Fiqih Muamalah Kelompok 3 (Akad)
Fiqih Muamalah Kelompok 3 (Akad)
Fiqih Muamalah Kelompok 3 (Akad)
Makalah
Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas presentasi mata kuliah Fiqih Muamalah
KELAS F
Daftar Isi..............................................................................................................................i
BAB I Pendahuluan...........................................................................................................ii
A.Latar Belakang...................................................................................................ii
B.Rumusan Masalah..............................................................................................ii
C.Tujuan Masalah.................................................................................................ii
BAB II Pembahasan..........................................................................................................1
A.Kesimpulan.......................................................................................................10
Daftar Pustaka.................................................................................................................11
BAB I
i
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai makhluk social, manusia tidak bisa lepas untuk berhubungan dengan orang lain
dalam kerangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan manusia sangat beragam, sehingga
terkadang secara pribadi ia tidak mampu untuk memenuhinya, dan harus berhubungan dengan
orang lain. Hubungan antara satu manusia dengan manusia lain dalam memenuhi kebutuhan,
harus terdapat aturan yang menjelaskan hak dan kewajiban keduanya berdasarkan kesepakatan.
Proses untuk membuat kesepakatan dalam kerangka memenuhi kebutuhan keduanya, lazim
disebut dengan proses untuk berakad atau melakukan kontrak. Hubungan ini merupakah fitrah
yang sudah ditakdirkan oleh Allah. karena itu ia merupakan kebutuhan sosial sejak manusia
mulai mengenal arti hak milik. Islam sebagai agama yang komprehensif dan universal
memberikan aturan yang cukup jelas dalam akad untuk dapat diimplementasikan dalam setiap
masa.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Asal-Usul dan Pengertian Akad?
2. Apa saja Pembentukan dan Syarat-Syarat Akad?
3. Bagaimana Dampak Akad?
4. Apa saja Pembagian dan Macam Akad?
5. Bagaimana Berakhirnya Akad?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Asal-Usul dan Pengertian Akad.
2. Untuk Mengetahui Pembentukan dan Syarat Akad.
3. Untuk Mengetahui Dampak Akad.
4. Untuk Mengetahui Pembagian dan Macam Akad.
5. Untuk Mengetahui Penyebab Berakhirnya Akad.
ii
BAB II
PEMBAHASAN
Tasharruf terbagi dua, yaitu tasharruf fi’li dan tasharruf qauli. Tasharruf fi’li ialah usaha yang
dilakukan manusia dengan tenaga dan badannya, selain lidah, misalnya memanfaatkan tanah
yang tandus, menerima barang dalam jual beli merusakkan benda orang lain. Tasharruf qauli
adalah tasharruf yang keluar dari lidah manusia, tasharruf qauli terbagi dua yaitu ‘aqdi dan bukan
‘aqdi. Tasharruf qauli bukan ‘aqdi ada dua macam, yaitu:
a. Merupakan pernyataan pengadaan suatu hak atau mencabut suatu hak, seerti wakaf, talak,
dan memerdekakan.
b. Tidak menyatakan suatu kehendak, tetapi dia mewujudkan tuntutan- tuntutan hak, misalnya
gugutan iqrar, sumpah untuk menolak gugatan, jenis yang kedua ini tak ada ‘aqad, tetapi
semata perkataan. 1
2.Pengertian Aqad
a. Menurut Bahasa
1.) Mengikat ( arrabtu) yang artinya mengumpulkan dua ujung tali dan mengikat salah
satunya dengan yang lain sehingga bersambung, kemudian keduanya menjadi sebagai
sepotong dada.
2.) Sambungan ( aqdatu) yang artinya sambungan yang memegang kedua ujung itu dan
mengikatnya.
