PKN Peranan Mahkamah Konstitusi
PKN Peranan Mahkamah Konstitusi
PKN Peranan Mahkamah Konstitusi
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Selain itu Mahkamah Konstitusi juga memiliki wewenang dalam membubarkan partai
politik, memutuskan sengketa hasil pemilu dan pemecatan presiden dan wakil presiden
apabila melakukan pelanggaran hukum.
Sehingga dari paparan latar belakang di atas, penulis tertarik untk menggali lebih
dalam mengenai Mahkamah Konstitusi ini, baik itu mengenai sejarah terbentuknya,
wewenangnya, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan Mahkamah Konstitusi. Untuk lebih
detail lagi mengenai Mahkamah Konstitusi ini akan dipaparkan dalam bab selanjutnya.
B. Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
Sejarah Terbentuk Mahkamah Konstitusi (MK)
Organisasi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia terdiri atas tiga komponen yaitu:
a. Para hakim
Para hakim konstitusi yang terdiri atas 9 (sembilan) orang sarjana hukum yang
mempunyai kualifikasi negarawan yang menguasai konstitusi ditambah dengan syarat-syarat
kualitatif lainnya dengan masa pengabdian untuk lima tahun dan sesudahnya hanya dapat
dipilih kembali hanya untuk satu periode lima tahun berikut. Dari antara para hakim itu
dipilih dari dan oleh mereka sendiri seorang Ketua dan seorang Wakil Ketua, masing-masing
untuk masa jabatan 3 tahun. Untuk menjamin independensi dan imparsialitas kinerjanya,
kesembilan hakim itu ditentukan oleh tiga lembaga yang berbeda, yaitu 3 orang sipilih oleh
DPR, 3 orang ditunjuk oleh Mahkamah Agung, dan 3 orang lainnya ditentukan oleh Presiden.
Setelah terpilih, kesembilan orang tersebut ditetapkan sebagai hakim konstitusi dengan
Keputusan Presiden. Mekanisme rekruitmen yang demikian itu dimaksudkan untuk menjamin
agar kesembilan hakim Mahkamah Konstitusi itu benar-benar tidak terikat hanya kepada
salah satu lembaga Presiden, DPR ataupun MA. Dalam menjalankan tugasnya, Mahkamah
Konstitusi diharapkan benar-benar dapat bersifat independen dan imparsial.
Kesembilan orang hakim itu bahkan dapat dipandang sebagai sembilan institusi yang
berdiri sendiri secara otonom mencerminkan 9 pilar atau 9 pintu kebenaran dan keadilan.
Dalam bekerja, kesembilan orang itu bahkan diharapkan dapat mencerminkan atau mewakili
ragam pandangan masyarakat luas akan rasa keadilan. Jikalau dalam masyarakat terdapat 9
aliran pemikiran tentang keadilan, maka kesembilan orang hakim konstitusi itu hendaklah
mencerminkan kesembilan aliran pemikiran tersebut. Keadilan dan kebenaran konstitusional
justru terletak dalam proses perdebatan dan bahkan pertarungan kepentingan untuk mencapai
putusan akhir yang akan dijatukah dalam persidangan Mahkamah Konstitusi. Karena itu,
persidangan Mahkamah Konstitusi selalu harus dihadiri 9 orang dengan pengecualian jika
ada yang berhalangan, maka jumlah hakim yang bersidang dipersyaratkan sekurang-
kurangnya 7 orang. Karena itu pula, dapat dikatakan bahwa Mahkamah Konstitusi hanya
mengenal satu majelis hakim, tidak seperti di Mahkamah Agung.
b. Sekretariat jenderal.
c. Kepaniteraan.
ads
Sejak mahkamah konstitusi berdiri sejak tahun 2003, mahkamah konstitusi telah banyak
membatalkan dan menyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat pasal, ayat dan
undang-undang yang diajukan untuk dilakukan judical review. Salah satu undang-undang
yang diuji yang kemudian menjadi perkara pengujian undang-undang (PUU) adalah perkara
nomor 77/PUU-IX/2011 tentang pengujian undang-undang Nomor 49 Prp tahun 1960 tentang
panitia urusan piutang negara terhadap undang-undang dasar 1945. Juga termasuk urusan
dalam negeri dan luar negeri yang bersinggungan terhadap peran indonesia didunia
internasional.
1. Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final.
2. Menguji undang-undang terhadap undang-undang dasar negara republik indonesia
tahun 1945.
3. Memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan
oleh undang-undang dasar 1945.
4. Memutuskan pembubaran partai.
5. Memutuskan perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
6. Memeberikan putusan atas pendapat dewan perwakilan rakyat mengenai dugaan
pelanggaran oleh presiden dan atau wakil presiden menurut undang-undang dasar
1945.
7. Memanggil pejabat negara, pejabat pemerintah, atau warga masyarakat untuk
memberikan keterangan terkait permasalahan yang terjadi.
Mahkamah konstitusi memiliki tugas dan fungsi yang sangat strategis. tugas dan fungsi itu
setidaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Pertama, Indonesia sendiri adalah sebuah negara yang sangat plural. Kemajemukan itu
sangat praktis yang meliputi semua hal: suku, etnis, adat, budaya, agama,bahasa dan lainnya.
Dalam masyarakat yang sangat bhinneka (berbeda-beda) seperti indonesia, potensi terjadinya
benturan itu secara horizontal relatif lebih besar ketimbang benturan vertikal. Untuk itu
diperlukan adanya aturan main bersama dalam mengatasi penyebab lunturnya bhinneka
tunggal ika, yang nantinya akan bisa menjadi pegangan dasar bagi semuanya.
Konstitusi atau undang-undang dasar adalah pegangan dasar dari sebuah negara, yang
memuat semua komitmen awal dan mendasar dari para pendiri bangsa. Dari sini lah semua
undang-undang dan peraturan lainnya dibuat harus sinkron dan tidak boleh bertentangan
dengan undang-undang dasar. Dan juga kita harus mengerti dan memahami arti Bhineka
tunggal ika-sejarah-peran dan konsep nya agar konsep yang berbeda-beda tidak saling
bertentangan. hal yang berbeda-beda tersebutlah yang menjadi tugas mahkamah konstitusi
untuk mengatasi agar tidak terjadi hal yang bertentangan.
Kedua, Negara Indonesia memiliki sifat mutlak monodualis terhadap kemanusiaan, bukan
negara liberal, bukan negara kekuasaan belaka atau diktator, bukan negara materialistis.
Negara kita adalah negara yang terdiri dari perseorangan hidup baik dalam kelahiran maupun
kebatinan, yang mempunyai kedua-duanya kebutuhan dan kepentingan perseorangan serta
kebutuhan dan kepentingan bersama, yang kedua-duanya diselenggarakan tidak saling
mengganggu, tetapi dalam kerjasama, negara kita adalah yang dinamakan negara hukum
kebudayaan.
Negara kita sebagai negara hukum kebudayaan mempunyai tujuan menghindarkan gangguan
dari darat, udara maupun laut, memaksimalkan tugas dan fungsi angkatan laut, darat dan
udara, berupaya menjaga keutuhan NKRI, memelihara ketertiban, keamanan dan perdamaian
kedalam maupun luar negeri. Yang semuanya itu adalah hak dan kewajiban warga negara
dalam UUD 1945. dalam hal ini tugas mahkamah kontitusi cukup berat untuk menjaga
kontsitusi dari hal yang dapat merusak konstitusi itu sendiri dan juga bangsa negara.
