Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Bimbingan Bina Pribadi Dan Sosial Dalam Menumbuhkan: Character Strength Anak Tunalaras Di SLB E Bhina

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 108

BIMBINGAN BINA PRIBADI DAN SOSIAL DALAM MENUMBUHKAN

CHARACTER STRENGTH ANAK TUNALARAS DI SLB E BHINA


PUTERA SURAKARTA

SKRIPSI

Oleh:

ERIN WIDYAWATI
NIM. 14.12.2.1.126

JURUSAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
SURAKARTA
2018
BIMBINGAN BINA PRIBADI DAN SOSIAL DALAM MENUMBUHKAN
CHARACTER STRENGTH ANAK TUNALARAS DI SLB E BHINA
PUTERA SURAKARTA

SKRIPSI
Diajukan Kepada Jurusan Bimbingan Konseling Islam
Fakultas Ushuluddin dan Dakwah Institut Agama Islam Negeri Surakarta
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

Oleh:
ERIN WIDYAWATI
NIM. 14.12.2.1.126

JURUSAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
SURAKARTA
2018
PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur, maka penulisan karya ini saya persembahkan
kepada:
 Kedua orang tua, Bapak Sutono dan Ibu Sri Wahyuni tercinta yang selalu
mendukung dan mengiringi do’a di setiap langkah dan harapku.
 Kakak kandung, Era Priyono dan kakak ipar, Amin Asih Y yang selalu
mendo’akan kebaikan untukku.
 Keponakanku tersayang.
 Sahabat-sahabat terbaikku yang selalu mendo’akan, memberikan semangat,
dan menemani perjalananku selama ini.
 Almamater Institut Agama Islam Negeri Surakarta.
MOTTO

All things are good as they come out of the hands of Their Creator, but
everything-degenerates in the hands of man.
 J.J. Rousseau

Orang tua hanya dapat memberikan nasehat yang baik atau menempatkan anak
mereka di jalan yang benar. Pembentukan akhir karakter seseorang terletak di
tangan mereka sendiri.
 Anne Frank
ABSTRAK

Erin Widyawati (14.12.2.1.126). Bimbingan Bina Pribadi dan Sosial dalam


Menumbuhkan Character Strength Anak Tunalaras di SLB E Bhina Putera
Surakarta. Skripsi Jurusan Bimbingan Konseling Islam. Fakultas Ushuluddin Dan
Dakwah. IAIN Surakarta. 2018.

Bimbingan bina pribadi dan sosial merupakan pembelajaran kompensatoris


bagi anak berkebutuhan khusus tipe tunalaras atau anak yang mengalami gangguan
emosi dan perilaku. Bimbingan bina pribadi dan sosial dimaksudkan untuk
membantu para individu dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan
masalah pribadi dan sosial. Melalui program bimbingan bina pribadi dan sosial ini
diharapkan siswa (anak tunalaras) mampu mengenali dirinya seutuhnya. Penelitian
ini bermaksud untuk mengetahui dan mendiskripsikan bagaimana pelaksanaan
bimbingan bina pribadi dan sosial dalam menumbuhkan character strength anak
tunalaras di SLB E Bhina Putera Surakarta.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif deskriptif,
peneliti mengobservasi, mengumpulkan dan menafsirkan data yang ada di lapangan
sebagaimana adanya untuk kemudian mengambil kesimpulan. Subjek dalam
penelitian ini adalah satu orang Kepala SLB E Bhina Putera Surakarta, satu orang
guru pendamping dan satu guru wali kelas. Teknik pengumpulan data
menggunakan wawancara, observasi dan dokumentasi. Metode analisis data yang
digunakan adalah reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Keabsahan data menggunakan triangulasi sumber.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses pelaksanaan bimbingan
bina pribadi dan sosial dapat dilakukan secara kelompok maupun individu. Pada
proses pemberian bimbingan bina pribadi dan sosial ini dilakukan setiap hari. Anak
diberikan materi dan nasihat agar anak dapat mengoptimalkan kemampuan yang
dimilikinya, menerima keadaannya dan mampu bersosialisasi serta beraktuaslisasi
di kehidupan bermasyarakat. Dalam prosesnya, bimbingan bina pribadi dan sosial
di SLB E Bhina Putera Surakarta dilakukan oleh semua pihak, seperti guru, kepala
sekolah, staff karyawan maupun orang tua siswa serta keluarga. Hal ini bertujuan
untuk mendapatkan hasil yang efektif.

Kata kunci: Bimbingan Bina Pribadi dan Sosial, Anak Tunalaras, Character
Strength
ABSTRACT

Erin Widyawati (14.12.2.1.126). Personal and Social Building Guidance in


Developing Character Strength of Emotional and Behavioral Children
Disorder at SLB E Bhina Putra Surakarta. A thesis of Islamic Counceling.
Ushuluddin and Preaching Faculty. The State Islamic Institute of Surakarta. 2018.

Personal and social building guidance is compensator learning toward the child
with special needs of type emotional and behavioral disorder. Personal and social
building guidance intended for helping children to solve their personal and social
problem. Through this program the students are expected be able to recognize
theirselves completely. The objective of this research are to understand and describe
how personal and social building guidance conducted in developing character
strength for emotional and behavioral children disorder at SLB E Bhina Putra
Surakarta.
This research used descriptive qualitative, the researcher observed, collected and
analyzed the data as well as in the range and concluded. The subject of this research
are the headmaster of SLB E Bhina Putra Surakarta, a governess teacher and a
homeroom. Technique of collecting data are used interview, observation, and
documentation. Technique of analyzing data are used data reduction, data display
and conclude it. Technique of data validation used triangulation.
The result of this reseach showed that the process of personal and social building
guidance conducted in a group or individual. The process was held everyday. The
children provided material and counsel for optimizing their capability, accepting
their lifeline and socializing as well as actualization in society. In the process of
personal and social building guidance at SLB E Bhina Putra Surakarta conducted
by stakeholder such as the teacher, headmaster, staff employee, parent and their
family. This case emphasis on an effective final outcome.

Keyword: Personal and Social Building Guidance, Emotional and Behavioral


Children Disorder, Character Strength
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya serta memberikan kekuatan, ketabahan dan kemudahan berpikir
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Bimbingan Bina
Pribadi dan Sosial dalam Menumbuhkan Character Strength Anak Tunalaras
di SLB E Bhina Putera Surakarta”. Penyusunan skripsi ini disusun dan diajukan
untuk memenuhi salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sosial
Fakultas Ushuluddin dan Dakwah Institut Agama Islam Negeri Surakarta.
Selama penyusunan skripsi ini penulis banyak mengalami hambatan dan
kesulitan, namun berkat bantuan, arahan, dorongan serta bimbingan dari berbagai
pihak akhirnya penulis dapat menyelesaikannya. Maka dari itu dengan segala
kerendahan hati penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Mudhofir, S.Ag., M.Pd. selaku Rektor IAIN Surakarta.
2. Bapak Dr. Imam Mujahid, S.Ag., M.Pd. selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan
Dakwah Institut Agama Islam Negeri Surakarta.
3. Bapak Drs. H. Ahmad Hudaya, M.Ag. selaku selaku Wakil Dekan I Fakultas
Ushuluddin dan Dakwah IAIN Surakarta serta pembimbing yang telah
memberikan arahan dalam proses penyusunan skripsi hingga selesai.
4. Bapak Supandi, S.Ag., M.Ag. selaku ketua Jurusan Bimbingan Konseling Islam
Fakultas Ushuluddin dan Dakwah Institut Agama Islam Negeri Surakarta.
5. Bapak Dr. H. Kholilurrohman, M.Si. selaku Sekertaris Jurusan Bimbingan
Konseling Fakultas Ushuluddin dan Dakwah Institut Agama Islam Negeri
Surakarta.
6. Bapak Budi Santosa, S.Psi., M.A. dan Bapak Agus Sriyanto, S.Sos., M.Si. serta
Bapak Angga Eka Yudi Wibowo, M.Pd.I selaku Dewan Penguji yang telah
banyak memberikan kritik dan saran yang membangun sehingga menjadikan
skripsi ini layak sebagai mana mestinya.
7. Seluruh Dosen Fakultas Ushuluddin dan Dakwah yang telah memberikan bekal
ilmu kepada peneliti selama kuliah.
8. Staf Fakultas Ushuluddin dan Dakwah yang telah memberikan pelayanan yang
prima.
9. Bapak Edy Suparno, S.Pd. selaku Kepala Sekolah Luar Biasa E Bhina Putera
Surakarta yang telah memberikan ijin dan kesempatan untuk melaksanakan
penelitian di SLB E Bhina Putera Surakarta.
10. Segenap guru, siswa dan karyawan SLB E Bhina Putera Surakarta yang telah
memberikan informasi dan respon baik selama proses penelitian berlangsung.
11. Kedua orang tuaku dan keluargaku yang selalu mendo’akan untuk kebaikanku,
selalu memberikan kasih sayang dan dukungan yang tidak pernah surut, baik
dari segi materi maupun non materi selama menempuh studi hingga penulisan
skripsi ini terselesaikan.
12. Sahabat-sahabatku yang selalu mendo’akan, mensupport dan membantuku
dalam keadaan apapun, Ratna Indiana Wati, Umi Badriyah, Mar’atun Sholihah,
Ummu Salamah, Maya Kartika, Ratih Purwati, Nur Layli Sabilla D, Arif
Setiyawan, Lidya Lestari N, Anisa Priatin N, Ayuk Ida R, Tomi Hardianto dan
Kalisna Arum H.
13. Teman-teman terbaikku, Arif Setiyawan, Rini Khusnul K, Eriza Damayanti,
Dini Kholisna, Dewi Rima, Rahma R Amalia, Mawar Rizky dan semua yang
tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
14. Teman-teman KKN Hok A Hok E Desa Pojok 134 tahun 2017, Muhammad
Amin, Wahyu Hidayat, Umi Badriyah, Lidya Lestari N., Ayu Ida R., Dewi
Maisaroh, Fatika Wardani, Rachel Linda S.
15. Teman-teman BKID 2014 yang telah memberikan pengalaman tak terlupakan
selama menempuh studi.
16. Seluruh teman-teman seperjuangan program studi Bimbingan Konseling Islam
angkatan 2014 yang selama ini telah memberikan berbagai masukan, bantuan
serta kebersamaan yang sangat berarti selama menempuh studi.
17. Dan untuk semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah
membantu penulis baik menyumbangkan pemikiran, doa, dan motivasi hingga
skripsi ini terselesaikan.
Semoga segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan dari berbagai
pihak dapat menjadi bekal menjalani hidup ke depan. Saran dan kritik sangatlah
penulis harapkan. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca
umumnya dan bagi penulis khususnya. Aamiin.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Surakarta, 2018
Penulis,

