Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Fiqih Muamalah Kelompok 3 (Akad)

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 14

AKAD (PERIKATAN/ PERJANJIAN)

Makalah

Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas presentasi mata kuliah Fiqih Muamalah

Dosen Pengampu: Nurul Mahmudah

Disusun Oleh Kelompok 3 :

Dimas Ramadhan (1704100122)

Henni Nurhayati (1704100210)

Nabela Fatharani (1704100157)

Silvi Indah Setiowati (1702100083)

KELAS F

JURUSAN S1-PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI METRO

TAHUN AKADEMIK 2018


DAFTAR ISI

Daftar Isi..............................................................................................................................i

BAB I Pendahuluan...........................................................................................................ii

A.Latar Belakang...................................................................................................ii
B.Rumusan Masalah..............................................................................................ii
C.Tujuan Masalah.................................................................................................ii

BAB II Pembahasan..........................................................................................................1

A.Asal-Usul dan Pengertian Akad.......................................................................1


B.Pembentukan dan Syarat-Syarat Akad...........................................................2
1.Pembentukan Akad.........................................................................................2
a.Rukun-Rukun Akad.................................................................................2
b.Unsur-Unsur Akad....................................................................................4
2.Syarat-Syarat Akad.........................................................................................4
C.Dampak Akad.....................................................................................................5
D.Pembagian dan Macam Akad...........................................................................5
E.Berakhirnya Akad..............................................................................................8
1.Disebabkan Fasakh.........................................................................................8
2.Disebabkan Kematian.....................................................................................9
3.Disebabkan Tidak Adanya Izin.......................................................................9
4.Disebabkan Pembatalan..................................................................................9

BAB III Penutup..............................................................................................................10

A.Kesimpulan.......................................................................................................10

Daftar Pustaka.................................................................................................................11

BAB I
i
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagai makhluk social, manusia tidak bisa lepas untuk berhubungan dengan orang lain
dalam kerangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan manusia sangat beragam, sehingga
terkadang secara pribadi ia tidak mampu untuk memenuhinya, dan harus berhubungan dengan
orang lain. Hubungan antara satu manusia dengan manusia lain dalam memenuhi kebutuhan,
harus terdapat aturan yang menjelaskan hak dan kewajiban keduanya berdasarkan kesepakatan.
Proses untuk membuat kesepakatan dalam kerangka memenuhi kebutuhan keduanya, lazim
disebut dengan proses untuk berakad atau melakukan kontrak. Hubungan ini merupakah fitrah
yang sudah ditakdirkan oleh Allah. karena itu ia merupakan kebutuhan sosial sejak manusia
mulai mengenal arti hak milik. Islam sebagai agama yang komprehensif dan universal
memberikan aturan yang cukup jelas dalam akad untuk dapat diimplementasikan dalam setiap
masa.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Asal-Usul dan Pengertian Akad?
2. Apa saja Pembentukan dan Syarat-Syarat Akad?
3. Bagaimana Dampak Akad?
4. Apa saja Pembagian dan Macam Akad?
5. Bagaimana Berakhirnya Akad?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Asal-Usul dan Pengertian Akad.
2. Untuk Mengetahui Pembentukan dan Syarat Akad.
3. Untuk Mengetahui Dampak Akad.
4. Untuk Mengetahui Pembagian dan Macam Akad.
5. Untuk Mengetahui Penyebab Berakhirnya Akad.

ii
BAB II

PEMBAHASAN

A. Asal Usul dan Pengertian Akad


1. Asal- usul akad
Akad adalah bagian dari macam- macam tasharruf, yang dimaksud dengan tasharruf ialah
“segala yang keluar dari seorang manusia dengan kehendaknya dan syara’ menetapkan beberapa
haknya”.

