Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Inovasi Menurut para Ahli

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 5

Pengertian Inovasi Pendidikan Menurut

Ahli
Pengertian Inovasi Pendidikan
Inovasi (Latin: in + novare -“make new”) mengandung arti tindakan menciptakan sesuatu
yang baru yang membawa perubahan dengan menghasilkan gagasan dan pendekatan atau
metode baru. Untuk menghasilkan sesuatu yang baru, yang diharapkan lebih berdaya guna,
tentu saja kita harus bertolak dari apa yang ada.

Oleh karena itu inovasi dalam pendidikan sangat perlu. Inovasi merupakan suatu ide, hal-hal
yang praktis, metode, cara barang-barang buatan manusia, yang diamati dirasakan sebagai
suatu yang yang baru bagi seseorang atau kelompok orang (masyarakat). Dalam bukunya
Miles yang diterjemahkan oleh Wasty Soemanto; inovasi adalah macam-macam perubahan
genus. Inovasi sebagai perubahan disengaja, baru, khusus untuk mencapai tujuan-tujuan
sistem. Hal yang baru itu dapat berupa hasil invention atau discovery yang digunakan untuk
mencapai tujuan tertentu dan diamati sebagai sesuatu yang baru bagi seseorang atau
kelompok masyarakat, jadi perubahan ini direncanakan dan dikehendaki.

Inovasi dapat diartikan sebagai sesuatu yang baru dalam situasi sosial tertentu yang
digunakan untuk menjawab atau memecahkan suatu permasalahan. Dilihat dari bentuk atau
wujudnya “sesuatu yang baru” itu dapat berupa ide, gagasan, benda atau mungkin tindakan.
Sedangkan dilihat dari maknanya, sesuatu yang baru itu bisa benar-benar baru yang belum
tercipta sebelumnya yang kemudian disebut dengan invantion, atau dapat juga tidak benar-
benar baru sebab sebelumnya sudah ada dalam konteks sosial yang lain yang kemudian
disebut dengan istilah discovery. Proses invantion, misalkan penerapan metode atau
pendekatan pembelajaran yang benar-benar baru dan belum dilaksanakan di manapun untuk
meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembelajaran, contohnya berdasarkan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi kita dapat mendesain pembelajaran melalui Hand Phone yang
selama ini belum ada; sedangkan proses discovery, misalkan penggunaan media
pembelajaran power point dalam pelajaran PAI di Indonesia untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran dalam mata pelajaran tersebut, atau pembelajaran melalui jaringan internet. Jadi
dengan demikian inovasi itu dapat terjadi melalui proses invention atau melalui proses
discovery.

Wina Sanjaya mendefinisikan Inovasi pembelajaran sebagai suatu ide, gagasan atau tindakan-
tindakan tertentu dalam bidang kurikulum dan pembelajaran yang dianggap baru untuk
memecahkan masalah pendidikan.

Dalam bidang pendidikan, inovasi biasanya muncul dari adanya keresahan pihak-pihak
tertentu tentang penyelenggaraan pendidikan. Misalkan, keresahan guru tentang pelaksanaan
proses belajar mengajar yang dianggap kurang berhasil, keresahan pihak administrator
pendidikan tentang kinerja guru, atau mungkin keresahan masyarakat terhadap kinerja dan
hasil bahkan sistem pendidikan. Keresahan-keresahan itu pada akhirnya membentuk
permasalahan-permasalahan yang menuntut penanganan dengan segera. Upaya untuk
memecahkan masalah itulah muncul gagasan dan ide-ide baru sebagai suatu inovasi. Dengan
demikian, maka dapat kita katakana bahwa inovasi itu ada karena adanya masalah yang
dirasakan; hampir tidak mungkin inovasi muncul tanpa adanya masalah yang dirasakan.
Dari berbagai pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa inovasi pendidikan adalah
sesuatu yang baru dalam situasi sosial tertentu yang digunakan untuk menjawab atau
memecahkan suatu permasalahan. Dilihat dari bentuk atau wujudnya “sesuatu yang baru” itu
dapat berupa ide, gagasan, benda atau mungkin tindakan.

Difusi dan Keputusan Inovasi


Difusi adalah proses komunikasi atau saling tukar informasi tentang suatu bentuk inovasi
antara warga masyarakat sasaran sebagai penerima inovasi dengan menggunakan saluran
tertentu dan dalam waktu tertentu pula.