Erin Widyawati
NIM 141221126
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
NOTA PEMBIMBING .................................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .......................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iv
PERSEMBAHAN............................................................................................ v
MOTTO .......................................................................................................... vi
ABSTRAK ..................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................. viii
DAFTAR ISI.................................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah........................................................................... 10
C. Pembatasan Masalah .......................................................................... 11
D. Rumusan Masalah .............................................................................. 12
E. Tujuan Penelitian ............................................................................... 12
F. Manfaat Penelitian ............................................................................. 12

BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................ 14

A. Kajian Teori ....................................................................................... 14


1. Anak Tunalaras ............................................................................. 14
a. Pengertian Anak Tunalaras ..................................................... 14
b. Faktor Penyebab Anak Tunalaras .......................................... 16
c. Karakterisitik Anak Tunalaras ............................................... 20
d. Klasifikasi Anak Tunalaras.................................................... 21
2. Bimbingan Bina Pribadi dan Sosial ............................................. 24
a. Pengertian Bimbingan Bina Pribadi dan Sosial ..................... 24
b. Tujuan Bimbingan Bina Pribadi dan Sosial........................... 25
c. Tahapan Bimbingan Bina Pribadi dan Sosial ........................ 26
d. Prinsip Dasar Bimbingan Bina Pribadi dan Sosial ................ 27
e. Manfaat Bimbingan Bina Pribadi dan Sosial......................... 28
f. Ruang Lingkup Bimbingan Bina Pribadi dan Sosial ............. 29
3. Character Strength....................................................................... 30
a. Pengertian Character Strength............................................... 30
b. Klasifikasi Character Strength .............................................. 31
B. Hasil Penelitian yang Relevan ............................................................ 41
C. Kerangka Berfikir .............................................................................. 43

BAB III METODE PENELITIAN ................................................................ 45

A. Metode Penelitian .............................................................................. 45


B. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 46
C. Subjek dan Objek Penelitian .............................................................. 46
D. Metode Pengumpulan Data................................................................ 47
E. Keabsahan Data.................................................................................. 49
F. Metode Analisis Data......................................................................... 50

BAB IV HASIL PENELITIAN ..................................................................... 52

A. Gambaran SLB E Bhina Putera Surakarta ......................................... 52


1. Sejarah Singkat SLB E bhina Putera Surakarta ...................... 52
2. Letak Geografis SLB E bhina Putera Surakarta...................... 53
3. Visi, Misi dan Tujuan Sekolah................................................ 54
4. Struktur Organisasi SLB E Bhina Putera Surakarta ............... 55
B. Hasil Temuan Penelitian ..................................................................... 56
1. Sumber Daya Manusia ............................................................ 56
2. Proses Pelaksanaan Bimbingan Bina Pribadi dan Sosial ........ 58
C. Pembahasan........................................................................................ 67
1. Sumber Daya Manusia ............................................................ 67
2. Proses ...................................................................................... 69
BAB V PENUTUP ........................................................................................ 72

A. Kesimpulan ........................................................................................ 72
B. Keterbatasan Penelitian....................................................................... 73
C. Saran .................................................................................................. 73
1. Anak Tunalaras SLB E Bhina Putera Surakarta ......................... 73
2. Wali Kelas..................................................................................... 73
3. SLB E Bhina Putera Surakarta..................................................... 73

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 74

LAMPIRAN
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Interview Guide


Lampiran 2 : Transkip Hasil Wawancara 1
Lampiran 3 : Transkip Hasil Wawancara 2
Lampiran 4 : Transkip Hasil Wawancara 3
Lampiran 5 : Surat Izin Penelitian
Lampiran 6 : Surat Keterangan Selesai Penelitian
Lampiran 7 : Struktur Organisasi SLB E Bhina Putera Surakarta
Lampiran 8 : Bagan Bimbingan Bina Pribadi dan Sosial
Lampiran 9 : Daftar Kualifikasi Guru SLB E Bhina Putera Surakarta
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak adalah anugrah Tuhan YME yang mana mereka perlu

dilindungi harkat dan martabatnya serta dijamin hak-haknya untuk tumbuh

dan berkembang sesuai dengan kodratnya. Anak juga disebut sebagai aset

yang berharga dan harus dijaga sebagai penerus bangsa di kemudian hari.

Sebagai aset penerus bangsa, anak berhak mendapatkan pemeliharaan dan

bantuan khusus dari keluarga sebagi inti dari masyarakat dan sebagai

lingkungan alami bagi pertumbuhan dan kesejahteraannya.

Dalam pertumbuhan dan kesejahteraannya, perlu adanya

penerimaan anak dari lingkungan sekitarnya. Seseorang dapat diterima oleh

orang lain atau lingkungan sekitarnya, apabila ia mampu memahami

perasaan dan kebutuhan orang lain. Setiap anak sebenarnya memiliki

kemampuan untuk menjalin hubungan yang baik dengan lingkungannya,

tidak terkecuali anak berkebutuhan khusus, seperti anak tunalaras. Namun

kenyataannya, anak tunalaras ini memiliki perilaku yang berbanding

terbalik. Permasalahan rendahnya kemampuan menjalin hubungan baik

dengan lingkungan sekitarnya dimunculkan oleh anak tunalaras dari

perilaku-perilakunnya. Terdapat tiga ciri khas kondisi emosi dan perilaku

(Hallahan & Kauffman, 2006, dalam Mahabbati, 2010: 54) gangguan

tunalaras, yakni:

(1) tingkah laku yang sangat ekstrim dan bukan hanya berbeda
dengan tingkah laku anak lainnya, (2) suatu problem emosi dan
perilaku yang kronis yang tidak meuncul secara langsung, (3)
tingkah laku yang tidak diharapkan oleh lingkungan karena
bertentangan dengan harapan sosial dan kultural.

Tunalaras atau gangguan emosi diuraikan sebagai kesulitan dalam

penyesuaian diri dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma-norma

yang berlaku dalam lingkungan kelompok seusianya maupun masyarakat

pada umumnya, sehingga merugikan dirinya maupun orang lain (Mahabbati,

2010:54). Anak tunalaras sering mengalami kesulitan dalam menyesuaikan

diri dengan lingkungan dan muncul ketidakmampuan dalam menjalin

hubungan baik dengan orang lain. Hal ini disebabkan karena anak tunalaras

mempunyai masalah perilaku, yaitu dalam merespon emosi. Respon emosi

yang diberikan anak tunalaras sebagai akibat dari perlakuan orang lain ini

terlalu kuat untuk ukuran yang sebenarnya. Menurut Bambang Putranto

(2015: 220-221)

Perilaku yang sering ditunjukkan anak tunalaras, yakni suka


berkelahi, memukul dan menyerang, pemarah, pembangkang, tidak
sopan, suka menentang, merusak dan tidak mau bekerja sama, suka
menganggu, suka ribut dan membolos, suka pamer, hiperaktif dan
pembohong, iri hati, ceroboh dan suka mengacau, suka
menyalahkan orang lain serta hanya mementingkan diri sendiri.

Penyebab ketunalarasan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor

internal dan juga eksternal. Dimana hal itu juga bisa disebabkan oleh

lingkungan yang benar-benar kontras dengan sifat dan juga pendidikan sang

anak. Anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku (tunalaras)

sering mendapat respon negatif bahkan penolakan dari masyarakat.

Penolakan sosial bisa dimulai dari teman sebayanya. Akibatnya mereka


tidak terampil dan tidak memahami lingkungan di sekitarnya. Oleh karena

itu gangguan emosi dan perilaku yang muncul bukannya teratasi, namun

justru menjadi tambah kuat. Apabila respon masyarakat tetap negatif, maka

sebab akibat antara gangguan ini dan respon masyarakat yang negatif akan

menjadi lingkaran setan yang tidak pernah terselesaikan.

Memiliki anak berkebutuhan khusus, seperti tunalaras merupakan

beban berat bagi orang tua baik secara fisik maupun mental. Beban tersebut

membuat reaksi emosional didalam diri orang tua. Orang tua dituntut untuk

terbiasa menghadapi peran yang berbeda dari sebelumnya, karena memiliki

anak yang berkebutuhan khusus. Lebih banyak waktu dan perhatian yang

harus diberikan kepada anak tersebut. Oleh karena itu, keluarga mempunyai

peranan yang besar dalam mempengaruhi kehidupan seorang anak tunalaras.