Tasharruf terbagi dua, yaitu tasharruf fi’li dan tasharruf qauli. Tasharruf fi’li ialah usaha yang
dilakukan manusia dengan tenaga dan badannya, selain lidah, misalnya memanfaatkan tanah
yang tandus, menerima barang dalam jual beli merusakkan benda orang lain. Tasharruf qauli
adalah tasharruf yang keluar dari lidah manusia, tasharruf qauli terbagi dua yaitu ‘aqdi dan bukan
‘aqdi. Tasharruf qauli bukan ‘aqdi ada dua macam, yaitu:

a. Merupakan pernyataan pengadaan suatu hak atau mencabut suatu hak, seerti wakaf, talak,
dan memerdekakan.
b. Tidak menyatakan suatu kehendak, tetapi dia mewujudkan tuntutan- tuntutan hak, misalnya
gugutan iqrar, sumpah untuk menolak gugatan, jenis yang kedua ini tak ada ‘aqad, tetapi
semata perkataan. 1

2.Pengertian Aqad

a. Menurut Bahasa
1.) Mengikat ( arrabtu) yang artinya mengumpulkan dua ujung tali dan mengikat salah
satunya dengan yang lain sehingga bersambung, kemudian keduanya menjadi sebagai
sepotong dada.
2.) Sambungan ( aqdatu) yang artinya sambungan yang memegang kedua ujung itu dan
mengikatnya.

1
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002),h.43-44
1
3.) Janji (‘ahdu) yaitu perjanjian yang dibuat seseorang tidak memerlukan persetujuan pihak
lain, baik setuju mapun tidak, tidak berpengaruh kepada janji yang dibuat oleh orang
tersebut. 2

Jadi secara bahasa ikatan antara ujung- ujung sesuatu, baik ikatan itu secara nyata atau
maknawi yang berasal dari satu sisi atau dua sisi.3

b. Pengertian umum
Secara umum, penegrtian akad dalam arti luas hampir sama dengan pengertian akad dari segi
bahasa menurut pendapat ulama Syafi’iyah, Malikiyah, dan Hanabilah, yaitu “segala sesuatu
yang dikerjakan oleh seseorang berdasarkan keinginannya sendiri, seperti wakaf, talak,
pembebasan, atau sesuatu yang pembentukannya membutuhkan keinginan dua orang seperti
jual beli, perwakilan, dan gadai”
c. Pengertian Khusus
Pengertian akad dalam arti khusus yang dikemukakan ulama fiqih, antara lain:
1) Perikatan yang ditetapkan dengan ijab-qabul berdasarkan ketentuan syara yang
berdampak pada objeknya.
2) Pengaitan ucapan salah seorang yang akad dengan yang lainnya secara syara pada segi
yang tampak dan berdampak pada objeknya.4

B. Pembentukan dan Syarat-Syarat Akad


1. Pembentukan Akad
a. Rukun- Rukun Akad
Setelah diketahui bahwa akad merupakan suatu perbuatan yang sengaja dibuat oleh dua
orang atau lebih berdasarkan keridhaan masing- masing, maka timbul bagi kedua belah pihak
haq dan iltijam yang diwujudkaan oleh akad, rukun- rukun akad ialah sebagai berikut:
1) Aqid ialah orang yang berakad, terkadang masing- masing pihak terdiri dari satu orang,
terkadang terdiri dari beberapa orang, misalnya pihak satu orang, ahli waris sepakat untuk
memberikan sesuatu kepada pihak yang lain yang terdiri dari beberapa orang. Seseorang

