Faqih Rahman Fareza - Laporan Praktikum DIT
Faqih Rahman Fareza - Laporan Praktikum DIT
Faqih Rahman Fareza - Laporan Praktikum DIT
GOLONGAN V2
AGRIBISNIS 2021
MATERI I
PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
Tanah merupakan lapisan yang menyelimuti bumi dengan ketebalan yang bervariasi dari
beberapa sentimeter hingga lebih dari 3 meter. Dibandingkan dengan massa bumi, lapisan ini
sebenarnya tidak berarti, namun, dari tanah inilah segala makhluk hidup yang berada di muka
bumi, baik tumbuhan maupun hewan memperoleh segala kebutuhan mineralnya. Selain itu,
antara tanah dan makhluk hidup ini membentuk suatu hubungan yang dinamis. Dari tanah
diperoleh kebutuhan mineral makhluk hidup dan ke dalam tanah akan dikembalikan residu
dari makhluk tersebut. Kehidupan sangat vital bagi tanah dan tanah sangat vital bagi
kehidupan. Pandangan manusia tentang tanah sangat dipengaruhi oleh latar belakang setiap
individu. Seorang petani menganggap tanah sebagai media tempat tumbuh tanamannya,
sedangkan seorang insinyur bangunan memandang tanah sebagai tempat berdirinya bangunan
serta sebagai sumber bahan bangunan yang bernilai tinggi. Bagi kita, tanah merupakan
sumber yang dapat menghasilkan makanan, pakaian, bahkan tempat tinggal kita. Jelas bahwa
keberadaan kita sangat tergantung kepada tanah. Istilah TANAH berasal dari bahasa Yunani
SOLUM yang artinya LANTAI. Beberapa ahli kimia, seperti Liebig, menganggap tanah
sebagai gudang cadangan makanan bagi tumbuhan. Sedangkan para ahli geologi terdahulu
menganggap tanah sebagai hasil lapukan batuan. Kedua konsep ini tidak salah namun,
keduanya belumlah lengkap. Beberapa ahli telah mencoba mendefinisikan tanah ini sesuai
bidangnya setiap. Para edafolog, yang memandang tanah dalam kaitannya dengan
penggunaannya sebagai media tumbuh tanaman, mendefinisikan tanah sebagai suatu
campuran bahan-bahan organik dan mineral yang mampu mendukung kehidupan tumbuhan.
Sedangkan para pedolog, yang memandang tanah sebagai suatu bentuk utuh yang tersendiri,
mendefinisikan tanah sebagai suatu hasil alami yang terbentuk dari pelapukan batuan sebagai
akibat kegiatan iklim dan jasad renik. Pada kedua konsep ini terlihat bahwa kehidupan
sangat penting artinya bagi tanah. Di satu segi tanah merupakan media yang sangat
diperlukan bagi kehidupan, sedangkan di lain segi sifat tanah sangat dipengaruhi oleh
kehidupan yang terdapat di sekitarnya. Di bawah lapisan tanah ini terdapat sekumpulan hasil
lapukan batuan yang terhampar di atas lapisan batuan dan belum terkena pengaruh kegiatan
makhluk hidup. Bagian 2 batuan yang telah melapuk ini dinamakan dengan lapukan batuan
atau lebih sering dikenal dengan nama bahan induk tanah yang berbeda dengan tanah yang
didefinisikan
sebelumnya. Sedangkan bahan-bahan lepas yang terdapat di atas lapisan batuan, yang telah
atau yang belum terkena pengaruh makhluk hidup dinamakan dengan regolit. 1.1 Fungsi
Tanah Tanah mempunyai fungsi yang vital, yaitu sebagait tempat tumbuh dan
berkembangnya perakaran, penyedia kebutuhan primer tanaman (air, udara, dan unsur-unsur
hara), penyedia kebutuhan sekunder tanaman (zat-zat pemacu tumbuh: hormon, vitamin,
dan asam-asam organik; antibiotik dan toksin anti hama; enzim yang dapat meningkatkan
kesediaan hara), dan sebagai habitat biota tanah, baik yang berdampak positif karena terlibat
langsung atau tak langsung dalam penyediaan kebutuhan primer dan sekunder tanaman
tersebut, maupun yang berdampak negatif karena merupakan hama & penyakit tanaman.
Keempat fungsi tanah tersebut secara rinci dapat dilihat pada Gambar 1. 1.2 Komposisi
Tanah Tanah berkembang dari bahan mineral yang berasal dari batuan induknya dan
bahan organik yang berasal dari makhluk hidup yang terdapat di sekitarnya. Bahan-bahan
ini
membentuk bagian padat tanah yang dinamakan dengan kerangka tanah. Di antara partikel
padat ini terdapat rongga yang dapat berisi udara atau berisi air. Ruang pori ini meliputi
sekitar setengah volume tanah pada horizon A, sedangkan pada horizon B dan C ruang pori
ini lebih sedikit jumlahnya. Bagian pori yang lebih kecil biasanya diisi oleh air sedangkan
udara mengisi bagian pori yang lebih besar. Bahan mineral tanah terdiri atas partikel yang
berukuran sangat beragam, yaitu dari yang berukuran sangat kasar (pasir, kerikil, dan batu)
hingga yang berukuran halus (debu dan liat). Perbandingan fraksi pasir, debu, dan liat
disebut tekstur tanah secara rinci akan kita bahas di Bab III. Sifat Fisik Tanah. Bahan mineral
ini
sangat besar perannya bagi kelangsungan pertumbuhan tanaman serta kemungkinan
penyediaan hara serta air. Tanah yang ideal biasanya mengandung sekitar 45% mineral
dari volumenya. Bahan organik tanah menyusun antara 1 hingga 5% volume tanah. Bahan
ini paling banyak dijumpai di bagian atas tanah dan kadangkala membentuk horizon
organik.
1. 2. Tujuan Praktikum
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pengambilan sampel tanah untuk mengetahui sifat fisik tanah dibagi
menjadi dua jenis yaitu: (1) Sampel tanah utuh yang digunakan untuk
menganalisis bulk density, permeabilitas tanah, serta porositas tanah, yang
dilakukan dengan cara menggunakan ring sampel. Pengambilan sampel tanah
utuh dilakukan dengan cara mengambil tanah yang telah dibersihkan dari
perakaran dan tanaman
sebelum pengambilan sampel lalu meletakkan ring sampel diatas tanah. (2)
Sampel tanah tidak utuh digunakan untuk analisis tekstur dan struktur, dimana
pengambilan sampel tanah tidak utuh dilakukan dengan cara mengambil tanah dari
titik yang telah ditentukan tempatnya. Jumlah sampel tanah tidak utuh diambil dari
kedalaman 0-30 cm dan 30-60 cm pada masing-masing ketinggian (Ervanaz dkk.,
2014).
Struktur tanah merupakan partikel-partikel tanah seperti pasir, debu,
dan liat yang membentuk agregat tanah antara suatu agregat dengan agregat yang
lainnya. Dengan kata lain struktur tanah berkaitan dengan agregat tanah dan
kemantapan agregat tanah. Bahan organik berhubungan erat dengan kemantapan
agregat tanah karena bahan organik bertindak sebagai bahan perekat antara partikel
mineral primer. Penggunaan bahan organik mampu memperbaiki sifat fisik, kimia,
dan biologi tanah sehingga menunjang pertumbuhan tanaman yang lebih baik
(Margolang dkk., 2015).
