Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Laporan

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai negara dengan keanekaragaman hayati


(biodiversity) yang tinggi, termasuk keanekaragaman hayati lautnya. Salah satu
organisme laut yang banyak dijumpai di hampir seluruh pantai di Indonesia adalah
makroalga. Makroalga sebagian besar hidup di perairan laut, untuk dapat tumbuh
makroalga tersebut memerlukan substrat untuk tempat menempel/hidup
(Marianingsih, dkk., 2013). Menurut Nontji (1987) masyarakat telah mengenal alga
laut semenjak sebelum bangsa Eropa datang. Ketika bangsa Eropa pertama kali
berlayar di perairan Indonesia mereka telah mencatat bahwa penduduk di berbagai
pulau mengumpulkan alga laut untuk dijadikan sayur.
Alga memiliki manfaat yang sangat besar, biasanya digunakan dalam
bidang industri, makanan, obat-obatan dan energi, sehingga permintaan untuk
komoditi alga semakin meningkat. Pemenuhan keperluan tersebut tidak hanya
bergantung pada potensi produksi alam saja, tetapi juga dibudidayakan oleh
masyarakat (Sulistijo, 2009).
Alga laut merupakan salah satu tumbuhan laut yang hidup di perairan pantai
dangkal dengan substrat dasar berupa pasir, pasir bercampur lumpur, karang mati
maupun pecahan karang mati. Umumnya jenis-jenis rumput laut yang dijumpai
terdiri dari kelompok rumput laut merah (Rhodophyta), hijau (Chlorophyta), dan
cokelat (Phaeophyta) (Papalia, et all. 2013). Kehadiran berbagai jenis rumput laut
dapat dijumpai di berbagai ekosistem laut yang ada di Indonesia, satu diantaranya
adalah di pantai Bama Taman Nasional Baluran yang terletak di Kabupaten
Situbondo, Provinsi Jawa Timur.
Taman Nasional Baluran merupakan salah satu Taman nasional yang berada
di Jawa Timur. Didalamnya terdapat pantai Bama yang memiliki ekosistem
mangrove, seagrass, dan coral reef. Pantai ini memiliki keanekaragaman biota laut
yang tinggi dikarenakan wilayah Pantai Bama merupakan wilayah konservasi.
Salah satu keanekaragaman biota laut yang ada dari kelompok Porifera, Cnidarians,
Mollusca, Arthropods dan Echinoderms (Minarputri, et al 2012).
Pantai Bama terletak di kawansan Taman Nasional Baluran dengan titik
koordinat 070 29’ – 070 55’ LS dan 1140 17’ – 1140 28’ BT. Untuk mencapai lokasi
pantai yang dikenal sangat alami itu, jarak sekitar 15 km dari pintu gerbang TNB
harus ditempuh. Aneka jenis satwa mamalia besar bisa dijumpai di sepanjang jalan
menuju Pantai Bama. Diantaranya Banteng Jawa (Bos javanicus), Rusa Timor
(Cervus rusa), Kerbau Liar (Bubalus bubalis), Babi Hutan (Sus scrofa), Anjing
Hutan (Cuon alpinus) dan Macan Tutul (Panthera pardus) (Anugrah, 2014).
Melihat manfaat dari makroalga tersebut maka usaha pelestraian dan
pengembangannya perlu dilakukan untuk menunjang pemanfaatan secara
berkelanjutan dan untuk mendukung kelestarian ekosistem pesisir. Oleh karena itu
informasi tentang keanekaragaman makroalga di kawasan pantai Bama Taman
Nasional Baluran sangat diperlukan.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana keanekaragaman
spesies, klasifikasi dan kunci identifikasi spesies makroalga di perairan pantai
Bama Taman Nasional Baluran.

1.3 Tujuan
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui
keanekaragaman spesies, klasifikasi dan kunci identifikasimakroalga di perairan
pantai Bama Taman Nasional Baluran.

1.4 Manfaat Penelitian


Hasil penelitian dapat memberikan informasi data ilmiah kepada
pemerintah daerah kabupaten Situbondo provinsi Jawa Timur guna pengembangan,
pemanfaatan dan pengelolaan berkelanjutan sumberdaya makroalga dalam
pengambilan kebijakan strategis yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat lokal
dalam kegiatan budidaya untuk peningkatan taraf hidup ekonomi mereka..
Data yang diperoleh dapat dijadikan sebagai informasi tentang kelimpahan
dan keanekaragaman alga yang ada di Pantai Bama , Kecamatan Banyuputih,
Kabupaten Situbondo sebagai informasi ilmiah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Makroalga


Alga merupakan salah satu sumber daya alam hayati laut yang bernilai
ekonomis dan memiliki peranan ekologis sebagai produsen yang tinggi dalam rantai
makanan dan tempat pemijahan biota-biota laut (Bold and Wyne, 1985). Alga
adalah organisme holoplankton yang hidup bebas terapung dalam air dan selama
hidupnya merupakan plankton. Alga (ganggang) memiliki pigmen hijau daun yang
disebut klorofil sehingga dapat melakukan fotosintesis. Selain itu juga memiliki
pigmen-pigmen tambahan lain yang dominan. Dalam perairan alga merupakan
penyusun fitoplankton yang hidup melayang-layang di dalam air, tetapi juga dapat
hidup melekat di dasar perairan (Odum, 1994).
Makroalga adalah kelompok alga multiseluler yang tubuhnya berupa talus
yang tidak mempunyai akar, batang dan daun sejati. Kelompok tumbuhan ini hidup
di perairan laut yang masih mendapat cahaya matahari dengan menempel pada
substrat yang keras (Asriyana dan Yuliana, 2012). Secara ekologi, komunitas
makroalga mempunyai peranan dan manfaat terhadap lingkungan sekitarnya, yaitu
sebagai tempat asuhan dan perlindungan bagi jenis-jenis ikan tertentu (nursery
ground), sebagai tempat mencari makanan alami ikan-ikan dan hewan herbivor
(feeding grounds) (Bold and Wayne, 1985).