Seperti yang sudah dijelaskan di dalam Al-Qur’an berikut ini:

‫ اﻻﯾﺔ‬...‫ﻄﺒِﺮْ َﻋﻠَ ْﯿﮭَﺎ‬


َ ‫ﺻ‬
ْ ‫وَ أﻣُﺮْ اَ ْھﻠَﻚَ ﺑِﻠﺼﱠﻠﻮةِ وَ ا‬

Artinya: “Dan perintahkanlah kepada keluargamu untuk mendirikan


shalat dan bersabarlah kamu atasnya…” (Q.S. Thaha 20:
132).

Dengan demikian, dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa terciptanya

keluarga sangat berfungsi dalam mendukung terwujudnya kehidupan

masyarakat yang beradab sebagai landasan bagi terciptanya bangsa atau

negara yang beradab (Syarbini, 2014: 22). Mengingat anak adalah amanah

yang Allah titipkan kepada setiap orang tua untuk dididik dan diasuh dengan

baik sesuai dengan norma sosial dan norma agama.


Untuk membantu permasalahan anak tunalaras, terdapat lembaga

pendidikan yang menangani mereka. Hal ini dikarenakan pendidikan anak

sudah seharusnya menjadi perhatian, agar setiap anak dapat menikmati hak-

hak kemanusiaannya sebagai warga negara, antara lain mendapatkan

pendidikan yang layak. Hal ini dikarenakan pendidikan adalah aset negara

dan pendidikan harus menjadi tugas negara. Begitu juga dengan anak yang

mengalami gangguan emosi dan perilaku (tunalaras), maka pemerintah

Repubik Indonesia mengaturnya dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sesuai dengan UU No. 20 Tahun 2003

tentang sistem Pendidikan Nasional menyatakan Pasal 5 ayat 2: “Warga

nergara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual

dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan layanan khusus” dan pada

UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak menyatakan pada Pasal

51: “Anak yang menyandang cacat fisik dan/atau mental diberikan

kesempatan yang sama dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan

biasa dan pendidikan luar biasa”. Salah satu peserta didik yang menyandang

kelainan adalah anak tunalaras. Somantri (2007: 139) menjelaskan bahwa

anak tunalaras adalah anak yang mengalami gangguan atau hembatan emosi

dan berkelainan tingkah laku, sehingga kurang dapat menyesuaikan diri

dengan baik terhadap lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.

Tujuan diselenggarakannya layanan pendidikan bagi anak tunalaras

adalah untuk membantu anak didik penyandang perilaku sosial dan emosi,

agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagai


pribadi maupun anggota masyarakat dalam hubungan timbal balik dengan

lingkungan sosial budaya dan sekitar serta dapat mengembangkan

kemampuan dalam dunia kerja maupun dalam mengikuti pendidikan

selanjunya. Bentuk layanan pendidikan bagi anak tunalasras dapat

dilaksanakan melalui usaha bimbingan dan penyuluhan yang intensif di

sekolah reguler maupun pendidikan terpadu dan atau kelas khusus di

sekolah reguler serta Sekolah Luar Biasa (SLB) bagian tunalaras tanpa

asrama ataupun SLB bagian tunalaras dengan asrama.

Layanan bagi anak tunalaras salah satunya yaitu di SLB. Menurut

kebijakan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1989, SLB

merupakan lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program

pendidikan bagi anak tuna atau cacat. Negara kita telah memiliki Sekolah

Luar Biasa untuk anak tunanetra, tunarungu dan tunawicara, tunadaksa,

tunalaras, tunaganda dan anak terbelakangan.

Sistem pendidikan di SLB merupakan sistem unit yaitu dari tingkat

pendidikan persiapan, tingkat pendidikan dasar dan tingkat pendidikan

lanjutan atau kejuruan. Sistem ini diterapkan mengingat masih langkanya

pendidikan lanjutan yang dapat menampung anak-anak tersebut. Selain itu

kekhasan kelainannya memerlukan pelayanan pendidikan khusus.

Pelayanan pendidikan bagi anak tunalaras dapat dilakukan di SLB

bagian E. Berdasarkan data statistik tahun 2003 yang dikeluarkan oleh

Direktorat Pendidikan Luar Biasa, jumlah siswa tunalaras tercatat sebanyak

351 orang. Adapun jumlah Sekolah Luar Biasa bagian tunalaras terdapat 12
unit (Putranto, 2015:222). Sekolah sebagai lembaga pendidikan harus

memiliki peranan yang sangat penting dalam pengembangan potensi anak

didiknya. Melalui keberadaan Sekolah Luar Biasa diharapkan dapat

menjadi media lembaga pendidikan yang dapat mensejahterakan dan

mencerdaskan anak bangsa tidak hanya untuk pendidikan formal, namun

untuk pendidikan non-formal juga.

Menurut Hidayat (dalam Departemen Pendidikan Nasional, 2007),

sekolah harus dapat mengembangkan berbagai komponen operasional

pendidikan menjadi lebih akomodatif, fleksibel dan fisibel. Komponen-

komponen yang harus disikapi antara lain adalah proses pembelajaran yang

ramah, kurikulum yang fleksibel, desain pembelajaran yang fleksibel dan

pengelolaan kelas yang tepat. Menurut Astuti (2014: 119) kurikulum untuk

peserta didik tunalaras dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu kelompok A

(akademik), kelompok B (keterampilan) dan kelompok C (program khusus

bina pribadi dan sosial atau pengembangan perilaku pribadi dan sosial).

Berdasarkan observasi dan wawancara peneliti dengan Bapak Edy

selaku Kepala Sekolah di SLB E Bhina Putera Surakarta pada tanggal 28

Februari 2018 dan 12 Maret 2018, SLB E Bhina Putera Surakarta

merupakan sekolah untuk anak-anak dengan kelainan emosi dan perilaku

yang ditandai dengan perbuatan menyimpang dari norma agama dan hukum.

Sekolah ini diharapkan dapat memberikan pelayanan pendidikan terhadap

anak-anak dengan kelainan atau kebutuhan khusus di Surakarta pada

khususnya dan daerah lain secara lebih luas.


Perkembangan yang terjadi pada diri anak tunalaras tidak jauh

berbeda dengan anak-anak yang tidak memiliki ketunalarasan. Hanya saja

akibat dari gangguan emosi yang dimilikinya berpengaruh terhadap segi

kognitif, kepribadian dan sosial anak. Yang mana pada segi kognitif anak

kehilangan minat dan konsentrasi belajar dan beberapa anak lain

mempunyai ketidakmampuan dalam bersaing dengan teman-temannya.

Secara psikofisis (fisik dan kejiwaannya) anak tunalaras memiliki cara yang

berberda dengan anak lainnya dalam hal menyesuaikan diri, baik

menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya maupun dengan dirinya

sendiri. Sedangkan secara sosial, perilaku mereka kurang bisa diterima

karena cenderung menyimpang dari norma-norma yang ada serta tidak

jarang merugikan, menyakiti dirinya sendiri maupun orang lain.

Layanan yang digunakan untuk membimbing anak-anak tunalaras di

SLB E Bhina Putera Surakarta, sekolah memberikan program khusus, yaitu

bimbingan bina pribadi dan sosial. Bimbingan bina pribadi dan sosial ini

merupakan kegiatan terprogram dan berkelanjutan yang diselenggarakan

guna layanan tepat sasaran dan kebutuhan. Melalui program bimbingan bina

pribadi dan sosial ini diharapkan siswa (anak tunalaras) mampu mengenali

dirinya seutuhnya, selain itu layanan ini bertujuan membantu siswa dalam

memecahkan masalah yang berhubungan dengan penyesuaian dirinya

dalam lingkungannya. Tujuan lain program bimbingan bina pribadi dan

sosial di Sekolah Luar Biasa bagian E diharapkan dapat membimbing dan

membantu anak didiknya untuk: (1) mengenal dan mengetahui kemampuan


yang ada padanya, (2) mampu hidup mandiri di masyarakat, (3) mampu

berbuat selaku satu pribadi yang utuh dan (4) mampu mengembangkan

keterampilan dasar sesuai dengan bakat dan minat, sehingga siap terjun ke

masyarakat.

Bimbingan bina pribadi dan sosial pada dasarnya adalah upaya

pendidikan formal yang dilaksanakan secara sadar, berencana, terarah dan

bertanggungjawab dalam rangka membangun hubungan timbal balik antara

anak tunalaras dengan lingkungannya serta menumbuhkan dasar

kepribadian untuk mengembangkan dirinya secara optimal. Pengembangan

program Bina Pribadi dan Sosial dirancang sekolah berdasarkan kurikulum

peserta didik tunalaras.

Pada jenjang pendidikan dasar, layanan bimbingan bina pribadi dan

sosial dilaksanakan secara terintegrasi dan terpadu dengan proses

pembelajaran. Bimbingan bina pribadi dan sosial diberikan untuk

menumbuhkan dan memantapkan kepribadian peserta didik serta

mengembangkan segenap kemampuannya secara seimbang dengan

memperhatikan karakteristik dan keunikannya di tengah-tengah lingkungan

pendidikan dan masyarakat yang heterogen (Irham & Novan, 2014: 150).

Oleh sebab itu, pandangan yang mendasari bimbingan bina pribadi dan

sosial adalah mengembangkan nilai, sikap dan perilaku yang memancarkan

budi pekerti luhur sebagai modal hidup bermasyarakat.

Dalam ranah psikologi positif, hal yang diutamakan adalah

bagaimana menjadikan individu dengan segala potensinya menjadi lebih


baik dan dikembangkan seoptimal mungkin. Menurut Park, dkk (2004)

kekuatan karakter atau character strength merupakan karakter baik yang

mengarahkan individu pada pencapaian keutamaan, atau trait positif yang

terefleksi dalam pikiran, perasaan dan tingkah laku. Selain itu, kekuatan

karakter akan memberikan keluaran nyata seperti kebahagiaan, penerimaan

diri (baik diri sendiri maupun orang lain), petunjuk untuk menjalani hidup,

kompetensi, penguasaan, kesehatan fisik dan mental, jaringan sosial yang

kaya dan suportif, dihargai dan menghargai orang lain, kepuasan kerja,

matterial sufficiency serta komunitas dan keluarga yang sehat.