1
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002),h.43-44
1
3.) Janji (‘ahdu) yaitu perjanjian yang dibuat seseorang tidak memerlukan persetujuan pihak
lain, baik setuju mapun tidak, tidak berpengaruh kepada janji yang dibuat oleh orang
tersebut. 2
Jadi secara bahasa ikatan antara ujung- ujung sesuatu, baik ikatan itu secara nyata atau
maknawi yang berasal dari satu sisi atau dua sisi.3
b. Pengertian umum
Secara umum, penegrtian akad dalam arti luas hampir sama dengan pengertian akad dari segi
bahasa menurut pendapat ulama Syafi’iyah, Malikiyah, dan Hanabilah, yaitu “segala sesuatu
yang dikerjakan oleh seseorang berdasarkan keinginannya sendiri, seperti wakaf, talak,
pembebasan, atau sesuatu yang pembentukannya membutuhkan keinginan dua orang seperti
jual beli, perwakilan, dan gadai”
c. Pengertian Khusus
Pengertian akad dalam arti khusus yang dikemukakan ulama fiqih, antara lain:
1) Perikatan yang ditetapkan dengan ijab-qabul berdasarkan ketentuan syara yang
berdampak pada objeknya.
2) Pengaitan ucapan salah seorang yang akad dengan yang lainnya secara syara pada segi
yang tampak dan berdampak pada objeknya.4
2
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002),h.44-45
3
Rozalinda, Fiqih Ekonomi Syariah, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2017),h.45
4
Rachmat Syafe’I, Fiqih Muamalah, ( Bandung, Pustaka Setia, 2001), h. 43
2
yang berakad terkadang orang yang memiliki haq (aqid ashli) dan terkadang merupkan
wakil dari yang memiliki haq.
2) Ma’qud ‘alaih ialah benda- benda yang diakadkan, seperti benda- benda yang dijual
dalam akad jual beli, dalam akad hibbah (pemberian ), dalam akad gadai, utang yang
dijamin seseorang dalam akad kafalah.
3) Maudhu’ al ‘aqd ialah tujuan atau maksud pokok mengadakan akad. Berbeda akad, maka
berbedalh tujuan pokok akad. Dalam akad jual beli tujuan pokoknya ialah memndahan
barang dari penjual kepada pembeli dengan diberi ganti. Tujuan akad hibah ialah
memindahkan barang dari pemberi kepada yang diberi untuk dimiliknya tanpa ada
pengganti. Tujuan pokok akad ijarah adalah memberikan manfaat dari seseorang kepada
yang lain tanpa ada pengganti.
4) Shighat al’aqad ialah ijab dan qabul, ijab ialah permulaan penjelasan yang keluar dari
salah seorang yang berakad sebagai gambaran kehendaknya dalam mengadakan akad,
sedangkan qabul ialah perkataan yang keluar dari pihak berakad pula, yang diucapkan
setelah adanya ijab.
a) Shighat al-‘Aqd. Kata –kata dalam ijab qabul harus jelas dan tidak memiliki banyak
pengertian, misalnya seseorang berkata “Aku serahkan barang ini” , kalimat tersebut
masih kurang jelas sehingga masih menimbulkan pertanyaan. Jadi kalimat yang
lengkapnya ialah “Aku serahkan benda ini kepadamu sebagai hadiah atau sebagai
pemberian”.
b) Harus bersesuaian antara ijab dan qabul. Tidak boleh antara yang berijab dan yang
menerima berbeda lafazh, misalnya seseorang yang berkata “Aku serahkan benda ini
kepadamu sebagai titipan” , tetapi yang mengucapkan qabul berkata, “Aku terima benda
ini sebagai pemberian”. Adanya kesimpangsiuran dalam ijab dan qabul akan
menimbulkan persengketaan yang dilarang oleh agama islam karena bertentangan denga
ishlah di antara manusia.
c) Menggambarkan kesungguhan kemauan dari pihak- pihak yang bersangkutan, tidak
terpaksa dan tidak karena diancam atau ditakut- takuti oleh orang lain karena dalam tijarah
harus saling ridha.
3
b. Unsur-Unsur Akad
Unsur-unsur akad adalah sesuatu yang merupakan pembentukan adanya akad, yaitu berikut
ini:
1) Shighat Akad
Shighat akad adalah sesuatu yang disandandakan dari dua pihak yang berakad yang
menunjukkan atas apa yang ada di hati keduanya tentang terjadinya suatu akad. Hal itu dapat
diketahui dengan ucapan perbuatan, isyarat, dan tulisan. Shighat tersebut biasa disebut ijab
dan qabul.