2.2 Habitat Hidup Makroalga


Makroalga sebagian besar hidup di perairan laut. Untuk dapat tumbuh,
makroalga tersebut memerlukan substrat untuk tempat menempel/hidup. makroalga
epifit pada benda-benda lain seperti, batu, batu berpasir, tanah berpasir, kayu,
cangkang moluska, dan epifit pada tumbuhan lain atau makroalga jenis yang lain
(Marianingsih, 2013).
Trono & ganzon-Fortes (1988) dalam Oktaviani (2002), mengatakan
banyak jenis makro alga yang beradaptasi terhadap tipe substrat yang berbeda-beda.
Jenis yang menempati subtrat berpasir umumnya memiliki habitat dengan subtrat
yang keras (berbatu), memiliki “Holdfast” yang berkembang baik, barcabang-
cabang atau berbentuk cakram (discoidal) yang disebut “hapter”, “holdfast” jenis
ini mencengkram subtrat dengan kuat dan umumnya dijumpai di daerah yang
berarus kuat.

2.3 Jenis Makroalga


Rumput laut atau seaweed merupakan salah satu tumbuhan laut yang
tergolong dalam makroalga benthik yang banyak hidup melekat di dasar perairan.
Rumput laut merupakan ganggang yang hidup di laut dan tergolong dalam divisi
Thallophyta. Klasifikasi rumput laut berdasarkan kandungan pigmen terdiri dari 4
kelas, yaitu rumput laut hijau (Chlorophyta), rumput laut merah (Rhodophyta),
rumput laut coklat (Phaeophyta) dan rumput laut pirang (Chrysophyta) (Suparmi &
Sahri, 2009).

2.3.1 Alga Hijau (Chlorophyta)


Chlorophyta atau alga hijau merupakan salah satu kelompok alga terbesar
dengan keanekaragaman jenis yang tinggi. Alga hijau ditemui hidup dalam perairan
dengan berbagai ragam kondisi, mulai dari perairan tawar sampai perairan laut.
Bentuk hidupnya juga bervariasi, mulai dari bentuk yang uniseluler, berkoloni,
berfilamen, berbentuk lembaran ataupun berupa tabung (Usman, 2004). Sel-sel
Ganggang hijau mempunyai kloroplas yang berwarna hijau, mengandung klorofil
a dan b serta karotenoid. Pada kloroplas terdapat pirenoid, hasil asimilasi berupa
tepung dan lemak. Perkembangbiakan terjadi secara aseksual dengan membentuk
zoospora dan secara seksual dengan anisogami. Chlorophpyceae terdiri atas selsel
kecil yang merupakan koloni berbentuk benang yang bercabang-cabang atau tidak,
ada pula yang membentuk koloni yang menyerupai kormus tumbuhan tingkat tinggi
(Tjitrosoepomo, 1986).
Chlorophyceae terdiri dari 12 ordo dan ordo yang umum sebagai alga
epilitik adalah ordo Volvocales dan Ulotrichales. Volvocales hidup berupa sel
tunggal motil atau berkoloni, memiliki flagel 2, 4 atau 6. Dinding sel dibangun oleh
selulosa, khloroplas seperti cawan, berbentuk bintang atau benang dan memiliki
pirenoid. Mengandung khloropil a dan b, reproduksi secara aseksual dengan
pembelahan sel dan secara seksual dengan isogami, anisogami atau oogami. Habitat
di air tawar, payau dan laut serta tempat yang lembab. Contoh spesiesnya adalah
Volvox sp. dengan ciri-ciri koloni besar lebih dari 1 mm terdiri dari ribuan sel.
Ulotrichales berbentuk filamen tidak bercabang, sel uninukleat atau multinukleat,
memiliki holdfast, kloroplas seperti pita, berkelompok di pinggir sel. Memiliki
klorofil a dan b karoten serta santofil. Reproduksi secara aseksual dengan
fragmentasi talus, pembentukan zoospora dan secara seksual dengan isogami,
anisogami atau oogami. Hidup sebagai epilitik atau planktonik di perairan tawar,
laut dan payau. Contoh spesiesnya adalah Ulothrix sp. (Usman, 2004).

