Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Chapter 11 - Mengelola Konflik

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 19

PROFESSIONAL MANAGER DEVELOPMENT

MANAJEMEN KONFLIK

Dosen Pengampu:
Dr. Indrawati Yuhertiana, MM,AK,CA

Disusun Oleh :
1. Else Nur Fitriana (19062020030)
2. Fajar Noegroho (19062020017)
3. Nurul Fithriyyah (19062020020)
4. Yunita Haripuspita Amir (19062020023)

MAGISTER AKUNTANSI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWATIMUR
2019

i
DAFTAR ISI

COVER ................................................................................................................... i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1

BAB II LITERATURE REVIEW ........................................................................2

2.1.Definisi Konflik ....................................................................................2


2.2.Proses Konflik .......................................................................................3
2.3.Penyebab Konflik ..................................................................................7
2.4.Strategi Manajemen Konflik .................................................................9
2.5.Teknik Organisasi dan Interpersonal untuk Mencegah Konflik .........12

BAB III PEMBAHASAN ....................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Organisasi terdiri dari berbagai macam komponen yang berbeda dan saling
memiliki ketergantungan dalam proses kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu.
Perbedaan yang terdapat dalam organisasi seringkali menyebabkan terjadinya
ketidakcocokan yang akhirnya menimbulkan konflik. Hal ini disebabkan karena pada
dasarnya ketika terjadi suatu organisasi, maka sesungguhnya terdapat banyak
kemungkinan timbulnya konflik.
Konflik dalam suatu organisasi atau dalam hubungan antar kelompok adalah
sesuatu yang tidak dapat kita hindarkan. Konflik dapat menjadi masalah yang serius
dalam setiap organisasi, tanpa peduli apapun bentuk dan tingkat kompleksitas
organisasi tersebut, jika konflik tersebut dibiarkan berlarut-larut tanpa penyelesaian.
Karena itu keahlian untuk mengelola konflik sangat diperlukan bagi setiap pimpinan
atau manajer organisasi.
Manajemen konflik sangat berpengaruh bagi anggota organisasi. Pemimpin
organisasi dituntut menguasai manajemen konflik agar konflik yang muncul dapat
berdampak positif untuk meningkatkan mutu organisasi.
Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun
pihak luar dalam suatu konflik, termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada
proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku
maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interests) dan
interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang
diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena
komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak
ketiga.

1
BAB II

LITERATURE REVIEW

2.1 Definisi Konflik


Konflik (conflict) adalah sebuah proses yang dimulai ketika salah satu pihak
memandang pihak lainnya telah memengaruhi secara negatif, atau akan
berpengaruh secara negatif, terhadap segala sesuatu hal yang dipedulikan oleh
pihak pertama (Robbins & Judge, 2015).
Konflik adalah bentuk interaksi antara pihak-pihak yang berbeda
kepentingan, persepsi, nilai, tujuan, dan pendekatan terhadap masalah. Konflik
muncul ketika kita mulai merasa bahwa orang lain mengganggu kemampuan kita
untuk mencapai tujuan tertentu. konflik dapat melibatkan perselisihan
individu/kelompok, pergumulan, perselisihan, pertengkaran atau bahkan
pertempuran fisik (De Janasz & Karen O.Dowd, 2015).
Menurut Eisenhardt et al. dalam jurnal (Wartini, 2015) konflik merupakan
suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian atau perbedaan
antara dua pendapat (sudut pandang), baik itu terjadi dalam ukuran (organisasi),
derajat spesialisasi yang diberikan kepada anggota organisasi, kejelasan jurisdiksi
(wilayah kerja), kecocokan antara tujuan anggota dengan tujuan organisasi, gaya
kepemimpinan, dan sistem imbalan yang berpengaruh atas pihak-pihak yang
terlibat, baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif.
Pandangan masyarakat tentang konflik dan manajemen konflik telah
berkembang secara substansial selama abad terakhir. Pandangan-pandangan ini
dapat diringkas dalam tiga perspektif dalam mengelola konflik menurut (De Janasz
& Karen O.Dowd, 2015):
1. Pandangan Tradisional-Pandangan ini dominan pada awal abad ke-20
Perspektif ini menyatakan bahwa konflik adalah hasil dari perilaku manajerial

