Seminar Mona
Seminar Mona
Seminar Mona
Oleh:
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari guru mata pelajaran matematika kelas VIII
SMP Negeri 6 Pematangsiantar, dalam kegiatan pembelajaran guru masih cenderung
menggunakan pembelajaran ekspositori. Kegiatan pembelajaran lebih dipusatkan pada guru
(teacher center) dan guru kurang memberikan variasi dalam pembelajaran matematika
sehingga siswa mudah bosan dalam mengikuti pembelajaran. Guru masih menggunakan
konsep konvensional,siswa diminta mendengarkan dan mencatat dalam menyelesaikan
masalah sehingga kemampuan berpikir kritis siswa kurang optimal.
Hasil observasi yang diperoleh Mona Chandra Wina yaitu bahwa kemampuan berpikir
kritis siswa di SMP Negeri 6 Pematangsiantar masih kurang. Hal itu dapat dilihat saat jam
pelajaran berlangsung, saat guru menjelaskan materi ada beberapa siswa yang tidak
memperhatikan, apalagi saat guru memberikan contoh soal dan menjelaskan penyelesaiannya
secara runtut ada beberapa siswa yang bermain sendiri tanpa memperdulikan penjelasan guru.
Setelah guru selesai menjelaskan materi dan memberikan beberapa soal permasalahan, siswa
jar ang ada yang bertanya mengenai materi yang mungkin belum dipahaminya. Siswa
menyelesaikan soal permasalahan tersebut sesuai dengan apa yang diketahui tanpa
memperdulikan benar atau salah dan tidak memperhatikan cara penyelesaian secara runtut.
Sikap siswa yang demikian menyebabkan potensi kemampuan berpikir kritis siswa kurang.
Dari kejadian tersebut guru harus memperhatikan cara mengajar dan memperhatikan siswanya
agar ketika sedang diberikan penjelasan mengenai materi siswa lebih fokus memperhatikan
dan dapat menyelesaikan soal permasalahan secara runtut dan benar.
Model problem based learning adalah suatu model pembelajaran dengan memberikan
suatu permasalahan yang nyata kepada siswa untuk dapat dipecahkan secara tepat dan logis.
Model pembelajaran yang digunakan sangat berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis
siswa dalam menyelesaikan masalah. Maksud dari berpikir kritis di sini yaitu dalam
menyelesaikan masalah siswa lebih menggunakan logika sehingga dapat menghasilkan
keputusan yang tepat. Pembelajaran berbasis masalah merupakan metode pengajaran dan
pembelajaran dimana siswa terlibat dalam masalah tanpa studi persiapan dan dengan
pengetahuan secukupnya untuk memecahkan masalah, mengharuskan siswa memperluas
pengetahuan dan pemahaman yang ada dan menerapkan peningkatan pemahaman ini untuk
menghasilkan solusi (Wirkala & Kuhn, 2011). Menurut Sanjaya (2007:218) kelebihan
Problem Based Learning (PBL) Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif siswa dalam bekerja, memotivasi internal
untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based learning terhadap Kemampuan
Berpikir Kritis Matematis Peserta Didik pada Materi SPLDV di Kelas VIII SMP Negeri
6 Pematangsiantar T.A 2021/2022’’
1. Bagi siswa
Dalam kasus pembelajaran matematika siswa diharapkan dapat berpikir kritis dalam
menyelesaikan masalah terutama pada pelajaran matematika.
2. Bagi guru
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan motivasi kepada para guru atau
calon guru untuk meningkatkan kegiatan pembelajarannya di dalam kelas agar lebih
bervariasi dan meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa terutama pada pelajaran
matematika.
3. Bagi sekolah
Dari hasil penelitian diharapkan dapat memberikan pemikiran dan menerapkan inovasi
tentang model problem based learning.
4. Bagi peneliti
Dalam penelitian ini peneliti diharapkan dapat memperoleh jawaban dari permasalahan
yang ada dalam pengalaman menerapkan model problem based learning kepada
siswanya.