2.3.2 Alga Merah (Rhodophyta)


Rhodophyceae memiliki warna merah sampai ungu. Kadang-kadang juga
lembayung atau pirang kemerah-merahan. Kromatoforanya berbentuk cakram atau
suatu lembaran, mengandung klorofil a dan karotenoid, tetapi warna itu tertutup
oleh zat warna merah yang mengadakan fluoresensi, yaitu fikoeritrin. Pada jenis-
jenis tertentu terdapat fikosianin. Sebagian asimilasi terdapat sejenis karbohidrat
yang disebut tepung florid, yang juga merupakan hasil polimerasi glukosa,
berbentuk bulat, tidak larut dalam air, seringkali berlapis-lapis jika dibubuhi
yodium berwarna kemerah-merahan. Tepung ini sifatnya dekat dengan glikogen
dan tidak terdapat dalam kromatoforanya, melainkan pada permukaannya. Selain
itu juga terdapat floridosida (senyawa gliserin dan galaktosa) dan tetes-tetes
minyak. Kadang-kadang juga terdapat pirenoid. Rhodophyceae kebanyakan hidup
di dalam air laut, terutama dalam lapisan lapisan air yang dalam, yang hanya dapat
dicapai oleh cahaya bergelombang pendek. Hidupnya bentos, melekat pada suatu
substrat dengan benang-benang pelekat atau cakram pelekat (Tjitrosoepomo, 1994).
Menurut Juwana dan Romimohtarto (2001), tercatat 17 marga terdiri dari
34 jenis. Berikut ini marga-marga alga merah yang ditemukan di Indonesia
diantaranya adalah:
1. Acanthophora terdiri dari dua jenis yang tercatat, yakni A. spicifera, dan B.
muscoides. Alga ini hidup menempel pada batu atau benda keras lainnya.
2. Actinotrichia (A. fragilis) terdapat di bawah pasut dan menempel pada karang
mati. Sebarannya luas dan terdapat pula di padang lamun.
3. Anansia (A. glomerata) tumbuh melekat pada batu di daerah terumbu karang
dan dapat hidup melimpah di padang lamun.
4. Amphiroa (A. fragilissima) tumbuh menempel pada dasar pasir di rataan pasir
atau menempel pada substrat dasar lainnya di padang lamun. Sebarannya luas.
5. Chondrococcus (C. hornemannii) tumbuh melekat pada substrat batu di ujung
luar rataan terumbu karang yang senantiasa terendam air.
6. Corallina belum diketahui jenisnya. Alga ini tumbuh di bagian luar terumbu
yang biasanya terkena ombak langsung. Sebarannya tidak begitu luas terdapat
antaranya di pantai selatan Jawa.
7. Eucheuma adalah alga merah yang biasa ditemukan di bawah air surut rata-
rata pada pasang-surut bulan setengah. Alga ini mempunyai talus yang
silindris, berdaging dan kuat dengan bintil-bintil atau duri-duri yang mencuat
ke samping pada beberapa jenis. Talusnya licin. Warna alganya ada yang
tidak merah, tetapi coklat kehijau-hijauan kotor atau abu-abu dengan bercak
merah. Di Indonesia tercatat empat jenis, yakni E. denticulatum (E.
spinosum), E. edule, E. alvarezii (Kappaphycus alvarezii), dan E. serra.
8. Galaxaura terdiri dari empat jenis, yakni G. kjelmanii, G. subfruticulosa, G.
subverticillata, dan G. rugosa. Alga ini melekat pada substrat batu di rataan
terumbu.
9. Gelidiella (G. acerosa) tumbuh menempel pada batu. Alga ini muncul di
permukaan air pada saat air surut dan mengalami kekeringan. Alga ini
digunakan sebagai sumber agar yang diperdagangkan. 10) Gigartina (G.
affinis) tumbuh menempel pada batu di rataan terumbu, terutama di tempat-
tempat yang masih tergenang air pada saat air surut terendah.
10. Gracilaria terdiri dari tujuh jenis, yakni G. arcuata, G. coronopifolia, G.
foliifera, G. gigas, G. salicornia, dan G. verrucosa.
11. Halymenia terdiri dari dua jenis, yakni H.durvillaei, dan H. harveyana. Alga
ini hidup melekat pada batu karang di luar rataan terumbu yang selalu
tergenang air.
12. Hypnea terdiri dari dua jenis, yakni H. asperi, dan H. servicornis. Alga ini
hidup di habitat berpasir atau berbatu, adapula yang bersifat epifit.
Sebarannya luas.
13. Laurencia terdiri dari tiga jenis yang tercatat, yakni L. intricate, L. nidifica,
dan L.obtusa. Alga ini hidup melekat pada batu di daerah terumbu karang.
14. Rhodymenia (R. palmata) hidup melekat pada substrat batu di rataan terumbu.
15. Titanophora (T.pulchra) jarang dijumpai, jenis ini terdapat di perairan
Sulawesi.
16. Porphyra adalah alga kosmopolitan. Marga alga ini terdapat mulai dari
perairan subtropik sampai daerah tropik. Alga ini dijumpai di daerah pasut
(litoral), tepatnya di atas daerah litoral. Alga ini hidup di atas batuan karang
ada pantai yang terbuka serta bersalinitas tinggi.