Bahan organik berpengaruh terhadap sifat fisik tanah yaitu dapat
meningkatkan stabilitas agregat tanah, sehingga menciptakan struktur tanah yang
mantap dan ideal bagi pertumbuhan tanaman yang berakibat pada tingkat porositas
yang baik dan mengurangi tingkat kepadatan tanah, sehingga akan menciptakan
agregat - agregat yang stabil. Kedalaman tanah menunjukkan pengaruh yang
nyata terhadap kemantapan agregat. (Utomo dkk., 2015).
Tanah dengan kandungan bahan organik dan populasi cacing yang tinggi
berpengaruh terhadap berat isi dan kemantapan agregat tanah. Bahan organik akan
meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah dan akan menciptakan struktur tanah
yang lebih baik sehingga akan menciptakan agregat
–
agregat yang stabil (Pramana 2014)
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
Agregat Utuh
Dari wilayah
kebun upn
Dari wilayah
kebun upn
4.2 Pembahasan
Pengambilan contoh tanah di lapangan dilakukan untuk mengetahui
bagaimana sifat fisik tanah ( tekstur tanah, struktur, porositas tanah, bulk density,
dan permeabilitas tanah ) di suatu lokasi/tempat. Dalam penentuan sifat fisik tanah
dibutuhkan tiga macam contoh tanah, yaitu contoh tanah utuh, tanah agregat utuh,
dan tanah biasa.
bahwa tanah utuh digunakan untuk
menganalisis bulk density, permeabilitas tanah, serta porositas tanah yang
dilakukan dengan cara menggunakan ring sample. Tanah utuh diambil
dari kedalaman 0-20 cm ataupun 20-40 cm.
Pengambilan tanah agregat utuh dilakukan untuk penetapan stabilitas
agregat tanah. Utomo dkk., (2015) berpendapat bahwa tanah yang mengandung
bahan organik tinggi akan memiliki kemantapan agregat yang tinggi.
Tanah biasa atau tanah tidak utuh digunakan untuk analisis struktur,
penetapan kandungan air, tekstur tanah, kandungan bahan organik, Ph, dan sifat
kimia yang lain pada tanah. Menurut Prayogo dan Saptowati, (2016) tanah terusik
diperlukan untuk penetapan kadar lengas, testur, tetapan Atterberg, kenaikan
kapiler, sudut singgung, kadar lengas kritik, indeks patahan, konduktivitas
hidroulik tak jenuh, luas permukaan, erodibilitas tanah menggunakan hujan tiruan
untuk
penetapan sifat kimia tanah misalnya kandungan hara (N,P,K, dll), kapasitas
tukar kation, kejenuhan biasa, dll, digunakan pengambilan contoh tanah terusik.
Pengambilan contoh tanah dilakukan di kebun UPNV JATIM. Sebelum
pengambilan sampel, tanah harus dibersihkan terlebih dahulu dari tanaman dan
perakaran karena tanaman dan perakaran akan mempengaruhi porositas tanah
dan
volume tanah. Hal ini didukung pendapat Nugroho, (2017) bahwa akar tunggang dan
akar lateral berhubungan dengan sifat fisik tanah yang meliputi kedalaman solum
tanah, porositas tanah, dan berat volume tanah. Dalam pengambilan sampel
digunakan copper ring dengan tebal tabung memenuhi nisbah luas < 0,1 agar
mencegah terjadinya tekanan mendatar. Dalam memisahkan ring pertama dan
kedua harus dilakukan secara hati-hati agar didapatkan tanah utuh tanpa adanya
bagian hilang yang mempengaruhi berat jenis tanah. Pengambilan tanah ditempat
dan kedalaman yang berbeda karena pada tempat dan kedalaman berbeda memiliki
sifat fisik tanah yang berbeda juga.
Terdapat syarat-syarat yang harus terpenuhi dalam pengambilan sampel
tanah. Syarat-syaratnya antara lain tempat jauh dari pemukiman, jauh dari aliran
air, jauh dari jalan, tidak boleh mengambil dari galengan sawah, selokan, bekas
pembakaran, bekas timbunan pupuk, kapur, bekas penggembalaan ternak, dan
dibawah tajuk pohon. Hal-hal yang menjadi syarat ini dikarenakan sampel tanah
harus dapat menggambarkan kondisi fisik tanah pada tempat pengambilan sampel
V. PENUTUP
.
5.1 Kesimpulan
Pengambilan contoh tanah dilakukan di dua tempat yang berbeda. sampel
satu diambil di kebun UPNV JATIM dan sampel dua
diambil di wilayah wonosalam
. Kedua sampel diambil
dari kedalaman 0-20 cm. Contoh tanah yang diambil terbagi menjadi tiga, yaitu
tanah utuh, tanah agregat utuh, dan tanah biasa. agar mengetahui isi kandungan dalam
tanah tersebut
Daftar Pustaka
Afriani, L., dan Juansyah, J. 2016. Pengaruh Fraksi Pasir Dalam Campuran
Tanah Lempung Terhadap Nilai CBR dan Indeks Plastisitas Untuk Meningkatkan
Daya Dukung Tanah
Dasar. Jurnal Rekayasa
. 20(1): 24-32
Ainun, S., Sururi, M.R., Pharmawati, K., dan Suryana, I. 2015. Penyisihan Fe-
Organik pada Air Tanah Dengan AOP (Advanced Oxidation Process).
Reaktor
. 15(4): 218-223.
Andalusia, B., Zainabun, dan Arabia, T. 2016. Karakteristik Tanah Ordo Ultisol
di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Perkebunan Nusantara I (Persero) Cot Girek
Kabupaten Aceh
Utara.
Jurnal Kawista
. 1(1): 45-49
Arabia, T., Zainabun, dan Royani, I. 2012. Karakteristik Tanah Salin Krueng
Raya Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten Aceh Besar
. Jurnal Manajemen
Sumberdaya Lahan
. 1(1): 32- 42
MATERI II
Tekstur tanah adalah perbandingan realtif antara pasir, debu, dan liat yaitu
partikel tanah dengan diameter kurang dari atau sama dengan dua milimeter.
Tekstur tanah termasuk salah satu sifat tanah yang paling sering ditetapkan. Hal ini
karena tekstur tanah berhubungan erat dengan pergerakan air dan zat terlarut, udara,
pergerakan panas, berat volume tanah, luas permukaan spesifik, pemadatan tanah.
Tekstur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang sangat menentukan
kemampuan tanah untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Tekstur tanah akan
mempengaruhi kemampuan tanah dalam menyimpan dan mengahantarkan air
(Simanungkalit, 2018).
Tanah bertekstur liat lebih menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman
dibandingkan jalur tanam yang bertekstur lempung liat berpasir karena tanahnya
mampu menyimpan air dan unsur hara lebih tinggi (Handayani, dan Karmilasanti,
2013). Syamsuddin, (2012) menyebutkan tekstur tanah yang paling ideal bagi tanah
pertanian adalah lempung berdebu yang memiliki komposisi seimbang antara fraksi
kasar dan halus dan kapasitasnya menjerap hara yang baik.