2
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002),h.44-45
3
Rozalinda, Fiqih Ekonomi Syariah, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2017),h.45
4
Rachmat Syafe’I, Fiqih Muamalah, ( Bandung, Pustaka Setia, 2001), h. 43
2
yang berakad terkadang orang yang memiliki haq (aqid ashli) dan terkadang merupkan
wakil dari yang memiliki haq.
2) Ma’qud ‘alaih ialah benda- benda yang diakadkan, seperti benda- benda yang dijual
dalam akad jual beli, dalam akad hibbah (pemberian ), dalam akad gadai, utang yang
dijamin seseorang dalam akad kafalah.
3) Maudhu’ al ‘aqd ialah tujuan atau maksud pokok mengadakan akad. Berbeda akad, maka
berbedalh tujuan pokok akad. Dalam akad jual beli tujuan pokoknya ialah memndahan
barang dari penjual kepada pembeli dengan diberi ganti. Tujuan akad hibah ialah
memindahkan barang dari pemberi kepada yang diberi untuk dimiliknya tanpa ada
pengganti. Tujuan pokok akad ijarah adalah memberikan manfaat dari seseorang kepada
yang lain tanpa ada pengganti.
4) Shighat al’aqad ialah ijab dan qabul, ijab ialah permulaan penjelasan yang keluar dari
salah seorang yang berakad sebagai gambaran kehendaknya dalam mengadakan akad,
sedangkan qabul ialah perkataan yang keluar dari pihak berakad pula, yang diucapkan
setelah adanya ijab.

Hal- hal yang harus diperhatikan dalam shighat al-‘Aqd ialah:

a) Shighat al-‘Aqd. Kata –kata dalam ijab qabul harus jelas dan tidak memiliki banyak
pengertian, misalnya seseorang berkata “Aku serahkan barang ini” , kalimat tersebut
masih kurang jelas sehingga masih menimbulkan pertanyaan. Jadi kalimat yang
lengkapnya ialah “Aku serahkan benda ini kepadamu sebagai hadiah atau sebagai
pemberian”.
b) Harus bersesuaian antara ijab dan qabul. Tidak boleh antara yang berijab dan yang
menerima berbeda lafazh, misalnya seseorang yang berkata “Aku serahkan benda ini
kepadamu sebagai titipan” , tetapi yang mengucapkan qabul berkata, “Aku terima benda
ini sebagai pemberian”. Adanya kesimpangsiuran dalam ijab dan qabul akan
menimbulkan persengketaan yang dilarang oleh agama islam karena bertentangan denga
ishlah di antara manusia.
c) Menggambarkan kesungguhan kemauan dari pihak- pihak yang bersangkutan, tidak
terpaksa dan tidak karena diancam atau ditakut- takuti oleh orang lain karena dalam tijarah
harus saling ridha.

3
b. Unsur-Unsur Akad
Unsur-unsur akad adalah sesuatu yang merupakan pembentukan adanya akad, yaitu berikut
ini:
1) Shighat Akad
Shighat akad adalah sesuatu yang disandandakan dari dua pihak yang berakad yang
menunjukkan atas apa yang ada di hati keduanya tentang terjadinya suatu akad. Hal itu dapat
diketahui dengan ucapan perbuatan, isyarat, dan tulisan. Shighat tersebut biasa disebut ijab
dan qabul.
2) Akad dengan perbuatan
Dalam akad, terkadang tidak digunakan ucapan, tetapi cukup dengan perbuatan yang
menunjukkan saling meridhoi, misalnya penjual memberikan barang dan pembeli
memberikan uang. Hal ini sangat umum terjadi di zaman sekarang.
3) Akad dengan isyarat
Bagi orang yang mampu bicara, tidak dibenarkan akad dengan isyarat, melainkan
menggunakan lisan atau tulisan. Adapun bagi mereka yang tidak dapat berbicara, boleh
menggunakan isyarat, tetapi jika tulisannya bagus dianjurkan menggunakan tulisan. Hal itu
dibolehkan apabila ia sudah cacat sejak lahir. Jika tidak sejak lahir, ia harus berusaha untuk
tidak menggunakan isyarat.
4) Akad dengan tulisan
Dibolehkan akad dengan tulisan, baik bagi orang yang mampu berbicara ataupun tidak,
dengan syarat tulisan tersebut harus jelas, tampak, dan dapat dipahami oleh keduanya.
Namun demikian,dalam akad nikah tidak boleh menggunakan tulisan jika kedua orang yang
akad itu hadir. Hal ini karena akad harus dihadiri oleh saksi, yang harus mendengar ucapan
orang yang akad itu hadir.