Kekuatan karakter merujuk pada kualitas atau mekanisme

psikologis yang terwujud dalam pikiran, perasaan dan motivasi, yang

akhirnya ditunjukkan oleh perilaku yang terlihat. Kekuatan karakter

dianggap menyoroti apa yang terbaik dari kualitas-kualitas tersebut pada

seseorang. Kekuatan karakter juga dianggap merefleksikan potensi

seseorang untuk mencapai kesejahteraan pribadi dan berkontribusi terhadap

tempat kerja dan lingkungan di sekitar mereka.

Karena kekuatan karakter ini penting bagi setiap individu dalam

proses kesejahteraan hidupnya, maka perlu diperhatikan dengan baik, tidak

hanya untuk anak yang normal tetapi juga anak yang berkebutuhan khusus

seperti anak tunalaras. Hal inilah yang menjadikan peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian lebih dalam mengenai proses bimbingan bina pribadi

dan sosial bagi anak tunalaras dalam menumbuhkan character strength.

Pada intinya bimbingan bina pribadi dan sosial membantu para anak
tunalaras menumbuhkan kekuatan karakter serta membantu mereka untuk

menemukan jati diri dan mempersiapkan bekal untuk kehidupan mereka di

masa mendatang. Oleh karena itu, peneliti melakukan penelitian dan

mengangkat penulisan skripsi dengan judul “Bimbingan Bina Pribadi dan

Sosial dalam Menumbuhkan Character Strength Anak Tunalaras di

SLB E Bhina Putera Surakarta”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah, maka masalah yang

teridentifikasi, diantaranya:

1. Pola asuh orang tua kepada anaknya dapat mempengaruhi pembentukan

karakter dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Tidak menutup

kemungkinan menyebabkan anak memiliki gangguan emosi dan

perilaku (tunalaras).

2. Ketidakmampuan anak tunalaras dalam merespon dengan lingkungan

secara baik. Sehingga mereka mengalami penolakan di lingkungan

sekitar.

3. Pada kenyatannya anak tunalaras berperilaku menyerang orang lain,

memukul, memaki teman bahkan merusak barang-barang yang ada di

sekitarnya.

4. Salah satu program pelayanan yang terdapat di SLB bagian E adalah

bimbingan bina pribadi dan sosial. Yang bertujuan untuk menumbuhkan


dan mengembangkan keperibadian peserta didiknya dengan

memperhatikan karakteristik dan keunikannya.

5. Kekuatan karakter adalah hal yang penting bagi setiap individu dalam

proses kesejahteraan hidupnya, maka perlu ditumbuhkan sejak dini,

tidak hanya untuk anak yang normal tetapi juga anak yang berkebutuhan

khusus seperti anak tunalaras.

C. Pembatasan Masalah

Guna mempermudah pemahaman dan pembahasan dalam penelitian

ini, penulis akan memberikan batasan masalah yang akan dikaji yaitu pada

tinjauan bimbingan bina pribadi dan sosial dalam menumbuhkan character

strength anak tunalaras.

D. Rumusan Masalah

Dari paparan yang dikemukakan pada latar belakang masalah, dapat

dirumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimana proses bimbingan bina

pribadi dan sosial dalam menumbuhkan character strength anak tunalaras

di SLB E Bhina Putera Surakarta?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai

adalah untuk mendeskripsikan proses bimbingan bina pribadi dan sosial


dalam menumbuhkan character strength anak tunalaras di SLB E Bhina

Putera Surakarta.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat atau berguna baik secara

teoritis maupun praktis sebagai berikut:

a. Manfaat Teoritis

1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah

pengembangan ilmu bimbingan dan konseling.

2. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan tambahan

informasi kepada pembaca tentang character strength anak

tunalaras dan dapat dijadikan referensi dalam penelitian sejenis.

b. Manfaat Praktis

1. Memberikan pengetahuan bagi penulis mengenai pokok masalah

yang dibahas dan mampu menjawab masalah yang dikaji dalam

penelitian ini.

2. Untuk lebih mengembangkan penalaran dan pola pikir secara

sistematis dan dinamis, sekaligus untuk mengetahui kemampuan

menulis dalam menerapkan ilmu yang di peroleh.


BAB II
KAJIAN TEORI

A. Anak Tunalaras

a. Pengertian Anak Tunalaras

Istilah tunalaras dalam Bambang Putranto (2015: 219) berasal

dari kata “tuna” yang berarti kurang dan “laras” yang berarti sesuai. Jadi

tunalaras dapat diartikan sebagai tingkah laku yang tidak sesuai dengan

lingkungan. Anak tunalaras sering disebut tunasosial. Pada

kenyataannya penderita berkelainan perilaku mengalami kesulitan

dalam menyelaraskan perilakunya dengan norma umum yang berlaku di

masyarakat.

Anak tunalaras menurut Heward dan Orlansky dalam Muljono

Abdurrachman dan Sudjadi S (1994: 196) adalah

walaupun anak-anak yang berkelainan perilaku yang secara fisik


tidak berkelainan, akan tetapi yang berbahaya atau karena
terisolasi dapat menjadi hambatan yang berat bagi
perkembangan dan belajar mereka sehingga tampak seperti anak
yang lamban belajar. Anak-anak semacam ini memerlukan
layanan pendidikan luar biasa.

Menurut ketentuan yang ditetapkan dalam Undang-Undang

Pokok Pendidikan Nomor 12 Tahun 1952 (dalam Kosasih, 2012: 157)

anak tunalaras adalah anak yang mempunyai tingkah laku


menyimpang, tidak memiliki sikap, melakukan pelanggaran
terhadap peraturan dan norma-norma sosial dengan frekuensi
yang cukup besar, tidak/kurang mempunyai toleransi terhadap
kelompok orang lain, serta mudah terpengaruh oleh suasana
sehingga membuat kesulitan bagi diri sendiri dan orang lain.
Pengertian yang hampir sama juga dikemukakan dalam

dokumen kurikulum SLB bagian E tahun 1977, yang disebut tunalaras

adalah sebagai berikut;

a. Anak yang mengalami gangguan atau hambatan emosi dan tingkah

laku sehingga tidak atau kurang menyesuaikan diri dengan baik,

baik terhadap lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.

b. Anak yang mempunyai kebiasaan melanggar norma umum yang

berlaku di masyarakat.

c. Anak yang melakukan kejahatan.

Menurut Hallahan dan Kauffman yang dikutip Nafsiah Ibrahim

dan Rohana Aldy (1995: 3) yaitu menggunakan istilah tunalaras dengan

emotional/behavioral disorder, sesuai nama yang digunakan oleh

Council for Children with Behavioral Order (CCBO). Bagian dari

Council for Exceptional Children. Istilah itu mencakup emotionally

handicapped, emotionally impaired, behaviorallt impaired, socially/

behaviorally handicapped, emotionallay conflicted, having personal

and social adjustment problems.

Anak tunalaras yang tercantum dalam UU-RI Nomor 20 Tahun

2003 tentang system pendidikan nasional PP Nomor 78 Tahun 2003

tentang pendidikan luar biasa yang berbunyi: “Tunalaras adalah

gangguan atau hambatan serta kelainan tingkah laku sehingga kurang

dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungannya.”


Dalam Mohammad Efendi (2006: 143) istilah yang digunakan

pada anak tunalaras dalam konteks kehidupan sehari-hari sangat

bervariasai di kalangan praktisi.

Misalnya, para orang tua cenderung menyebut dengan istilah


anak jelek (bad boy). Guru menyebutnya sebagai anak yang
tidak dapat diperbaiki (incorrigible). Sementara itu, kalangan
psikiater/ psikolog lebih senang menyebutnya sebagai anak yang
terganggu emosinya (emotional disturb child). Adapun pekerja
sosial menyebutnya sebagai anak yang tidak dapat mengikuti
aturan atau norma sosial (social maladjusted child). Jika sampai
berurusan dengan hukum maka hakim biasa menyebutnya
sebagai anak-anak pelanggar/ penjahat (delinquent).

Jadi yang disebut sebagai anak tunalaras yaitu anak yang

memiliki gangguan emosi dan tingkah laku yang ekstrim serta memiliki

kebiasaan melanggar norma yang berlaku.

b. Faktor Penyebab Tunalaras

Anak yang mengalami ketunalarasan memiliki banyak faktor

penyebab. Adapun penyebab ketunalarasan menurut Bambang Putranto

(2015: 221) ada dua. Yang pertama, faktor internal, adalah faktor-faktor

yang langsung berkaitan dengan kondisi seseorang atau individu itu

sendiri, seperti halnya keturunan, kondisi fisik dan psikisnya. Kedua,

faktor eksternal, adalah faktor-faktor yang bersifat diluar diri individu

terutama berasal dari lingkungan, baik lingkungan keluarga, masyarakat

dan sekolah.