2.3.3. Alga coklat (Phaeophyta)


Phaeophyta (Alga coklat) sebagian besar dalam bentuk filamen atau
thalloid, umumnya ditemukan di laut, hanya beberapa jenis yang dapat ditemukan
di air tawar. Jenis yang ditemukan pada air tawar hidup dengan cara menempel pada
substrat seperti batu, tidak ada satu pun yang bersifat plantonik (Asriyana dan
Yuliana, 2012). Menurut Juwana dan Romimohtarto (2001), terdapat delapan
marga alga coklat yang sering ditemukan di Indonesia. Berikut ini adalah marga-
marga alga coklat diantaranya adalah:
1. Cystoseira sp. hidup menempel pada batu di daerah rataan terumbu dengan
alat pelekatnya yang berbentuk cakram kecil. Alga ini mengelompok
bersama dengan komonitas Sargassum dan Turbinaria. Alga ini mempunyai
dua atau tiga sayap longitudinal dengan pinggiran bergerigi. Sayap ini
mencapai lebih dari 0,5 cm lebarnya. Kantung udaranya terdapat di
sepanjang thalus.
2. Dictyopteris sp. hidup melekat pada batu di pinggiran luar rataan terumbu
jarang dijumpai. Jenis alga ini banyak ditemukan di Selatan Jawa, Selat
Sunda dan Bali.
3. Dictyota (D. bartayresiana), tumbuh menempel pada batu karang mati di
daerah rataan terumbu. Warnanya coklat tua dan mempunyai talus bercabang
yang terbagi dua. Talus yang pipih, lebarnya 2 mm.
4. Hormophysa (H. triquesa), hidup menempel pada batu dengan alat
pelekatnya berbentuk cakram kecil. Alga ini hidup bercampur dengan
Sargassum dan Turbinaria dan hidup di rataan terumbu.
5. Hydroclathrus (H. clatratus), tumbuh melekat pada batu atau pasir di daerah
rataan terumbu dan tersebar agak luas di perairan Indonesia.
6. Padina (P. australis), tumbuh menempel batu di daerah rataan terumbu, baik
di tempat terbuka di laut maupun di tempat terlindung. Alat pelekatnya yang
melekat pada batu atau pada pasir, terdiri dari cakram pipih, biasanya terbagi
menjadi cuping-cuping pipih 5–8 cm lebarnya. Tangkai yang pipih dan
pendek menghubungkan alat pelekat ini dengan ujung meruncing dari selusin
daun berbentuk kipas. Setiap daun mempunyai jari-jari 5 cm atau lebih.
7. Turbinaria terdiri dari tiga jenis yang tercatat yakni T. conoides, T. decurrens,
dan T. ornate. Alga ini mempunyai cabang-cabang silindris dengan diameter
2 – 3 mm dan mempunyai cabang lateral pendek dari 1 - 1,5 cm panjangnya.
Alga ini terdapat di pantai berbatu dan paparan terumbu.

2.4 Peranan dan Manfaat Makroalga


Makroalga merupakan salah satu sumber kekayaan laut di Indonesia yang
tumbuh dan menyebar hampir di seluruh wilayah perairan Indonesia. Diperkirakan
sepanjang garis pantai sekitar 81.000 km diyakini memiliki potensi makroalga yang
sangat tinggi. Dari segi ekonomis rumput laut merupakan komoditi yang potensial
untuk dikembangkan mengingat nilai gizi yang dikandungnya. Menurut kandungan
zat yang terdapat pada rumput, maka rumput laut dapat dijadikan bahan makanan
seperti agar-agar, sayuran, kue dan menghasilkan bahan algin, karaginan dan
furcelaran yang digunakan dalam industri farmasi, kosmetik, tekstil dan lain-lain
(Miarni, 2004).
Keberadaan makroalga di rataan terumbu merupakan sadiaan bahan
makanan, obat-obatan bagi manusia juga sebagai ladang pakan bagi biota herbivor.
Makroalga yang dapat dikonsumsi banyak diperoleh dari marga Caulerpa,
Gracilaria, Gelidiella, Eucheuma, dan Gelidium. Kehadiran, pertumbuhan sampai
perkembangbiakan makroalga lebih banyak dijumpai pada substrat yang stabil dan
keras, sehingga tidak mudah terkikis oleh arus dan ombak (Kadi, 2008).
Khusus mengenai vegetasi makroalga di perairan laut, umumnya
merupakan komponen dari ekosistem terumbu karang. Keberadaannya sebagai
makroalga juga berperan dalam upaya pemulihan kualitas air, akibat pencemaran
ekosistem perairan payau, khususnya di perairan budidaya, yang dapat dilakukan
dengan berbagai jenis teknologi, baik dengan teknologi sederhana maupun
teknologi yang kompleks (Atmadja et al. 1996).
Keberadaan makroalga sebagai organisme produser memberikan
sumbangan yang berarti bagi kehidupan binatang akuatik terutama
organismeorganisme herbivora di perairan laut. Dari segi ekologi makroalga juga
berfungsi sebagai penyedia karbonat dan pengokoh substrat dasar yang bermanfaat
bagi stabilitas dan kelanjutan keberadaan terumbu karang (Oktaviani, 2013).

2.5 Taman Nasional Baluran


Taman Nasional Baluran merupakan kawasan konservasi yang memiliki
keanekaragaman yang tinggi pada habitat serta jenis satwanya. Tipe ekosistem
yang dimiliki oleh Taman Nasional Baluran antara lain adalah savana, hutan
musim, hutan evergreen, hutan pantai kering, dan hutan pantai basah
(Primack,1998).
Taman Nasional Baluran mempunyai keanekaragaman yang unik pada
ekosistem akuatik yaitu ekosistem terumbu karang dan padang lamun. Terumbu
karang merupakan asosiasi organisme yang hidup di dasar perairan dan membentuk
batuan kapur kalsium karbonat (Dawes, 1981). Tipe terumbu karang yang terdapat
di sepanjang pantai Taman Nasional Baluran adalah karang tepi, memiliki lebar
yang beragam dan berada pada kisaran kedalaman 0,5 meter sampai 40 meter.
a) Zonasi terumbu karang di perairan Taman Nasional Baluran diawali dari :
b) Dataran terumbu karang yang didominasi oleh karang yang berukuran kecil.
c) Puncak terumbu karang, yang didominasi oleh jenis karang keras (hard
coral).
d) Lereng terumbu karang, dapat dijumpai ikan hias dan berbagai macam
karang.
e) Daerah tubir merupakan daerah yang sangat menarik wisata bahari,
dipenuhi oleh jenis karang lunak (soft coral) dan jenis ikan yang bergerak
secara berkelompok.