LANDASAN TEORI
A.Model Pembelajaran
Model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang mangarah kepada
prosedur sistematis dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan belajar. Model
pembelajaran yang menyenangkan akan menjadikan siswa lebih senang dalam mengikuti
kegiatan pembelajaran di kelas. Siswa juga tidak akan mudah mengeluh ketika guru
menjelaskan materi pembelajaran.
Menurut Tan dalam Rusman (2014: 229) mendefinisikan bahwa: PBM merupakan
inovasi dalam pembelajaran karena dalam PBM kemampuan berpikir siswa betul-betul
dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa
dapat memberdayakan, mengasah, menguji dan mengembangkan kemampuan berpikirnya
secara berkesinambungan.
Menurut Finkle dan Torp dalam Aris Shoimin (2014: 130) mengatakan bahwa:
Problem based learning merupakan pengembangan kurikulum dan sistem pengajaran yang
mengembangkan secara simultan strategi pemecahan masalah dan dasar-dasar pengetahuan
dan keterampilan dengan menempatkan para peserta didik dalam peran aktif sebagai pemecah
masalah sehari-hari yang tidak terstruktur dengan baik. Menurut Duch dalam Aris Shoimin
(2014: 130) mendefinisikan bahwa problem based learning merupakan model pembelajaran
yang mengatakan adanya permasalahan nyata sebagai konteks untuk belajar berpikir kritis dan
keterampilan memecahkan masalah serta memperoleh pengetahuan. Siswa akan lebih
bersemangat dalam mengikuti pembelajaran jika model pembelajaran yang digunakan
menyenangkan dan bervariatif. Tetapi tidak semua guru dapat menerapkan hal tersebut dalam
kegiatan pembelajaran berlangsung.
Berdasarkan teori yang dikembangkan Barrow dan Min Liu dalam Aris Shoimin
(2014: 130) menjelaskan karakteristik dari problem based learning, yaitu:
b. Guru memberi suatu masalah dan meminta siswa untuk mempelajari masalah
tersebut. Dalam penelitian ini permasalahannya yaitu tentang persamaan linear
dua variabel.
c. Guru membagi siswa ke dalam kelompok dimana satu kelompok terdiri 4-5
orang yang mempunyai kemampuan heterogen.
d. Guru meminta siswa untuk mengemukakan ide kelompoknya sendiri tentang
menyelesaikan masalah persamaan linear dua variabel.
e. Guru mengarahkan kepada siswa untuk menyelesaikan pemecahan masalah
yang telah diberikan.
f. Guru mendorong siswa untuk menyajikan hasil diskusinya di papan tulis
dengan cara menunjuk satu kelompok secara acak dan kelompok lainnya
menanggapi hasil penyajian kelompok yang maju.
g. Guru membantu siswa untuk mengkaji ulang proses atau hasil pemecahan
masalah yang telah dipresentasikan, kemudian guru bersama siswa
menyimpulkan masalah tersebut.
2.Kelebihan dari model pembelajaran problem based learning
Menurut Aris Shoimin (2014: 132), kelebihan dari problem based learning adalah
sebagai berikut:
Menurut Aris Shoimin (2014: 132), kekurangan dari problem based learning adalah
sebagai berikut:
b. Dalam suatu kelas yang memiliki tingkat keragaman siswa yang tinggi akan
terjadi kesulitan dalam pembagian tugas.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa problem based learning
merupakan suatu pembelajaran yang diarahkan oleh suatu permasalahan yang nyata untuk
menciptakan kemampuan berpikir kritis dalam menyelesaikan suatu permasalahan dalam
kegiatan belajar mengajar untuk dapat dipecahkan secara tepat dan logis.