1) Faktor Internal

a) Memiliki kecerdasan rendah atau kurang mampu mengikuti

tuntutan sekolah
b) Adanya gangguan atau kerusakan pada otak (brain damage)

c) Memiliki gangguan kejiwaan bawaan, serta

d) Rasa frustasi yang terus-menerus

2) Faktor Eksternal

a) Kemampuan sosial dan ekonomi rendah

b) Adanya konflik budaya, yaitu perbedaan pandangan antara

kondisi sekolah dengan kebiasaan keluarga

c) Adanya pengaruh negatif dari geng atau kelompok tertentu

d) Kurangnya kasih sayang orang tua karena kehadirannya tidak

diharapkan, serta

e) Kondisi keluarga yang tidak harmonis (brokem home)

Sejalan dengan pendapat diatas, Efendi (2006: 148-151)

mengemukakan beberapa faktor penyebab anak tunalaras, diantaranya:

1) Keturunan

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Mendell, ditemukan

bahwa keturunan mempunyai peranan kuat dalam melahirkan

generasi berikutnya. Implementasi teori tersebut dengan identifikasi

ketunalarasan bahwa keabnormalan perilaku menyimpang yang

dilakukan oleh orang tuanya memberikan kontribusi ketunalarasan

kepada generasi berikutnya (Patton, 1991).

2) Faktor Psikologis

Meier dalam penelitiannya menghubungkan antara variable frustasi

dengan perilaku abnormal memperoleh kesimpulan bahwa


seseorang yang mengalami kesulitan memecahkan persoalan akan

menimbulkan perasaan frustasi yang berakibat pada konflik

kejiwaan.

3) Faktor Biologis

Faktor yang memberikan kontribusi terhadap buruknya temperamen

seseorang antara lain penyakit, malnutrisi, trauma otak (Hallahan

dan Kauffman, 1991). Dari pemeriksaan Electro Encephalogram

(EEG) ditemukan bahwa hasil EEG dari anak-anak yang melakukan

perbuatan menyimpang ada kelainan. Kelainan hasil EEG tersebut

merupakan indikasi apabila salah satu bagian otak mengalami

kerusakan secara fisiologis fungsi otak tersebut menjadi

kurang/tidak sempurna. Selain itu, kelainan pada kelenjar

hyperthyroid menyebabkan anak sukar menyesuaikan diri dan

mengalami gangguan emosi (Kirk, 1970).

4) Faktor Psikososial

Sigmund Freud melalui psikoanalisisnya menjelaskan bahwa

ketunalarasan disebabkan pengalaman anak pada usia awal yang

tidak menyenangkan mengakibatkan anak menjadi tertekan dan

secara tidak disadari berpengaruh pada penyimpangan perilaku.

5) Lingkungan Keluarga

Jika keluarga sebagai tempat bernaung anak kurang/tidak dapat

memberikan rasa aman, maka dampaknya akan berpengaruh pada


perkembangan emosi dan sosial anak. Jadi, kondisi keluarga yang

tidak dapat memberikan rasa aman inilah yang menumbuhkan bibit-

bibit ketunalarasan pada anak.

6) Lingkungan Sekolah

Kegagalan sekolah untuk memenuhi tugas kewajibannya dapat

berpengaruh pada kehidupan sosial dan emosi anak, dampaknya

akan menimbulkan problem tingkah laku pada anak didiknya.

7) Lingkungan Masyarakat

Standar perilaku dan nilai yang menjadi acuan tindakan yang tidak

dikomunikasikan kepada anak melalui berbagai variasi kondisi

budaya, didalamnya menyangkut tuntutan, larangan, model atau

beberapa model budaya khusus yang dapat mempengaruhi lompatan

mental, seperti macam kekerasan yang ditampilkan melalui media

memberikan kontribusi yang besar lahirnya perilaku menyimpang

(Hallahan dan Kauffman, 1991).

Berdasarkan pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

faktor yang menyebabkan anak tunalaras ada dua, yaitu faktor yang

berkaitan dengan individu itu sendiri (faktor internal) dan faktor yang

berasal dari lingkungannya (faktor eksternal).

c. Karakteristik Anak Tunalaras

Seseorang dapat dikatakan mengalami gangguan emosi dan

perilaku (tunalaras) apabila anak menunjukkan gejala ketunalarasan

secara berturut-turut selama enam bulan. Gejala tersebut nampak secara


berturut-turut tanpa henti. Menurut Sumarna dan Sukarija Taska

(2013:30), berpendapat bahwa karakteristik anak tunalaras yang

mempunyai perilaku menyimpang adalah mereka yang menunjukkan

lima karakteristik sebagai berikut:

1) Mempunyai masalah belajar yang tidak dapat dikemukakan oleh

faktor-faktor intelektual, sensori, atau faktor kesehatan.

2) Ketidakmampuan seseorang dalam membangun hubungan dengan

orang lain, sehingga mengalami hambatan dalam bersosialisasi.

3) Berperasaan dan berperilaku yang tidak sesuai dengan semestinya.

4) Merasakan depresi dan perasaan tidak bahagia.

5) Terjadinya peningkatan gejala-gejala fisik yang kurang sehat, rasa

sakit dan bersifat psikologis yang berkaitan dengan masalah-

masalah pribadi dan sekolah.

Gangguan perilaku tunalaras merupakan gangguan

perkembangan yang berawal dari masa kanak-kanak dengan manifestasi

gangguan perilaku yang kadang justru semakin jelas pada usia-usia

sesudahnya (Durand dan Barlow, 2006, dalam Mahabbati, 2012). Anak

dengan gangguan ini menunjukkan perilaku tidak matang dan kekanak-

kanakan serta menarik diri. Mereka mengalami keterasingan sosial,

jarang bermain dengan teman sebayanya, hanya beberapa teman serta

kurang memiliki keterampilan sosial. Beberapa diantara mereka

mengasingkan diri untuk berkhayal, merasakan ketakutan yang

melampaui keadaan sebenarnya, mengeluhkan rasa sakit yang sedikit


dan membiarkan “penyakit” mereka terlibat dalam aktivitas normal.

Ada diantara mereka mengalami regresi, yaitu kembali ke tahap awal

perkembangan dan selalu meminta bantuan dan perhatian, beberapa

diantara mereka juga menjadi tertekan tanpa alasan yang jelas (Hallahan

& Kauffman, 2006, dalam Mahabbati, 2010).

d. Klasifikasi Anak Tunalaras

Dilihat dari penyebab tumbuhnya perilaku menyimpang pada

anak tunalaras dapat diklasifikasikan menjadi: (1) penyimpangan

tingkah laku ekstrem sebagai bentuk kelainan emosi, dan (2)

penyimpangan tingkah laku sebagai bentuk kelainan penyesuaian sosial.

1) Kelainan emosi, ekspresi wujudnya dalam bentuk sebagai berikut:

a) Kecemasan mendalam tapi kabur dan tidak menentu arah

kecemasan yang dituju (anxiety neurotic).

b) Kelemahan seluruh jasmani dan rohani yang disertai dengan

berbagai keluhan sakit pada beberapa bagian badannya (astenica

neurotic).

c) Gejala yang merupakan tantangan balas dendam karena adanya

perlakuan yang kasar (hysterica konversia).

2) Anak kesulitan penyesuaian sosial dapat dikelompokkan menjadi

sebagai berikut:

a) Anak agresif yang sukar bersosialisasi adalah anak yang benar-

benar tidak dapat menyesuaikan diri, baik di lingkungan rumah,

sekolah maupun teman sebaya.


b) Anak agresif yang mapu bersosialisasi adalah anak yang tidak

dapat menyesuaikan diri di lingkungan rumah, sekolah ataupun

masyarakat tetapi mereka masih memiliki bentuk penyesuaian

diri yang khusus, yaitu dengan teman sebaya yang senasib

(gang).

c) Anak yang menutup diri berlebihan (over inhibited children),

adalah anak yang tidak dapat menyesuaikan diri karena neurosis.

Quay dan Peterson (Dunn & Leitschuh, 2006, dalam Palupi,

2016: 14-16) mengklasifikasikan anak tunalaras sebagai berikut:

1) Gangguan Perilaku

a) Undersocialized Aggressive Conduct Disorder

i. Conduct Disorders, disebut juga Unsocialized Aggression,

yaitu ketidakmampuan mengendalikan diri. Karakteristik

anak dengan conduct disorders yaitu perilaku anti-sosial

termasuk melawan, menyerang, menghancurkan barang,

mencuri, berbohong, dan tindak kekejaman fisik pada

manusia maupun binatang. Selain itu mereka juga

memunculkan perilaku menyalahkan orang lain, mem-bully

teman, bahkan egois.

ii. Attention Problems-immaturity, yaitu anak yang

memunculkan beberapa perilaku seperti bertingkah laku

lebih muda dari pada usianya, bahkan kesulitan dalam

menentukan tujuan hidup.


iii. Motor Excess, yaitu perilaku yang berlebih yang terjadi pada

anak tunalaras. Biasanya ditunjukkan dengan perilaku

gelisah, gugup, bahkan nerves.

b) Socialized Aggressive Conduct Disorder

i. Socialized Aggresion, biasanya dimunculkan oleh anak

tunalaras dengan perilaku nakal dalam lingkungan

masyarakat, menjadi anggota geng atau komplotan, mencuri,

bahkan berbuat kriminal.

2) Gangguan Emosi

a) Anxiety-Withdrawal, yaitu gangguan kecemasan yang terjadi

pada anak tunalaras sehingga sebagian besar dari mereka

menarik diri dari lingkungan sosial. Misalnya cemas, depresi,

mengeluh yang berlebihan, bahkan kesulitan dalam mengambil

keputusan.

b) Psychotic Behavior, yaitu seseorang yang mengalami gangguan

kejiwaan. Seseorang tersebut biasanya memiliki halusinasi yang

cukup kuat, bahkan kesulitan dalam membedakan antara

kenyataan dan khayalan.

2. Bimbingan Bina Pribadi dan Sosial

a. Pengertian Bimbingan Bina Pribadi dan Sosial

Menurut Prayitno (dalam Aisyah, 2015: 64) mengemukakan

bahwa bimbingan adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik


secara perorangan maupun kelompok agar mandiri dan berkembang

secara optimal dalam bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan

belajar dan bimbingan karir melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan

pendukung berdasarkan norma-norma yang berlaku.

