Makalah Anak Tunalaras
Makalah Anak Tunalaras
Makalah Anak Tunalaras
PENDIDIKAN INKLUSI
“AKOMODASI PEMBELAJARAN BAGI ANAK TUNALARAS”
Dosen Pembimbing: Dr. Hermanto S. Pd, M. Pd.
Disusun Oleh :
Nopri Prianto (16105244008)
Penulis
Page | 2
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………... 13
Page | 3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan alat bagi manusia untuk dapat mencapai tujuan hidup dan
cita-cita hidupnya. Melalui pendidikan, seorang individu bisa mengembangkan
berbagai kemampuan yang dimiliki dirinya guna menyelesaikan masalah yang dialami
dalam hidupnya, sehingga individu tersebut dapat dengan mudah mencapai tujuan yang
ingin dicapainya semasa hidup. Selain itu, dengan pendidikan seorang individu dapat
memperoleh pekerjaan sesuai yang dicita-citakan oleh dirinya.
Namun, terkadang kekurangan yang dimiliki seorang individu membuat dirinya
tidak mendapat akses pendidikan yang memadai. Terutama bagi anak-anak
berkebutuhan khusus (ABK), kekurangan yang mereka miliki sangat berdampak pada
proses dan penerimaan pendidikan yang mereka dapat. Tetapi seyogiyanya hal tersebut
tidak menghambat pelaksanaan pendidikan yang mereka lalui, sehingga tujuan mereka
menempuh pendidikan tetap bisa dicapai.
Salah satu ABK yang banyak mengalami kesulitan dalam mendapat akses
pendidikan/proses belajar adalah anak tunalaras. Somantri (2006:115) berpendapat jika
“ anak tunalaras adalah anak yang mangalami hambatan emosi dan tingkah laku
sehingga kurang dapat atau mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan baik
terhadap lingkungannya dan hal ini akan mengganggu situasi belajarnya ”. Hambatan
emosi dan perilaku inilah yang terkadang menyulitkan pelaksanaan proses belajar
mengajar di kelas.
Maka melalui makalah ini penulis ingin mengangkat tema akomodasi
pembelajaran bagi anak tunalaras. Lebih jauh lagi, nantinya penulis akan menyinggung
metode, teknik, serta proses pembelajaran yang tepat bagi anak tunalaras sehingga
nantinya anak tunalaras tersebut dapat mengikuti pembelajaran dengan baik serta dapat
mencapai tujuan pembelajaran dengan lebih optimal.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini meliputi:
1. Apakah definisi dari anak tunalaras?
2. Apa kesulitan-kesulitan belajar yang biasa dialami anak tunalaras?
3. Bagaimana mengakomodasi pembelajaran yang sesuai untuk anak tunalaras?
C. Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai makalah ini adalah:
1. Menjelaskan definisi anak tunalaras secara umum.
2. Menemukan kesulitan-kesulitan belajar yang sering dialami anak tunalaras.
3. Menjelaskan bentuk akomodasi pembelajaran yang sesuai untuk anak tunalaras.
Page | 4
BAB II
PEMBAHASAN
Page | 5
kesulitan tersebut menjadi tergeneralisasi sehingga ketika mereka mempunyai
perilaku yang baik sekalipun mereka tidakmau mempergunakannya. Mereka
mengarahkan kegagalannya pada faktor yang tak terkendali, tidak dapat merespon
dengan baik terhadap stimuli sosial atau peristiwa, cenderung mengurangi usaha
yang dilakukan setelah mengalami kegagalan, dan menunjukkan rasa rendah diri.
Menilik kesulitan-kesulitan belajar yang umum dialami oleh anak tunalaras, maka
dapat dirangkum berbagai bentuk akomodasi pembelajaran yang dirasa tepat bagi anak
tunalaras, yaitu:
Page | 6
2. Kelas khusus apabila anak tunalaras perlu mendapat pembelajaran
terpisah dari teman lainnya pada satu kelas
Hal ini dilakukan guna mempelajari gejala-gejala kelainan baik emosinya
maupun kelainan tingkah laku anak tersebut. Diagnosis itu diperlukan sebagai
dasar dalam penyembuhan. Kelas khusus itu pada hakikatnya ada di tiap
sekolah dan masih merupakan bagian dari sekolah yang bersangkutan. Kelas
khusus itu dipegang oleh seorang pendidik yang berlatar belakang PLB dan
atau Bimbingan dan Penyuluhan atau oleh seorang guru yang cakap dalam
membimbing anak.