2
yang disfungsional (kegagalan fungsi) akibat komunikasi yang buruk,
kurangnya keterbukaan, dan kepercayaan orang-orang, serta kegagalan dari
manajer untuk menjadi responsive terhadap kebutuhan aspirasi para
karyawan.
Konflik dalam pandangan ini dipadankan dengan istilah kekerasan dan
ketidakrasionalan
2. Pandangan Hubungan Manusia-Ini adalah perspektif utama untuk tiga dekade
yang mencakup tahun 1940 hingga 1970.
Konflik dipandang sebagai bagian alami dan tak terelakkan dari keberadaan
manusia dan diterima sebagai bagian normal dari interaksi dan hubungan
kelompok. Kadang-kadang konflik itu fungsional, di lain waktu disfungsional,
tetapi selalu ada.
3. Pandangan Integrasionis
Konflik bukan hanya tak dapat dihindari, tetapi juga mempertahankan tingkat
ketegangan dimana sebenarnya dapat membantu menjaga kelompok tetap
bersemangat dan kreatif. Dalam pandangan ini, konflik dipandang sebagai
kekuatan positif untuk perubahan dalam organisasi, kelompok, dan hubungan.
Tantangannya adalah menemukan upaya perbaikan untuk mengelola konflik
sambil tetap mempertahankan beberapa perbedaan yang memberi semangat
kelompok untuk melanjutkan diskusi dan inovasi.

2.2 Proses Konflik


Konflik terjadi melalui lima tahap menurut (Robbins & Judge, 2015), antara lain:
 Tahap I: Ketidaksesuaian
Langkah pertama dalam proses komunikasi adalah adanya kondisi yang
menciptakan kesempatan untuk munculnya konflik itu. Kondisi itu tidak perlu
langsung mengarah ke konflik, kondisi yang juga dapat dipandang sebagai kasus

3
atau sumber konflik telah dimampatkan ke dalam tiga kategori umum: komunikasi,
struktur dan variabel pribadi.
 Tahap II: Kesadaran dan Personalisasi
Jika kondisi-kondisi yang disebut dalam Tahap I mempengaruhi secara negatif
sesuatu yang diperhatikan oleh satu pihak, maka potensi untuk ketidaksesuaian
menjadi diwujudkan dalam tahap kedua. Terdapat dua jenis ketidak sepakatan
mengenai konflik, antara lain:
1. Dipandang sebagai konflik
Kesadaran oleh salah satu atau lebih pihak mengenai keberadaan kondisi yang
menciptakan peluang bagi konflik untuk muncul
2. Dirasakan sebagai konflik
Keterlibatan secara emosional dalam konflik yang menciptakan kecemasan,
ketegangan, frustasi, atau permusuhan
 Tahap III: Niat
Niat merupakan keputusan untuk bertindak dalam suatu cara tertentu. Dapat
diidentifikasikan lima niat penanganan konflik antara lain:
a) Bersaing (tegas dan tidak kooperatif)
b) Berkolaborasi (tegas dan kooperatif)
c) Menghindari (Mengabaikan konflik)
d) Mengakomodasi (Mendukung opini orang lain meskipun keberatan)
e) Berkompromi (tidak ada pemenang atau kalah).
 Tahap IV: Perilaku
Tahap IV meliputi pernyataan, tindakan, dan reaksi yang dibuat oleh para pihak
yang sedang berkonflik, biasanya sebagai upaya secara jelas pada implementasi
niat seseorang tersebut.
 Tahap V: Hasil
Aksi-reaksi antara pihak yang berkonflik menghasilkan konsekuensi. Hasilnya
akan menjadi fungsional, dalam arti konflik itu menghasilkan suatu perbaikan