2) Akad dengan perbuatan
Dalam akad, terkadang tidak digunakan ucapan, tetapi cukup dengan perbuatan yang
menunjukkan saling meridhoi, misalnya penjual memberikan barang dan pembeli
memberikan uang. Hal ini sangat umum terjadi di zaman sekarang.
3) Akad dengan isyarat
Bagi orang yang mampu bicara, tidak dibenarkan akad dengan isyarat, melainkan
menggunakan lisan atau tulisan. Adapun bagi mereka yang tidak dapat berbicara, boleh
menggunakan isyarat, tetapi jika tulisannya bagus dianjurkan menggunakan tulisan. Hal itu
dibolehkan apabila ia sudah cacat sejak lahir. Jika tidak sejak lahir, ia harus berusaha untuk
tidak menggunakan isyarat.
4) Akad dengan tulisan
Dibolehkan akad dengan tulisan, baik bagi orang yang mampu berbicara ataupun tidak,
dengan syarat tulisan tersebut harus jelas, tampak, dan dapat dipahami oleh keduanya.
Namun demikian,dalam akad nikah tidak boleh menggunakan tulisan jika kedua orang yang
akad itu hadir. Hal ini karena akad harus dihadiri oleh saksi, yang harus mendengar ucapan
orang yang akad itu hadir.
2. Syarat-Syarat Akad
a. Syarat Terjadinya Akad
Syarat terjadinya akad adalah sesuatu yang disyaratkan untuk terjadinya akad secara syara’.
Jika tidak memenuhi syarat tersebut, akad menjadi batal.
b. Syarat Sah Akad
4
Syarat sah akad adalah segala sesuatu yang disyaratkan syara’ untuk menjamin dampak
keabsahan akad. Jika tidak terpenuhi, akad tersebut rusak.
c. Syarat Pelaksanaan Akad
Dalam pelaksanaaan akad, ada dua syarat, yaitu kepemilikan dan kekuasaan. Kepemilikan
adalah sesuatu yang dimiliki seseorang sehingga ia bebas melakukan sesuatu dengan apa yang
dimilikinya sesuai aturan syara’. Adapun kekuasaan adalah kemampuan seseorang dalam
bertasharuf sesuai dengan ketetapan syara’.
d. Syarat Kepastian Hukum (luzum)
Dasar dalam akad adalah kepastian. Diantara syarat luzum dalam jual-beli adalah
terhindarnya dari beberapa khiyar jual-beli, seperti khiyar syarat, khiyar aib, dan lain-lain. Jika
luzum tampak, maka akad batal atau dikembalikan.
C. Dampak Akad
1. Dampak Umum
Segala sesuatu yang mengiringi setiap atau sebagian besar akad, baik dari segi hukum
maupun hasil.
2. Dampak Khusus
Adalah hukum akad, yakni dampak asli dalam pelaksanaan suatu akad atau maksud utama
dilaksanakannya suatu akad, seperti pemindahan kepemilikan jual-beli, hibah, wakaf, upah, dan
lain-lain.
5
Akad tidak shahih adalah akad yang tidak memenuhi unsur-unsur dan syaratnya. . dengan
demikian, akad ini tidak berdampak hukum atau dengan kata lain tidak sah.5
2. Berdasarkan Penamaannya
a) Akad yang telah dinamai syara, seperti jual-beli, hibah, gadai, dan lain-lain.
b) Akad yang belum dinamai syara’, tetapi disesuaikan dengan perkembangan zaman.
