Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Peran Bioteknologi Bioremediasi Limbah Plastik Dan Styrofoam - Jurnal Online Biosains Volume 1 2012 H 58-70 Agus Krisno

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 14

Peran Pseudomonas sp.

Dalam Bioteknologi Bioremediasi Limbah


Plastik dan Styrofoam
Role pseudomonas sp. of Biotechnology Bioremediation Waste Plastic
and Styrofoam
Moch. Agus Krisno B, Siti Maslahah, Riska Puspita Dewi, Anggrelia
Margaretna,
Program Studi Pendidikan Biologi,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Malang
Jl. Tlogomas 246 Malang Telp 464318
Abstract
In everyday life we always makes and disposing of garbage. The trash can be
classified become two classification namely trashes organic and trashes
inorganic. Organic waste is the scum produced by nature and can be
explained by land. Meanwhile, dump inorganic is the scum produced from the
chemist and difficult to elaborated by the ground, plastic as plastic and
styrofoam.karena and this isn constituting litter inorganic then required
organisms specifically to re-incorporate bioremidiation by means. Bacterium
Pseudomonas bryops that can re-incorporate and use up C from plasticizers.
Plasticizer who makes plastic to be flexible. The technique used is to add the
bacteria in a mixture of soil, water and yeast. In this process added with
enzyme Laccase are used to accelerate reactions of the bioremediation.
Key word: Biotechnology, Bioremediation, Pseudomonas sp, Enzim Laccase.
Abstraksi
Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu menghasilkan dan membuang
sampah. Sampah tersebut dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu
sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik merupakan
sampah yang dihasilkan oleh alam dan dapat diuraikan oleh tanah.
Sedangkan sampah anorganik merupakan sampah yang dihasilkan dari
bahan kimia dan sulit untuk diuraikan oleh tanah, seperti plastik dan
Styrofoam. Diperlukan teknik bioteknologi untuk memecahkan masalah
limbah ini. Karena plastik dan Styrofoam merupakan sampah anorganik maka
diperlukan organisme khusus untuk merombaknya dengan cara bioremidiasi.
Bakteri Pseudomonas sp yang dapat merombak dan menggunakan sumber
C dari plasticizers. Plasticizer yang membuat plastik menjadi fleksibel. Teknik
yang digunakan adalah dengan menambahkan bakteri tersebut dalam
campuran tanah, air dan ragi. Pada proses ini ditambahkan dengan enzim
Laccase yang digunakan untuk mempercepat reaksi bioremediasi tersebut.
Kata kunci : Bioteknologi, Bioremediasi, Pseudomonas sp. Enzim Laccase.
PENDAHULUAN
Jurnal Online Biosains Volume 1 Tahun 2012 Hal 58-70

58

Perkembangan pembangunan di Indonesia khususnya bidang industri,


senantiasa meningkatkan kemakmuran dan dapat menambah lapangan
pekerjaan bagi masyarakat kita. Namun di lain pihak, perkembangan industri
memiliki dampak terhadap meningkatnya kuantitas dan kualitas limbah yang
dihasilkan termasuk di dalamnya adalah limbah bahan berbahaya dan
beracun (B3). Bila tidak ditangani dengan baik dan benar, limbah B3 akan
menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan. Pencemaran atau polusi
bukanlah merupakan hal baru, bahkan tidak sedikit dari kita yang sudah
memahami pengaruh yang ditimbulkan oleh pencemaran atau polusi
lingkungan terhadap kelangsungan dan keseimbangan ekosistem (Cerniglia,
C.E. and Sutherland, J.B. 2001).
Data dari Deputi Pengendalian Pencemaran Kementerian Negara
Lingkungan Hidup (KLH) 2007, menyebutkan, setiap individu rata-rata
menghasilkan 0,8 kilogram sampah dalam satu hari di mana 15 persennya
adalah plastik. Dengan asumsi ada sekitar 220 juta pen-duduk di Indonesia,
maka sampah plastik yang tertimbun men-capai 26.500 ton per hari;
sedangkan jumlah timbunan sampah nasional diperkirakan mencapai
176.000 ton per hari. Sementara data KLH 2007 menunjukkan, volume
timbunan sampah di 194 kabupaten dan kota di Indonesia mencapai 666 juta
liter atau setara 42 juta kilogram, di mana komposisi sampah plastik
mencapai 14 persen atau 6 juta ton. Berdasarkan data KLH 2008, dari total
timbunan sampah nasional, jumlah sampah yang diolah dengan dikompos
atau didaur ulang hampir 5 persen atau setara 12.800 ton per hari. Dari total
jumlah sampah tersebut, 2 persen atau 204,16 ton per hari di antaranya
adalah sampah organik "biodegradable (Anonymous, 2011).
Bahan polutan yang banyak dibuang ke lingkungan terdiri dari bahan
pelarut (kloroform, karbontetraklorida), pestisida (DDT, lindane), herbisida
(aroklor, antrazin, 2,4-D),
fungisida
(pentaklorofenol), insektisida
(organofosfat), petrokimia (polycyclic aromatic hydrocarbon [PAH], benzena,
toluena, xilena), polychlorinated biphenyls (PCBs), logam berat, bahanbahan
radioaktif, dan masih banyak lagi bahan berbahaya yang dibuang ke
lingkungan. Untuk mengatasi limbah (khususnya limbah B3) dapat digunakan
metode biologis sebagai alternatif yang aman, karena polutan yang mudah
terdegradasi dapat diuraikan oleh mikroorganisme menjadi bahan yang tidak
berbahaya seperti CO2 dan H2O. Cara biologis atau biodegradasi oleh
mikro-organisme, merupakan salah satu cara yang tepat, efektif dan hampir
tidak ada pengaruh sampingan pada lingkungan. Hal ini dikarenakan tidak
menghasilkan racun ataupun blooming (peledakan jumlah bakteri).
Mikroorganisme akan mati seiring dengan habisnya polutan dilokasi
kontaminan tersebut (Anonymous, 2012).
Bioteknologi
Istilah bioteknologi pertama kali dikemukakan oleh Karl Ereky, seorang
insinyur Hongaria pada tahun.Pada perkembangannya sampai pada tahun
1970, bioteknologi selalu berasosiasi dengan rekayasa biokimia (biochemical
Jurnal Online Biosains Volume 1 Tahun 2012 Hal 58-70

