maka
kompos dinyatakan berhasil dan siap panen.
4. Mengeluarkan kompos dari dalam karung.
3.4 Parameter Pengamatan
Adapun parameter pengamatan yang dilakukan yaitu:
3.4.1 Warna
Kompos yang siap panen akan berwarna coklat kehitaman, hal ini
menunjukkan bahwa kompos mengandung banyak bahan organik.
3.4.2 Aroma
Kompos yang siap panen tidak akan berbau, hal ini menunjukkan bahwa
bahan tidak membusuk, melainkan terdekomposisi dengan baik.
3.4.3 Tekstur
Kompos yang siap panen memiliki tekstur yang halus, hal ini
menunjukkan bahwa semua bahan dalam kompos telah berhasil terdekomposisi.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 1. Hasil Pembuatan Kompos

Pengamatan
Aroma Tekstur Warna
ke-

1 Berbau busuk Kasar Kuning Kecoklatan


2 Bau fermentasi Kasar Orange
3 Bau fermentasi Kasar Orange kecoklatan
4 Bau fermentasi Remah Coklat Kehitaman

Sumber: Data Primer, 2019.


4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan diatas dapat dilihat ada tiga parameter
pengamatan, yaitu warna, aroma, dan tekstur. Ketiga parameter inilah yang akan
menjadi acuan untuk melihat keberhasilan kompos. Pada setiap pengamatan,
terjadi perubahan pada warna, aroma, dan tekstur dari kompos.
Pada parameter warna, dapat dilihat bahwa pengamatan ke-1 kompos
berwarna kuning kecoklatan, pengamatan ke-2 kompos berwarna orange,
pengamatan ke-3 kompos berwarna orange kecoklatan, dan pengamatan ke-4
kompos berwarna coklat kehitaman. Parameter dari warna kompos ini
menunjukkan keberhasilan kompos karena dari pekan ke pekan warnanya menjadi
lebih gelap karena kandungan bahan organik. Hal ini sesuai dengan pendapat
Kumalasari (2016) bahwa, kompos yang berhasil akan memiliki warna yang gelap
karena banyaknya kandungan bahan organik di dalamnya. Apabila kompos
berwarna hijau atau masih berwarna seperti bahan mentah kompos tersebut belum
matang.
Pada parameter aroma, dapat dilihat bahwa pengamatan ke-1 aroma yang
ditimbulkan berbau busuk, pengamatan ke-2, 3, dan 4 aroma yang ditimbulkan
bau fermentasi. Parameter dari aroma ini menunjukkan keberhasilan kompos
karena hasil pengamatan terakhir aroma yang ditimbulkan tidak busuk melainka
berbau fermentasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Kumalasari (2016) bahwa,
kompos yang sudah jadi atau sudah matang berbau harum dan hampir menyerupai
tanah. Namun apabila kompos berbau busuk/tidak sedap, hal tersebut terjadinya
proses fermentasi anaerob dan akan menghasilkan senyawa-senyawa yang akan
membahayakan tanaman. Apabila kompos masih berbau bahan mentah, berarti
kemungkinan belum matang atau jadi.
Pada parameter tekstur, dapat diliha bahwa pada pengamatan ke-1, 2, dan 3
tekturnya kasar, dan pengamatan ke-4 remah. Parameter dari tekstur ini
menunjukan keberhasilan kompos karena teksturnya remah sehingga mudah
digumpalkan, gumpalannya akan pecah dengan mudah. Hal ini sesuai dengan
pendapat Kumalasari (2016) bahwa, penggumpalan kompos yang sudah matang
sangat menggumpal bila dilakukan pengepalan/dipegang. Apabila dilakukan
penekanan dengan lunak, gumpalan kompos akan hancur dengan mudah.
Selain itu, ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan ketidakberhasilan
kompos, diantaranya suhu atau temperatur yang tinggi dan kelembaban yang tidak
sesuai. Hal ini sesuai dengan pendapat Widarti (2015) bahwa suhu yang lebih
tinggi dari 60oC akan membunuh sebagian mikroba yang bekerja dalam proses
dekomposisi sehingga akan terganggunya proses pengomposan. Lalu apabila
kelembaban di bawah 40% mikroba akan mengalami penurunan produktivitas dan
bila kelembaban lebih dari 60% hara akan tercuci, volume udara berkurang,
akibatnya aktivitas mikroba menurun dan akan menimbulkan bau yang tidak
sedap yang akan menarik perhatian binatang atau mikroorganisme terhadap
kompos.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkanbahwa
proses pembuatan kompos adalah hasil penguraian parsial dari campuran bahan-
bahan organik dengan memanfaatkan limbah sayuran yang dapat dipercepat
secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba pada tanah dalam kondisi
lingkungan yang hangat, lembab dan aerobik atau anaerobik.
5.2 Saran
Praktikum dapat dilakukan dengan tepat waktu agar tidak buru-buru dalam
pengerjaannya.
DAFTAR PUSTAKA

Bete, Hermelinda. 2018. Pengaruh Pemberian Pupuk Cair Daun Kirinyuh


Terhadap Pertumbuhan Tanaman Bayam Merah [skripsi]. Yogyakarta:
Universitas Sanata Dharma.

Fitri.2015. Pengelolaan Sampah Pasar DKI Jakarta. Hal:132. Jakarta: UI Press.


Kumalasari, Rosidah., Enny Zulaika. 2016. Pengomposan Daun Menggunakan
Konsorsium Azotobacter.Jurnal Sains dan Seni ITS. Vol. 5, No. 2.

Sudarmin. 2015. Mengolah Sampah. Jakarta: Penebar Swadaya.


Setyorini, D., Subowo, dan Husnain. 2009. Penelitian Peningkatan Produktivitas Lahan
Melalui Teknologi Pertanian Organik. Laporan Bagian Proyek Penelitian
Sumberdaya Tanah dan Proyek Pengkajian Teknologi Pertanian Partisipatif.

Wulandari, D. A., Riza Linda, dan Masnur T. 2016. Kualitas Kompos dari
Kombinasi Eceng Gondok dan Pupuk Kandang Sapi dengan Inokulan
Trichoderma harzianum L. Jurnal Protobion Vol 5.

Yuniwati, M., Fredy Iskarima, dan Adhiningsih Padulemba. 2012. Optimasi


Kondisi Proses Pembuatan Kompos Dari Sampah Organik dengan Cara
Ferementasi Menggunakan EM4. Jurnal Teknologi Vol. 5.

Widarti, Budi N., Wardah K. W., Edhi S. 2015. Pengaruh Rasio C/N Bahan Baku
pada Pembuatan Kompos dari Kubis dan Kulit Pisang. Jurnal Integrasi
Proses Vol. 5.

Anda mungkin juga menyukai