4
kinerja kelompok, atau disfungsional dalam arti merintangi kinerja kelompok,
Konflik dapat bersifat positif atau negatif, berikut penjelasannya (De Janasz &
Karen O.Dowd, 2015):
a) Konflik positif bersifat fungsional dan mendukung atau menguntungkan tujuan
utama organisasi atau orang tersebut. Konflik konstruktif ketika mengarah pada
keputusan yang lebih baik, kreativitas, dan solusi inovatif untuk masalah lama.
Konflik dipandang positif ketika menghasilkan hal-hal berikut:
 Keterlibatan yang meningkatan
Anggota organisasi memiliki kesempatan untuk mengembangkan tujuan,
berbagi ide, dan menyuarakan pendapat, mendapatkan wawasan yang lebih luas
mengenai orang lain dan situasi.
 Peningkatan kohesi
Anggota membangun ikatan yang kuat dari belajar bagaimana
menyelesaikan perbedaan; "Jika kita dapat selamat dari ini, kita harus memiliki
hubungan sejati" mewujudkan manfaat dari konflik ini. ' Dalam beberapa
kasus, konflik pada awalnya mengurangi kohesi yang pada gilirannya dapat
mengurangi kemungkinan "groupthink" terjadi. Dalam hal ini konflik positif.
 Peningkatan inovasi dan kreativitas
Anggota didorong untuk "meletakkan ide-ide mereka di atas meja", ini dapat
mengarah pada lebih banyak penemuan, peningkatan, dan solusi kreatif. "Dua
kepala benar-benar lebih baik daripada satu" ketika konflik membawa sinergi
bukannya kekacauan. Demikian pula, kendala yang dianggap sebagai penghasil
konflik telah terbukti meningkatkan kreativitas.
 Pertumbuhan dan perubahan pribadi positif
Individu mempelajari kekuatan dan kelemahan mereka; pertentangan ide
menantang individu untuk belajar dan tumbuh dengan mengekspresikan ide dan
pemikiran mereka melalui pengungkapan diri dan berbagi konsep penting
dengan orang lain.

5
 Klarifikasi masalah-masalah utama-Melalui diskusi,
Anggota mengurangi ambiguitas dan memfokuskan energi pada sumber-
sumber konflik yang sebenarnya, kemudian bekerja sama untuk menargetkan
masalah-masalah yang tersisa yang perlu ditangani.
Klarifikasi nilai-Anggota mengklarifikasi siapa mereka dan apa yang mereka
perjuangkan, memahami siapa pihak lain dan apa nilai-nilainya, dan belajar
kapan harus mendaftarkan kepentingan pribadi pada kebutuhan yang lebih
besar dari kelompok atau organisasi.
b) Konflik negatif bersifat disfungsional dan menghambat kinerja organisasi atau
orang tersebut atau kemampuan untuk mencapai tujuan atau sasaran. Konflik
bersifat destruktif ketika mengarah pada stres dan kecemasan, ketidakmampuan
untuk mengambil tindakan, dan kehilangan harga diri atau tujuan. Konflik
dipandang sebagai negatif ketika masalah-masalah ini terjadi:
 Emosionalitas meningkat, termasuk kemarahan
Ketika konflik tidak terselesaikan atau tidak terselesaikan secara efektif ,
karyawan yang kekhawatirannya belum ditangani dengan tepat cenderung
menjadi frustrasi, cemas, jengkel, dan bahkan marah. Emosi ini membuatnya
sulit untuk bertindak secara rasional, dan ketika perasaan meningkat,
negativitas tumbuh-mengisap rekan kerja (beberapa di antaranya bahkan tidak
pernah terlibat dalam konflik) Dan mengganggu fungsi kelompok kerja, divisi,
dan organisasi.
 Bentrokan kepribadian
Peserta dalam konflik yang tidak terselesaikan sering menemukan diri
mereka dipermainkan posisi mereka dan lebih terikat pada kepentingan mereka
sendiri daripada orang lain. Mereka menjadi percaya bahwa mereka lebih jauh
dari satu sama lain daripada mereka yang sebenarnya, dan memutuskan mereka
tidak mau atau tidak dapat bekerja sama. Bentrokan semacam itu
mengakibatkan kurangnya kerja sama di dalam dan di antara kelompok kerja.