59

engineering). Definisi bioteknologi yang lebih luas yaitu penerapan prinsipprinsip ilmiah dan rekayasa pengolahan bahan oleh agen biologi seperti
mikroorganisme, sel tumbuhan, sel hewan, manusia, dan enzim untuk
menghasilkan barang dan jasa (Buthelezi, et al. 2009).
Bioremediasi
Bioremediasi merupakan penggunaan mikroorganisme untuk
mengurangi polutan di lingkungan. Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim
yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi polutan beracun dengan
mengubah struktur kimia polutan tersebut, sebuah peristiwa yang disebut
biotransformasi. Pada banyak kasus, biotransformasi berujung pada
biodegradasi, dimana polutan beracun terdegradasi, strukturnya menjadi
tidak kompleks, dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan
tidak beracun. (Aguskrisnoblog. 2012).
Ada dua jenis bioremediasi, yaitu in-situ (atau on-site) dan ex-situ
(atau off-site). Pembersihan on-site adalah pembersihan di lokasi.
Pembersihan ini lebih murah dan lebih mudah, terdiri dari pembersihan,
venting (injeksi), dan bioremediasi. Sementara pada bioremediasi ex-situ
atau pembersihan off-side dilakukan dengan cara tanah yang tercemar digali
dan dipindahkan ke dalam penampungan yang lebih terkontrol, kemudian
diberi perlakuan khusus dengan menggunakan mikroba. Bioremediasi ex-situ
dapat berlangsung lebih cepat, mampu meremediasi jenis kontaminan dan
jenis tanah yang lebih beragam, dan lebih mudah dikontrol dibanding dengan
bioremediasi in-situ (anonymous. 2012).

Gambar 1. Bioremidiasi in situ dan ex situ


Sumber:google.co.id/image/bioremidiasi
Teknik bioremediasi
Menciptakan lingkungan yang
terkontrol untuk memproduksi enzim
yang sesuai bagi reaksi terkatalisis
yang diinginkan. Kebutuhan dasar
dari proses biologis yaitu :

Jurnal Online Biosains Volume 1 Tahun 2012 Hal 58-70

60

1. Kehadiran
mikroorganisme
dengan kemampuan untuk mendegradasi senyawa target.
2. Keberadaan
substrat
yang
dikenali dan dapat digunakan
sebagai sumber energi dan
karbon.
3. Adanya
pengumpanan
yang
menyebabkan terjadinya sintesa
spesifik untuk senyawa target.
4. Keberadaan sistem penerima
donor elektron yang sesuai.
5. Kondisi lingkungan yang sesuai
untuk reaksi terkatalisis enzim
dengan kelembaban dan pH yang
mendukung.
6. Ketersediaan
nutrien
untuk
mendukung pertumbuhan sel
mikroba dan produksi enzim.
7. Suhu yang mendukung aktivitas
mikrobial dan reaksi terkatalisis.
8. Ketersediaan
bahan
atau
substansi
beracun
terhadap
mikroorganisme tersebut.
9. Kehadiran
organisme
untuk
mendegradasi produk metabolit.
10. Kehadiran
organisme
untuk
mencegah
timbulnya
racun
antara.
11. Kondisi
lingkungan
yang
meminimumkan
organisme
kompetitif bagi mikroorganisme
pendegradasi.
Tanpa
adanya
enzim
yang
mengkatalis reaksi degradasi, waktu
yang dibutuhkan untuk mencapai
keseimbangan
lama.
Enzim
mempercepat
proses
tersebut
dengan cara menurunkan energi
aktivasi,
yaitu
energi
yang
dibutuhkan untuk memulai suatu
reaksi.
Tanpa adanya mikroba,
proses penguraian di lingkungan
tidak akan berlangsung. Kotoran,
sampah, hewan, dan tumbuhan yang