Menurut Bimo Walgino (dalam Aisyah, 2015: 67) bimbingan

adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau

sekumpulan individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-

kesulitan di dalam kehidupannya, agar individu atau sekumpulan

individu tersebut dapat mencapai kesejahteraan hidupnya.

Bimbingan juga merupakan “helping” yang identik dengan

“aiding”, assisting atau “availing”, yang berarti bantuan atau

pertolongan. Makna bantuan dalam bimbingan menunjukkan bahwa

yang aktif dalam mengembangkan diri, mengatasi masalah atau

mengambil keputusan adalah individu atau peserta didik sendiri. Dalam

prosesnya, pembimbing tidak memaksakan kehendaknya sendiri, tetapi

berperan sebagai fasilitator.

Sedangkan pengertian Bimbingan Bina Pribadi dan Sosial

merupakan pembelajaran kompensatoris bagi anak berkebutuhan

khusus tipe tunalaras atau anak yang mengalami gangguan emosi dan

perilaku. Menurut Panduan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Program Bina Pribadi dan Sosial SDLB dan SMPLB Tunalaras (2007),

disebutkan bahwa program pelajaran Bina Pribadi dan Sosial ini

diarahkan pada upaya pembinaan kepada anak tunalaras yang


mempunyai penyimpangan tingkah laku, agar anak tunalaras menjadi

individu yang berkepribadian mandiri, bertanggung jawab dan dapat

melakukan adaptasi serta penyesuaian diri dengan lingkungan dan

tempat tinggalnya. Hal senada disampaikan Yusuf (2005:11) bimbingan

pribadi sosial adalah bimbingan untuk membantu para individu dalam

memecahkan masalah yang berkaitan dengan masalah pribadi dan sosial.

b. Tujuan Bimbingan Bina Pribadi dan Sosial

Disebutkan dalam Panduan Standar Kompetensi dan

Kompetensi Dasar Program Bina Pribadi dan Sosial SDLB dan SMPLB

Tunalaras (2007) adalah:

1) Membina siswa tunalaras agar memiliki kepribadian yang mantap

dalam membentuk manusia seutuhnya.

2) Membina siswa agar dapat hidup mandiri di masyarakat.

3) Membantu siswa mengatasi permasalahan-permasalahan yang

dihadapi dan mampu mengembangkan pribadi dan sosialnya secara

utuh.

4) Mengembangkan keterampilan dasar sesuai dengan bakat dan minat

sehingga siap terjun ke dalam masyarakat.

Selain itu, menurut Samad Sumarna dan Sukarija Taska, 2013,

dalam Palupi, 2016: 29), juga berpendapat bahwa tujuan Pembelajaran

Bimbingan Pribadi dan Sosial, yaitu sebagai berikut:

1) Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.


2) Siswa diharapkan memiliki kemampuan dalam membina dirinya

sebagai pribadi baik dan terpuji.

3) Siswa diharapkan mempunyai kreativitas dalam membangun relasi

yang positif dengan lingkungannya dan mampu mengembangkan

dirinya sebagai anggota masyarakat bangsa dan negara.

c. Tahapan Bimbingan Bina Pribadi dan Sosial

Adapun tahap demi tahap Bimbingan Bina Pribadi dan Sosial

dapat dilakukan secara co-teaching, sebagai berikut:

1) Menentukan dan mendiskripsikan tingakah laku siswa.

2) Melakukan asesmen atas gangguan emosi dan perilaku siswa.

Kegiatannya meliputi observasi, analisa dan membuat hipotesis atas

perilaku siswa.

3) Mengembangkan hipotesis: kenapa siswa mempertahankan perilaku

tersebut.

4) Menetapkan target berupa perilaku pengganti. Para guru yang

mengenal siswa dapat bekerja sama dalam mengidentifikasi perilaku

pengganti, menganalisa dan menjabarkan tahap demi tahap

keterampilan yang harus dihilangkan siswa dalam meraih perilaku

pengganti.

5) Guru saling bekerja sama mengajar siswa mengenai tingkah laku

target, memberi penguatan di kelas dan memverifikasi pencapaian

yang diraih siswa maupun guru.


6) Memodifikasi lingkungan yang mendukung pencapaian tingkah

laku target dan memungkinkan perkembangan perilaku kea rah ynag

lebih baik. Upaya modifikasi lingkungan ini merupakan kegiatan

besar yang melibatkan warga kelas, tim guru lain, kepala sekolah,

staff karyawan dan juga orang tua siswa. Seluruh pihak yang terlibat

diharapkan menunjukkan dukungan dengan berbagai pola sikap

maupun tindakan yang mendukung anak tunalaras memperoleh

perilaku positif.

d. Prinsip Dasar Bina Pribadi dan Sosial

Menurut Departemen Pendidikan Kebudayaan dalam Bina

Pribadi Sosial (1986: 3-4):

1) Prinsip Individual

Kenakalan anak didik mempunyai tingkat yang berbeda-beda

ditinjau dari segi kualitas dan kuantitas kelakuan, bakat dan minat.

Dengan demikian, anak didik yang satu dengan yang lain

mempunyai masalah yang berlainan sehingga pemecahannya juga

berbeda.

2) Prinsip Partisipasi

Pelaksanaan bina pribadi dan sosial hendaknya mendorong

partisipasi anak didik dalam memecahkan masalah pribadinya

sendiri.
3) Prinsip Kerahasiaan

Guru wajib merahasiakan segala permasalahan anak didik kecuali

kepada kawan sejawat dalam rangka pemecahan masalah tersebut.

4) Prinsip Menerima

Terimalah anak didik secara wajar, ramah, simpatik dan penuh

tanggung jawab.

5) Prinsip Disiplin

Anak didik perlu diperlakukan secara tegas disamping ketepatan

bertindak oleh karena itu kewibawaan guru dan ketulusan hati

diperlukan dalam hal ini.

e. Manfaat Bimbingan Bina Pribadi dan Sosial

Hal ini dikemukakan oleh Departemen Pendidikan Kebudayaan

dalam Bina Pribadi Sosial (1986: 5), yaitu:

1) Untuk memupuk dan mengembangkan pengetahuan anak yang

sebelum masuk ke Sekolah Luar Biasa bagian E mengalami

hambatan-hambatan dan kesulitan belajar.

2) Agar anak mempunyai kemampuan untuk membina dirinya sebagai

pribadi yang terpuji.

3) Agar anak mempunyai kreatifitas untuk membangun lingkungan

hidupnya dan mampu mengembangkan dirinya sebagai anggota

masyarakat, bangsa dan negara.


f. Ruang Lingkup Bina Pribadi dan Sosial

Pelaksanaan ruang lingkup bina pribadi sosial menurut

Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus

Pendidikan Dasar (2014:7) yaitu:

1) Jujur

2) Tanggung jawab

3) Disiplin

4) Sopan-santun

5) Norma dan aturan

6) Kerjasama

7) Kepemimpinan

8) Percaya diri

9) Penguasaan diri

10) Penyalahgunaan narkoba

3. Character Strength

a. Pengertian Character Strength

Character Strength atau kekuatan karakter adalah salah satu

bidang kajian Psikologi Positif, teori Character Strength ini terdapat

dalam buku Strength of Character and Virtue a Handbook and

Classification oleh Petterson & Seligman (2004) dan merupakan sumber

pribadi yang penting yang ditekankan dalam psikologi positif, sama


halnya dengan positive affect (Seligman & Csikszentmihalyi, 2000

dalam Efklides & Moraitou, 2013).

Character Strenght oleh Petterson & Seligman (2004) diartikan

sebagai karakter mencakup perbedaan individual yang bersifat stabil

dan general, tetapi juga berubah. Character Strength merupakan

karakter baik yang mengarahkan individu pada pencapaian kebajikan

(virtue) atau trait positive yang terefleksikan dalam pikiran, perasaan

dan tingkah laku. Karakter yang baik adalah kualitas dari individu yang

membuat individu dipandang baik secara moral (Park & Peterson, 2009).

Character Strength juga menggunakan pengetahuan pribadi, namun

keduanya berbeda (Walker & Pitts, 1998 dalam Alex & Joseph, 2004).

Character Strength adalah unsur psikologi yang membentuk

kebajikan (Peterson & Seligment 2004), dapat diartikan bahwa setiap

kebajikan terbentuk dari beberapa kekuatan karakter.

b. Klasifikasi Character Strength

Terdapat 6 jenis kebajikan yang terdiri dari 24 kekuatan karakter.

Berikut ini akan dijelaskan lebih mendalam mengenai ke-24 kekuatan

karakter tersebut (Peterson & Seligman, 2004).

1) Kearifan dan Pengetahuan (Wisdom and Knowledge)

Kebajikan ini merupakan kebajikan yang berkaitan dengan

fungsi kognitif, yaitu mengenai bagaimana individu memperoleh

dan menggunakan pengetahuan. Kebajikan ini meliputi lima

kekuatan karakter, yaitu:


a) Kreativitas (Creativity)

Kreativitas mengarahkan individu untuk mencapai

tujuannya dengan caranya sendiri yang baru, unik dan orisinil.

Bagaimanapun, ide atau perilaku tersebut harus adaptif, yaitu

harus dapat memberikan kontribusi yang positif bagi diri sendiri

dan orang lain.

b) Keingintahuan (Curiosity)

Keingintahuan berkaitan dengan rasa ingin tahu seseorang

yang mengarah pada munculnya keterbukaan pada hal-hal baru,

pengalaman-pengalaman yang bervariasi dan menantang.