Ada dua bentuk sistem difusi, yaitu difusi sentralisasi dan difusi desentralisasi. Difusi
sentralisasi adalah difusi yang bersifat memusat. Artinya segala bentuk keputusan tentang
komunikasi inovasi ditentukan oleh orang-orang yang merumuskan bentuk inovasi. Misalnya,
kapan inovasi itu disebarluaskan, bagaimana caranya, siapa yang terlibat untuk menyebarkan
informasi inovasi, bagaimana mengontrol penyebaran itu, seluruhnya ditentukan oleh
pembawa dan perumus perubahan secara spontan. Sedangkan yang dimaksud difusi
desentralisasi proses penyebaran informasi inovasi dilakukan oleh masyarakat itu sendiri.
Dalam proses difusi desentralisasi keberhasilan difusi tidak ditentukan oleh orang-orang yang
memusatkan inovasi akan tetapi sangat ditentukan oleh masyarakat itu sendiri sebagai
penggagas dan pelaksana difusi.

Proses difusi diserahkan agar muncul pemahaman yang sama tentang inovasi. Oleh karena itu
agar, terjadi proses difusi yang efektif perlu direncanakan. Proses perencanaan difusi
dinamakan diseminasi. Dengan kata lain diseminasi dapat diartikan sebagai proses
penyebaran inovasi yang direncakan, diarahka dan dikelola secara baik. Dengan demikian,
keberhasilan suatu penyebaran inovasi sangat tergantung kepada proses disenminasi.

Proses difusi digunakan untuk mempermudah inovasi diterima oleh anggota masyarakat atau
sasaran inovasi. Adapun factor-faktornya menurut Wina Sanjaya ada beberapa faktor di
antaranya:

1. Faktor pembiayan (Cost). Biasanya semakin murah biaya yang dikeluarkan untuk
suatu inovasi, maka akan semakin mudah diterima oleh kelompok masyarakat
sasaran, walaupun kualitas inovasi itu sendiri sangat ditentukan oleh mahalnya biaya
yang dikeluarkan.
2. Resiko yang muncul sebagai akibat pelaksanaan inovasi. Inovasi akan mudah diterima
manakala memiliki efek samping yang sangat kecil, baik yang berkaitan dengan
politik maupun keamanan dan keselamatan penerimanya. Suatu inovasi tidak akan
mudah dan dapat diterima apabila memiliki resiko yang tinggi.
3. Kompleksitas. Inovasi akan mudah diterima oleh masyarakat sasaran manakala
bersifat sederhana dan mudah dikomunikasikan. Semakin rumit bentuk inovasi itu,
maka akan semakin sulit juga untuk diterima.
4. Kompabilitas. Artinya, mudah atau sulitnya suatu inovasi diterima oleh masyarakat
sasaran ditentukan juga oleh kesesuaiannya dengan kebutuhan, tingkat pengetahuan,
dan keyakinan masyarakat pemakai. Suatu bentuk inovasi akan sulit diterima
manakala tidak sesuai dengan kebutuhan pemakai atau sulit dipahami oleh karena
tidak sesuai dengan tingkat pengetahuan mereka.
5. Tingkat keandalan, suatu bentuk inovasi akan mudah diterima makala diketahui
tingkat keandalannya. Untuk mengetahui tingkat keandalannya itu bentuk inovasi
terlebih dahulu harus diujicobakan secara ilmiah sehingga dapat
dipertanggungjawabkan.
6. Keterlibatan. Bentuk inovasi yang dalam proses penyususnannya melibatkan
kelompok masyarakat sasaran, akan mudah diterima.
7. Kualitas penyuluh. Inovasi perlu disosialisasikan untuk di ketahui dan dipahami oleh
masyarakat sasaran. Dalam proses sosialisasi itu perlu dirancang sedemikian rupa
sehingga mudah dipahami. Salah satu faktor yang menentukan dalam proses
sosialisasi adalam faktor kualitas penyuluh. Kualitas penyuluh ditentukan bukan
hanya oleh kemampuan penyuluhnya saja, akan tetapi tingkat keahlian yang
bersangkutan.

Faktor-faktor di atas, sangat mempengaruhi keberhasilan penyebaran dan penerimaan inovasi


pendidikan. Oleh karena itu faktor-faktor tersebut dapat juga dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dalam perumusan berbagai bentuk inovasi pendidikan.

Salanjutnya, bagaimana keputusan masyarakat sasaran dalam menerima suatu inovasi.


Ibrahim yang dikutip oleh Wina Sanjaya menyatakan ada tiga tipe keputusan penerima
inovasi, yaitu keputusan inovasi opsional, kolektif dan keputusan otoritas. Keputusan
opsional adalah keputusan yang ditentukan oleh individu secara mandiri tanpa adanya
pengaruh dari orang lain. Jadi dengan demikian, dalam keputusan opsional yang berperan
untuk menolak atau menerima inovasi adalah individu itu sendiri.