mati akan menutupi permukaan


bumi, suatu kondisi yang tidak akan
pernah kita harapkan. Sebagai
akibatnya, siklus nutrisi atau rantai
makanan akan terputus. Lintasan
biodegradasi
berbagai
senyawa
kimia
yang
berbahaya
dapat
dimengerti berdasarkan lintasan
mekanisme dari beberapa senyawa
kimia alami seperti hidrokarbon,
lignin, selulosa, dan hemiselulosa.
Sebagian besar dari prosesnya,
terutama tahap akhir metabolisme,
umumnya
berlangsung
melalui
proses yang sama (Cerniglia, C.E.
and Sutherland, J.B. 2001).
Bioremediasi ini teknik
penanganan limbah atau pemulihan
lingkungan, dengan biaya operasi
yang relatif murah, serta ramah dan
aman bagi lingkungan. Bioremediasi
adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan
mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah
atau mendegradasi zat pencemar
menjadi bahan yang kurang beracun
atau tidak beracun (karbon dioksida
dan air). Limbah adalah bahan sisa
pada suatu kegiatan dan/atau proses
produksi. Limbah dapat dibedakan
berda-sarkan
nilai
ekonomisnya
dapat
digolongkan
dalam
2
golongan,yaitu: 1. Limbah yang
memiliki nilai ekonomis limbah yang
dengan proses lebih lanjut/diolah
dapat memberikan nilai tambah. 2.
Limbah non ekonomis limbah yang
tidak akan memberikan nilai tambah
walaupun sudah diolah, pengolahan
limbah ini sifatnya untuk mempermudah sistem pembuangan. Berdasarkan sifatnya limbah dapat
dibedakan menjadi : 1. Limbah padat
adalah hasil buangan industri yang

Jurnal Online Biosains Volume 1 Tahun 2012 Hal 58-70

61

berupa padatan, lumpur, bubur yang


berasal dari sisa kegiatan dan atau
proses pengolahan. Limbah padat
dibagi 2, yaitu: a.Dapat didegradasi,
contohnya sampah bahan organik,
dan onggok. b.Tidak dapat didegradasi contoh plastik, kaca,
tekstil, potongan logam. 2. Limbah
Cair adalah sisa dari proses usaha
dan/atau kegiatan yang berwujud
cair. 3. Limbah gas/asap adalah sisa
dari proses usaha dan/atau kegiatan
yang
berwujud
gas
/
asap
(Anonymous. 2010).
Plastik
Plastik adalah bahan yang
paling banyak digunakan pada jaman
modern ini. Plastik sifatnya praktis,
bersih, dan dapat dibentuk menjadi
berbagai barang yang amat berguna
dan memudahkan keseharian kita.
Walaupun begitu plastik adalah
limbah yang disebut-sebut tak dapat
terurai, tak ramah lingkungan, dan
merupakan limbah paling berbahaya
dan merepotkan yang menjadi
masalah utama penanganan limbah
dunia. Meskipun bisa terurai, plastik
membutuhkan waktu hingga ribuan
tahun untuk dapat terurai. Inilah yang
menyebabkan
masyarakat
dari
kalangan awam hingga para ilmuwan
menganggap plastik sebagai limbah
yang tak dapat terurai (Anonim,
2010).
Plastik terdiri atas berbagai
senyawa yang terdiri polietilen,
polistiren, dan polivinil klorida.
Bahan-bahan tersebut bersifat inert
dan rekalsitran. Senyawa lain
penyusun plastik yang disebut
plasticizers terdiri: (a) ester asam
lemak (oleat, risinoleat, adipat,
azelat, dan sebakat serta turunan

minyak tumbuhan, (b) ester asam


phthalat, maleat, dan fosforat. Bahan
tambahan untuk pembuatan plastik
seperti Phthalic Acid Esters (PAEs)
dan
Polychlorinated
Biphenyls
(PCBs) sudah diketahui sebagai
karsinogen yang berbahaya bagi
lingkungan walaupun dalam konsentrasi rendah. Untuk dapat merombak plastik, mikroba harus dapat
mengkontaminasi lapisan plastik
melalui muatan elektrostatik dan
mikroba harus mampu menggunakan komponen di dalam atau pada
lapisan plastik sebagai nutrien.
Plasticizers yang membuat plastik
bersifat fleksibel seperti adipat, oleat,
risinoleat, sebakat, dan turunan
asam lemak lain cenderung mudah
digunakan, tetapi turunan asam
phthalat dan fosforat sulit digunakan
untuk nutrisi. Hilangnya plasticizers
menyebabkan lapisan plastik menjadi
rapuh, daya rentang meningkat dan
daya ulur berkurang (Anonim. 2009).
Plastik merupakan hidrokarbon yang hampir keseluruhan
rantainya
tersusun
atas
atom
hidrogen dan karbon. Polimer ini didisain untuk menghambat keluar
masuknya oksigen, sehingga produk
ataupun makanan yang tersimpan di
dalamnya terawetkan dari proses
biodegradasi alami atau pembusukkan. Untuk itulah plastik dibuat
sedemikian agar tidak mampu ditembus sehingga dibutuhkan ratusan
tahun
untuk
mikroba
mampu
menguraikannya menjadi biogas dan
biomassa (Koswara, 2006; Adam dan
Clark, 2009).
Styrofoam
Styrofoam atau plastik busa
masih tergolong keluarga plastik.