Kawasan perairan Taman Nasional Baluran memiliki sekitar 145 jenis


karang, antara lain suku Acroporidae, suku Fungidae, suku Poritidae, suku
Millepoiediae, dan suku Helioporidae. Selain membawa keuntungan ekonomi di
sektor pariwisata, ekosistem terumbu karang berperan melindungi pantai dari
abrasi dan kerusakan dengan memecah ombak yang mengarah ke pantai. Terumbu
karang juga berkontribusi kepada sektor penangkapan ikan dengan menyediakan
daerah pemijahan dan asuhan, penyediaan makanan dan perlindungan biota laut
(Juniarsa et al., 2013).

2.6 Pantai Bama


Pantai Bama terletak di kawansan Taman Nasional Baluran dengan titik
koordinat 070 29’ – 070 55’ LS dan 1140 17’ – 1140 28’ BT. Untuk mencapai lokasi
pantai yang dikenal sangat alami itu, jarak sekitar 15 km dari pintu gerbang TNB
harus ditempuh. Aneka jenis satwa mamalia besar bisa dijumpai di sepanjang jalan
menuju Pantai Bama. Diantaranya Banteng Jawa (Bos javanicus), Rusa Timor
(Cervus rusa), Kerbau Liar (Bubalus bubalis), Babi Hutan (Sus scrofa), Anjing
Hutan (Cuon alpinus) dan Macan Tutul (Panthera pardus) (Putrisari, 2012).
Perairan pantai Bama merupakan daerah pantai yang tidak terdapat muara
sungai, sehingga tanahnya berpasir dengan sedikit lumpur. Ditinjau dari tekstur
tanah, tanah bertekstur liat mempunyai luas permukaan yang lebih besar sehingga
mampu menahan air dan meyediakan unsur hara yang tinggi. Komposisi partikel
tanah bakau mempengaruhi permeabilitas dan menentukan pula kandungan air dan
keadaan nutrien tanah. Keberadaan lumpur di dasar perairan sangat dipengaruhi
oleh banyaknya partikel tersuspensi yang dibawa oleh air tawar dan air laut serta
faktor – faktor yang mempengaruhi penggumpalan, pengendapan bahan tersuspensi
tersebut, seperti arus dari laut (Yunan, 2014).
Pantai Bama dikelilingi oleh hutan mangrove yang memiliki jenis flora seperti
Rhizophora muncronata, Rhizophora apiculata dan Sonneratia alba. Vegetasi pantai
yang tumbuh adalah formasi Baringtonia yang berkembang baik (antara Pandean
dan Tanjung Candibang, di Labuan Merak), pandanan (Pandanus tectorius) di
Tanjung Bendi, Pemphis acidula di Air Karang, Acrophora, Porites lutea,
Serioptophora histerix, dan Stylophora sp. Mangrove pendek yang tumbuh dengan
agak baik di atas lumpur, terdapat di Kelor dan Bilik yang dikuasai oleh kayu api
(Avicenia sp), Bogen (Sonneratia spp), Bakau – bakauan (Rhizopora spp), serta
Cantigi (Ceriops tagal) (Yunan, 2014).
Pantai Bama merupakan pantai yang padang lamunnya bervegetasi
campuran. Spesies lamun yang tumbuh di Pantai Bama adalah Enhalus acoroides,
Thalassia hemprichii, Cymodocoea routndata, Halodule uninervis, Halophila
ovalis, Halophila ovata, dan Syringodium isoetifolium. Formasi padang lamun di
Taman Nasional Baluran tersebar pada pantai – pantai dengan kelerengan landai
dan tidak memiliki gelombang air yang terlalu ekstrim (Putrisari, 2012).
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian


Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian menggunakan
metode eksplorasi, yaitu mengadakan pengamatan langsung terhadap makroalga
yang ada di Pantai Bama Taman Nasional Baluran.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilaksanakan pada 18 Juli 2017 sampai dengan 28 Juli 2017 yang
bertempat di Pantai Pantai Bama TN Baluran Kabupaten Situbondo. Identifikasi
makroalga dilakukan di Resort Bama Taman Nasional Baluran.

3.3 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat pengamatan yang
terdiri dari alat tulis menulis, kertas label, kantong plastik, kamera digital, dan buku
identifikasi Atmadja (1996), Bold (1985), Cholid (2005), Denton (2006), Doty
(1985), Hayati (2009), IPTEK (2011), Magruder (1979), Manoa (2001), Paul
(2005), Skelton (2003), Taylor (1979), dan Wells (2006).
Bahan yang di gunakan pada penelitian ini adalah formalin 4% untuk
pengawetan sampel dan komunitas makroalga di Pantai Bama TN Baluran
Kabupaten Situbondo.

3.4 Prosedur Penelitian


3.4.1 Tahap Observasi Lapangan
Pengamatan dilakukan di lapangan dilanjutkan dengan identifikasi spesies
di Lapangan. Tahap awal penentuan lapangan adalah observasi ke Pantai Bama TN
Baluran yang terletak di Kabupaten Situbondo. Tahap ini bertujuan untuk
mengetahui kondisi Pantai dan sebaran makroalga di Pantai Bama TN Baluran yang
terletak di Kabupaten Situbondo.
Gambar 3.3 Peta Pantai Bama TN Baluran yang terletak di Kabupaten Situbondo.

3.4.2 Pengambilan Sampel


Pengambilan sampel dilakukan dengan cara jelajah, yaitu menjelajahi
setiap sudut suatu lokasi yang dapat mewakili tipe-tipe ekosistem di kawasan
yang diteliti (Rugayah, 2004). Pengambilan sampel makroalga dilakukan pada saat
air surut dengan cara koleksi bebas. Sampel makroalga dimasukkan dalam
kantong plastik kecil dan diberi label.
Kantong plastik yang berisi sampel diisi dengan formalin 4%. Data ekologi
seperti tipe habitat, substrat, kelimpahan dan asosiasi dengan organisme lain dicatat
dalam buku lapangan.