Sponsors Link
Pembentukan tugas mahkamah konstitusi bertujuan untuk memperkuat power dari sistem
konstitusional dan paham negara hukum yang dianut dalam undang-undang dasar dan juga
bertujuan untuk membangun karakter bangsa di era globalisasi saat ini. Artinya, setiap
prilaku lembaga-lembaga negara untuk menjalankan tugas dan kewenangannya tetap dalam
koridor tempat yang ditentukan oleh konstitusi.
Setiap pelanggaran atas ketentuan konstitusi dapat diuji dan diputuskan oleh mahkamah
konstitusi yang putusannya bersifat final dan langsung mengikat. Dan hal itu sangat berguna
bagi masyarakat maupun negara dalam mengatasi bahaya jika tidak ada keadilan dalam
masyarakat. Setiap putusan MK selalu bersandar dan berdasarkan pada ketentuan konstitusi.
Dengan demikian, mahkamah konstitusi dimaksudkan sebagai lembaga yang terus menjaga
kemurnian konstitusi. Oleh karena itu, pendapat dan putusan yang termuat dalam putusannya
adalah tafsiran paling sahih atas ketentuan konstitusi.
Sponsors Link
Struktur sistem ketatanegaraan yang berada di Indonesia telah menciptakan sebuah lembaga
yang memiliki hak kewenangan untuk menafsirkan makna konstitusi, yaitu mahkamah
konstitusi. Secara teoritis mahkamah konstitusi memiliki hak kewenangan judicial review
yang merupakan pekerjaan pedang bermata dua. yang satu sisi pedang itu diarahkan terhadap
berlakunya undang-undang dan disisi yang lain diarahkan kekonstitusi itu sendiri. Hal ini
berarti ada dua median penafsiran yaitu memberikan makna terhadap konstitusi dan undang-
undang. Penafsiran terhadap pasal itu atau ayat konstitusi tersebut, bertujuan untuk
menangkap makna dari setiap yang terdapat di dalam konstitusi tersebut yang nantinya
menjadi batu uji terhadap undang-undang tersebut. Konstitusi telah mencerminkan peristiwa
masa lampau, meletakkan setiap dasar untuk masa sekarang dan menentukan bagaimana
seharusnya masa depan akan terlihat.
Konstitusi adalah filsafat, hukum, dan masyarakat itu sendiri dimana semuanya menjadi
kesatuan. Seyogyanya konstitusi dilihat sebagai sumbar azaz umum atau moral.
Pertimbangan mengingat undang-undang dasar tidak dibaca sebagai merujuk kepada kaedah
saja, tetapi pada azaz umum atau moral yang ada dibelakang. Jadi, membaca konstitusi perlu
disertai dengan pendalaman, meresapi maknanya atau membacanya sebagai risalah dan
pernyataan moral bangsa. Mahkamah konstitusi harus dapat menjaga nilai-nilai pancasila
terus menjiwai setiap undang-undang yang berlaku di Indonesia. Mahkamah konstitusi bukan
sekedar penjaga konstitusi tetapi juga sebagai penjaga ideologi.
Ada empat kewenangan dan satu kewajiban Mahkamah Konstitusi yang telah
ditentukan dalam UUD 1945 perubahan ketiga Pasal 24C ayat (1) yaitu:
Berdasarkan Pasal 22E ayat (2) UUD 1945, pemilihan umum bertujuan untuk
memilih presiden dan wakil presiden, anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, Preisden dan Wakil Presiden, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Peserta
Pemilihan Umum itu ada tiga, yaitu pertama, pasangan calon presiden/wakil presiden, kedua,
partai politik peserta pemilihan umum anggota DPR dan DPRD, dan ketiga, (perorangan
calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Sedangkan penyelenggara pemilihan umum
adalah Komisi Pemilihan Umum yang diawasi oleh Panitia Pengawas Pemilihan Umum
(PANWASLU). Apabila timbul perselisihan pendapat antara peserta pemilihan umum dengan
penyelenggara pemilihan umum, dan perselisihan itu tidak dapat diselesaikan sendiri oleh
para pihak, maka hal itu dapat diselesaikan melalui proses peradilan di Mahkamah Konstitusi.