Menurut Leron dalam Ariyadi Wijaya (2012: 14) mendefinisikan bahwa “pemikiran
matematika sebagai kemampuan untuk membangun kemampuan penalaran serta
mengkomunikasikan gagasan”. Sehingga guru perlu membuat kesimpulan dari permasalahan
agar siswa dapat menyelesaikan permasalahan sendiri atau dapat menerapkan apabila
mendapatkan masalah di luar sekolah. Jadi kemampuan berpikir kritis matematis adalah
kemampuan yang dimiliki oleh seseorang yang berasal dari dalam atau luar diri seseorang
yang berpengaruh terhadap perkembangan otak untuk dapat mengkomunikasikan pengetahuan
dan keterampilan yang telah diperoleh sesuai dengan akal untuk dapat memecahkan masalah
dan menyimpulkannya secara logis.
Indikator kemampuan berpikir kritis matematis menurut Indarti Meylisa, dkk (2013)
adalah sebagai berikut:
Menurut Glaser dalam Alec Fisher (2008: 3), mendefinisikan bahwa “berpikir kritis
yaitu suatu sikap berpikir secara mendalam tentang masalah dan hal-hal yang berada dalam
jangkauan pengalaman seseorang untuk mendapatkan pengetahuan tentang metode-metode
pemeriksaan dan penalaran yang logis”. Berpikir kritis menuntut upaya keras untuk dapat
merumuskan setiap permasalahan supaya memperoleh jawaban yang logis.
Menurut Robert Ennis dalam Alec Fisher (2008:4), mengatakan bahwa berpikir kritis
adalah pemikiran yang berfokus untuk memutuskan apa yang mesti dipercaya atau dilakukan
sesuai dengan akal. Dengan memberikan solusi dari suatu permasalahan, siswa akan lebih
paham dengan materi yang diajarkan dan dapat menyelesaikan masalah tersebut sesuai dengan
yang diharapkan oleh guru. Menurut Fisher dan Scriven dalam Alec Fisher (2008: 10), bahwa
“berpikir kritis adalah interpretasi dan evaluasi yang terampil dan aktif terhadap observasi dan
komunikasi, informasi dan argumentasi”. Sedangkan menurut Richard Pul dalam Alec Fisher
(2008: 4) mendefinisikan bahwa:
Berpikir kritis adalah mode berpikir-mengenai hal, substansi atau masalah apa saja-
dimana si pemikir meningkatkan kualitas pemikirannya dengan menangani secara terampil
strukturstruktur yang melekat dalam pemikiran dan menerapkan standar-standar intelektual
padanya. Definisi tersebut mengarahkan perhatian pada keistimewaan berpikir kritis dimana
para guru dan peneliti di bidang tersebut terlihat pada prinsipnya menyetujui bahwa satu-
satunya cara untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis seseorang ialah melalui
berpikir tentang pemikiran diri sendiri (metakognisi), dan secara sadar berupaya
memperbaikinya dengan merujuk pada beberapa model berpikir yang baik. Jadi berpikir kritis
adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menyelesaikan suatu permasalahan
menggunakan logika dengan memberikan solusi yang tepat sehingga dapat menghasilkan
keputusan yang tepat.
Contoh: Dea membeli sebuah baju dan 2 buah kaos, ia harus membayar Rp
100.000,00. Butet juga membeli sebuah baju dan 3 buah kaos, ia harus membayar Rp
120.000,00. Tentukan model persamaannya!
Penyelesaian:
Misalkan x = harga sebuah baju dan y = harga sebuah kaos, maka persamaannya dapat ditulis
sebagai berikut.
Kedua persamaan tersebut dikatakan membentuk sistem persamaan linear dua variabel karena
terdapat dua persamaan yang berbentuk ax + by = c dan dx + ey = f atau dapat ditulis
{axdx++by=c
ey=f
Sistem persamaan linear dua variabel dapat diselesaikan menggunakan tiga metode
yaitu:
1.Substitusi
Contoh :
Carilah penyelesaian system persamaan {2 xx−+3yy=15
=5
dengan menggunakan metode
substitusi!