Jurnal Online Biosains Volume 1 Tahun 2012 Hal 58-70

62

Bahan dasar Styrofoam adalah


polisterin, suatu plastik yang sangat
ringan, kaku, tembus cahaya dan
murah tetapi cepat rapuh. Karena
kelemahannya tersebut, polisterin
dicampur dengan seng dan senyawa
butadien. Hal ini menyebabkan
polisterin kehilangan sifat jernihnya
dan berubah warna menjadi putih
susu (Sulchan&Endang, 2007).
Styrofoam dihasilkan dari
campuran 90-95% polystyrene dan
5-10% gas seperti n-butana atau npentana. Bahan dasar Styrofoam
adalah polystyrene. Polystyrene
terbuat dari monomer styrene melalui
proses polimerisasi. Polystyrene
bersifat
inert
kimiawi,
kaku,
transparan, rapuh (Info POM, 2008).
Karena sifatnya yang rapuh, maka
polystyrene dicampur dengan seng
dan senyawa butadiene. Hal ini
menyebabkan
polystyrene
kehilangan sifat jernihnya dan berubah
warna menjadi putih susu. Kemudian
untuk kelenturannya, ditambahkan
zat plasticizer seperti dioktil platat
(DOP), butyl hidroksi toluene, atau n
butyl stearat. Plastik busa yang
mudah terurai menjadi struktur sel
kecil
merupakan
hasil
proses
peniupan dengan menggunakan gas
klorofluorokarbon (CFC) sehingga
membentuk buih (foam). Hasilnya
adalah
bentuk
seperti
yang

digunakan selama ini (Sulcan &


Endang, 2007).
Styrofoam dapat digunakan
untuk mengemas makanan pada
rentang suhu yang bervariasi. Hal ini
disebabkan karena polystyrene sebagai bahan dasar pembuatan
Styrofoam tidak tahan terhadap suhu
dan sudah melembek pada suhu
77C
(Hartomo,1992).
Menurut
Ismariny, Kepala Bidang Polimer
Rekayasa Pusat Teknologi Material
Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi (BPPT) dalam Ariyanto
(2009), penggunaan kemasan plastik
dan Styrofoam untuk makanan/
minuman dengan suhu lebih dari
60C sebaiknya dihindari untuk mencegah terjadinya migrasi ke dalam
makanan. Semakin tinggi suhu
makanan, semakin banyak komponen yang mengalami migrasi, masuk,
dan bercampur dengan makanan
sehingga setiap kita mengkonsumsi
makanan tersebut kita secara tidak
sadar meng-konsumsi zat-zat yang
termigrasi itu (Sulchan & Endang,
2007).

Kota

Jumlah Penduduk (Jiwa)

Medan

2005
2.068.400

2006
2.068.400

2007
2.067.288

Rata-Tara
Timbunan
Sampah Per Hari
2005
2006
2007
4382,0
4985,0

Jakarta Barat

1.565.406

1573.619

1565947

5500,0

Jakarta
Pusat
Jakarta
Timur
Jakarta Utara

897.789

893.195

888.419

4651,0

2.385.121

2.434.163

2.413.875

5442,0

1.176.307

1.182.749

1.257.952

4180,0

5500,0

5500,0
5280,0

5272,8

Jurnal Online Biosains Volume 1 Tahun 2012 Hal 58-70

6592,7
5161,0

63

Jakarta
Selatan
Palembang

1.708.269

1.709.024

1.728.248

5223,0

5663,0

1.500.872

1.520.199

1.369.239

4698,0

5100,0*

Makasar

1.160.011

1.179.024

1.223.540

3580,0

3661,8

Depok

1.335.734

1.369.461

1.420.480

Bandung

2.141.837

2.453.302

2.520.812

6.473,7

Tanggerang

1.700.000

1.914.316

1.537.558

4.225,0

1.914.316

2.066.913

Bekasi

3.764,0
7.500,0
5.000,0

2.790,0

Surabaya

2.599.796

2.740.490

2.809.679

6.700,0

6.234,0

Semarang

1.424.000

1.406.999

1.445.334

4.274,0

3.805,0

Gambar 2. Tabel penumpukan


sampah di perkotaan negara
Indonesia
Keterangan: data hasil konfirmasi
(kuesioner persampahan domestik);
** data SLDH Kota Surabaya 2007
Sumber : http:// aguskrisnoblog.
wordpress.com
Mikroba perombak plastik
Plastik banyak kegunaannya
tetapi polimer sintetik plastik sangat
sulit dirombak secara alamiah. Akhir akhir ini sudah mulai diproduksi
plastik yang mudah terurai. Plastik
terdiri atas berbagai senyawa yang
terdiri polietilen, polistiren, dan
polivinil klorida. Bahan - bahan
tersebut bersifat inert dan rekalsitran.
Senyawa lain penyusun plastik yang
disebut plasticizers terdiri: (a) ester
asam lemak (oleat, risinoleat, adipat,
azelat, dan sebakat serta turunan
minyak tumbuhan, (b) ester asam
phthalat, maleat, dan fosforat. Bahan
tambahan untuk pembuatan plastik
seperti Phthalic Acid Esters (PAEs)
dan
Polychlorinated
Biphenyls
(PCBs) sudah diketahui sebagai
karsinogen yang berbahaya bagi