5
Abdul Azziz Muhammad Azzam, Fiqih Muamalat “Sistem Transaksi dalam Islam” (Jakarta : Amzah, 2010), h. 20
6
pembebasan seseorang untuk melakukan tasharruf karena gila, boros, atau karena masih
dibawah umur.
e) At-Tautsiqat, atau At-Ta’minat atau Uqul Adh-Dhaman
Yaitu suatu akad yang dimaksudkan untuk menanggung utang bagi pemiliknya, dan
mengamankan orang yang memiliki piutang atas utangnya, yaitu akad kafalah, hiwalah, dan
rahn.
f) Al-Isytirak
Yaitu suatu akad yang diamksudkan untuk bekerja sama dalam pekerjaan dan keuntungan,
seperti akad syirkah, akad mudharabah, muzara’ah, dan musaqah.
g) Al-Hifzu
Yaitu suatu akad yang dimaksudkan untuk menjaga dan memelihara harta bagi
pemiliknya, seperti akad wadiah.6
4. Berdasarkan Zatnya
a) Benda yang berwujud (al-‘ain)
b) Benda tidak berwujud (ghair al-‘ain)
6
Ahmad Wardi Muslich, Fiqih Muamalat, (Jakarta : Amzah, 2010), h. 164
7
Ta’liq syarat adalah menautkan hasil sesuatu urusan dengan urusan yang lain. Yakni
terjadinya suatu akad bergantung pada urusan lain. Jika urusan lain tidak terjadi atau tidak
ada, maka akad pun tidak ada.
Taqyid syarat
Taqyid syarat adalah pemenuhan hukum dalam tasharruf ucapan yang sebenarnya tidak
menjadi lazim (wajib) tasharruf dalam keadaan mutlak. Yaitu syarat pada suatu akad atau
tasharruf hanya berupa ucapan saja sebab pada hakikatnya tidak ada atau tidak mesti
dilakukan
Syarat Idhafah
Maknanya menyandarkan kepada suatu masa yang akan datang atau melambatkan hukum
tasharruf qauli ke masa yang akan datang. Akad ini ,menggunakan shighat yang
menggunakan ijab yang disandarkan ke masa depan, bukan masa sekarang.7
E. Berakhirnya Akad
Akad dapat berakhir karena dapat disebabkan oleh fasakh, kematian, tidak adanya izin dari
pihak lain, dan karena pembatalan.
1. Berakhirnya Akad Karena Fasakh.
Hal-hal yang menyebabkan timbulnya fasakh akad adalah sebagai berikut :
a. Fasakh karena adanya fasid (rusak)
b. Fasakh karena khiyar
c. Fasakh berdasarkan iqalah, yaitu terjadinya fasakh akad karena adanya kesepakatan kedua
belah pihak.
d. Fasakh karena tidak ada realisasi.
e. Fasakh karena jatuh tempo.8
7
Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah,(Bandung : Pustaka Setia, 2001), h. 67
8
Qamarul Huda, Fiqih Muamalah, (Yogyakarta, Teras, 2011), h. 47
8
Akad akan berakhir apabila pihak yang mempunyai wewenang tidak mengizinkan atau
meninggal dunia sebelum dia memberikan izin.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
9
Rachmat Syafe’I, Fiqih Muamalah, (Bandung, Pustaka Setia, 2001), h. 70
9
1. Akad adalah bagian dari macam- macam tasharruf, yang dimaksud dengan tasharruf ialah
“segala yang keluar dari seorang manusia dengan kehendaknya dan syara’ menetapkan
beberapa haknya”.
2. Secara bahasa akad adalah ikatan antara ujung- ujung sesuatu, baik ikatan itu secara nyata
atau maknawi yang berasal dari satu sisi atau dua sisi.
3. Rukun-Rukun Akad antara lain :
Aqid
Ma’qud ‘alaih
Maudhu ‘al ‘aqd
Shighat Al ‘aqad
4. Unsur-Unsur Akad terdiri dari :
Shighat Akad
Akad dengan Perbuatan
Akad dengan Isyarat
Akad dengan Tulisan
5. Syarat-Syarat yang harus ada dalam akad antara lain:
Syarat Terjadinya Akad
Syarat Pelaksanaan Akad
Syarat Kepastian Hukum
6. Pembagian dan Macam Akad terbagi atas Berdasarkan Ketentuan Syara, Penamaannya,
Maksud dan Tujuan, Zatnya, dan, Sifat Akad.
7. Penyebab Berakhirnya akad antara lain : Fasakh, Kematian, Tidak ada Izin dari Pihak Lain,
Pembatalan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqih Muamalat “Sistem Transaksi Dalam Islam”, Amzah,
Jakarta, 2010
11