6
 Komunikasi yang menurun
Dengan kurangnya komunikasi, muncul pandangan yang tidak jelas atau
berlawanan tentang siapa yang atau harus bertanggung jawab atas apa dan
perasaan meresahkan "bisnis yang belum selesai," di mana masalah yang tersisa
atau belum terselesaikan menghalangi cara untuk dapat bergerak maju.
2.3 Penyebab Konflik
Menurut Mulyasa dalam (Salim, Haruna, & Saraka, 2017) konflik dapat
terjadi karena setiap pihak atau salah satu pihak merasa dirugikan, baik secara
material maupun nonmaterial. Untuk mencegahnya harus dipelajari penyebabnya,
antara lain:
a) Perbedaan pendapat. Konflik dapat terjadi karena perbedaan pendapat dan
masing-masing merasa paling benar. Jika perbedaan pendapat ini meruncing
dan mencuat ke permukaan, maka akan menimbulkan ketegangan.
b) Salah paham. Konflik dapat terjadi karena salah paham (mis understanding),
misalnya tindakan seseorang mungkin tujuannya baik, tetapi dianggap
merugikan oleh pihak lain. Kesalahpahaman ini akan menimbulkan rasa kurang
nyaman, kurang simpati dan kebencian.
c) Salah satu atau kedua pihak merasa dirugikan. Konflik dapat terjadi karena
tindakan salah satu pihak mungkin dianggap merugikan yang lain atau masing-
masing pihak merasa dirugikan. Pihak yang dirugikan merasa kesal, kurang
nyaman, kurang simpati atau benci. Perasaan-perasaan ini dapat menimbulkan
konflik yang mengakibatkan kerugian baik secara materi, moral, maupun sosial.
d) Terlalu sensitif. Konflik dapat terjadi karena terlalu sensitif, mungkin tindakan
seseorang adalah wajar, tetapi karena pihak lain terlalu sensitive maka dianggap
merugikan, dan menimbulkan konflik, walapun secara etika tindakan ini tidak
termasuk perbuatan yang salah.
Sedangkan, menurut (De Janasz & Karen O.Dowd, 2015) Sumber Konflik
Interpersonal antara lain:

7
1. Sumber Daya Terbatas
Batasan pada sumber daya biasanya menghasilkan persaingan antar unit bisnis
untuk sumber daya terbatas yang tersedia melalui organisasi induk. Orang-
orang dalam organisasi bersaing untuk apa yang mereka anggap sebagai
bagian yang adil dari sumber daya seperti uang, perhatian manajemen senior
waktu, teknologi, persediaan, peralatan, dan bakat manusia. Ini pasti
menghasilkan konflik.
2. Perbedaan Tujuan
Sumber umum konflik di dalam organisasi adalah perbedaan dalam tujuan dan
sasaran pribadi dan / atau profesional. Jika kita sedang mengerjakan suatu
proyek dengan seseorang yang tujuannya berbeda dengan kita, ketegangan
atau konflik kemungkinan akan terjadi. Sebagai contoh, mungkin satu anggota
tim ingin "meluncur" atau melakukan pekerjaan sesedikit mungkin menuju
hasil yang diharapkan tim atau hasil. Jika orang ini berada dalam tim individu
yang berkomitmen untuk menghasilkan kualitas tinggi, ia akan berbeda dari
yang lain pada sejumlah item, seperti pendekatan untuk pekerjaan, cara untuk
menyelesaikan pekerjaan, dan standar kualitas dan kuantitas kerja.
Ketegangan ini dapat berasal dari konflik antarkelompok, perbedaan antara
anggota satu kelompok, atau dari konflik antarkelompok, perbedaan antara
subkelompok yang bersaing dalam suatu organisasi.
3. Miskomunikasi
Sering kali, konflik pribadi dan profesional muncul karena kesalahpahaman
dalam komunikasi. Lebih sering daripada tidak, itu adalah hasil meluangkan
waktu untuk memperjelas pemahaman tentang sesuatu, jenis kelamin atau
perbedaan budaya, dalam organisasi.
4. Perbedaan Sikap, Nilai, Dan Persepsi
Nilai konflik adalah sumber konflik yang umum dan sulit diselesaikan
antara orang-orang. Perbedaan dalam keyakinan agama, sikap terhadap nilai-
nilai spiritual, atau etos kerja dapat menghasilkan perbedaan interpersonal