Keputusan inovasi kolektif adalah keputusan yang didasarkan oleh kesepakatan bersama dari
setiap kelompok masyarakat. Setiap anggota kelompok harus menaati untuk menerima atau
menolak inovasi sesuai dengan keputusan kelompok walaupun keputusan itu mungkin kurang
sesuai dengan pendapatnya.

Keputusan inovasi otoritas, adalah keputusan untuk menerima atau menolak suatu inovasi
ditentukan oleh orang-orang tertentu yang memiliki kewenangan dan pengaruh terhadap
anggota kelompok masyarakatnya. Anggota kelompok masyarakat sama sekali tidak
memiliki kewenangan untuk menerima atau menolak. Mereka hanya memiliki kewajiban
untuk melaksanakan segala keputusan secara otoritas.

Hambatan-Hambatan Inovasi
Suatu pembaruan atau inovasi sering tidak berhasil dengan optimal. Hal ini disebabkan oleh
adanya berbagai hambatan yang muncul seperti hambatan geografis, hambatan ekonomi yang
tidak memadai, hambatan sosial kultural dan lain sebaginya. Berbagai hambatan tersebut
tentu saja dapat memengaruhi keberhasilan suatu inovasi. Ada 6 faktor utama yag dapat
menghambat suatu inovasi. Keenam faktor tersebut dijelaskan di bawah ini:

1. Estimasi yang Tidak Jelas


Faktor estimasi atau perencanaan dalam inovasi merupakan salah satu faktor yang sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan inovasi. Hambatan yang disebabkan kurang tepatnya
estimasi ini diantaranya mencakup kurang adanya pertimbangan implementasi inovasi,
kurang adanya hubungan anggota tim pelaksana, kurang adanya kesamaan pendapat tentang
tujuan yang ingin dicapai, tidak adanya koordinasi antar petugas yang terlibat misalnya,
dalam hal pengambilan keputusan dan kebijakan yang dianggap perlu. Di samping itu, dalam
proses perencanaan juga memungkinkan terjadi hambatan yang muncul dari luar, misalnya
adanya tekanan dari pihak tertentu (seperti pemerintah) untuk mempercepat hasil inovasi.
Untuk mencegah adanya hambatan di atas, maka proses menyusun perencanaan inovasi perlu
dilakukan dengan sungguh-sungguh dengan melibatkan koordinasi berbagai pihak yang
dirasakan akan berpengaruh. Pengaturan wewenang dan tugas perlu direncanakan dengan
matang sehingga setiap orang yang terlibat mengetahui tugas dan tanggung jawabnya
masing-masing.

2. Konflik dan Motivasi


Konflik bisa terjadi dalam proses pelaksanaan inovasi, misalnya ada pertentangan antara
anggota tim, kurang adanya pengertian serta adanya perasaan iri dari pihak atau anggota tim
inovasi. Pertentangan-pertentangan seperti itu bukan saja dapat menghambat akan tetapi
mungkin dapat merusak proses inovasi itu sendiri. Oleh karena itu, para perencana inovasi
harus mengantisipasi adanya pertentangan tersebut. Di samping konflik, faktor yang dapat
menghambar bisa juga ditimbulkan oleh motivasi, misalnya motivasi yang lemah dari orang-
orang yang terlibat yang justru memegang kunci, adanya pandangan yang sempit dari
beberapa orang yang dianggap penting dalam proyek inovasi, bantuan-bantuan yang tidak
sampai, adanya sikap yang tidak terbuka dari pemegang jabatan proyek inovasi dalan
sebainya.

3. Inovasi Tidak Berkembang


Hambatan lain yang dapat mengganggu berjalannya inovasi dapat disebabkan kurang
berkembangnya proses inovasi itu sendiri. Beberapa faktor yang dapat memengaruhi di
antaranya, pendapat yang rendah, faktor geografis, seperti tidak memahami kondisi alam,
letak geografis tang terpencil dan sulit dijangkau oleh alat transformasi sehingga dapat
menghambat pengiriman bahan-bahan finansial, kurangnya sarana komunikasi, iklim dan
cuaca yang tidak mendukung dan lain sebagainya.

4. Masalah Finansial
Keberhasilan pencapaian program inovasi sangat ditentukan oleh dana yang tersedia. Sering
terjadi kegagalan inovasi dkarenakan dana yang tidak memadai. Beberapa faktor yang dapat
menyebabkan masalah finansial ini di diantaranya, bantuan dana yang sangat minim sehingga
dapat mengganggu operasional inovasi, kondisi ekonomi masyarakat secara keseluruhan,
penundaan bantuan dana.