2. Syarat-Syarat Akad
a. Syarat Terjadinya Akad
Syarat terjadinya akad adalah sesuatu yang disyaratkan untuk terjadinya akad secara syara’.
Jika tidak memenuhi syarat tersebut, akad menjadi batal.
b. Syarat Sah Akad

4
Syarat sah akad adalah segala sesuatu yang disyaratkan syara’ untuk menjamin dampak
keabsahan akad. Jika tidak terpenuhi, akad tersebut rusak.
c. Syarat Pelaksanaan Akad
Dalam pelaksanaaan akad, ada dua syarat, yaitu kepemilikan dan kekuasaan. Kepemilikan
adalah sesuatu yang dimiliki seseorang sehingga ia bebas melakukan sesuatu dengan apa yang
dimilikinya sesuai aturan syara’. Adapun kekuasaan adalah kemampuan seseorang dalam
bertasharuf sesuai dengan ketetapan syara’.
d. Syarat Kepastian Hukum (luzum)
Dasar dalam akad adalah kepastian. Diantara syarat luzum dalam jual-beli adalah
terhindarnya dari beberapa khiyar jual-beli, seperti khiyar syarat, khiyar aib, dan lain-lain. Jika
luzum tampak, maka akad batal atau dikembalikan.

C. Dampak Akad
1. Dampak Umum
Segala sesuatu yang mengiringi setiap atau sebagian besar akad, baik dari segi hukum
maupun hasil.
2. Dampak Khusus
Adalah hukum akad, yakni dampak asli dalam pelaksanaan suatu akad atau maksud utama
dilaksanakannya suatu akad, seperti pemindahan kepemilikan jual-beli, hibah, wakaf, upah, dan
lain-lain.

D. Pembagian dan Macam Akad


1. Berdasarkan Ketentuan Syara’
a. Akad Sahih
Adalah akad yang memenuhi unsur dan syarat yang telah ditetapkan oleh syara. Akad shahih
terbagi menjadi dua bagian yaitu :
1) Akad yang nafidz (bisa dilangsungkan)
2) Akad yang manquf (ditangguhkan).

b. Akad Tidak Shahih

5
Akad tidak shahih adalah akad yang tidak memenuhi unsur-unsur dan syaratnya. . dengan
demikian, akad ini tidak berdampak hukum atau dengan kata lain tidak sah.5

2. Berdasarkan Penamaannya
a) Akad yang telah dinamai syara, seperti jual-beli, hibah, gadai, dan lain-lain.
b) Akad yang belum dinamai syara’, tetapi disesuaikan dengan perkembangan zaman.

3. Berdasarkan Maksud dan Tujuan Akad


a) Akad At- Tamlikat
Yaitu suatu akad yang dimaksudkan untuk memiliki suatu benda, baik jenisnya maupun
manfaatnya. Apabila kepemilikan tersebut dengan imbalan maka akadnya disebut
mu’awadhah seperti jual-beli, ijarah, shulh, istishna., yand mana didalamnya terdapat
muawadhah antara dua pihak. Apabila pemilikan terjadi tanpa imbalan, (‘iwadh) maka
akadnya disebut akad tabarru’, seperti hibah, shadaqah, wakaf, dan hiwalah.
b) Akad Isqathat
Yaitu suatu akad yang dimaksudkan untuk menggugurkan suatu hak, baik dengan
pengganti maupun tanpa pengganti. Apabila isqath (pengguguran) dilakukan tanpa
penggantian dari pihak lain, maka akadnya disebut “Al Isqath Al Mahdh” atau pengguguran
murni, seperti talak tanpa imbalan, pengampunan dari qishash, dan pembebasan utang.
Apapila pengguguran (isqath) dengan penggantian ataupun imbalan dari pihak lain, maka
akadnya disebut “Al Isqath Al Muawadhah”, seperti talak dengan penggantian mal, dan
pengampunan dari qishash dengan penggantian diyat.
c) Akad Ithlaqat
Yaitu pelepasan oleh seseorang kepada tangan orang lain dalam mengerjakan suatu
pekerjaan. Contohnya seperti wakalah (pemberian kuasa), persetujuan kepada orang yang
mahjur’alaih untuk melakukan tasharruf, dan isha’ atau pengangkatan sebagai pemegang
wasiat,
d) At-Taqdiyat
Yaitu suatu akad yang membatasi atau mencegah seseorang untuk melakukan tasharruf
seperti pemberhentian sebagai hakim atau pejabat, pemberhentian sebagai wakil, dan