Individu yang memiliki keingintahuan akan secara aktif mencari

informasi dan merasa puas bila berhasil memperoleh jawaban

atas berbagai pertanyaan, dapat mempelajari sesuatu yang baru

dan mendapat pengalaman baru.

c) Keterbukaan Pikiran (Open mindedness)

Individu dengan kekuatan karakter ini akan berpikir secara

menyeluruh dan memandang suatu hal dari berbagai sisi atau

mempertimbangkan berbagai bukti yang ada. Individu akan

secara aktif mengumpulkan informasi untuk melakukan

penilaian secara objektif, sehingga tidak terjadi bias dan mampu

meyakini sesuatu setelah mendapat informasi yang objektif.


d) Kecintaan belajar (Love of learning)

Kekuatan karakter ini mengarahkan individu untuk selalu

ingin mempelajari hal-hal baru untuk mengembangkan

keterampilan atau memperkaya pengetahuan yang telah

dimilikinya. Individu menganggap belajar sebagai suatu

tantangan.

e) Perspektif (Perspective)

Perspektif memungkinkan individu untuk memandang dunia

secara holistik, sehingga ia dapat memahami dirinya dan orang

lain. Ia mampu menyadari keterbatasan atau kelemahan dan

kekuatan dirinya. Dalam mengambil keputusan, individu akan

mempertimbangkan baik perasaannya maupun rasionalitasnya.

2) Keteguhan Hati (Courage)

Keteguhan hati merupakan kebajikan yang melibatkan dorongan

yang kuat untuk mencapai suatu tujuan. Keteguhan hati terdiri dari

empat kekuatan karakter, yaitu:

a) Keberanian (Bravery)

Dengan adanya keberanian, individu tidak akan mundur

meskipun ia menerima ancaman, tantangan, kesulitan ataupun

rasa sakit dalam mencapai tujuannya. Ia juga mampu bertahan

dari tekanan kelompok (peer preasure) untuk menerima


pandangan moral tertentu yang tidak sesuai dengan

pandangannya sendiri.

b) Ketekunan (Persistence)

Individu dengan kekuatan karakter ini akan selalu

menyelesaikan segala sesuatu yang telah dimulainya, meskipun

menghadapi berbagai tantangan. Ia akan mengambil tantangan

untuk mengerjakan proyek atau tugas yang sulit dan

menyelesaikannya sesuai dengan yang telah direncanakannya.

c) Integritas (Integrity)

Kekuatan karakter ini mengacu pada kejujuran dan

kemampuan untuk menampilkan diri apa adanya (genuine) tanpa

kepura-puraan.

d) Vitalitas (Vitality)

Vitalitas mengacu pada gairah dan antusiasme dalam

menjalani segala aktivitas. Individu dengan kekuatan karakter

ini tampil sebagai pribadi yang enerjik, gembira, penuh

semangat dan aktif. Individu yang memiliki vitalitas cenderung

lebih mudah menghadapi ketegangan psikologis, konflik dan

stressor.

3) Perikemanusiaan dan Cinta Kasih (Humanity and Love)

Perikemanusiaan dan cinta melibatkan hubungan interpersonal

yang baik dengan orang lain yang mencakup mempedulikan dan


memperhatikan orang lain. Kebajikan ini meliputi tiga kekuatan

karakter, yaitu:

a) Cinta (Love)

Cinta melibatkan hubungan dengan orang lain, saling

berbagi dan memperhatikan serta mencoba untuk dekat dengan

orang lain. Individu dengan kekuatan karakter ini memandang

pentingnya hubungan yang dekat dan intim dengan orang lain.

b) Kebaikan Hati (Kindness)

Kekuatan karakter ini mengacu pada keinginan yang kuat

untuk bersikap baik dan memberikan bantuan kepada orang lain

secara sukarela.

c) Kecerdasan Sosial (Social intelligence)

Kecerdasan sosial adalah pengetahuan yang berkaitan

dengan diri sendiri dan orang lain. Dalam hal ini individu

mampu menyadari motivasi dan perasaan orang lain serta

mampu memberi respon yang baik dan tepat pada orang lain.

Selain itu, ia juga memiliki kesadaran akan perasaannya sendiri,

mampu mengolah informasi yang bersifat emosional dengan

baik dan mampu menggunakannya untuk menuntun perilaku.

4) Keadilan (Justice)

Keadilan berkaitan dengan interaksi antara beberapa individu

yang ada dalam kelompok dengan kelompok itu sendiri. Keadilan


melandasi kehidupan yang sehat dalam suatu masyarakat. Dalam

kebajikan ini terdapat tiga kekuatan karakter, yaitu:

a) Keanggotaan dalam kelompok (Citizenship)

Kekuatan karakter ini mengacu pada kemampuan individu

untuk bekerja keras sebagai anggota suatu kelompok, setia pada

kelompok dan melaksanakan kewajiban sebagai anggota

kelompok.

b) Keadilan dan Persamaan (Fairness)

Individu dengan kekuatan karakter ini akan memperlakukan

orang lain secara sama, tidak membeda-bedakan. Ia memberi

setiap orang kesempatan yang sama untuk berusaha dan

menerapkan sanksi yang sama pula sesuai dengan kesalahan

masing-masing.

c) Kepemimpinan (Leadership)

Ia dapat mengorganisasikan aktivitas dalam kelompok dan

memastikan bahwa segala sesuatu berjalan dengan baik. Selain

itu ia juga dapat menjadi sumber inspirasi bagi anggota dalam

kelompoknya yang pada akhirnya dapat mendorong anggota

kelompok untuk melakukan apa yang seharusnya mereka

lakukan dan menciptakan hubungan interpersonal serta moral

yang baik pula.


5) Kesederhanaan (Temperance)

Kebajikan ini mengarahkan individu untuk berpikir sebelum

bertindak untuk menghindari akibat buruk yang mungkin terjadi di

kemudian hari karena tindakannya tersebut. Terdapat empat

kekuatan karakter dalam kebajikan ini, yakni:

a) Memaafkan (Forgiveness and mercy)

Individu dengan kekuatan karakter ini mampu memaafkan

orang lain yang melakukan kesalahan atau bersikap buruk

kepadanya. Ia dapat melupakan pengalaman buruk di masa

lalunya tanpa paksaan dari orang lain.

b) Kerendahan Hati (Humility and modesty)

Dalam hal ini, individu tidak menyombongkan

keberhasilannya. Kerendahan hati juga membuat seseorang

mampu melihat kekurangan dan ketidaksempurnaan yang ada

pada dirinya. Modesty lebih bersifat eksternal, yang artinya

bersifat sederhana secara perilaku maupun penampilan.

Sedangkan humility bersifat internal, yaitu kecenderungan

individu yang merasa bahwa dirinya bukanlah pusat dari dunia.

c) Kebijaksanaan (Prudence)

Kekuatan karakter ini merupakan suatu bentuk manajemen

diri yang membantu individu meraih tujuan jangka panjangnya.

Individu akan berpikir dan memiliki perhatian penuh pada masa


depan serta menetapkan tujuan jangka panjang dan membuat

perencanaan yang matang.

d) Regulasi Diri (Self regulation)

Individu yang memiliki kekuatan karakter ini mampu

menahan diri, emosi, nafsu serta dorongan-dorongan lain dalam

dirinya. Ia dapat mengatur apa yang dirasakan dan yang akan

dilakukannya agar sesuai dengan situasi dan pandangan moral

masyarakat.

6) Transendensi (Transcendence)

Kebajikan ini berkaitan dengan hubungan antara individu dan

alam semesta serta bagaimana individu memberi makna pada

kehidupan. Kebajikan ini meliputi lima kekuatan karakter, yaitu:

a) Apresiasi terhadap Keindahan dan Kesempurnaan (Appreciation

of beauty and excellence)

Kekuatan karakter ini membuat individu mampu menyadari

dan memberikan apresiasi atas keindahan dan kesempurnaan.

b) Bersyukur (Gratitude)

Bersyukur adalah rasa terima kasih sebagai respon terhadap

suatu pemberian. Individu dengan kekuatan karakter ini dapat

menyadari dan bersyukur atas segala hal yang telah terjadi dalam

hidupnya serta selalu menyempatkan waktu untuk mengucapkan

rasa syukur.
c) Harapan (Hope)

Kekuatan karakter ini berkaitan dengan bagaimana individu

memandang masa depannya. Individu berpikir mengenai masa

depan, mengharapkan hasil yang terbaik di masa yang akan

datang dan merasa percaya diri terhadap hasil dan tujuan.

d) Humor (Humor)

Dengan kekuatan karakter ini individu dapat membawa

keceriaan dan senyuman pada orang-orang di sekitarnya. Secara

keseluruhan, humor dapat diartikan sebagai pikiran yang

menyenangkan, pandangan yang membahagiakan yang

memungkinkan individu untuk melihat sisi positif dari suatu hal.

e) Spiritualitas (Spirituality)

Spiritualitas membuat individu memiliki kepercayaan

tentang adanya sesuatu yang lebih besar dari alam semesta ini.

Hal ini sering digambarkan sebagai Tuhan. Individu mampu

menempatkan dirinya menjadi bagian dari alam semesta. Ia

menyadari makna hidupnya dan mengetahui apa yang harus

dilakukannya untuk mencapai hal tersebut.