8
yang muncul di lingkungan kerja. Sedangkan konflik tentang cara mendekati
suatu tugas, atau dikenal sebagai konflik substantif, dapat bersifat fungsional,
konflik hubungan yang didasarkan pada perbedaan antarpribadi hampir selalu
tidak berfungsi. Sikap dan persepsi tentang orang lain ini bisa bertahan lama
dan memuaskan diri sendiri. Ketika perasaan seperti itu dibiarkan
berkembang, konflik pasti akan terjadi
5. Perbedaan Gaya
Sumber konflik lain yang umum adalah perbedaan gaya atau kepribadian
pribadi. Konflik kepribadian seperti ini dapat mengakibatkan perilaku tidak
produktif di tempat kerja, termasuk gosip, kecemburuan, penghinaan,
memihak atau bermain favorit, memperlambat kecepatan kerja, membentuk
klik, dan bahkan mencari pekerjaan lain.
2.4 Strategi Manajemen Konflik
(De Janasz & Karen O.Dowd, 2015) menjelaskan bahwa ketika memutuskan
strategi dalam menghadapi konflik tertentu, terdapat dua faktor dalam menghadapi
konflik, antara lain:
 Pertimbangan pertama ketika memilih strategi adalah menilai tujuan karena sifat
dan pentingnya serangkaian tujuan tertentu akan menentukan strategi mana yang
paling tepat untuk situasi tersebut. Pertimbangan kedua ketika memilih strategi
resolusi konflik adalah kedalaman, kualitas, dan durasi hubungan dengan orang
lain atau orang-orang dalam konflik.
 Strategi manajemen konflik memetakan dengan kepentingan tujuan dan
hubungan yang dinilai,, antara lain:
1. Menghindari
Dalam strategi penghindaran atau penarikan, maka seseorang memilih
untuk tidak berurusan dengan masalah atau orang-orang yang terlibat. Dia
lebih memilih untuk mundur dari situasi, berharap itu hilang atau hilang
dengan sendirinya. Strategi ini cocok untuk situasi di mana masalah sepele

9
atau hanya penting secara sepihak, ketika emosi tinggi, ketika seseorang
merasa tidak memiliki kesempatan untuk memecahkan masalah, atau ketika
orang lain dapat menyelesaikan konflik dengan lebih efektif. Penghindaran
dapat menyebabkan skenario "kalah-kalah"; tujuan mungkin tidak ditangani
atau dicapai dan hubungan tersebut mungkin tidak dapat berkembang
melampaui keadaan saat ini.
2. Mengakomodasi (memperlancar)
Ketika menggunakan strategi akomodasi untuk menyelesaikan konflik,
maka lebih mementingkan mempertahankan hubungan daripada mencapai
tujuan tertentu melalui interaksi. Strategi ini tepat ketika masalah tidak
terlalu penting bagi orang tersebut daripada "menang" pada masalah
tersebut. Namun, terlalu mengandalkan pada mengakomodasi dalam situasi
konflik bisa berbahaya orang tersebut dan hubungan dalam jangka panjang
karena akan cenderung membangun kebencian atas kebutuhan yang tidak
terpenuhi.
3. Berkompromi
Ketika berkompromi atau "membagi perbedaan" dalam suatu konflik,
maka seseorang setuju untuk melepaskan sebagian dari tujuannya dan
bagian dari hubungan untuk mencapai kesepakatan. Strategi ini efektif
untuk mencapai solusi sementara, ketika kedua belah pihak berada di
tingkat yang sebanding, ketika ada tekanan waktu, atau sebagai cadangan
ketika kolaborasi atau bersaing tidak mungkin atau tidak berhasil. Strategi
ini dapat membuat kedua belah pihak frustrasi dan tanpa kesepakatan.
4. Bersaing (memaksa)
Dalam strategi bersaing, maka seseorang bekerja untuk mencapai
tujuannya dengan segala cara, bahkan jika itu berarti mengorbankan
hubungan. Ini adalah strategi "Saya menang, kamu kalah". Dalam situasi di
mana kolaborasi diperlukan untuk mempertahankan kemitraan jangka
panjang yang efektif antara individu atau perusahaan, bersaing atau