3.367,0

9.560,0*
*
4.500,0

lingkungan walaupun dalam konsentrasi


rendah
(Anwariansyah.
2009).
Dari alam telah ditemukan
mikroba yang dapat merombak
plastik,
yaitu
terdiri
bakteri,
aktinomycetes, jamur dan khamir
yang umumnya dapat menggunakan
plasticizers sebagai sumber C, tetapi
hanya sedikit mikroba yang telah
ditemukan
mampu
merombak
polimer plastiknya yaitu jamur
Aspergillus
fischeri
dan
Paecilomyces sp.
Sedangkan
mikroba yang mampu merombak dan
menggunakan
sumber
C
dari
plasticizers yaitu jamur Aspergillus
niger, A. Versicolor, Cladosporium
sp.,Fusarium
sp.,
Penicillium
sp.,Trichoderma sp., Verticillium sp.,
dan khamir Zygosaccharomyces
drosophilae,
Saccharomyces
cerevisiae, serta bakteri Pseudomonas aeruginosa, Brevibacterium
sp. dan aktinomisetes Streptomyces
rubrireticuli.
Untuk
dapat
merombak
plastik,
mikroba
harus
dapat
mengkontaminasi lapisan plastik
melalui muatan elektrostatik dan
mikroba harus mampu menggunakan
komponen di dalam atau pada
lapisan plastik sebagai nutrien.

Jurnal Online Biosains Volume 1 Tahun 2012 Hal 58-70

64

Plasticizers yang membuat plastik


bersifat fleksibel seperti adipat, oleat,
risinoleat, sebakat, dan turunan
asam lemak lain cenderung mudah
digunakan, tetapi turunan asam
phthalat dan fosforat sulit digunakan
untuk nutrisi. Hilangnya plasticizers
menyebabkan lapisan plastik menjadi
rapuh, daya rentang meningkat dan
daya ulur berkurang (Anwariansyah.
2009).
Mikroorganisme
Pseudomonas
aeuruginosa
Klasifikasi Ilmiah
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class
:Gamma Proteobacteria
Order
:Pseudomonadales
Family : Pseudomonadaceae
Genus : Pseudomonas
Species :Pseudomonas aeruginosa
(Wikipedia.org/wiki/pseudomonas)

Gambar 3. Bakteri Pseudomonas sp


(http://www.google.co.id/imgres/
pseudomonas aeruginosa)
Keberhasilan penggunaan bakteri
Pseudomonas
dalam
upaya
bioremediasi
lingkungan
akibat
pencemaran
hidrokarbon
yang
membutuhkan pemahaman tentang
mekanisme interaksi antara bakteri
Pseudomonas sp. dengan senyawa

hidrokarbon. Kemampuan bakteri


Pseudomonas sp. dalam mendegradasi hidro-karbon dan dalam
menghasilkan biosurfaktan menunjukkan
bahwa
isolat
bakteri
Pseudomonas sp. berpotensi untuk
digunakan dalam upaya bioremediasi
lingkungan
akibat
pencemaran
hidrokarbon (Angga. 2009).
Genus pseudomonas terdiri dari
sejumlah kuman batang gram
negatif
yang
tidak
meragi
karbohidrat, hidup aerob di tanah dan
di air. Dalam habitat alam tersebar
luas dan memegang peranan penting
dalam pembusukan zat organik.
Bergerak dengan flagel polar, satu
atau lebih. Beberapa diantaranya
adalah fakultatif khemoliotrof, dapat
memakai H2 atau CO sebagai
sumber karbon katalase positif (Boel,
Trelia, 2004).
Pseudomonas
aeruginosa
berbentuk batang dengan ukuran
sekitar 0,6 x 2 m. Bakteri ini terlihat
sebagai bakteri tunggal, berpasangan, dan terkadang membentuk
rantai yang pendek. P. aeruginosa
termasuk bakteri gram negatif.
Bakteri ini bersifat aerob, katalase
positif, oksidase positif, tidak mampu
memfermentasi tetapi dapat mengoksidasi glukosa/ karbohidrat lain,
tidak berspora, tidak mempunyai
selubung (sheat) dan mempunyai
flagel monotrika (flagel tunggal pada
kutub) sehingga selalu bergerak.
Bakteri ini dapat tumbuh di air suling
dan akan tumbuh dengan baik
dengan adanya unsur N dan C. Suhu
optimum untuk pertumbuhan P.
aeruginosa adalah 42o C. P.
aeruginosa mudah tumbuh pada
berbagai media pembiakan karena
kebutuhan
nutrisinya
sangat