3.5 Analisis Data


Data yang diperoleh dari lapangan dimasukkan dalam tabel pengamatan.
Data pengamatan yang berkaitan dengan penentuan nama jenis makroalga
dianalisis secara deskriptif dengan identifikasi berdasarkan buku kunci.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keanekaragaman Makroalga di Pantai Bama Taman Nasional Baluran


Makroalga merupakan biota laut yang banyak dijumpai hampir di
seluruh pesisir Pulau Jawa, termasuk di wilayah Pantai Bama Taman Nasional
Baluran. Berdasarkan hasil inventarisasi dan identifikasi spesies makroalga di
Pantai Bama diperoleh 9 jenis makroalga. Kunci identifikasi dan klasifikasi
makroalga yang ditemukan di Pantai Bama Taman Nasional Baluran sebagai
berikut :

4.1.1 Chlorophyta
Spesies makroalga dari divisi Chlorophyta yang ditemukan di kawasan
pantai Bama Taman Nasional Baluran yaitu Halimeda macroloba, Halimeda
opuntia, dan Halimeda selindrica.
Identifikasi spesies Chlorophyta di pantai Bama :
a. Halimeda macroloba
a.1 Gambar Pengamatan

a.2 Klasifikasi
Kingdom Plantae
Divisi : Chlorophyta
Class : Chlorophyceae
Ordo : Caurlepales
Family : Halimedaceae
Genus : Halimeda
Species : Halimeda macroloba
a.3 Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, diketahui
bahwa Halimeda macroloba termasuk dalam kelas Chlorophyta yang telah diamati
memiliki ciri-ciri thallusnya membentuk seperti rumpun, memiliki bentuk blade
yang bercabang-cabang dan bentuk bladenya adalah seperti kipas yang sedikit
membulat. Panjang Halimeda macroloba secara keseluruhan adalah 16 cm,
panjang dan lebat setiap blade berbeda-beda yaitu 1 - 1,5 cm. tekstur bladenya tebal
dan sedikit licin dengan warna bladenya adalah hijau terang.
Ciri-ciri umum. Algae tegak, agak rimbun, warna hijau pudar keputihan,
tinggi mencapai 16 cm, menanamkan diri dalam substart dengan serabut rhizoid
yang berbentuk seperti umbi. Thalli berupa segmen-segmen dengan kalsifikasi
ringan hingga sedang (Saroyo, 2011).

b. Halimeda opuntia
b.1 Gambar Pengamatan
b. 2 Klasifikasi
Kingdom Plantae
Divisi : Chlorophyta
Class : Chlorophyceae
Ordo : Caurlepales
Family : Halimedaceae
Genus : Halimeda
Species : Halimeda opuntia

b.3 Pembahasan
Ciri dari Halimeda opuntia mempunyai talus kompak, bentuk blade berupa
lembaran-lembaran kecil dengan permukaan kasar. Percabangan segmen
bertumpuk menjalar dan membentuk pertumbuhan baru. Segmen relatif kecil
berbentuk pipih, bulat, dan bergelombang. Warna bagian bawah yang menyerupai
blade biasanya berwarna putih dan bagian atas permukaan berwarna hijau tua atau
hijau mudah. Tunas segmen baru terletak pada segmen utama pada bagian lekukan.
Umumnya habitatnya berada pada sela-sela karang yang hidup atau mati, batu,
pecahan karang dan berpasir. Holdfast menyerupai kumpulan akar serabut yang
mampu melekat pada substrat maupun partikel pasir.
Persebarannya banyak dijumpai pada substrat pasir, pasir lumpuran dan
pecahan karang. Dipaparan pasir tumbuh berasosiasi dengan tumbuhan lamun.
Keberadaan jenis ini banyak dijumpai di perairan laut.
Menurut Nurhayati (2017), Halimeda opuntia merupakan jenis rumput laut
berkapur (Calcareous) dari divisi Chlorophyta dan diklasifikasikan ke dalam ordo
Briopsidales. Rumput laut ini banyak dijumpai pada daerah terumbu karang yang
kondisi pantainya tenang, agak terlindung, dan hidup. Talus biota ini mengandung
kalsium aragonit ekstraseluler dalam jumlah tinggi, sehingga menjadi penyumbang
karbonat terbesar di lautan.
c. Ulva lactuca
c.1 Gambar Pengamatan

c.2 Klasifikasi

Kingdom : Plantae
Divisi : Thallophyta
Class : Chlorophyceae
Ordo : Ulvales
Family : Ulvaceae
Genus : Ulva
Species : Ulva lactuca