Tekstur tanah erat hubungannya dengan pergerakan air, dan zat terlarut,
udara, pergerakan panas, berat volume tanah, luas permukaan spesifik, kemudahan
tanah memadat, dan lain-lain. Artinya tekstur tanah akan mempengaruhi porsi fase
padatan, cair, dan gas. Sehingga tekstur tanah merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi struktur tanah. Menurut Handayani dan Kamilasanti, (2013) tekstur
tanah merupakan salah satu faktor yang paling penting dalam mengatur status unsur
hara dan produktivitas tanah. Tanah yang bertekstur liat memiliki kandungan hara
lebih tinggi dibandingkan tanah yang bertekstur pasir.
Tekstur menunjukkan sifat butiran tanah yang halus atau kasar, lebih
tepatnya tekstur ditentukan oleh keseimbangan kandungan antara pasir, liat dan
debu di dalam tanah. Tekstur digunakan untuk menunjukkan ukuran partikel tanah,
terutama dalam proporsi relatif berbagai kelompok tanah. Tanah dengan tekstur
pasir dan debu sangat rentan terhadap longsor dibandingkan dengan tekstur tanah
liat yang memiliki daya ikat air yang lebih baik. Semakin halus tekstur tanah
semakin banyak menyimpan air dan permeabilitas lambat. Ukuran butiran yang
tidak merata dan banyaknya intensitas
air yang tertampung dalam tanah serta berada pada kelerengan yang curam akan
mudah mengalami longsor (Nur Issa dkk, 2020)
Menurut Wibowo (2014) semakin halus suatu tekstur tanah semakin banyak
ruang pori yang terbentuk diantara partikel yang akan terisi air dan udara. Tekstur
adalah perbandingan relatif antara fraksi pasir, debu dan liat. Tekstur tanah
merupakan penentu dari parameter fisik tanah yang lainnya. Tekstur tanah pada
masing – masing subak sampel, pada Subak Kerdung memiliki tekstur tanah
lempung/loam (L), Subak Jatiluwih memiliki tekstur tanah lempung berliat/clay
loam (CL) dan pada Subak Lotunduh memiliki tekstur tanah lempung liat berdebu/
silk clay loam (SiCL)
2.1 Struktur Tanah
Struktur tanah adalah susunan partikel – partikel tanah yang membentuk
agregat tanah. Agregat tanah tersusun oleh butir – butir debu, pasir, dan liat yang
terikat oleh bahan organik, oksidasi – oksidasi besi dan lainnya. Struktur tanah
berperan penting dalam peningkatan laju infiltrasi pada tanah sehingga jika struktur
tanah baik maka akan mudah dalam meloloskan air pada tanah (Sarminah dan
Indriawan, 2017). Debu sulit membentuk agregat yang mantap dan berukuran
relative kecil sehingga mudah dihanyutkan aliran permukaan seperti air irigasi
(Soniari, 2012). Bahan organik berfungsi untuk mengikat partikel-partikel tanah
menjadi lebih remah untuk meningkatkan stabilitas struktur tanah meningkatkan
kemampuan tanah dalam menyimpan air. Kandungan bahan organik dapat diketahui
dari kandungan C-organik (Nur Issa dkk, 2016).
Struktur tanah menunjukkan gumpalan dari butir-butir tanah yang
membentuk suatu agregat (bongkahan). Bahan organik merupakan salah satu
pembenah tanah yang telah dirasakan manfaatnya dalam perbaikan sifat-sifat tanah
baik sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Secara fisik memperbaiki struktur tanah,
menentukan tingkat perkembangan struktur tanah dan berperan pada pembentukan
agregat tanah meningkatkan daya simpan lengas karena bahan organik mempunyai
kapasitas menyimpan lengas yang tinggi pemberian bahan organik berpengaruh
nyata dalam meningkatkan porositas total, jumlah pori berguna, jumlah pori
penyimpan lengas dan kemantapan agregat serta menurunkan kerapatan zarah,
kerapatan bongkah dan permeabilitas (Andalusia et al., 2016)
Struktur tanah pada lapisan olah tanah (Ap) tergolong remah, karena
gumpalan tanah yang diambil sangat porous dan agregat tidak terikat sesamanya.
Horizon AB, Bw dan BC memiliki struktur gumpal bersudut, dimana sisi agregat
tanah membentuk sudut yang tajam. Tingkat perkembangan atau kematangan
struktur tanah untuk tiap horizonnya dicirikan sedang, di karenakan ketika diambil
dari profil untuk diperiksa butir struktur tanah agak kuat dan tidak mudah hancur.
Berdasarkan penelitian Arabia et al. (2015)
III. METODOLOGI PRAKTIKUM
2. -
IV.2 Pembahasan.
Pengamatan pada struktur tanah agregat yang diambil dari tanah
lapang daerah Sidoarjo meperlihatkan hasil pengamatan bahwa struktur
tanah tersebut memiliki struktur tanah tiang, karena tanah lebih memanjang
ke sumbu Y. Pada ujung tanah agregat berbentuk tumpul, yang dikenal
sebagai kolumnar.
Pengamatan tekstur tanah terganggu yang diambil dari daerah
Sidoarjo memperlihatkan hasil pengamatan bahwa tekstur dari tanah
tersebut adalah
kasar karena tanah tersebut merupakan pasir. Hal ini terbukti dalam
pengamatan yang dilakukan secara manual tanah ini tidak dapat dibentuk
menjadi bola dengan cara dikepal, lalu tanah ini juga tidak bisa dibentuk pita
pipih memanjang. Kemudian untuk uji tekstur kehalusan dan kelengketan
dari sampel tersebut, tanah ini bertekstur sangat kasar dan tidak lengket
sama sekali di jari karena tektur sampel tanah tersebut merupakan pasir.
V. PENUTUP
V.1 Kesimpulan
1. Tanah agregat yang di ambil dari suatu daerah di Sidoarjo memiliki
struktur tanah tiang dengan ujung yang berbentuk tumpul dengan
nama lain kolumnar
2. Tanah tergangu yang di ambil dari suatu aerah di Sidoarjo memilik
tekstur yang kasar dan tidak lengket sama sekali
DAFTAR PUSTAKA
KONSISTENSI TANAH
I. PENDAHULUAN
Praktikum “Konsistensi Tanah” dilaksanakan pada hari kamis, 4 November 2021 pada
pukul 15.00-16.40 WIB yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Lahan, Fakultas
Pertanian, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur
Tanah yang bertekstur pasir bersifat tidak lengket, tidak liat (non plastic) dan lepas-lepas.
Sebaliknya tanah bertekstur lempung-berat pada keadaan basah berkonsistensi sangat
lengket, sangat liat dan bila kering bersifat sangat teguh (kuat) dan keras.
Tanah bertekstur geluh (loam) mempunyai sifat diantara tekstur pasir dan lempung. Perekatan
partikel tanah membentuk gumpalan agregat dan mempunyai konsistensi keras jika kering,
disebabkan adanya bahan-bahan perekat, yaitu lempung itu sendiri kapur atau gamping
(CaCO3), silika (SiO2), sesquioksida (Al dan Fe oksida) dan humus. Kecuali lempung semakin
basah makin kurang daya rekatnya.