Jurnal Online Biosains Volume 1 Tahun 2012 Hal 58-70

65

sederhana. Di laboratorium, medium


paling sederhana untuk pertumbuhannya digunakan asetat (untuk
karbon) dan ammonium sulfat (untuk
nitrogen) (Boel, Trelia, 2004).
Sesuai dengan firman Allah:
Qs. Al-Baqarah:164

Artinya :
Sesungguhnya dalam penciptaan
langit dan bumi, silih bergantinya
malam dan siang, bahtera yang
berlayar di laut membawa apa yang
berguna bagi manusia, dan apa yang
Allah turunkan dari langit berupa air,
lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi
sesudah mati (kering)-nya dan Dia
sebarkan di bumi itu segala jenis
hewan, dan pengisaran angin dan
awan yang dikendalikan antara langit
dan bumi; sungguh (terdapat) tandatanda (keesaan dan kebesaran Allah)
bagi kaum yang memikirkan.
Surat An-Nur 45:

Artinya: Dan Allah telah menciptakan


semua jenis hewan dari air, maka
sebagian dari hewan itu ada yang

berjalan di atas perutnya dan


sebagian berjalan dengan dua kaki
sedang sebagian (yang lain) berjalan
dengan
empat
kaki.
Allah
menciptakan apa yang dikehendakiNya, sesungguhnya Allah Maha
Kuasa atas segala sesuatu.
Dari ayat diatas dapat kita
ketahui bahwa Allah menciptakan
makhluk hidup bermacam-macam.
Ada yang bisa dilihat dengan mata
telanjang dan ada pula yang hanya
bisa dilihat dengan alat bantu
misalnya saja dengan mikroskop.
Salah satu contoh dari makhluk
mikroskopis yaitu mikroorganisme.
Allah menciptakan makhluk hidup
tidak hanya merugikan tetapi juga
menguntungkan. Seperti halnya
jenis makhluk hidup hingga yang
terkecil sekalipun (mikroorganisme)
dan semuanya membawa manfaat
atau faedah bagi kepentingan
manusia di bumi. Seperti halnya jenis
bakteri, protozoa dan lain sebagainya
yang
bermanfaat
untuk
bioremediasi pelestarian lingkungan.
Proses Bioremediasi
Proses bioremediasi memerlukan
beberapa persyaratan agar dapat
berlangsung, antaralain:
1. Mikroorganisme merupakan kunci
pada
kegiatan
bioremediasi.
Sehingga
organisme
yang
digunakan
harus
dapat
merombak
polutan
secara
lengkap dengan kecepatan yang
Reasonable sampai mencapai
batas aman.
2. Mikroorganisme
memerlukan
tambahan sumber C dalam
melakukan
proses
degradasi polutan.
Sehingga,
perlu dilakukan penam-bahan

Jurnal Online Biosains Volume 1 Tahun 2012 Hal 58-70

66

3.

4.

5.

6.

elektron aseptor yang sesuai,


tergantung pada spesies mikroba
dan kondisi lingkungan setempat,
misalnya O2 untuk polutan yang
memerlukan kondisi aerob, nitrat,
fumarat atau sulfat untuk yang
memerlukan kondisianaerob.
Kondisi lingkungan setempat
sangat penting dalam aktivitas
degradasi oleh mikroorganisme,
hal ini meliputi ketersediaan
oksigen, kelembaban, pH, bahan
organik dan suhu.
Proses
metabolisme
oleh
mikroorganisme perombak, hasil
metabolismenya
tidak terakumulasi
dan
tidak
menghasilkan metabolit yang
lebih toksik dari polutan induknya.
Bioavailability polutan menjadi
faktor yang lebih penting untuk
keberhasilan
atau
kegagalan proses bioremediasi.
Faktor ekologi bagi mikroba
sangat
penting
untuk
diperhatikan,
jangan
sampai
mikroba perombak berada dalam
kondisi stres secara ekologis atau
berkompetisi dengan mikrobalain
yang non degradatif.

Proses
Bioremediasi
Pseudomonas aeruginosa

pada

Menurut para ilmuwan bahan plastik


yang tertimbun di dalam tanah
membutuhkan waktu ribuan tahun baru
bisa diuraikan sepenuhnya oleh bakteri.
Namun hal itu tidak lagi akan menjadi
masalah, karena sudah ditemukan cara
agar proses penguraian plastik oleh
bakteri bisa dipercepat.

Untuk itu hanya membutuhkan media


tanah, ragi dan air, sebagai fermenter
atau
sarana
untuk
proses
pembusukan. Plastik-plastik yang

akan dihancurkan dikumpulkan dan


dimasukkan ke dalam tempat berisi
tanah, bercampur ragi dan air.