3. Sekolah Luar Biasa bagian Tunalaras tanpa asrama Bagi Anak Tunalaras
Hal ini berlaku bagi anak yang perlu dipisah belajarnya dengan teman yang lain
karena kenakalannya cukup berat atau merugikan kawan sebayanya, sehingga
tidak bisa ditempatkan di sekolah regular.
4. Sekolah Luar Biasa bagian Tunalaras dengan asrama Bagi Anak
Tunalaras
Bagi mereka yang kenakalannya berat, mereka harus dipisah dengan teman
maupun dengan orang tuanya, dan mereka dikirim ke asrama. Hal ini
dimaksudkan agar anak secara kontinu dapat terus dibimbing dan dibina.
Adanya asrama adalah untuk keperluan penyuluhan dan bimbingan yang lebih
intensif.
Selain hal di atas, bentuk akomodasi lain yang dapat diterapkan di kelas atau dalam
proses pembelajaran antara lain:
1. Melakukan modifikasi pembelajaran
Modifikasi merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh para guru
agar proses pembelajaran dapat mencerminkan DAP (Developentally
Appropriate Practice). Artinya bahwa tugas ajar yang disampaikan harus
memperhatikan perubahan kemampuan atau kondisi anak, dan dapat membantu
mendorong ke arah perubahan tersebut.
Dalam pembelajaran untuk penyandang tunalaras, ada beberapa hal yang bisa
dimodifikasi, antara lain: sarana dan prasarana, peraturan, dan media
pembelajaran. Khusus untuk pembelajaran adaptif, tidak hanya dituntut
PAIKEM (Pembelajaran yang Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan
Menyenangkan) saja. Namun, dibutuhkan juga sikap, bimbingan dan
pengawasan khusus terhadap para ABK itu agar dapat tercapai maksud dan
tujuan pendidikan ini.
2. Memberikan pembelajaran dengan metode inklusi
Banyak orang beranggapan bahwa pendidikan inklusi diperuntukkan khusus
bagi murid-murid yang memiliki keterlambatan bahkan secara lugas masih
beranggapan bahwa pendidikan inklusi hanya untuk anak yang memiliki
keterbelakangan dalam segala hal. Orang tua murid pun merasa khawatir
tatkala anaknya harus belajar di kelas yang di dalamnya ada anak yang
mengikuti program inklusi. Padahal pendidikan inklusi memiliki segudang
Page | 7
layanan yang memang khusus diperuntukkan bagi ABK tak terkecuali anak
tunalaras.
Page | 8
Pada diri anak telah mengalami nilai dan prinsip tertentu
Dapat menyesali tindakan sendiri yang ternyata salah (dapat
merugikan diri dan orang lain) dan bersedia memperbaikinya
Tidak menghabiskan waktu yang tidak perlu dengan kecemasan
Memiliki keyakinan pad kemampuan diri untuk mengatasi
persoalan (kegagalan, kelainan) sambil bertawakkal pada kepastian
illahi
Merasa setara dengan orang lain dan hanya nilai taqwa yang bisa
membedakannya
Sedang persepsi negatif biasanya dilandasi oleh adanya ketidaktahanan
dalam menerima kritik atas dirinya, ejekan, sangat responsif terhadap
pujian, merasa tidak diperhatikan oleh orang lain.
Stuart & Sundeen (1991) mendeskripsikan konsep diri yang terdiri atas
gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran, dan identitas diri. Seseorang
yang memiliki kepribadian yang sehat biasanya dilandasi oleh gambaran
diri yang positif dan akurat, ideal diri realistik, konsep diri positif, harga
diri yang tinggi, adanya kepuasan penampilan peran serta adanya identitas
diri yang jelas.
c. Membina emosi/perasaan dan sikap sosial
Perasaan sosial akan mempengaruhi sikap sosial seseorang. Perasaan sosial
yang altrimistis, egoistis, maupun individualis sama-sama tidak baik
pengaruhnya terhadap pembentukan sikap sosial. Adanya sikap sosial yang
antipati dan antipati juga tidak menguntungkan bagi perkembangan
kepribadian seseorang. Anak-anak tunalaras perlu dibina perasaan sosial
dan sikap sosial yang positif.