5
Abdul Azziz Muhammad Azzam, Fiqih Muamalat “Sistem Transaksi dalam Islam” (Jakarta : Amzah, 2010), h. 20
6
pembebasan seseorang untuk melakukan tasharruf karena gila, boros, atau karena masih
dibawah umur.
e) At-Tautsiqat, atau At-Ta’minat atau Uqul Adh-Dhaman
Yaitu suatu akad yang dimaksudkan untuk menanggung utang bagi pemiliknya, dan
mengamankan orang yang memiliki piutang atas utangnya, yaitu akad kafalah, hiwalah, dan
rahn.
f) Al-Isytirak
Yaitu suatu akad yang diamksudkan untuk bekerja sama dalam pekerjaan dan keuntungan,
seperti akad syirkah, akad mudharabah, muzara’ah, dan musaqah.
g) Al-Hifzu
Yaitu suatu akad yang dimaksudkan untuk menjaga dan memelihara harta bagi
pemiliknya, seperti akad wadiah.6

4. Berdasarkan Zatnya
a) Benda yang berwujud (al-‘ain)
b) Benda tidak berwujud (ghair al-‘ain)

5. Berdasarkan Sifat Akad


a) Akad tanpa syarat (Akad Munjiz)
Adalah akad yang diucapkan seseorang, tanpa memberi batasan dengan suatu kaidah atau
tanpa menetapkan suatu syarat. Akad seperti ini dihargai syara’ sehingga menimbulkan
damapk hukum.
b) Akad Bersyarat (Akad Ghair Munjiz)
Adalah akad yang diucapkan seseorang dan dikaitkan dengan sesuatu, yakni apabila syarat
atau kaitan itu tidak ada, akad pun tidak jadi, baik dikaitkan dengan wujud atau ditangguhkan
pelaksanaanny.
Akad Ghair Munjiz terbagi menjadi tiga macam :
 Ta’liq syarat

6
Ahmad Wardi Muslich, Fiqih Muamalat, (Jakarta : Amzah, 2010), h. 164
7
Ta’liq syarat adalah menautkan hasil sesuatu urusan dengan urusan yang lain. Yakni
terjadinya suatu akad bergantung pada urusan lain. Jika urusan lain tidak terjadi atau tidak
ada, maka akad pun tidak ada.
 Taqyid syarat
Taqyid syarat adalah pemenuhan hukum dalam tasharruf ucapan yang sebenarnya tidak
menjadi lazim (wajib) tasharruf dalam keadaan mutlak. Yaitu syarat pada suatu akad atau
tasharruf hanya berupa ucapan saja sebab pada hakikatnya tidak ada atau tidak mesti
dilakukan
 Syarat Idhafah
Maknanya menyandarkan kepada suatu masa yang akan datang atau melambatkan hukum
tasharruf qauli ke masa yang akan datang. Akad ini ,menggunakan shighat yang
menggunakan ijab yang disandarkan ke masa depan, bukan masa sekarang.7