Jawab :
a.Metode Substitusi
Metode substitusi adalah cara penyelesaian dengan menyatakan suatu variabel dengan
variabel yang lain dari satu persamaan. Contoh:
2x + 3y = 15
2 (y + 5) + 3y = 15
2y + 10 + 3y = 15
5y + 10 = 15
5y = 15-10
5y = 5
y = 1
Selanjutnya untuk memperoleh nilai x, substitusikan nilai y ke persamaan x = y + 5, sehingga
diperoleh
x=y+5
x=1+5
x=6
a.Metode Eliminasi
Metode eliminasi adalah cara penyelesaian dengan cara menghilangkan salah satu
variabel unuk mendapatkan nilai variabel yang lain. Unuk menyamakan koefisien variabel
yang akan dihilangkan terlebih dahulu dengan cara menyetarakan salah satu atau kedua
persamaan, sehingga dapat menentukan satu nilai variabel. Selanjutnya dapat menentukan
variabel yang lainnya.
Contoh:
2x + 3y = 6 ×1 2x + 3y = 6
x – y = 3 ×3 3x - 3y = 9 +
5x =6+9
5x = 15
x =3
Seperti pada langkah I, untuk mengeliminasi variabel x, koefisien x harus sama, sehingga
persaman 2x + 3y = 6 dikalikan 1 dan persamaan x – y = 3 dikalikan 2.
2x + 3y = 6 ×1 2x + 3y = 6
x– y =3 ×2 2x –2y = 6
3y – (-2y) = 0
3y + 2y = 0
5y = 0
y = 0
Jadi himpunan penyelesaiannya adalah {(3,0)}.
c. Metode grafik
Himpunan penyelesaian persamaan linear dua variabel berupa garis lurus. Untuk mencari
penyelesaian sistem persamaan linear dua variabel dapat dilakukan dengan mencari titik
potong dua garis.
(Suparmani dan Turahman, 2015:48-49)
Contoh:
Dengan metode grafik, tentukan himpunan penyelesaian sistem persamaan linear dua
variabel x + y = 5 dan x – y = 1 jika x, y variabel pada himpunan bilangan real!
Penyelesaian:
X 0 5 x 0 1
y 5 0 y -1 0
(x,y) (0,5) (5,0) (x,y) (0,-1) (1,0)
Gambar 1.
F. Kerangka Berpikir
Dalam suatu kegiatan pembelajaran di setiap sekolah tentu banyak dijumpai permasalahan
yang dapat menghambat proses pembelajaran. Di antara faktor yang menghambat proses
pembelajaran yaitu penggunaan model pembelajaran yang monoton sehingga siswa merasa
jenuh dalam mengikuti proses pembelajaran. Selain itu, kemampuan berpikir kritisnya pun
masih sangat kurang dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.
Berdasarkan hasil ujian akhir semester genap kelas VIII SMP Negeri 6 Pematangsiantar
rata-rata nilainya masih cenderung di bawah KKM. Hal ini terjadi kemungkinan karena
penggunaan model pembelajaran yang salah atau karena faktor dari masing-masing siswa itu
sendiri sehingga kemampuan berpikir kritis dalam menyelesaikan masalah yang diberikan
oleh guru masih kurang. Siswa cenderung kurang memperhatikan gurunya ketika menjelaskan
materi pelajaran terutama pada mata pelajaran matematika yang dianggap sulit oleh kalangan
siswa. Dalam mengerjakan soal permasalahan pun siswa lebih suka menjawab dengan
jawaban yang singkat sehingga kemampuan berpikir kritis matematisnya masih kurang.
Berdasarkan penjelasan di atas, salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk
mengatasi masalah tersebut yaitu guru dapat menggunakan model problem based learning.