Keadaan lembab ditentukan dengan mencoba meremukkan massa tanah dengan telapak tangan
atau jari, apakah gembur ataukah antara partikel-partikel tanah cukup saling melekat dalam
gumpalan yang teguh. Keadaan kering dilakukan dengan mencoba meremukkan atau
memecahkan gumpalan tanah kering, apakah lunak ataukah keras. Berdasarkan keadaan
kandungan airnya, struktur tanah dapat digolongkan menjadi:
a. Keadaan Basah
b. Keadaan Lembab
c. Keadaan Kering
III. METODOLOGI
PRAKTIKUM
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat
Alat yang digunakan dalam pengamatan yaitu wadah plastik dan piring
III.1.2 Bahan
Hasil pengamatan tanah UPN pada pengamata konsistensitanah adalah saat tanah kering
onsistensinya lunak karena pada saat mendapat sedikit tekanan antara jari tangan, tanahnya
mudah tercerai menjadi butiran kecil.
Pada saat lembab hasilnya gembur karena saat diremas dapat tercerai, bila digenggam masaa
tanah menggumpal, dan melekat bila ditekan. Pada saat keadaan basah tanah tidak melekat
apabila saat tanah dipijit tidak tertinggal pada ibu jari dan telunjuk. Dan tidak plastis saat
dibentuk gelintiran, massa tanah mudah berubah bentuk.
Pada konsistensi basah atau lembab indikator konsistensi tanah dapat dilihat dari tingkat
kelekatan dan plastisitas tanahnya. Dari hasil percobaan diperoleh hasil kelekatan dan
plastisitas pada tanah
vertisol sangat lekat dan plastis, tanah rendzina lekat dan plastis, tanah ultisol sangat lekat dan
agak plastis, tanah alfisol lekat dan plastis, dan tanah entisol agak lekat dan agak plastis.
Dari hasil percobaan dapat diketahui bahwa tanah yang mengandung lempung dapat memiliki
konsistensi yang lekat dan plastis saat dalam keadaan basah. Namun pada tanah yang memiliki
kandungan pasir yang lebih dominan daripada debu dan lempung memiliki onsistensi yang
kurang lekat dan tidak plastis karena pasir dapat membuat rongga pori-pori yang besar dan
tidak akan tercampur dan kasar ketika dibasahi.
Manfaat yang dapat dilakukan setelah mengetahui konsistensi tanah dibidang pertanian adalah
dapat memperoleh atau mempermudah dalam pengolahan tanah yang dimana tanah ditempat
yang berbeda memiliki konsistensi berbeda-beda.
Dengan mengetahui hal tersebut dapat membuat konsistensi tanah yang sesuai tanaman yang
ditanam sehingga dapat membantu meningkatkan produksi pertanian. Dan juga dapat
mengurangi dampa erosi yang terjadi di lahan pertanian yang berlereng.
Penentuan konsistensi tanah terdapat dua metode yaitu metode secara kuantitatif dan secara
kualitatif. Pada praktikum konsistensi tanah ini penentuan konsistensi tanah menggunakan
metode secara kualitatif.
Prinsip dari metode secara kualitatif ini adalah penentuan ketahanan masa tanah terhadap
tekanan diantara ujung telunjuk dengan ibu jari atau ujung ibu jari dengan pangkal telapak
tangan. Penetapan secara kualitatif ini dengan melihat tingkat kekerasan pada kondisi kering
dan tingkat kelekatan dan keliatan pada kondisi basah.
Penentuan konsisteni tanah secara kualitatif digunakan pada praktikum ini karena cara
penentuan yang sederhana dan tidak susah, tidak tergantung terhadap alat dan alat yang
digunakan sangat sederhana.
Tekstur, struktur dan konsistensi memiliki hubungan erat untuk mengetahui konsistensi tanah
maka terlebih dahulu untuk mengetahui tekstur dan struktur tanah tersebut. Contoh hubungan
ketiga sifat itu adalah tanah dengan tekstur pasir maka akan mempunyai struktur butir tunggal
dan sifat konsistensi lepas-lepas. Dan tanah bertekstur lempung akan mempunyai struktur
gumpal patau pejal dan mempunyai konsistensi agak teguh dan plastis.
V. PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Tanah UPN pada saat keadaan kering memiliki konsistensi tanah yang lunak. Daam keadaan
lembab memiliki konsistensi tanah yang gembur. Dan dalam keadaan basah memiliki
konsistensi tanah yang tidak melekat dan tidak plastis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hardjowigeno, Sarwono. 1987. Ilmu Tanah. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta. 2.
Notohadiprawiro, T. 1999. Tanah dan Lingkungan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
3. Nurhidayati, 2006. Penuntun Praktikum Dasar – Dasar Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian –
Unisma. Malang.
4. Poerwowidodo. 1991. Ganesha Tanah. CV Rajawali. Jakarta.
5. Sarief, S.E. 1994. Konservasi Tanah dan Air. Pustaka Buana. Bandung.
MATERI IV
Praktikum “Konsistensi Tanah” dilaksanakan pada hari kamis, 4 November 2021 pada
pukul 15.00-16.40 WIB yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Lahan, Fakultas
Pertanian, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur
BI) x 100 %
Ruang pori total = ( 1 -
BJ
2. T2
46,4 76,4 162,9 86,5 1 13,5 2,22
(20-40)
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh berat isi
maupun berat jenis tanah dari tanah yang diambil di Desa Sampang
Agung Kec. Kutorejo Kab. Mojokerto di peroleh hasil :
Nilai berat isi pada berbagai jenis tanah bervariasi, nilai ini
tergantung pada fraksi partikel penyusunnya. Perbedaan berat isi
tanah kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm disebabkan karena
adanya faktor faktor yang mempengaruhi berat isi tanah yaitu
kandungan bahan organik, semakin tinggi bahan organiknnya
maka tanah akan semakin poros sehingga berat isinya menjadi
rendah. Struktur tanah, tanah yang mempunyai struktur yang
mantap (lempeng) mempunyai (BI) yang lebih tinggi daripada
tanah yang mempunyai
struktur yang kurang mantap (remah). Pengolahan tanah, jika
suatu tanah sering diolah tanah tersebut memiliki berat isi yang
tinggi daripada tanah yang dibiarkan saja, dan didalam
pengolahan tanah yang baik akan meanghasilkan tanah yang baik
pula. Agregasi tanah, agregasi merupakan proses pembentukan
agregrat-agregrat tanah dengan terbentuknya agregat-agregat itu,
tanah menjadi berpori-pori, sehingga tanah menjadi gembur,
dapat menyimpan dan mengalirkan udara dan
air. Agregat tanah memiliki ukuran yang lebih besar
daripada partikel partikel tanah. (Hakim, 1986).
V. PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari hasil praktikum ini adalah :
1. Berat isi, berat jenis dan berat pori adalah semakin tinggi bulk density pada suatu tanah
maka partikel density tanah tersebut akan rendah.
2. Perbedaan Berat Isi Tanah disebabkan karena adanya faktor-faktor yang mempengaruhi berat
isi tanah Kandungan bahan organik. Semakin tinggi kandungan bahan organiknya maka tanah
akan semakin poros sehingga Berat isinya menjadi rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Sarana Perkasa.
Rahardjo, pudjo dkk. 2001. Peranan Beberapa Macam Sumber dan Dosis
Bahan Organik terhadap ketersediaan Air bagi Tanaman.
Gambung : Pusat Penelitian Teh dan Kina.
Undang Kurnia dkk. 2006. Sifat Fisik Tanah & Metode penelitian. Bogor :
Tim Dosen.