c.3 Pembahasan

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa Ulva


lactuca mempunyai bentuk seperti selada yang bergerombol dan memiliki warna hijau muda.
Tubuhnya berbentuk talus, talus yaitu suatu tumbuhan yang belum bisa diketahui secara jelas akar,
batang dan daunnya. Bentuk talus yang dimiliki oleh Ulva lactuca ini yaitu lembaran atau
helaian, dikarenakan memiliki bentuk talus seperti lembaran atau helaian, talusnya mempunyai
stuktur yang tipis seperti kertas serta licin, tepian dari talusnya halus dan agak
bergelombang, selain itu spesies jenis ini juga memiliki tempat menempel pada batu karang atau
substrat sebagai tempat dia bertahan hidup , tempat mempel ini biasa disebut dengan holdfast,
pada bagian holdfast ini biasanya talus pada Ulva flactuca ini mempunyai warna yang agak lebih
gelap. Ulva lactuca memiliki susunan tubuh berupa follaccus atau perlenlsmantis (filament yang
pembelahan sel vegetativenya tejadi lebih dari satu bidang).
Menurut (Junaeidi, 2004) Ulva lactuca memiliki thallus tipis bentuk lembaran
licin warna hijau tua tepi lembaran berombak. Thallus warna gelap pada bagian
tertentu terutama dekat bagian pangkal karena ada sedikit. Tumbuh melekat pada
substrat karang mati di daerah paparan terumbu karang di perairan dangkal dengan
kedalaman 0,5 - 5 m dan dapat hidup pada perairan payau.
Ulva lactuca, ganggang hijau, adalah spesies dari genus Ulva. Ia
menempel di batu. Ia berwarna hijau ke hijau gelap. Chlorophyta ini adalah alga
berbentuk lembaran yang terdiri atas dua sel. Ulva, di antara ganggang hijau
lainnya, sangat subur di area di mana ada banyak nutrisi tersedia (Aslan. 1991).

4.1.2 Phaeyophyta
Spesies makroalga dari divisi Phaeyophyta yang ditemukan di kawasan
pantai Bama Taman Nasional Baluran yaitu Padina australis, Sargassum
cristaefolium, Sargassum plagyophyllum, dan Turbinaria conoides.
Identifikasi spesies Phaeyophyta di pantai Bama :

a. Padina australis
a.1 Gambar Pengamatan

a.2 Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Phaeyophyta
Class : Phaeyophyceae
Ordo : Dictyotales
Family : Dictyotaceae
Genus : Padina
Species : Padina australis
a.3 Pembahasan
Berdasarkan dari hasil penelitian didapatkan ciri-ciri sebagai berikut: Alga
ini berwarna coklat kekuningan. Thallus berbentuk seperti kipas permukaan halus,
licin dan agak tebal panjangnya antara 4 - 5 cm. Alga ini tumbuh menempel pada
batu karang.
Menurut Junaeidi (2004), Thallus berbentuk seperti kipas dan segmen-
segmen lembaran tipis (lobus) dengan garis-garis berambut radial dan perkapuran
di bagian permukaan daun. Warna coklat kekuning-kuningan atau kadang memutih
karena terdapat perkapuran. Alat pelekatnya (Holdfast) berbentuk cakram kecil
berserabut. Bagian atas lobus agak melebar dengan pinggiran rata. Tumbuh
menempel pada batu di daerah rataan terumbu karang.

b. Sargassum cristaefolium
b.1 Gambar Pengamatan

b.2 Klasifiasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Phaeyophyta
Class : Phaeyophyceae
Ordo : Fucales
Family : Sargassaceae
Genus : Sargassum
Species : Sargassum cristaefolium

b.3 Pembahasan
Berdasarkan dari hasil penelitian didapatkan ciri-ciri sebagai berikut : Tallus
bulat pada batang utama dan agak gepeng pada percabangan, permukaan halus atau
11 cm. Percabangan dichotomous dengan daun bulat lonjong, pinggir bergerigi,
tebal dan duplikasi (double edged). Vesicle melekat pada batang daun, bulat telur
atau elip.
Habitat: Hidup di zona pasang surut bagian tengah hingga subtidal.
Menempel pada batu karang atau substrat keras lainnya. Sering membentuk koloni
dan berasosiasi dengan kelompok Sargassum dan Turbinaria. Sebaran.
Kosmopolitan di perairan tropis.
Menurut Sulisetjono (2009), Habitat alga Sargasum cristaefolium tumbuh
diperairan pada kedalaman 0,5–10 m, ada arus dan ombak. Pertumbuhan alga ini
sebagai makro alga bentik melekat pada substrat dasar perairan. Di daerah tubir
tumbuh membentuk rumpun besar, panjang thalli utama mencapai 0,5-3 m dengan
untaian cabang thalli terdapat kantong udara (bladder), selalu muncul di permukaan
air. Hidup mengambang di permukaan karena mempunyai gelembung-gelembung
gas sebagai pelampung. Jenis-jenis Sargasum dan Turbinaria terdapat di daerah
tropik dan subtropik.
c. Sargassum plagyophyllum
c.1 Gambar Pengamatan

c.2 Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Phaeyophyta
Class : Phaeyophyceae
Ordo : Fucales
Family : Sargassaceae
Genus : Sargassum
Species : Sargassum plagyophyllum

c.3 Pembahasan
Berdasarkan dari hasil penelitian didapatkan ciri-ciri sebagai berikut: Alga
ini berwarna coklat kekuningan, thallus bercabang berbentuk lembaran seperti daun
bergelombang, pinggir bergerigi, ujung runcing dengan permukaan licin dan agak
kaku, dari nudus muncul bulatan-bulatan banyak menyerupai buah. Panjangnya
antara 25 – 30 cm. tumbuh menempel pada rumput laut yang dibudidayakan.
Alga ini mempunyai percabangan utama di bagian bawah gepeng tetapi
agak membulat pada bagian atas. Thallus agak silindris, pendek sekitar 1,5 cm.
Tinggi dapat mencapai 60 cm, daun oval sampai lonjong panjang sekitar 4 cm, lebar
1,4 cm, pinggir bergerigi, ujung runcing. Tumbuh pada substrat batu di daerah
rataan terumbu (IPTEK, 2011).
d. Turbinaria conoides
d.1 Gambar Pengamatan

d.2 Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Phaeyophyta
Class : Phaeyophyceae
Ordo : Fucales
Family : Sargassaceae
Genus : Turbinaria
Species : Turbinaria conoides