Model pembelajaran ini merupakan upaya pembelajaran untuk menggali pengetahuan baru
siswa melalui pemecahan masalah yang dapat melibatkan siswa supaya lebih berpikir kritis
matematis dalam mengikuti pembelajaran matematika. Siswa diharapkan akan lebih berpikir
kritis matematis dan lebih fokus terhadap kegiatan pembelajaran. Dalam pembelajaran ini
siswa dibuat kelompok dan diberikan permasalahan, kemudian siswa beserta kelompoknya
mendiskusikan masalah tersebut. Setelah itu siswa mempresentasikan hasil diskusinya di
depan kelas, sehingga siswa dapat berpikir secara kritis tentang permasalahan yang diberikan.
G. Rumusan Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir dan tinjauan masalah di atas, maka rumusan hipotesis
penelitian yaitu model pembelajaran problem based learning berpengaruh terhadap
kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas VIII SMP Negeri 6 Pematangsiantar tahun
pelajaran 2021/2022.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian pre-experimental designs (nondesigns) dengan
menggunakan desain penelitian test dan angket. Test dilakukan setelah siswa mendapatkan
pembelajaran menggunakan model problem based learning, sedangkan pengisian angket
dilakukan setelah mengerjakan soal test.
2.Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap pada bulan oktober.
C. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling
1. Populasi Penelitian
Menurut Sugiyono (2010: 117), “populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri
atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”. Populasi dalam penelitian ini.
adalah siswa kelas VIII semester genap SMP Negeri 6 Pematangsiantar 2021/2022.
2. Sampel
Menurut Sugiyono (2010: 118), “sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik
yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Sampel dalam penelitian ini diambil satu kelas secara
acak yaitu kelas VIII A, kemudian kelas tersebut diberi perlakuan dengan model pembelajaran
problem based learning untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran problem based
learning terhadap kemampuan berpikir kritis matematis.
3. Teknik Sampling
Menurut Sugiyono (2013: 118), “teknik sampling merupakan teknik pengambilan
sampel”. Untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian, terdapat berbagai
teknik sampling yang digunakan. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah
cluster random sampling (area sampling) yaitu teknik sampling yang digunakan untuk
menentukan sampel bila obyek yang akan diteliti sangat luas, dengan cara obyek tersebut
dipilih secara acak untuk menentukan sampelnya.
D. Variabel Penelitian
Menurut Sugiyono (2010: 61), “Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau
nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”.
Menurut Sugiyono (2010: 61), “variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi
atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat)”. Sehingga
variabel bebas dalam penelitian ini adalah model problem based learning.
Menurut Sugiyono (2010: 61), “variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi
atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas”. Sehingga variabel terikat dalam
penelitian ini adalah kemampuan berpikir kritis matematis.
Metode ini digunakan untuk mendapatkan data nilai pada semester genap siswa kelas
VIII SMP Negeri 6 Pematangsiantar tahun pelajaran 2021/2022.
2.Metode Tes
Menurut Sugiyono (2013: 199), “kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada
responden untuk dijawabnya”. Kuesioner di dalam penelitian ini berhubungan dengan model
pembelajaran problem based learning.
F. Instrumen Penelitian
Menurut Sugiyono (2010: 148), “instrumen penelitian adalah suatu alat yang
digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati”. Dalam penelitian ini,
instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah instrumen tes dan non tes.
Instrumen tes berupa tes kemampuan berpikir kritis matematis, sedangkan instrumen non tes
berupa angket respon siswa terhadap pembelajaran matematika menggunakan model problem
based learning.
1. Tes
Instrumen tes yang digunakan adalah tes kemampuan berpikir kritis matematis berupa
tes uraian yang diberikan pada saat test. Test diberikan diakhir kegiatan penelitian sesudah
mendapatkan pembelajaran, hasil post-test digunakan untuk melihat pengaruh kemampuan
berpikir kritis matematis pada siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan
model problem based learning. Sebelum penelitian dilakukan, instrumen tes diuji cobakan
terlebih dahulu di kelas lain. Agar memiliki validitas isi instrumen tes yang baik, maka dapat
dikonsultasikan kepada pakarnya atau ahlinya. Data uji coba instrumen kemudian dianalisis
untuk mengetahui validitas dan reliabilitas.