Kebebeasan Partai politik dan berpartai adalah cermin kebebasan berserikat yang
dijamin dalam Pasal 28 jo Pasal 28E ayat (3) UUD 1945. Oleh karena itu, setiap orang, sesuai
ketentuan Undang-Undang bebas mendirikan dan ikut serta dalam kegiatan partai politik.
Karena itu, pembubaran partai politik bukan oleh anggota partai politik yang bersangkutan
merupakan tindakan yang bertentangan dengan konstitusi atau inkonstitusional. Untuk
menjamin perlindungan terhadap prinsip kebebasan berserikat itulah maka disediakan
mekanisme bahwa pembubaran suatu partai politik haruslah ditempuh melalui prosedur
peradilan konstitusi. Yang diberi hak “standing” untuk menjadi pemohon dalam perkara
pembubaran partai politik adalah Pemerintah, bukan orang per orang atau kelompok orang.
Yang berwenang memutuskan benar tidaknya dalil-dalil yang dijadikan alasan tuntutan
pembubaran partai politik itu adalah Mahkamah Konstitusi.
Dengan demikian, prinsip kemerdekaan berserikat yang dijamin dalam UUD tidak
dilanggar oleh para penguasa politik yang pada pokoknya juga adalah orang-orang partai
politik lain yang kebetulan memenangkan pemilihan umum. Dengan mekanisme ini, dapat
pula dihindarkan timbulnya gejala dimana penguasa politik yang memenangkan pemilihan
umum memberangus partai politik yang kalah pemilihan umum dalam rangka persaingan
yang tidak sehat menjelang pemilihan umum tahap berikutnya.
Dalam hal ini, harus diingat bahwa Mahkamah Konstitusi bukanlah lembaga yang
memberhentikan Presiden atau Wakil Presiden. Yang memberhentikan dan kemudian
memilih penggantinya adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat. Mahkamah Konstitusi hanya
memutuskan apakah pendapat DPR yang berisi tuduhan
(b) bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai
Presiden dan/atau Wakil Presiden,
Terbukti benar secara konstitusional atau tidak. Jika terbukti, Mahkamah Konstitusi
akan menyatakan bahwa pendapat DPR tersebut adalah benar dan terbukti, sehingga atas
dasar itu, DPR dapat melanjutkan langkahnya untuk mengajukan usul pemberhentian atas
Presiden dan/atau Wakil Presiden tersebut kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Sejauh menyangkut pembuktian hukum atas unsur kesalahan karena melakukan
pelanggaran hukum atau kenyataan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah tidak lagi
memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945, maka putusan Mahkamah
Konstitusi itu bersifat final dan mengikat. DPR dan MPR tidak berwenang mengubah putusan
final MK dan terikat pula untuk menghormati dan mengakui keabsahan putusan MK tersebut.
Namun, kewenangan untuk meneruskan tuntutan pemberhentian ke MPR tetap ada di tangan
DPR, dan kewenangan untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden yang
bersangkutan tetap berada di tangan MPR.
Inilah yang banyak dipersoalkan orang karena ada saja kemungkinan bahwa MPR
ataupun MPR tidak meneruskan proses pemberhentian itu sebagaimana mestinya, mengingat
baik DPR maupun MPR merupakan forum politik yang dapat bersifat dinamis. Akan tetapi,
sejauh menyangkut putusan MK, kedudukannya sangat jelas bahwa putusan MK itu secara
hukum bersifat final dan mengikat dalam konteks kewenangan MK itu sendiri, yaitu
memutus pendapat DPR sebagai pendapat yang mempunyai dasar konstitusional atau tidak,
dan berkenaan dengan pembuktian kesalahan Presiden/Wakil Presiden sebagai pihak
termohon, yaitu benar-tidaknya yang bersangkutan terbukti bersalah dan bertanggungjawab.