MATERI V
PRAKTIKUM DASAR
ILMU TANAH KU-KL
I. PENDAHULUAN
Semua makhluk hidup sangat tergantung dengan tanah, sebaliknya suatu tanah
pertanian yang baik ditentukan juga oleh sejauh mana manusia itu cukup terampil
mengolahnya. Tanah merupakan sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan dan kesejahteraan manusia. Tanah dapat digunakan untuk medium tumbuh
tanaman yang mampu menghasilkan berbagai macam makanan dan keperluan lainnya.
Maka dari berbagai macam tanah beserta macam-macam tujuan penggunaannya itu perlu
dilakukan suatu pembelajaran lebih lanjut mengenai tanah agar kita benar-benar
memahami tanah itu sendiri.
Tujuan Praktikum
1. Mengetahui kadar air tanah kering udara dan kapasitas lapang serta
hubungannya dengan pertumbuhan tanaman
2. Menghitung kadar air tanah kering udara dan kapasitas lapang
Waktu dan Tempat
Praktikum “Konsistensi Tanah” dilaksanakan pada hari kamis, 18 November
2021 pada pukul 15.00-16.40 WIB yang bertempat di Laboratorium Sumber
Daya Lahan, Fakultas Pertanian, Universitas Pembangunan Nasional Veteran
Jawa Timur
1. Air Higroskopis
Air higraskopis adalah air yang diadsorbsi oleh tanah dengan sangat kuat, sehingga
tidak tersedia bagi tanaman. Jumlahnya sangat sedikit dan merupakan selaput tipis yang
menyelimuti agregat tanah. Air ini terikat kuat pada matriks tanah ditahan pada tegangan
antara 31-10.000 atm (pF 4,0 – 4,7).
2. Air Kapiler
Air kapiler merupakan air tanah yang ditahan akibat adanya gaya kohesi dan adhesi
yang lebih kuat dibandingkan gaya gravitasi. Air ini bergerak ke samping atau ke atas
karena gaya kapiler. Air kapiler ini menempati pori mikro dan dinding pori makro,
ditahan pada tegangan antara 1/3 – 15 atm (pF 2,52 – 4,20)
Menurut Kartasapoetra dan Sujedja (1991), Air kapiler dibedakan menjadi:
a. Kapasitas lapang, yaitu air yang dapat ditahan oleh tanah setelah air gravitasi turun semua.
Kondisi kapasitas lapang terjadi jika tanah dijenuhi air atau setelah hujan lebat tanah
dibiarkan selama 48 jam, sehingga air gravitasi sudah turun semua. Pada kondisi kapsitas
lapang, tanah mengandung air yang optimum bagi tanaman karena pori makro berisi
udara sedangkan pori mikro seluruhnya berisi air. Kandungan air pada kapasitas lapang
ditahan dengan tegangan 1/3 atm atau pada pF 2,54.
b. Titik layu permanen, yaitu kandungan air tanah paling sedikit dan menyebabkan tanaman
tidak mampu menyerap air sehingga tanaman mulai layu dan jika hal ini dibiarkan maka
tanaman akan mati. Pada titik layu permanen, air ditahan pada tegangan 15 atm atau
pada pF 4,2. Titik layu permanen disebut juga sebagai koefisien layu tanaman.
3. Air Gravitasi
Air gravitasi merupakan air yang tidak dapat ditahan oleh tanah karena mudah
meresap ke bawah akibat adanya gaya gravitasi. Air gravitasi mudah hilang dari tanah
dengan membawa unsur hara seperti N, K, Ca sehingga tanah menjadi masam dan
miskin unsur hara.
Kandungan air tanah dapat ditentukan dengan beberapa cara. Sering dipakai
istilah-istilah nisbih, seperti basah dan kering. Kedua-duanya adalah kisaran yang tidak
pasti tentang kadar air sehingga istilah jenuh dan tidak jenuh dapat diartikan yang penuh
terisi dan yang menunjukkan setiap kandungan air dimana pori-pori belum terisi penuh.
Jadi, yang dimaksud dengan kadar air tanah adalah jumlah air yang bila dipanaskan
dengan oven yang bersuhu 105°C hingga diperoleh berat tanah kering yang tetap
(Apriyanti, 2012)
Kadar air tanah adalah jumlah air yang bila dipanaskan dengan oven yang bersuhu
105oC hingga diperoleh berat tanah kering yang tetap.Dua fungsi yang saling berkaitan
dalam penyediaan air bagi tanaman yaitu memperoleh air dalam tanah dan pengaliran air
yang disimpan ke akar-akar tanaman. Jumlah air yang diperoleh tanah sebagian
bergantung pada kemampuan tanah yang menyerap air cepat dan meneruskan air yang
diterima dipermukaan tanah ke bawah. Akan tetapi jumlah ini juga dipengaruhi oleh
faktor-faktor luar seperti jumlah curah hujan tahunan dan sebaran hujan sepanjang tahun
(Sosiawan, 2010).
Adapun manfaat mengetahui kadar air tanah yaitu untuk mengetahui proses
pelapukan mineral dan bahan organik tanah yaitu reaksi yang mempersiapkan hara yang
larut bagi pertumbuhan tanaman, menduga kebutuhan air selama proses irigasi,
mengetahui kemampuan suatu jenis tanah mengenai daya simpan lengas tanah (Soviani,
2012)
Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar air tanah antara lain adalah tekstur tanah,
iklim, topografi, adanya gaya kohesi, adhesi, dan gravitasi. Tanah-tanah yang bertekstur
pasir, karena butiran-butirannya berukuran lebih besar, maka setiap satuan berat (gram)
mempunyai luas permukaan yang lebih kecil sehingga sulit menyerap air dan unsur hara.
Tanah-tanah bertekstur
liat, karena lebih halus maka setiap satuan berat mempunyai luas permukaan yang lebih
besar sehingga kemampuan menahan air dan menyediakan unsur hara lebih tinggi. Tanah
bertekstur halus lebih aktif dalam reaksi kimia dibanding tanah bertekstur kasar.
Faktor tumbuhan dan iklim mempunyai pengaruh yang berarti pada jumlah air yang
dapat diabsorpsi dengan efisien tumbuhan dalam tanah. Kelakuan akan ketahanan pada
kekeringan, keadaan dan tingkat pertumbuhan adalah faktor tumbuhan yang berarti.
Temperatur dan perubahan udara merupakan perubahan iklim dan berpengaruh pada
efisiensi penggunaan air tanah dan penentuan air yang dapat hilang melalui saluran
evaporasi permukaan tanah. Diantara sifat khas tanah yang berpengaruh pada air tanah
yang tersedia adalah hubungan tegangan dan kelembaban, kadar garam, kedalaman
tanah, strata dan lapisan tanah(Buckman dan Brady, 1982).
Banyaknya kandungan air tanah berhubungan erat dengan besarnya tegangan air
(moisture tension) dalam tanah tersebut. Kemampuan tanah dapat menahan air antara
lain dipengaruhi oleh tekstur tanah. Tanah-tanah yang bertekstur kasar mempunyai daya
menahan air yang lebih kecil dari pada tanah yang bertekstur halus. Pasir umumnya lebih
mudah kering dari pada tanah-tanah bertekstur berlempung atau liat(Hardjowigeno,
1992).
V. PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dalam praktikum tersebut diatas, maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Air tanah adalah air yang diperlukan oleh tumbuhan yang berasal dari dalam tanah. 2.