Gambar 4. Proses bioremediasi


Sumber : Dokumen penyusun
Sampah plastik akan hancur dalam
waktu yang luar biasa singkat hanya
tiga
bulan
berdasarkan
hasil
penelitian untuk jumlah tertentu
dibanding perkiraan ilmuwan sekitar
200 hingga 1000 tahun. Ini bukan
sulap, tapi merupakan pekerjaan
makhluk sangat kecil bernama
bakteri Pseudomonas aeuruginosa
(Anwariansyah. 2009).
Katalisator adalah zat yang dapat
mempercepat reaksi tetapi zat
tersebut tidak ikut bereaksi. Dalam
sel makhluk hidup, reaksi- reaksi
kimia dapat berlangsung dengan
cepat karena adanya katalisator
hidup atau biokatalisator, yaitu
enzim. (S, Amelia, 2010). Oleh
karena itu, untuk mempercepat
proses penguraian sampah plastik
oleh bakteri pseudomonas ini
diperlukan enzim. Enzim laccase
adalah enzim yang mengkatalisis
reaksi oksidasi senyawa fenolik
seperti
dan paradiphenols
orto.

Jurnal Online Biosains Volume 1 Tahun 2012 Hal 58-70

67

Enzim
laccase
secara
luas
didistribusikan
pada
tumbuhan
tingkat tinggi dan jamur, seperti
golongan
Ascomycetes
dan
Deuteromycetes juga telah ditemukan di serangga dan bakteri.
Selain itu enzim laccase juga dapat
diperoleh dari screening pada jamur
yang dapat diperoleh dari tanaman
seperti kubis, lobak, bit, apel,
asparagus,
kentang,
pir,
dan
berbagai sayuran lainnya. (Gaara,
2011).
Optimalisasi
Kondisi
Dalam
Bioremediasi
Keberhasilan proses biodegradasi
banyak ditentukan oleh aktivitas
enzim. Dengan demikian mikroorganisme yang berpotensi menghasilkan enzim pendegradasi hidrokarbon, perlu dioptimalkan aktivitasnya dengan pengaturan kondisi
dan penambahan suplemen yang
sesuai. Dalam hal ini perlu diperhatikan faktor-faktor lingkungan yang
meliputi
kondisi
lingkungan,
temperatur, oksigen, dan nutrient
yang
tersedia.
1.
Lingkungan
Proses biodegradasi memerlukan
tipe tanah yang dapat mendukung
kelancaran aliran nutrient, enzmenzim mikrobial dan air. Terhentinya
aliran tersebut akan mengakibatkan
terbentuknya kondisi anaerob sehingga proses biodegradasi aerobik
menjadi tidak efektif. Karakteristik
tanah yang cocok untuk bioremediasi
in situ adalah mengandung butiran
pasir ataupun kerikil kasar sehingga
dispersi oksigen dan nutrient dapat
berlangsung dengan baik. Kelembaban tanah juga penting untuk
menjamin
kelancaran
sirkulasi
nutrien dan substrat di dalam tanah.

2. Temperatur. Temperatur yang


optimal untuk degradasi hidrokaron
adalah 30-40 oC. Ladislao, et. al.
(2007) mengatakan bahwa temperatur yang digunakan pada suhu
38 oC bukan pilihan yang valid
karena tidak sesuai dengan kondisi
di Inggris untuk mengontrol mikroorganisme pathogen. Pada temperatur yang rendah, viskositas minyak
akan
meningkat
mengakibatkan
volatilitas alkana rantai pendek yang
bersifat toksik menurun dan kelarutannya di air akan meningkat
sehingga proses biodegradasi akan
terhambat. Suhu sangat berpengaruh
terhadap
lokasi
tempat
dilaksanakannya bioremediasi. 3.
Oksigen. Langkah awal katabolisme
senyawa hidrokaron oleh bakteri
maupun kapang adalah oksidasi
substrat dengan katalis enzim
oksidase, dengan demikian tersedianya oksigen merupakan syarat
keberhasilan degradasi hidrokarbon
minyak. Ketersediaan oksigen di
tanah tergantung pada (a) kecepatan
konsumsi
oleh
mikroorganisme
tanah, (b) tipe tanah dan (c)
kehadiran substrat lain yang juga
bereaksi
dengan
oksigen.
Terbatasnya oksigen, merupakan
salah satu faktor pembatas dalam
biodegradasi hidrokarbon minyak. 4.
Nutrien.
Mikroorganisme
memerlukan nutrisi sebagai sumber
karbon, energy dan keseimbangan
metabolism sel. Dalam penanganan
limbah minyak bumi biasanya
dilakukan penambahan nutrisi antara
lain sumber nitrogen dan fosfor
sehingga proses degradasi oleh
mikroorganisme berlangsung lebih
cepat
dan
pertumbuhannya
meningkat. 5. Interaksi antar Polusi