Paling tidak ada 2 (dua) aspek yang perlu ditanamkan kepada mereka, yaitu:
1) Kemampuan mengadakan relasi sosial, seperti :
Kemampuan bergaul
Bekerjasama dengan orang lain
Dimilikinya peran sosial yang sesuai dan jelas
Kemampuan mengadakan penyesuaian sosial
2) Kemampuan mengadakan integrasi sosial
Hasil akhir dari pembinaan perasaan sosial dan sikap sosial adalah anak
dapat bergaul dan bekerjasama dengan orang lain dalam kelompok, tahu
akan perannya dan dapat menyesuaikan diri dengan peran tersebut, dapat
memahami tugas dan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, dapat
memahami batas-batas dari perilakunya, dapat menyesuaikan dengan
lingkungan sosial, etika pergaulan, agama dan tidak memisahkan diri, tidak
rendah diri dan tidak berlebihan serta mampu bergaul secara wajar dengan
lingkungannya.
Page | 9
d. Membina kehendak
Kehendak adalah dorongan/kekuatan dari dalam untuk berbuat guna
mancapai sesuatu yang dikehendaki daan menghindrai sesuatu yang tidak
dikehendaki. Kemauan adalah kehendak yang berhubungan dengan
kerohanian.
e. Membina kebiasaan
Kebiasaan yang sudah berlangsung lama dapat mewarnai kepribadian
seseorang. Namun, anak tunalaras perlu dilatih segala aktivitas yang positif
dan konstruktif agar apabila anak sanggup mengerjakannya berulang-ulang
dapat membentuk kepribadian yang baik. Misalnya kebiasaan hidup tertib,
aktif beraktivitas, hidup bersih, hidup sehat, rajin belajar.
f. Membina nafsu
Nafsu merupakan dorongan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Nafsu ada
beberapa macam yaitu nafsu amarah (penggerak), nafsu musawwilah
(penipu diri), nafsu lawwamah (penimbang), nafsu muthmainnah
(ketenangan/kesadaran). Dengan memahami nilai dan norma agama, maka
nafsu yang cenderung mendorong orang berbuat negatif dan jahat dapat
dicegah dan melahirkan nafsu muthmainnah.
g. Membina kecenderungan/kegemaran/hobi
Kecenderungan/kegemaran/hobi adalah suatu dorongan yang datangnya
relatif selalu timbul. Cara membina kecenderungan/kegemaran/hobbi
antara lain dengan cara mengarahkan pada aktivitas yang positif dan tidak
bertentangan dengan nilai dan norma di masyarakat.
h. Membina kemauan
Kemauan merupakan tenaga jiwa yang memberi ketetapan untuk menepati
atau melaksanakan keputusan batin. Membina kemauan anak tunalaras
adalah melalui menyalurkan kemauan itu ke kegiatan yang positif, berikan
hadiah dan hukuman yang sesuai, biasakan berbuat baik guna membentuk
kata hatinya. Kemauan pada hakekatnya dapat dididik, oleh karena itu ada
seloka sebagai berikut :
Keputusan batin akan dapat disepakati, kalau kemauan kuat.
Kemauan dapat kuat, kalau motif kuat.
Motif dapat kuat kalau berdasar pada keyakinan.
Page | 10
a. Ruangan fisioterapi dan peralatannya, yaitu peralatan yang lebih diarahkan
pada upaya peregangan otot dan sendi, danpembentukan otot, misalnya: barbel,
box tinju, dan sebagainya.
b. Ruangan terapi bermain dan peralatannya, yaitu peralatan yang lebih
diarahkan pada model terapi sublimasi dan latihan pengendalian diri. Misalnya
puzzle dan boneka.
c. Ruangan terapi okupasi dan peralatannya, yaitu peralatan yang lebih
diarahkan pada pembentukan keterampilan kerja dan pengisian pengisian
waktu luang sesuai dengan kondisi anak.
Page | 11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Page | 12
DAFTAR PUSTAKA
https://12104mafp.blogspot.co.id/2013/05/manajemen-kelas-anak-berkebutuhan-
khusus_843.html
https://bisamandiri.com/blog/2014/11/pendidikan-khusus-untuk-anak-tunalaras
https://sintadewi250892.wordpress.com/2014/11/28/tunalaras/
Page | 13