10
memaksa tidak akan efektif. Namun, pendekatan ini mungkin sesuai ketika
seseorang memiliki batasan waktu yang parah, berada dalam situasi krisis,
perlu mengeluarkan keputusan yang tidak populer, atau harus mengambil
tindakan yang vital bagi kesejahteraan organisasi.
5. Berkolaborasi (mengintegrasikan)
Strategi "win-win" pamungkas, kolaborasi melibatkan energi, komitmen,
dan keterampilan luar biasa dalam komunikasi, pemecahan masalah, dan
negosiasi. Kolaborasi cocok ketika ada banyak waktu, ketika semua
menginginkan solusi yang memuaskan tujuan semua pihak dan
mempertahankan hubungan, dan ketika masalah sangat penting bagi
semua pihak yang terlibat. Ini juga penting ketika pihak-pihak yang
bertikai bertanggung jawab untuk mengimplementasikan solusi.
Menurut Handoko (2001: 48) dalam (Muspawi, 2014), terdapat lima langkah
meraih kedamaian dalam konflik. Apa pun sumber masalahnya, lima langkah
berikut ini bersifat mendasar dalam mengatasi kesulitan:
1) Pengenalan. Kesenjangan antara keadaan yang ada atau yang teridentifikasi dan
bagaimana keadaan yang seharusnya.Satu-satunya yang menjadi perangkap
adalah kesalahan dalam mendeteksi (tidak mempedulikan masalah atau
menganggap ada masalah padahal sebenarnya tidak ada)
2) Diagnosis.Inilah langkah yang terpenting. Metode yang benar dan telah diuji
mengenai siapa, apa, mengapa, dimana, dan bagaimana berhasil dengan
sempurna. Pusatkan perhatian pada masalah utama dan bukan pada hal-hal sepele
3) Menyepakati suatu solusi.Kumpulkanlah masukan mengenai jalan keluar yang
memungkinkan dari orang-orang yang terlibat di dalamnya.Saringlah
penyelesaian yang tidak dapat diterapkan atau tidak praktis. Jangan sekali-kali
menyelesaikan dengan cara yang tidak terlalu baik. Carilah yang terbaik.
4) Pelaksanaan.Ingatlah bahwa akan selalu ada keuntungan dan kerugian. Namun
hati-hati, jangan biarkan pertimbangan ini terlalu mempengaruhi pilihan dan arah
pada kelompok tertentu.

11
5) Evaluasi.Penyelesaian itu sendiri dapat melahirkan serangkaian masalah
baru.Jika penyelesaiannya tampak tidak berhasil, embalilah ke langkah –langkah
sebelumnya dan cobalah lagi.
2.5 Teknik Organisasi dan Interpersonal untuk Mencegah Konflik
Walaupun konflik dapat menyehatkan dalam suatu organisasi atau hubungan,
itu juga memiliki efek samping yang negatif. Konflik yang tidak terselesaikan dan
berkelanjutan dapat menurunkan produktivitas dan moral dan menyebabkan
turnover tinggi. Beberapa strategi atau teknik yang dapat diterapkan organisasi
untuk meminimalkan konflik menurut (De Janasz & Karen O.Dowd, 2015):
1. Strategi / Teknik dalam Organisasi
a) Menciptakan / Memelihara Budaya Keterbukaan
b) Melibatkan Karyawan dalam Keputusan yang Mempengaruhi
c) Memastikan Penyelarasan Sistem Organisasi
d) Menawarkan Pelatihan Tim dan Membangun Tim
e) Memberikan Pelatihan Keragaman
f) Menawarkan Pelatihan Manajemen Konflik dan Negosiasi
g) Menciptakan Keselamatan Psikologis
2. Strategi / Teknik Individu
Berikut adalah beberapa teknik yang dapat digunakan individu untuk
mencegah atau mengurangi kemungkinan ketika berinteraksi dengan orang
lain dalam lingkungan pribadi atau profesional:
a) Menggunakan Komunikasi Efektif
b) Mengelola Orang Lain “Harapan”
c) Berfokus pada Orang Lain Pertama
d) Merencanakan dan Memilih Perbincangan yang Sulit