Jurnal Online Biosains Volume 1 Tahun 2012 Hal 58-70

68

Fenomena lain yang juga perlu


mendapatkan
perhatian
dalam
mengoptimalkan aktivitas mikroorganisme untuk bioremediasi adalah
interaksi antara beberapa galur
mikroorganisme di lingkungannya.
Salah satu bentuknya adalah kometabolisme. Kometabolisme merupakan proses transformasi senyawa
secara tidak langsung sehingga tidak
ada energy yang dihasilkan.
Proses bioremediasi harus
memperhatikan antara lain temperatur tanah, derajat keasaman tanah,
kelembaban tanah, sifat dan struktur
geologis lapisan tanah, lokasi
sumber pencemar, ketersediaan air,
nutrien (N, P, K), perbandingan C : N
kurang dari 30:1, dan ketersediaan
oksigen. Biore-mediasi didefinisikan
sebagai proses penguraian limbah
organik/anorganik polutan secara
biologi dalam kondisi terkendali.
Penguraian senyawa kontaminan ini
umumnya melibatkan mikroorganisme (khamir, fungi, dan bakteri).
Pendekatan umum yang dilakukan
untuk meningkatkan biodegradasi
adalah dengan cara yang pertama
menggunakan mikroba indigenous
(bioremediasi
instrinsik),
kedua
memodifikasi lingkungan dengan
penambahan nutrisi dan aerasi
(biostimulasi), dan yang ketiga
penambahan
mikroorganisme
(bioaugmentasi).
KESIMPULAN
Bioteknologi
memberikan
solusi baru dalam lingkungan yang
disebut
dengan
bioremesiasi.
Bioremediasi
menggunakan
mikroorganisme dalam membantu
mendegradasi limbah plastik dan
Styrofoam. Plastik dan Styrofoam

merupakan hasil produk pabrik yang


paling sering digunakan, karena itu
jumlah produk ini menjadi sangat
banyak. Namun kelemahan dari
produk ini adalah sulit dan lama
waktu terurainya, dan kedua produk
ini dapat mencemari lingkungan.
Oleh karena itu, peran bioremediasi
disini adalah membantu mengurai
limbah ini adalah menggunakan
mikroorganisme
yang
produk
hasilnya juga ramah lingkungan.
Teknik yang digunakan adalah
dengan
menambahkan
bakteri
tersebut dalam campuran tanah, air
dan
ragi.
Pada
proses
ini
ditambahkan
dengan
enzim
Laccase yang digunakan untuk
mempercepat reaksi bioremediasi
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Adam, S. dan Clark, D., 2009.
Landfill Biodegradation An in-depth
Look at Biodegradation in Landfill
Environments.
Bio-tec
Environmental, Albuquerque & ENSO
Bottles, LLC, Phoenix.
Aguskrisnoblog.
2012/
Peran
Pekembangan Mikrobiologi Modern
terhadap
Masalah
Penumpukan
Sampah di Kota Besar. http://
aguskrisnoblog.wordpress.com/
Angga. 2009. Pemanfaatan mikroba
dalam bioremediasi. http://angga.
Blogspot.Com/
Anonymous.
2009.
peran
bioteknologi dalam bioremediasi
limbah plastik dan styrofoam. http://
watchann. Wordpress .com/

Jurnal Online Biosains Volume 1 Tahun 2012 Hal 58-70

69

Anonymous. 2010. Journal. http://


mindgreen.multiply.com/
Anonymous. 2012. Peranan bakteri
pseudomonas sp bakteri. http://
kartikamedia.blogspot.com/
Anton J. Hartomo. 1992, Memahami
Polimer Perekat. Andi Off set,
Yogyakarta.
Anwariansyah.
2009.
Bakteri
Pengurai
Sampah
Plastik.http://
sahabatnegen.blogspot.com/
Azahra, Fatimah. 2012. Identifikasi
proteus. http:// El-Ramly-Teenoz
Blogspot.Com/
Boel, Trelia, 2004, Psedomonas
aeruginosa, http :// library.usu.ac.id/
Buthelezi, S. P., Olaniran, A. O. And
Pillay, B., 2009, Turbidity And
Microbial Load Removal From River
Water Using Bioflocculants From
Indigenous Bacteria Isolated From
Wastewater In South Africa, African
Journal Of Biotechnology Vol. 8 (14),
Pp. 3261-3266.

011/12/enzim-lakase-laccase-danaplikasinya.html.
Koswara, S., 2006. Bahaya di Balik
Kemasan Plastik. e-book pangan.
Pablo, Julian. 2012. Bioremediasi.
http://julian-pablo. Blogspot.Com
Ratnaningsih, desi. 2012. Peran
bioteknologi dalam bioremediasi
limbah plastic dan Styrofoam.
http://desi-ratnaningsih.
Blogspot.
Com/
Siregar, Amelia. 2010. Enzim dan
Peranannya.
http://www.chemistry
.org/
Sulchan M. dan Endang Nur W. 2007
Keamanan Pangan Kemasan Plastik
dan Styrofoam. Maj Kedokt Indon,
Volum: 57, Nomor: 2 Program Pasca
Sarjana, Prodi Gizi Biomedik FK
UNDIP, Semarang, Indonesia.

Cerniglia, C.E. and Sutherland, J.B.


(2001). Bioremediation of polycyclic
aromatic hydrocarbons by ligninolytic
and non-ligninolytic fungi. In: Fungi in
Bioremediation, ed. G.M. Gadd,
Cambridge
University
Press,
Cambridge, pp. 136-187.
Gaara. 2011. Enzim Lakase dan
Aplikasinya.
http://sarjanapangan.blogspot.com/2

Jurnal Online Biosains Volume 1 Tahun 2012 Hal 58-70

70

Jurnal on Line: Genetic Engineering and Gen Cloning

71

Anda mungkin juga menyukai