5. Penolakan dari Kelompok Penentu


Ketidakberhasilan inovasi dapat juga ditentukan oleh kesungguhan dan peran serta seluruh
kelompok masyarakat, khususnya kelompok masyarakat yang menentukan seperti golongan
elite, tokoh masyarakat dalam suatu sistem sosial. Manakala terjadi penolakan dari kelompok
tersebut terhadap suatu inovasi, maka proses inovasi akan mengalami ganjalan. Penolakan
inovasi sering ditunjukkan oleh kelompok sosial yang tradisional dan konservatif. Kelompok
sosial yang demikian, biasanya merasa puas dengan hasil yang telah dicapai, bagaimanapun
hasil itu dirasakan sangat minimal. Untuk itulah dalam upaya keberhasilan inovasi perlu
dilakukan sosialisasi dan koordinasi dengan berbagai pihak.

6. Kurang Adanya Hubungan Sosial


Faktor lainnya yang dapat menghambat proses inovasi adalah kurang adanya hubungan sosial
yang baik antara berbagai pihak khususnya antar anggota team, sehingga terjadi
ketidakharmonisa dalam bekerja, dengan demikian, adanya hubungan yang baik harus
diciptakan dengan melakukan pertukaran pikiran secara kontinu antara sesama anggota team.
Selain itu menurut Nasution terdapat beberapa kesulitan yang dihadapi dalam perubahan
pembelajaran yang antara lain:

1. Sejarah menunjukkan bahwa sekolah sangat sukar menerima pembaruan. Ide baru
tentang pendidikan memerlukan waktu sekitar 75 tahun sebelum dipraktikan secara
umum di sekolah-sekolah.
2. Manusia itu pada umumnya bersifat konservatif dan guru ternasuk golongan itu juga.
Guru-guru lebih senang mengikuti jejak-jejak yang lama secara rutin. Ada kalanya
karena cara yang demikianlah yang paling mudah dilakukan. Mengadakan
pembaharuan memerlukan pemikiran dan tenaga yang lebih banyak. Tak semua orang
suka bekerja lebih banyak daripada yang diperlukan. Akan tetapi ada pula kalanya,
bahwa guru-guru tidak mendapat kesempatan atau wewenang untuk mengadakan
perubahan karena peraturan-peraturan asministratif. Guru itu hanya diharapkan
mengikuti instruksi atasan.
3. Pembaharuan pembelajaran kadang-kadang terikat pada tokoh yang mencetuskannya.
Dengan meninggalkannya tokoh itu lenyap pula pembaruan yang telah dimulainya itu.
4. Dalam pembaharuan pembelajaran ternyata bahwa mencetuskan ide-ide baru lebih
“mudah” daripada menerapkannya dalam praktik. Dan sekalipun telah dilaksanakan
sebagai percobaan, masih banyak mengalami rintangan dalam penyebarluasannya,
oleh sebab itu harus melibatkan banyak orang dan mungkin memerlukan perubahan
struktur organasisasi dan administrasi sistem pendidikan.
5. Pembaharuan pembelajaran sering pula memerlukan biaya yang lebih banyak untuk
fasilitas dan lat-alat pendidikan baru, yang tidak selalu dapat dipenuhi.
6. Tak jarang pula pembaharuan ditentang oleh mereka yang ingin berpegang pada yang
sudah lazim dilakukan atau yang kurang percaya akan yang baru sebelum terbukti
kelebihannya. Bersifat kritis terhadap pembaharuan pembelajaran adalah sifat yang
sehat, karena pembaharuan itu jangan hanya sekedar mode yang timbul pada suatu
saat untuk lenyap lagi dalam waktu yang tidak lama.

Inovasi guru pendidikan agama Islam adalah kemampuan pendidik yang memegang mata
pelajaran pendidikan agama Islam untuk mengekspresikan dan mewujudkan potensi daya
berpikirnya, sehingga menghasilkan sesuatu yang baru dan unit/mengkombinasikan sesuatu
yang sudah ada menjadi sesuatu yang lebih menarik. Oleh karenanya, seorang guru
pendidikan agama Islam dituntut untuk menjadi pribadi yang inovatif dalam proses
pendidikan. Pendidikan agama Islam mempunyai peranan penting dalam meningkatkan
sumber daya manusia, untuk itu setiap manusia baik laki-laki maupun perempuan harus
mendapat pendidikan, sebagai bekal kehidupan di dunia dan akhirat.

Sebagaimana firman Allah SWT. yang tertuang dalam surat Al-Alaq ayat 1-5 yang berbunyi:
‫طلب العلم فريضات على كل مسلم ومسلمة‬
Mencari ilmu itu diwajibkan atas semua orang Islam baik laki-laki maupun perempuan.

Dari ayat di atas, jelas bahwa manusia itu diperintah untuk mencari dan menggali ilmu
pengetahuan melalui pendidikan supaya tidak buta terhadap pengetahuan yang berkembang,
diperoleh dari inovasi pembelajaran.

Anda mungkin juga menyukai