Kadar air tanah merupakan perbandingan berat air yang terkandung dalam tanah dengan
berat kering tanah tersebut.
3. Penetapan kadar air tanah yang diamati, yaitu ;
a. Tanah kering udara.
b. Kadar air kapasitas lapang.
c. Kadar air maksimum tanah.
DAFTAR PUSTAKA
Apriyanti, Mety. 2012. Penetapan Kadar Air Tanah
http://mety-apriyanti.blogspot.com/2012/05/penetapan-kadar-air-tanah.html. diakses
tanggal 11 April 2013
Buckman, Harry O., dan Nyle C. Brandy. 1982. Ilmu Tanah. Bhatara Karya
Universitas Lampung.
Sosiawan, Hendri. 2010. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. Diakses pada 12 April
2013
PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
Kemantapan agregat adalah ketahanan rata-rata agregat tanah melawan pendispersi oleh
benturan tetes air hujan atau penggenangan air. Kemantapan tergantung pada ketahanan jonjot
tanah melawan daya dispersi air dan kekuatan sementasi atau pengikatan. Faktor-faktor yang
berpengaruh dalam kemantapan agregat antara lain bahan-bahan penyemen agregat tanah,
bentuk dan ukuran agregat, serta tingkat agregasi Stabilitas agregat yang terbentuk tergantung
pada keutuhan tenaga permukaan agregat pada saat dehidrasi dan kekuatan ikatan
antarkoloid-partikel di dalam agregat pada saat basah. Pentingnya peran lendir (gum) microbial
sebagai agen pengikat adalah menjamin kelangsungan aktivitas mikroba dalam proses
pembentukan ped dan agregasi.
Nilai bobot isi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya pengolahan tanah,
bahan organik, pemadatan oleh alat-alat pertanian, tekstur, struktur, dan kandungan air tanah.
Nilai ini banyak dipergunakan dalam perhitungan-perhitungan seperti dalam penentuan
kebutuhan air irigasi, pemupukan, pengolahan tanah, dan lain-lain.
Kemantapan agregat sangat penting bagi tanah pertanian dan perkebunan. Agregat yang
stabil akan menciptakan kondisi yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Agregat dapat
menciptakan lingkungan fisik yang baik untuk perkembangan akar tanaman melalui
pengaruhnya terhadap porositas, aerasi dan daya menahan air. Tanah yang agregatnya, kurang
stabil bila terkena gangguan maka agregat tanah tersebut akan mudah hancur. Butir-butir halus
hasil hancuran akan menghambat pori-pori tanah sehingga bobot isi tanah meningkat, aerasi
buruk dan permeabilitas menjadi lambat. Kemantapan agregat juga sangat menentukan tingkat
kepekaan tanah terhadap erosi. Kemampuan agregat untuk bertahan dari gaya perusak dari luar
(stabilitas) dapat ditentukan secara kuantitatif melalui Aggregate Stability Index (ASI). Indeks
ini merupakan penilaian secara kuantitatif terhadap kemantapan agregat (Santi, 2008).
1. 2. Tujuan Praktikum
Mengetahui kemantapan agregat tanah melalui metode vilensky dan emerson.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Agregat tanah merupakan partikel-partikel primer di dalam tanah tergabung dalam suatu
kelompok yang dinamakan sebagai agregat tanah, yang merupakan satuan dasar struktur tanah.
Agregat terbentuk diawali dengan suatu mekanisme yang menyatukan partikel-partikel primer
membentuk kelompok atau gugus (cluster) dan dilanjutkan dengan adanya sesuatu yang dapat
mengikat menjadi lebih kuat (sementasi). Pembentukan agregat tanah melalui proses penjonjotan
yang dilanjutkan dengan agregasi dengan atau tanpa diikuti proses sementasi (Notohadiprawiro,
1996).
Kemantapan agregat merupakan kemampuan agregat tanah untuk bertahan terhadap
pengaruh tetesan air hujan atau pembenaman dalam air. Pengukuran kemantapan agregat dapat
dilakukan dengan metode pengayakan basah dan pengayakan kering (kuantitatif) atau dengan
metode pembenaman dalam air dan alkohol (kualitatif). Kemantapan agregat sangat penting bagi
tanah pertanian dan perkebunan. Agregat yang stabil akan menciptakan kondisi yang baik bagi
pertumbuhan tanaman. Agregat dapat menciptakan lingkungan fisik yang baik untuk
perkembangan akar tanaman melalui pengaruhnya terhadap porositas, aerasi dan daya menahan
air. Pada tanah yang agregatnya, kurang stabil bila terkena gangguan maka agregat tanah
tersebut akan mudah hancur. Butir-butir halus hasil hancuran akan menghambat pori-pori tanah
sehingga bobot isi tanah meningkat, aerasi buruk dan permeabilitas menjadi lambat (Septiawan,
1987).
Kemantapan agregat juga sangat menentukan tingkat kepekaan tanah terhadap erosi.
Kemampuan agregat untuk bertahan dari gaya perusak dari luar (stabilitas) dapat ditentukan
secara kuantitatif melalui Aggregate Stability Index (ASI). Indeks ini merupakan penilaian
secara kuantitatif terhadap kemantapan agregat. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemantapan
agregat antara lain pengolahan tanah, aktivitas mikroorganisme tanah, dan penutupan tajuk
tanaman pada permukaan tanah yang dapat menghindari splash erotion akibat curah hujan tinggi
(Safuanto, 1991).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
B. Pengayakan Basah
1. Ditimbang semua tanah yang di ayak kemudian masing-masing tanah dimasukkan
kedalam cawan alumunium. Banyaknya agregat tersebut harus memiliki total 100 gram.
Contoh perhitungan
Agregat antara 8 dan 2,0 mm = 63 gram
Agregat antara 2,0 dan 1,0 mm = 37 gram
2. Diteteskan air pada tanah dalam cawan aluminum sampai kapasitas lapang dari buret 30
cm.
3. Dipindahkan tiap agregat dari cawan alumunium keayakan sebagai berikut
Agregat antara 8 dan 2.0 diatas ayakan 2,0
Agregat antara 2,0 dan 1,0 diayakan 1,0
4. Dipasang susunan ayakan-ayakanpada alat pengayak basah yang telah diisi oleh air
terlebih dahulu. Air yang digunakan harus menggunakan Ca 2+ kurang-kurangnya 2 x 10-3. 5.
Dilakukan pengayaka selama 25 menit.
6. Dipindahkan agregat-agregat tanah tersebut ke dalam cawan alumunium yang telah di
kethu beratnya.
7. Dimasukan kedalam oven dan setelahnya ke eksikator lalu di timbang.
4.1 Pembahasan
4.1 Hasil Pengamatan
Adapun hasil pengamatan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
Rata-rata diameter agregat dari pengayakan kering
- Agregat antara 8 dan 2,0 = 0,5
- Agregat antara 2,0 dan 0,1 =1,5
= 3,71
Berat agregat
- Agregat 2,0 =10,4 gram
- Agregat 1,0=10,4 gram
- Agregat 0,500=6,7 gram
- Agregat 0,250=4,1 gram
4.2 Pembahasan
Dari hasil praktikum kali ini mengenai penentuan kemantapan agregat tanah
menggunakan metode ayakan yakni di adakan 2 ayakan yaitu ayakan basah dan ayakan kering.