d.3 Pembahasan
Algae spesies Turbinaria conoides ditemukan di zona surut pantai Selatan
Kondang Merak. Spesies ini berada 10 meter dari bibir pantai dan melekat pada
karang. Warna asli dari spesies ini adalah coklat yang thallusnya/blades berbentuk
seperti corong atau terompet. Spesies ini tidak begitu banyak dibadingkan
dengan Ulva lactuca yang mendominasi algae di pantai Selatan Kondang
Merak. Turbinaria conoides memiliki thallus berbentuk pipih, dan yang bisa diukur
adalah diameternya. Bagian- bagian tubuh dari Turbinaria conoides yaitu
memiliki holdfast sebagai tempat melekat di karang, frond sebagai tangkai tempat
melekatnya blades atau thallus, blades atau thallus, air bladder sebagai kantung
menyimpan udara, dan staipe sebagai batang. Tidak ditemukan percabangan dan
thallus tersusun menggerombol serta berhimpitan. Warna setelah mengalami
pengawetan adalah sama dengan warna aslinya yaitu coklat.
Turbinaria memiliki ciri-ciri morfologi, daur hidup, cara reproduksi dan
habitat seperti Sargassum hanya saja bentuk filoidnya menyerupai terompet
(Setyawan,2000). Ganggang pirang (Turbinaria sp.) termasuk ke dalam classis
Phaeophyceae karena berwarna pirang karena dalam kromatoforanya terkandung
klorofil a, karoten, dan santofil, tetapi terutama fikosantin yang menutupi warna
lainnya dan yang menyebabkan ganggang itu berwarna pirang. Turbinaria sp.
termasuk dalam Ordo Fucales karena talusnya berbentuk pita, kaku seperti kulit,
bercabang-cabang menggarpu dan melekat dengan alat pelekat yang berbentuk
cakram. Ujung-ujung talus agak membesar dan mempunyai lekukan-lekukan yang
disebut konseptakel. Tubuhnya seperti pohon atau semak yang seolah mempunyai
akar, batang dan daun. Daunnya menggangsing melebar hingga distal akhir
membentuk batas helaian mahkota melalui barisan gigi. Bentuk talus seperti
terompet. Habitat dari Turbinaria sp. (ganggang pirang) yaitu di laut.

4.1.3 Rhodophyta
Spesies makroalga dari divisi Rhodophyta yang ditemukan di kawasan
pantai Bama Taman Nasional Baluran yaitu Stypopodium zonale dan Eucheuma
isforme.
Identifikasi spesies Rhodophyta di pantai Bama :

a. Stypopodium zonale
a.1 Gambar Pengamatan
a.2 Klasifikasi

Kingdom : Plantae
Divisi : Phaeophyta
Kelas : Phaeophyceae
Ordo : Dictyotales
Famili : Dictyotaceae
Genus : Stypopodium
Spesies : Stypopodium zonale

a.3 Pembahasan
Berdasarkan dari hasil penelitian didapatkan ciri-ciri sebagai berikut: Alga
ini berwarna coklat kekuningan, thallus bercabang berbentuk kipas bergaris-garis
menyerupai kulit ular. permukaan atas kasar sedangkan permukaan bawah licin,
panjangnya sampai 12 cm. Alga ini tumbuh menempel pada bebatuan.
Alga ini tingginya sekitar 3,6 - 4,5 cm, berwarna - warni dalam air, berwarna
coklat kehitaman, rhizoids berbentuk kipas tipis, panjang lebaran sampai 15 cm,
dengan marjin tidak teratur, thali berbentuk segmen dengan luas 1-5 cm. Thallus
pada interval yang tidak teratur panjang sekitar 3-15 mm. Sporangia tidak teratur
(Taylor, 1979).
b. Eucheuma isiforme
b.1 Gambar Pengamatan

b.2 Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Ordo : Gigartinales
Famili : Solieriaceae
Genus : Eucheuma
Spesies : Eucheuma isiforme

b.3 Pembahasan
Berdasarkan dari hasil penelitian didapatkan ciri-ciri sebagai berikut: Alga
ini berwarna merah kecoklatan, thallus bercabang seperti kapak, banyak selang
seling berbentuk silendrik agak kaku dengan duri-diri yang mencuat kesamping
dengan permukaan kasar dan panjang antara 5 – 10 cm . Tumbuh melekat pada batu
karang dan pecahan karang.
Eucheuma isiforme dicirikan oleh thalli seperti kapak pipih dengan sumbu
silinder, medulla dengan inti padat berfilamen, dan fusi sel di tengah cystocarp
tersebut, medula longgar dengan jaringan pusat sel steril kecil. Eucheuma isiforme
jantan memiliki sori spermatangial, sel spermatia yang sedang memotong ujung
memanjang. Tumbuhan betina menghasilkan, tiga cabang bersel carpogonial dalam
inti (Bold, 1985).
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis, maka dapat diberikan beberapa kesimpulan yang
antara lain sebagai berikut :(1).Jumlah jenis makro alga yang diperoleh di perairan
pantai Seri,Pulau Ambon pada 18 jui – 28 juli 2017 adalah sebanyak 9 jenis. Jenis
- jenis tersebut terdiri dari divisi Cholorophyta (3 jenis), Phaeophyta (4 jenis), dan
Rhodophyta (2 jenis).

5.2 Saran
Perlunya peran pemerintah dan masyarakat dalam memperhatikan daya
dukung lingkungan terutama pada ekosistem makroalga di Pantai Bama Taman
Nasional Baluran sehingga ekosistem makroalga akan terus berlanjut.

Anda mungkin juga menyukai