a. Validitas
Menurut Riduwan (2012: 73), menjelaskan bahwa “validitas adalah suatu ukuran yang
menunjukkan tingkat keandalan atau kesahihan suatu alat ukur”. Alat ukur yang kurang valid
berarti memiliki validitas rendah. Untuk mengukur validitas tes digunakan rumus korelasi
product moment dengan angka kasar yang dikemukakan oleh Person yaitu:
Keterangan:
= koefisien korelasi
Tabel 3.
b. Reliabilitas
Sebuah tes dikatakan reliabel jika tes tersebut memberikan hasil yang tetap dan tes
tersebut diberikan pada kesempatan yang lain akan memberikan hasil yang relatif sama. Uji
reliabilitas dilakukan untuk mendapatkan tingkat ketepatan atau keajegan alat pengumpulan
data (instrumen) yang digunakan. Uji reliabilitas instrumen dilakukan menggunakan rumus
Alpha Cronbach yaitu sebagai
berikut:
Keterangan:
Tabel 4.
Kriteria Reliabilitas
Raliabilitas Interpretasi
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
Dalam penelitian ini soal tes dikatakan mempunyai reliabilitas yang baik jika dipenuhi
≥ 0,40.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil uji reliabilitas adalah 0,412 dengan
kategori sedang sehingga soal tes dikatakan mempunyai reliabilitas yang baik.
2. Angket Siswa
Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert yang sudah
dimodifikasi, terdiri dari empat pilihan jawaban, yaitu SS
(sangat setuju), S (setuju), TS (tidak setuju), STS (sangat tidak setuju). Dengan skala Likert,
maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator
tersebut digunakan sebagai kriteria untuk menyusun item-item instrumen yang akan
digunakan. Adapun indikator respon siswa terhadap pembelajaran matematika menggunakan
model problem based learning adalah sebagai
berikut:
Tabel 5.
Untuk pernyataan yang bersifat positif (favorable) kategori SS diberi skor tertinggi,
makin menuju STS skor yang diberikan berangsurangsur menurun dari 4-1. Sebaliknya untuk
pernyataan yang bersifat negatif (unfavorable) untuk kategori SS diberi skor terendah, makin
ke STS skor yang diberikan berangsur-angsur makin tinggi dari 1-4.
Untuk mengukur validitas angket digunakan rumus korelasi product moment dengan
angka kasar yang dikemukakan oleh Person
yaitu:
Keterangan:
= koefisien korelasi
Tabel 6.
Dalam penelitian ini soal angket dikatakan mempunyai validitas yang baik jika
dipenuhi ≥ 0,400.
Adapun kriteria skala Likert dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 7.
Bobot Pernyataan
No. Pernyataan
Favorable Unfavorable
1 SS 4 1
2 S 3 2
3 ST 2 3
4 STS 1 4
Uji kelinearan adalah salah satu asumsi dari analisis regresi, maksudnya apakah antara
X dan Y membentuk garis atau tidak. Menurut Sugiyono (2010: 265-266), langkah-langkah
menentukan uji kelinearan regresi adalah sebagai berikut:
JK(T) = ∑ Y
JK(a)
JK(b|a)
JK(TC) = .
S2reg= JK(b|a)
JK ( S )
S2sis=
n−2
JK ( TC )
S2TC=
k−2
a.
b.
Dari harga a dan b yang telah dihitung diperoleh persamaan regresi linear sederhana
sebagai berikut:
Ŷ = a + bX
Keterangan:
Ŷ = nilai Y prediksi jika diketahui nilai X tertenttu a = rata-
rata populasi b = koefisien regresi Y pada X
JKreg
r2= ( Budiyono, 2009: 258)
JKT
DAFTAR PUSTAKA
https://ppjp.ulm.ac.id/journal/index.php/edumat/article/view/7078
urnal.umj.ac.id/index.php/fbc/article/view/3086