Pada penghitungan tiap tetes air, kita harus mengamati tanah agregat tersebut. Pada tetesan
keberapa tanah yang diuji lepas dari agregat tersebut. Pada saat itulah kita mampu menjelaskan
tingkat agregat tanah menggunakan metode ini. Setiap tetes air dihitung banyaknya mililiter (ml)
air yang dibutuhkan untuk membuat tanah menjadi lunak dan kemudian hancur.
Penetapan kemantapan agregat tanah dilakukan secara berkali-kali pada jenis tanah yang
sama namun agregatnya berbeda. Mula-mula tanah harus ditimbang sesuai kebutuhan dalam
percobaan ini tanah yang di timbang adalah 100 gram. Tanah 100 gram di timbang sebanyak 3
kali dan kemudian tanah di saring dengan penyaringan dengan ukuran 8 mm ,2.0 mm dan 1,0
mm. semua tanah di saring sehingga tanah telah terpisah-pisah sesuai dengan tingkat
kehalusannya. Tanah harus di ayak sesuai urutan. Setelah pengayakan kering dilakukan maka
pengayakan basah pun selanjutnya dilakukan dengan 5 ukuran ayakan yang masing-masing
adalah 0.200, 0.100, 0.500, 0,250, 0.106.
Penyaringan ini dilakukan di dalam air yang sudah di beri kapur pertanian. Percobaan
untuk penyaringan basah ini dilakukan kira-kira 20 menit untuk memisahkan bagian-bagian dari
tanah tersebut.untuk perhitungannya maka kita sebagai praktikan harus mencari rata-rata
diameter dari tanah tersebut baik melalui ayakan kering maupun ayakan basah. Kemudian harus
mengetahui rata-rata agregatnya dan selanjutnya mengetahui berat agregatnya dari situlah kita
bisa mengetahui indek stabilitasnya.
Dari pengamatan didapat rata-rata untuk diameter agregat nya adalah 3,71. Untuk nilai
dari rata-rata agregat dari pengayakan basahnya adalah 0,053mm. untuk berat agregat tanah
didapat 53,7 gram .untuk rata-rata berat diameternya adalah sejumlah 1,24 dari perhitungan yang
telah dilakukan maka dapat diketahui bahwa indeks stabilitas suatu tanah yang diamati adalah
berkisar 40. Maka dapat disimpulkan bahwa tanah yang diamati ini kurang stabil dan dapat
dikatakan agregatnya tidak baik atau kurang baik.
V. PENUTUP
.
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini adalah :
1. Tingkat kemantapan agregat dapat diketahui dengan cara tanah ditesi menggunakan air.
2. Lamanya kehancuran tanah berdasarkan banyaknya tetesan air tersebut. 3. Tanah yang
lama hancurnya berarti tanah tersebut memiliki tingkat kemantapan yang tinggi.
Daftar Pustaka
PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
pH tanah adalah salah satu dari beberapa indikator kesuburan tanah, sama dengan
keracunan tanah. Level optimum pH tanah untuk aplikasi penggunaan lahan berkisar antara
5–7,5. tanah dengan pH rendah (acid) dan pH tinggi (alkali) membatasi pertumbuhan tanaman.
Efek pH tanah pada umumnya tidak langsung. Di dalam kultur larutan umumnya tanaman
budidaya yang dipelajari pertumbuhannya baik/sehat pada level pH 4,8 atau lebih (Bunting,
1981).
Nilai pH tanah dipengaruhi oleh sifat misel dan macam katron yang komplit antara
lain kejenuhan basa, sifat misel dan macam kation yang terserap. Semakin kecil kejenuhan
basa, maka semakin masam tanah tersebut dan pH nya semakin rendah. Sifat misel yang
berbeda dalam mendisosiasikan ion H beda walau kejenuhan basanya sama dengan koloid
yang mengandung Na lebih tinggi mempunyai pH yang lebih tinggi pula pada kejenuhan basa
yang sama (Pairunan,dkk, 1985).
Tanah adalah produk transformasi mineral dan bahan organik yang terletak
dipermukaan sampai kedalaman tertentu yang dipengaruhi oleh faktor-faktor genetis dan
lingkungan, yakni bahan induk, iklim, organisme hidup (mikro dan makro), topografi, dan
waktu yang berjalan selama kurun waktu yang sangat panjang, yang dapat dibedakan dari
cirri-ciri bahan induk asalnya baik secara fisik kimia, biologi, maupun morfologinya (Winarso,
2005).
1. 2. Tujuan Praktikum
Mengetahui cara penetapan pH, bahan organik, dan zat kapur dalam tanah serta
faktor-faktor yang mempengaruhi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tanah
Tanah adalah kumpulan dari bagian-bagian padat yang tidak terikat antara satu
dengan yang lain (diantaranya mungkin material organik) dan rongga-rongga
diantara bagian-bagian tersebut berisi udara dan air (Verhoef, 1994).
Menurut Craig (1991), tanah adalah akumulasi mineral yang tidak
mempunyai atau lemah ikatan antar partikelnya, yang terbentuk karena
pelapukan dari batuan.
Tanah didefinisikan oleh Das (1995) sebagai material yang terdiri dari
agregat mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia)
satu sama lain dan dari bahan-bahan organik telah melapuk (yang berpartikel
padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong
diantara partikel-partikel padat tersebut.
Sedangkan pengertian tanah menurut Bowles (1984),
Tanah terjadi sebagai produk pecahan dari batuan yang mengalami pelapukan
mekanis atau kimiawi.Pelapukan mekanis terjadi apabila batuan berubah
menjadi
fragmen yang lebih kecil tanpa terjadinya suatu perubahan kimiawi dengan faktor
faktor yang mempengaruhi, yaitu pengaruh iklim, eksfoliasi, erosi oleh angin dan
hujan, abrasi, serta kegiatan organik. Sedangkan pelapukan kimiawi meliputi
perubahan mineral batuan menjadi senyawa mineral yang baru dengan
proses yang terjadi antara lain seperti oksidasi, larutan (solution), pelarut
(leaching) (hardiyatmo, 2002).
pH Tanah
pH tanah merupakan suatu ukuran intensitas kemasaman, bukan ukuran total
asam yang ada ditanah tersebut. Pada tanah-tanah tertentu seperti tanah liat
berat, gambut yang mampu menahan perubahan pH atau kemasaman yang lebih
besar dibandingkan dengan tanah yang berpasir.Tanah yang mampu menahan
kemasaman tersebut dikenal sebagai tanah yang berpenyangga baik (Mukhlis,
2014).
Dalam sistem tanah, pH tanah cenderung dikaitkan dengan kumpulan dari
berbagai kondisi tanah, salah satunya adalah ketersediaan hara bagi
tanaman.Banyak proses-proses yang mempengaruhi pH suatu tanah,
diantaranya adalah keberadaan salah satunya asam sulfur dan asam nitrit
sebagai komponen alami dari air hujan (Foth, 1995).
Nilai pH tanah sangat mempengaruhi kelarutan unsur yang cenderung
berseimbang dengan fase padat.Kelarutan oksida-oksida atau hidroksida Fe dan
Al secara langsung bergantung pada konsentrasi ion hidroksil (OH) dan
kelarutannya menurun jika pH meningkat. Kelarutan Fe-fosfat, Al-fosfat, dan Ca
fosfat amat bergantung pada pH, demikian juga kelarutan anion-anion molibat
(MoO4) dan SO4 yang terjerap (Damanik, 2011).