12
BAB III

PEMBAHASAN

Pada bab penjelasan sebelumnya sudah menjelaskan terkait dengan menglola


konflik, arnot et al dalam penelitian yolla margareta menjelaskan bahwa perusahaan
keluarga adalah suatu organisasi di mana terdapat dua atau lebih anggota keluarga yang
mengawasi keuangan perusahaan (Aronoff et al., 2011). Donnelley (2002; dalam
Nurwantoro & Sobirin, 2013) mendefinisikan perusahaan keluarga yaitu sebuah
organisasi yang paling sedikit ada keterlibatan dua generasi dalam keluargayang
menjadi pemangku jabatan dalam perusahaan dan masing-masing pemangku jabatan
tersebut akan memengaruhi kebijakan perusahaan.
Adapun dalam (Susanto, 2007) family business konflik dapat dikelompokkan menjadi
tiga jenis :
a. Konflik Antara Kepentingan Bisnis dan Kepentingan Keluarga
Hal ini terjadi didasari oleh adanya perbedaan antara nilai-nilai keluarga dan
nilai-nilai bisnis. Nilai dalam keluarga memiliki karakter inward looking
(melihat ke dalam), keputusan dilakukan berdasarkan emosi, dan penerimaan
tanpa syarat dari anggota keluarganya. Sementara nilai bisnis bersifat outward
looking (melihat ke luar). Ikatan kerja bersifat komitmen dan kinerja. Sistem
dan model bisnis harus mengikuti perkembangan jaman dan perusahan
keinginan pasar sehingga sifatnya adaptif dan reaktif.
b. Konflik Antar Anggota Keluarga
Konflik dalam keluarga dapat dirangkum dalam 4 hal, yaitu konflik tujuan,
gaya hidup dan kerja, konflik menyangkut kendali perusahaan, dan leaving the
nest (meninggalkan rumah). Gaya hidup dan kerja berubah sepanjang waktu
dan berbeda antara satu orang dengan orang lainnya, sehingga berpotensi
menimbulkan konflik dalam keluarga. Keengganan untuk mengalihkan kendali

13
perusahaan ke generasi penerus dari pendiri atau pemilik mengakibatkan
konflik dalam keluarga dan perusahaan.
c. Konflik Antar Keluarga dan Karyawan
Konflik nilai antara keluarga dan karyawan biasanya terletak pada
profesionalitas dan kepercayaan. Konflik ini terjadi disebabkan oleh
miskomunikasi, gaya kepemimpinan, struktur organisasi dan sistem bisnis.Oleh
sebab itu karyawan dituntut untuk bekerja dengan komitmen tinggi dan
profesionalitas agar menumbuhkan trust (kepercayaan) kepada pemilik
ataupendiri perusahaan.

Pada kasus yang terjadi pada perusahaan besar dengan konflik antar keluarga “PT Blue
bird”:

Profil perusahaan

Blue Bird Group merupakan perusahaan transportasi asal Indonesia. Perusahaan


ini didirikan pada tahun 1972 di Jakarta. Perusahaan ini melayani jasa transportasi
dan pariwisata. Cabang Blue Bird Group di Indonesia antara lain, Jakarta, Tangerang,
Bekasi, Bandung, Surabaya, Cilegon Semarang, Manado, Makassar, Denpasar,
Mataram, Medan, Pekanbaru, Batam, Palembang dan Padang. pendirinya yaitu,
almarhumah Ny. Mutiara Djokosoetono dan anaknya Chandra Suharto dan Purnomo
Prawiro, tetapi juga bagi ribuan karyawan.

Pada tahun 1972, jauh sebelum Jakarta berkembang menjadi kota metropolis
yang berpenduduk sekitar 12 juta orang, Blue Bird telah hadir. Cikal bakal perusahaan
ini yaitu layanan "Golden Bird", yang kemudian dikenal sebagai "Chandra Taksi",
sebagai sebuah perusahaan penyedia jasa sewa mobil yang khusus melayani para
jurnalis asing serta pelanggan lain yang berkunjung ke Jakarta. Berdasarkan
pengalaman tersebut, maka tak perlu waktu lama bagi perusahaan untuk mendapatkan
izin usaha mengelola perusahaan taksi.

14
Awalnya, "Blue bird" mula didirikan untuk menyediakan alternatif jasa
transportasi berkualitas yang memang belum ada pada waktu itu. Blue bird menjadi
pelopor pengenaan tarif taksi berdasarkan sistem argo, serta melengkapi seluruh
armadanya yang ber-AC dengan radio komunikasi. Untuk mempertahankan kualitas
pelayanan, perusahaan pun membangun sejumlah bengkel khusus untuk merawat
armadanya.

Setelah sukses berbisnis di layanan taksi reguler Blue Bird, dan


taksi limousine "Golden Bird", serta usaha sewa mobil. Perusahaan kemudian
mengembangkan usaha bus carter "Big Bird" pada tahun 1979. Pada tahun 1993 Blue
bird pun menghadirkan layanan taksi eksekutif "Silver Bird". Setelah lebih dari satu
dekade, Blue Bird Group kini memiliki empat divisi utama.