E. Berakhirnya Akad
Akad dapat berakhir karena dapat disebabkan oleh fasakh, kematian, tidak adanya izin dari
pihak lain, dan karena pembatalan.
1. Berakhirnya Akad Karena Fasakh.
Hal-hal yang menyebabkan timbulnya fasakh akad adalah sebagai berikut :
a. Fasakh karena adanya fasid (rusak)
b. Fasakh karena khiyar
c. Fasakh berdasarkan iqalah, yaitu terjadinya fasakh akad karena adanya kesepakatan kedua
belah pihak.
d. Fasakh karena tidak ada realisasi.
e. Fasakh karena jatuh tempo.8

2. Berakhirnya akad karena kematian.

3. Berakhirnya akad karena tidak adanya izin dari pihak lain.

7
Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah,(Bandung : Pustaka Setia, 2001), h. 67
8
Qamarul Huda, Fiqih Muamalah, (Yogyakarta, Teras, 2011), h. 47
8
Akad akan berakhir apabila pihak yang mempunyai wewenang tidak mengizinkan atau
meninggal dunia sebelum dia memberikan izin.

4. Berakhirnya Akad karena Pembatalan


Akad dengan pembatalan terkadang dihilangkan dari asalnya, seperti pada masa khiyar,
terkadang dikaitkan pada masa yang akan datang, seperti, pembatalan dalam sewa-menyewa dan
pinjam –meminjam yang disepakati selama 5 bulan, tetapi sebelum sampai lima bulan, telah
dibatalkan.
Pada akad ghair lazim, yang kedua belah pihak dapat membatalkan akad, pembatalan ini
sangat jelas, seperti pada penitipan barang, perwakilan, dan lain-lain. Atau yang ghair lazim pada
satu pihak dan lazim pada pihak lainnya, seperti gadai. Orang yang menerima gadai dibolehkan
membatalkan akad walaupun tanpa sepengetahuan orang yang menggadaikan barang.
Adapun pembatalan akad lazim, terdapat dalam beberapa hal berikut :
a. Ketika akad rusak.
b. Adanya khiyar.
c. Pembatalan akad.
d. Tidak mungkin melaksanakan akad.
e. Masa akad berakhir.9

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

9
Rachmat Syafe’I, Fiqih Muamalah, (Bandung, Pustaka Setia, 2001), h. 70
9
1. Akad adalah bagian dari macam- macam tasharruf, yang dimaksud dengan tasharruf ialah
“segala yang keluar dari seorang manusia dengan kehendaknya dan syara’ menetapkan
beberapa haknya”.
2. Secara bahasa akad adalah ikatan antara ujung- ujung sesuatu, baik ikatan itu secara nyata
atau maknawi yang berasal dari satu sisi atau dua sisi.
3. Rukun-Rukun Akad antara lain :
 Aqid
 Ma’qud ‘alaih
 Maudhu ‘al ‘aqd
 Shighat Al ‘aqad
4. Unsur-Unsur Akad terdiri dari :
 Shighat Akad
 Akad dengan Perbuatan
 Akad dengan Isyarat
 Akad dengan Tulisan
5. Syarat-Syarat yang harus ada dalam akad antara lain:
 Syarat Terjadinya Akad
 Syarat Pelaksanaan Akad
 Syarat Kepastian Hukum
6. Pembagian dan Macam Akad terbagi atas Berdasarkan Ketentuan Syara, Penamaannya,
Maksud dan Tujuan, Zatnya, dan, Sifat Akad.

7. Penyebab Berakhirnya akad antara lain : Fasakh, Kematian, Tidak ada Izin dari Pihak Lain,
Pembatalan.

DAFTAR PUSTAKA

Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002

Rozalinda, Fiqih Ekonomi Syariah, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2017


10
Rachmat Syafe’I, Fiqih Muamalah, Pustaka Setia, Bandung, 2001

Qamarul Huda,Fiqih Muamalah, Teras, Yogyakarta, 2011

Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqih Muamalat “Sistem Transaksi Dalam Islam”, Amzah,
Jakarta, 2010

Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, Amzah, Jakarta, 2010

11

Anda mungkin juga menyukai