Kewenangan terakhir dan yang justru yang paling penting dari keempat kewenangan
ditambah satu kewajiban (atau dapat pula disebut kelima kewenangan) yang dimiliki oleh
Mahkamah Konstitusi menurut UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah
kewenangan menguji konstitusionalitas undang-undang. Tanpa harus mengecilkan arti
pentingnya kewenangan lain dan apalagi tidak cukup ruang untuk membahasnya dalam
makalah singkat ini, maka dari kelima kewenangan tersebut, yang dapat dikatakan paling
banyak mendapat sorotan di dunia ilmu pengetahuan adalah pengujian atas konstitusionalitas
UU.
Sejarah pengujian (judicial review) dapat dikatakan dimulai sejak kasus Marbury
versus Madison ketika Mahkamah Agung Amerika Serikat dipimpin oleh John Marshall pada
tahun 1803. Sejak itu, ide pengujian UU menjadi populer dan secara luas didiskusikan
dimana-mana. Ide ini juga mempengaruhi sehingga ‘the fouding fathers’ Indonesia dalam
Sidang BPUPKI tanggal 15 Juli 1945 mendikusikannya secara mendalam. Adalah
Muhammad Yamin yang pertama sekali mengusulkan agar MA diberi kewenangan untuk
membanding undang-undang. Akan tetapi, ide ini ditolak oleh Soepomo karena dinilai tidak
sesuai dengan paradigma yang telah disepekati dalam rangka penyusunan UUD 1945, yaitu
bahwa UUD Indonesia itu menganut sistem supremasi MPR dan tidak menganut ajaran ‘trias
politica’ Montesquieu, sehingga tidak memungkinkan ide pengujian UU dapat diadopsikan
ke dalam UUD 1945.
Karena Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat, maka di
samping MPR, DPR dan DPD sebagai pelaku kedaulatan rakyat di bidang legislatif, kita
harus pula memahami kedudukan Presiden dan Wakil Presiden juga sebagai pelaku
kedaulatan rakyat di bidang eksekutif dengan mendapatkan mandat langsung dari rakyat
melalui pemilihan umum. Di samping itu, karena sejak Perubahan Pertama sampai Keempat,
telah terjadi proses pergeseran kekuasaan legislatif dari tangan Presiden ke tangan DPR,
maka mau tidak mau kita harus memahami bahwa UUD 1945 sekarang menganut prinsip
pemisahan kekuasaan yang tegas antara cabang-cabang kekuasaan legislatif, eksekutif, dan
judiktif dengan mengandaikan adanya hubungan ‘checks and balances’ antara satu sama lain.
Oleh karena itu, semua argumen yang dipakai oleh Soepomo untuk menolak ide pengujian
undang-undang seperti tergambar di atas, dewasa ini, telah mengalami perubahan, sehingga
fungsi pengujian undang-undang itu tidak dapat lagi dihindari dari penerapannya dalam
sistem ketatanegaraan Indonesia di bawah UUD 1945.
Bahkan, ini juga terjadi di negara-negara lain yang sebelumnya menganut sistem supremasi
parlemen dan kemudian berubah menjadi negara demokrasi. MK dibentuk dengan fungsi
untuk menjamin tidak akan ada lagi produk hukum yang keluar dari koridor konstitusi
sehingga hak-hak konstitusional warga terjaga dan konstitusi itu sendiri terkawal
konstitusionalitasnya.
Untuk menguji apakah suatu undang-undang bertentangan atau tidak dengan konstitusi,
mekanisme yang disepakati adalah judicial review[2]yang menjadi kewenangan MK. Jika
suatu undang-undang atau salah satu bagian daripadanya dinyatakan terbukti tidak selaras
dengan konstitusi, maka produk hukum itu akan dibatalkan MK. Sehingga semua produk
hukum harus mengacu dan tak bolehbertentangan dengan konstitusi. Melalu kewenangan
judicial review ini, MK menjalankan fungsinya mengawal agar tidak lagi terdapat ketentuan
hukum yang keluar dari koridor konstitusi.