Pengalaman panjang mengelola bisnis transportasi mendukung upaya


perusahaan mengembangkan teknologi baru dan mengelola sumber daya manusia agar
tetap unggul. Dari kantor pusatnya di Jakarta, perusahaan ini telah berkembang pesat
merambah bisnis lainnya dengan tetap memperhatikan layanan pelanggan sebagai
pedoman.

Konflik antar saudara ini bermula saat para pemilik Blue Bird pecah kongsi.
Kakak kandung Purnomo, Mintarsih A Latief, sekaligus pengelola perusahaan taksi PT
Gamya menuntut hak saham di perusahaan burung biru. Perang saudara berlanjut
dengan tuntut menuntut ganti rugi materiil Rp 25 miliar dan imateriil Rp 50 miliar saat
Blue Bird hendak melantai di bursa. Tak mau kalah, Purnomo balas menggugat
Mintarsih. Gugatannya menuding Mintarsih lepas tanggung jawab di perusahaan
keluarga itu sejak 1993 dan lebih fokus pada Gamya. Sampai dengan saat ini proses
hukum masih belangsung di pengadilan negeri Jakarta selatan

15
Keterkaitkan Kasus dalam Nilai Bela Negara antara lain :

 Cinta Tanah Air dan Bangsa tercermin dari ketidak mampuan kedua perusahaan
untuk menjaga tali persaudaraan hanya karena sifat ego dari masing-masing pihak
yang berkonflik, dimana dalam hal ini masih berada dalam lingkup perusahaan
keluarga.
 Kesadaran Berbangsa dan Bernegara yaitu Tanggung jawab; Hal ini diartikan
bahwa rasa tanggung jawab dalam mengelola bisnis keluarga tidak terimplementasi
dengan sikap profesional dari setiap anggota pendiri perusahaan atau pemegang
saham yang harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional
dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
 Yakin akan Pancasila. Hal ini dapat dimaknai bahwa konflik dalam perusahaan
keluarga ini tidak sesuai dengan Sila ke 3, yaitu terkait Persatuan. Tidak terciptanya
sikap persatuan antar keluarga dalam mengelola konflik sehingga mengakibatkan
konflik yang berkepanjangan.
 Rela Berkorban. Sikap ini diartikan bahwa dalam menghadapi situasi dan konflik
yang secara berkepanjangan, berakibat pengorbanan besar dari segi waktu dan
hubungan dari anggota keluarga, yang seharusnya dapat menghindari situasi-situasi
yang dapat membuat mereka satu sama lain ternoda nama baiknya. Hubungan-
hubungan yang memungkinkan prasangka, bias atau pengaruh lainnya untuk
melanggar rasa persaudaraan antar keluarga.
 Kemampuan Awal Bela Negara dapat dilihat dari kedua perusahaan tersebut tidak
mempunyai kemmapuan dalam mengolah konflik baik antar keluarga pada perusahaan
keluarga PT. Blue Bird dimana adanya sengketa terkait dengan kepemilikan saham antara
Purnomo dengan Mintarsih. Konflik yang tidak terselaikan akibat disfungsinya pengelolaan
konflik berefek pada penliaian publik terhadap perusahaan tersebut.

16
DAFTAR PUSTAKA

De Janasz, S. ., & Karen O.Dowd, B. Z. S. (2015). Interpersonal Skill In Organization


(5 ed.). New York: McGraw-Hill Education.
Muspawi, M. (2014). MANAJEMEN KONFLIK ( UPAYA PENYELESAIAN KONFLIK
DALAM ORGANISASI ). 16.
Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2015). Perilaku Organisasi (16 ed.). Jakarta: Salemba
Empat.
Salim, N. A., Haruna, J., & Saraka. (2017). ANALISIS PENGARUH MANAJEMEN
KONFLIK TERHADAP EFEKTIVITAS PENGELOLAAN SD DI KAB . KUTAI
KARTANEGARA ( Studi kausal berdasarkan persepsi guru Universitas
Mulawarman Samarinda). 2(3).
Wartini, S. (2015). Strategi Manajemen Konflik Sebagai Upaya Meningkatkan Kinerja
Teamwork Tenaga Kependidikan. VI(1), 64–73.

17

Anda mungkin juga menyukai