Kebutuhan Kapur Tanah
Pengapuran merupakan salah satu upaya untuk mempertahankan kestabilan
keasaman (pH) tanah dan air, sekaligus memberantas hama penyakit. Jenis kapur
yang digunakan untuk pengapuran kolam ada beberapa macam diantaranya
adalah kapur pertanian, yaitu kapur carbonat : CaCO3 atau [CaMg(CO3)]2 dan
kapur tohor/kapur aktif (CaO). Kapur pertanian yang biasa digunakan adalah
kapur karbonat yaitu kapur yang bahannya dari batuan kapur tanpa lewat proses
pembakaran tapi langsung digiling. Kapur pertanian ada dua yaitu kalsit dan
Dolomit. Kalsit bahan bakunya lebih banyak mengandung karbonat,
magnesiumnya sedikit (CaCO3), sedangkan dolomit bahan bakunya banyak
mengandung kalsium karbonat dan magnesium karbonat [CaMg(CO3)]2.
Dolomit merupakan kapur karbonat yang dimanfaatkan untuk mengapuri lahan
bertanah masam. Kapur tohor adalah kapur yang pembuatannya lewat proses
pembakaran. Kapur ini dikenal dengan nama kapur sirih, bahannya adalah batuan
tohor dari gunung dan kulit kerang (Bowles, 1991).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum “Pengambilan Contoh dan Penanganan Sampel Tanah” dilakukan pada
hari Kamis,2 Desember pada pukul 15.00-16.40 WIB yang bertempat di
Laboratorium Sumber Daya Lahan Fakultas Pertanian, Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
3.2 Alat dan Bahan
Adapun alat-alat yang digunakan adalahbotol plastic, timbangan analitik, pengocok
bolak-balik, lempeng kaca, gelas ukur, sendok, pipet tetes, label stiker, stopwatch, dan pH
meter. larutan H2O, larutan KCl 1 N, larutan H2O2 10%, HCl 6 N, dan contoh tanah Wajak
dan Sukoanyar 0.5mm.
3.3 Cara Kerja
1. Penetapan pH
- Menimbang tanah 0.5mm sebanyak 10gr dan memasukkan ke dalam botol plastik.
- Menambahkan 10ml larutan H2O dan lautan KCl sebagai penetpan pH. -
Mengocok dengan pengocok bolak-balik selama 10menit.
- Mengukur pH suspense dengan pH meter.
2. Penetapan Bahan Organik
- Menyiapkan lempeng kaca untuk tempat contoh tanah.
- Mengambil sampel tanah dan menaruh seperlunya pada lempeng kaca.
- Mencampurkan seanyak 5 tetes H2O2 10% ke permukaan masing-masing contoh tanah. -
Mengamati tanda/gejala perubahan reaksi yang terjadi dan mengamati perbandingan waktu
reaksinya.
3. Penetapan Kapur
- Mengambil sampel tanah dan menaruh seperlunya pada lempeng kaca.
- Mencampurkan sebanyak 5 tetes HCL 6 N ke permukaan masing-masing contoh tanah. -
Mengamati tanda/gejala perubahan reaksi yang terjadi dan mengamati perbandingan waktu
reaksinya.
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
a. Hasil Pengukuran pH Tanah
(Perbandingan Tanah 1 dan Tanah 2)
No. Contoh Tanah pH H2O pH KCl
Tidak
Tidak
bergelembung
bergelembung
Banyak
Banyak
gelembung
gelembung
4.2 Pembahasan
pH tanah menunjukkan banyaknya konsentrasi ion hidrogen (didalam tanah). Makin tinggi
kadar ion didalam tanah, semakin masam tanah tersebut. Bila kandungan H sama dengan maka
tanah bereaksi netral yaitu mempunyai pH = 7 (Hardjowigeno, 2010).
Berdasarkan table pengamatan diatas dapat dijelaskan bahwa pada penetapan pH Tanah 1 dan
Tanah 2 menggunakan H2O adalah 7,05 dan 6,19. Sedangkan penetapan pH pada tanah
Wajak dan Sukoanyar menggunakan KCl diperoleh nilai pH sebesar 5,82 dan 5,30. Sehingga
tanah Wajak dan Sukoanyar pada penetapan pH dengan H2O dan KCl dapat menumbuhkan
tanman dengan optimal kecuali pada tanah Wajak dengan penetapan pH menggunakan H2O,
karena tanah tersebut melebihi pH netral.
Pengaruh masing-masing larutan terhadap nilai pH, menggunakan H2O untuk mengetahui
kemasaman actual dan menggunakan KCl untuk mengetahui kemasaman potensial. Nilai
pH
potensial lebih kecil dari nilai pH actual. Pengukuran suspensi pH harus segera dilakukan
setelah pengocokan agar tanah tidak mengendap.
Air bersifat netral karena konsentrasi H+ dan OH- yang sama pada keadaan netral pH adalah 7.
Suatu ukuran skala pH digunakan untuk memudahkan dan menyatakan SI+ yang sangat kecil
didalam air maupun didalam berbagai sistem hayati penting, kation-kation yang dapat
dipertukarkan terserap dengan tenaga yang cukup besar untuk memperlambat pencuciannya
dari tanah, (Foth, 1994).
Biasanya jika pH tanah semakin tinggi maka unsur hara semakin sulit diserap tanaman,
demikian juga sebaliknya jika terlalu rendah akar juga akan kesulitan menyerap makanannya
yang berada didalam tanah. Akar tanaman akan mudah menyerap unsur hara atau pupuk yang
kita yang kita berikan jika pH dalam tanahsedang-sedang saja cenderung netral. (Tan,1990).
V. PENUTUP
.
5.1 Kesimpulan
Hasil yang didapat pada praktikum yang telah dilaksanakan adalah pada penetapan pH, Tanah
1 pada uji H2O menunjukkan bahwa tanahnya tidak dapat ditanami dengan optimum karena
pH melebihi netral yaitu sebesar 7,05.
Tanah 1 pada uji bahan organik dan kapur menunjukkan tidak adanya gelembung yang
terbentuk, dengan demikian tanah tersebut kandungan bahan organik maupun kapurnya rendah.
Tanah 2 pada uji bahan organik dan kapur menunjukkan bahwa kandungan bahan organik
dan kapurnya tinggi, karena terbentuk banyak gelembung.
Daftar Pustaka
Bunting. 1981. Konservasi Tanah dan Air. CV. Pustaka Buana:
Bandung. Fadhilah. 2010. Pengertian Tanah Bertalian.
http://repository.usu.ac.id
Foth, Henry. D,. 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Hakim, N., dkk. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas, Lampung. Hardjowigeno,
Sarwono. 1987. Ilmu Tanah. Mediyatama Sarana Perkasa: Jakarta. Hardjowigeno. S. 2010.
Ilmu Tanah. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Pairunan, A.K., dkk. 1985.
Dasar-Dasar Ilmu Tanah. BKS PTN Intim, Makassar. Tan H. K 1990. Dasar – Dasar Kimia
Tanah. Gadjah Mada Universitas Press. Yogyakarta. Winarso. 2005. Pengertian dan Sifak
Kimia Tanah. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.