Fungsi lanjutan selain judicial review, yaitu (1) memutus sengketa antarlembaga negara, (2)
memutus pembubaran partai politik, dan (3) memutus sengketa hasil pemilu. Fungsi lanjutan
semacam itu memungkinkan tersedianya mekanisme untuk memutuskan berbagai
persengketaan (antar lembaga negara) yang tidak dapat diselesaikan melalui proses peradilan
biasa, seperti sengketa hasil pemilu, dan tuntutan pembubaran sesuatu partai politik. Perkara-
perkara semacam itu erat dengan hak dan kebebasan para warga negara dalam dinamika
sistem politik demokratis yang dijamin oleh UUD. Karena itu, fungsi-fungsi penyelesaian
atas hasil pemilihan umum dan pembubaran partai politik dikaitkan dengan kewenangan MK
Fungsi dan peran MK di Indonesia telah dilembagakan dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945
yang menentukan bahwa MK mempunyai empat kewenangan konstitusional (conctitutionally
entrusted powers) dan satu kewajiban konstitusional (constitusional obligation). Ketentuan itu
dipertegas dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a sampai dengan d Undang-Undang Nomor 24 tahun
2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Empat kewenangan MK adalah:
Sementara, berdasarkan Pasal 7 ayat (1) sampai dengan (5) dan Pasal 24 C ayat (2) UUD
1945 yang ditegaskan dalam Pasal 10 ayat (2) UU Nomor 24 Tahun 2003, kewajiban MK
adalah memberi keputusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan atau Wakil Presiden telah
melakukan pelanggaran hukum, atau perbuatan tercela, atau tidak memenuhi syarat sebagai
Presiden dan atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.
[1] Tidak semua negara menyebut lembaga baru itu dengan istilah MK. Prancis misalnya
menyebut dengan Dewan Konstitusi (Counseil Constitutionnel), Belgia menyebutnya
Arbitrase Konstitusional (Constitusional Arbitrage) karena lembaga ini dianggap bukan
pengadilan dalam arti yang lazim karena itu, para anggotanya juga tidak disebut hakim.
Persamaan dari ke-78 negara itu adalah pada MK yang dilembagakan tersendiri di luar MA.
[2] Judicial review merupakan hak uji (toetsingrechts) baik materiil maupun formil yang
diberikan kepada hakim atau lembaga peradilan untuk menguji kesahihan dan daya laku
produk-produk hukum yang dihasilkan oleh eksekutif legislatif maupun yudikatif di hadapan
peraturan perundangan yang lebih tinggi derajat dan hierarkinya. Pengujian biasanya
dilakukan terhadap norma hukum secara a posteriori, kalau dilakukan secara a prioridisebut
judicial previewsebagaimana misalnya dipraktekkan oleh Counseil Constitusional (Dewan
Konstitusi) di Prancis.Judicial review bekerja atas dasar adanya peraturan perundang-
undangan yang tersusun hierarkis.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ada empat kewenangan dan satu kewajiban Mahkamah Konstitusi yang telah
ditentukan dalam UUD 1945 perubahan ketiga Pasal 24C ayat (1) yaitu menguji (judicial
review) undang-undang terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga Negara
yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutuskan pembubaran partai politik, memutus
perselisihan tentang hasil pemilihan umum, dan memberhentikan presiden dan wakil presiden
apabila melanggar hukum.
B. Saran
Negara Indonesia merupakan negara yang demokrasi, sepatutnya kita sebagai warga
negara Indonesia harus benar-benar menjunjung tinggi nilai demokrasi. Seperti halnya dalam
pemilihan Pemilu presiden dan wakil presiden, harus dilakukan dengan jujur tanpa adanya
niat iming-iming atau suap yang dapat merusak nilai citra negara.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.ProfilMK&id=1