Sedangkan dalam memperkuat karakter, baik di sekolah,

keluarga maupun masyarakat, Pemerintah telah mengidentifikasi 18

nilai yang bersumber dari agama, budaya dan falsafah bangsa (Syarbini,

2014: 41-42). Nilai-nilai tersebut, yaitu:


a) Religious, yaitu sikap dan perilaku dalam melaksanakan ajaran

agama yang dianutnya, toleran dan hidup rukun dengan pemeluk

agama lain.

b) Jujur, yaitu perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan

dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan,

tindakan dan pekerjaan.

c) Toleransi, yaitu sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan

agama, suku, etnis, pendapat, sikap dan tindakan orang lain yang

berbeda dari dirinya.

d) Disiplin, yaitu tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh

pada berbagai ketentuan dan peraturan.

e) Kerja keras, yaitu perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-

sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan dan menyelesaikan

hambatan tersebut dengan sebaik-baiknya.

f) Kreatif, yaitu berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan

sesuatu yang baru dari yang dimilikinya.

g) Mandiri, yaitu dikap dan perilaku yang tidak mudah bergantung

pada orang lain.

h) Demokratis, yaitu cara berpikir, bersikap dan bertindak menilai

sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

i) Rasa ingin tahu, yaitu sikap dan tindakan yang selalu berupaya

untuk mengetahui lebih mendalam dan luas apa yang dipelajari,

dlihat dan didengar.


j) Semangat kebangsaan, yaitu cara berpikir, bertindak dan

berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara

diatas kepentingan diri dan kelompoknya.

k) Cinta tanah air, yaitu cara berpikir, bersikap dan beruat yang

menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan penghargaan yang tinggi

terhadap Bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi dan

politik bangsa.

l) Menghargai prestasi, yaitu sikap dan tindakan yang mendorong

dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat

dan mengakui serta menghormati keberhasilan orang lain.

m) Bersahabat/komunikatif, yaitu tindakan yang memperlihatkan rasa

senang berbicara, bergaul dan bekerja sama dengan orang lain.

n) Cinta damai, yaitu sikap, perkatan dan tindakan yang menyebabkan

orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.

o) Gemar membaca, yaitu kesediaan menyediakan waktu untuk

membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.

p) Peduli lingkungan, yaitu sikap dan tindakan yang selalu berupaya

mencegah kerusakan alam sekitar dan mengembangkan upaya-

upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

q) Peduli sosial, yaitu sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi

bantuan pada orang lain atau masyarakat yang membutuhkan.

r) Tanggung jawab, yaitu sikap dan perilaku seseorang untuk

melaksanakan tugas dan kewajibannya.


B. Hasil Penelitian yang Relevan

1. Perbedaan Kekuatan Karakter (Character Strength) Narapidana Pada

Tindak Pidana Kriminal dan Narkotika Di Lapas Kelas II A Pemuda

Tangerang”, disusun oleh Deni Marlina, Fakultas Psikologi, UIN Syarif

Hidayatullah, Jakarta. Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa tidak

ada perbedaan kekuatan karakter yang signifikan antara narapidana

narkotika dengan narapidana kriminal. Sedangkan aspek kekuatan

karakter pada narapidana kriminal dan narapidana narkotika memiliki

perbedaan.

2. Hubungan Kekuatan Karakter dengan Subjective Well-Being pada

Penduduk Dewasa Muda Asli Yogyakarta”, yang ditulis oleh Sabiqotul

Husna, Program studi Psikologi, UIN Sunan Kalijaga. Hasil dari

penelitiaanya terdapat hubungan positif antara kekuatan karakter dan

subjective well-being pada penduduk dewasa muda asli Yogyakarta. Hal

tersebut ditunjukkan dengan koefisien korelasi (xy) yang positif sebesar

0.713 dengan taraf signifikan (p) sebesar 0.000 (p<0.01). Dari hasil

tersebut maka hipotesis diterima. Adapun sumbangan efektif kekuatan

karakter terhadap subjective well-being ditunjukkan dengan R square

sebesar 0.508 yang berarti bahwa 50.8% subjective well-being

penduduk dewasa muda asli Yogyakarta dipengaruhi oleh kekuatan

karakter. Nilai alpha untuk skala kekuatan karakter adalah 0.975

sedangkan alpha untuk skala subjective well- being adalah 0.956.


3. “Profil Kekuatan Karakter dan Kebijakan Pada Mahasiswa Berprestasi”,

yang ditulis oleh Irfan Fahmi dan Zulmi Ramdani, UIN Sunan Gunung

Djati, Bandung. Dalam penelitian yang dilakukan tersebut dapat

disimpulkan bahwa kekuatan karakter dilihat dari pengukuran The

Values in Action-Inventory Strength (VIA-IS) terdiri dari 240 item dalam

bentuk skala likert. Setelah itu dilakukan interview terhadap subjek

untuk mengenali lebih mendalam terkait dengan kekuatan karakternya.

Hasil pengukuran dan wawancara menunjukkan adanya keterkaitan

karakter khas pada mahasiswa berprestasi, yaitu: Harapan, Ketekunan

dan Spiritualitas.

4. “Pengaruh Kekuatan Karakter (Character Strength) terhadap Komitmen

Afektif Guru di TK dan SD Bakti Asih Bandung”, Universitas Islam

Bandung. Dari hasil penelitian ini bahwasannya para guru merasa

bersyukur dengan kondisinya sekarang ketika melihat anak didiknya ada

yang berkebutuhan khusus. Hal ini dikarenakan mereka memiliki

potensi untuk terus berkembang dan bersaing dengan anak-anak normal.

Hal tersebut dianggap sebagai semangat tersendiri dalam mengajar.

C. Kerangka Berfikir

Kekuatan karakter (character strength) bukan tidak menyadari

dengan kepribadian maupun karakter negatif, tetapi kekuatan karakter lebih

memperhatikan, fokus dan mengembangkan karakter-karakter positif.

Kekuatan karakter mendorong seseorang yang belum dapat


mengembangkan potensinya agar menemukan keahliannya dan bisa

mengembangkan dirinya ke arah yang lebih positif. Kekuatan karakter juga

sangat mendorong individu yang memiliki karakter baik agar lebih bisa

dikembangkan sehingga bisa memperoleh kehidupan yang berhasil dan

bahagia.

Program bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dalam

keseluruhan program pendidikan pada setting persekolahan. Dalam

implementasi pendidikan karakter, pelayanan bimbingan dan konseling

merupakan aspek penting, karena pelayanan ini sarat dengan penanaman

nilai-nilai dan norma-norma kepada siswa/ peserta didik/ konseli yang

sangat berperan dalam proses pembentukan karakter mereka (Hartono,

2011: 80).
Anak tunalaras: gangguan emosi, perilaku, akademik

Bimbingan Bina Pribadi dan Sosial

Character strength:

1. Kearifan dan Pengetahuan (Wisdom and


Knowledge)
2. Keteguhan Hati (Courage)
3. Perikemanusiaan dan Cinta Kasih
(Humanity and Love)
4. Keadilan (Justice)
5. Kesederhanaan (Temperance)
6. Transendensi (Transcendence)
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian kualitatif. Adapun penelitian kualitatif lebih ditujukan untuk

mendapatkan pemahaman yang mendasar melalui pengalaman first-

hand dari peneliti yang langsung berproses, latar yang akan diteliti

berupa laporan yang sebenar-benarnya dan catatan-catatan lapangan

yang aktual. Menurut Moelong (dalam Herdiansyah, 2010:9) penelitian

kualitatif juga dimaksudkan untuk memahami fenomena tentang apa

yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi,

motivasi, tindakan dan lain sebagainya.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang

berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang

berdasarkan data-data, jadi ia juga menyajikan data, menganalisis dan

menginterpretasi. Pendekatan ini juga bisa bersifat komperatif dan

korelatif. Penelitian deskriptif banyak membantu terutama dalam

penelitian yang bersifat longitudinal, genetik dan klinis (Narbuko,

1999:44).
B. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian ini dilakukan di SLB E Bhina Putera

Surakarta. Waktu pra penelitian dilaksanakan pada tanggal 28 Februari

2018 dan tanggal 12 Maret 2018, sedangkan penelitian akan

dilaksanakan mulai Juli 2018 sampai dengan selesai.

Pertimbangan peneliti mengambil lokasi ini adalah belum

pernah suatu penelitian dengan tema yang diambil peneliti. Selain itu

peneliti menemukan masalah yang menarik untuk dikaji dan diteliti,

yakni masalah yang berhubungan dengan bimbingan bhina pribadi dan

sosial character strength anak tunalaras.

C. Subjek dan Objek Penelitian

Menurut Arikunto (1998: 102), subjek penelitian adalah sumber

tempat memperoleh data penelitian. Subjek penelitian adalah orang

yang merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan penulis, baik

pertanyaan tertulis maupun lisan dengan kata lain disebut responden.

Adapun yang menjadi subjek penelitian ini adalah kepala sekolah,

konselor dan wali kelas V SLB E Bhina Putera Surakarta.

Objek penelitian adalah permasalahan-permasalahan yang

menjadi titik sentral perhatian suatu penelitian. Adapun yang menjadi

objek penelitian ini adalah bimbingan bina pribadi dan sosial dalam

menumbuhkan character strength anak tunalaras di SLB E Bhina Putera

Surakarta.
D. Metode Pengumpulan Data

Setelah menentukan tempat dan informan penelitian langkah

selanjutnya adalah menemukan metode pengumpulan data, dalam

rangka mendapatkan data yang sesuai dengan permasalahan, maka

penulis menggunakan beberapa metode:

1. Observasi

Secara umum pengertian observasi adalah cara menghimpun

bahan-bahan keterangan yang dilakukan dengan mengadakan

pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-

fenomena yang dijadikan objek pengamatan. Menurut Marshall

(dalam Sugiyono, 2013:64) melalui observasi, peneliti belajar

tentang perilaku, dan makna dari perilaku tersebut.

Dalam penelitian ini, observasi dilakukan dengan cara terjun

langsung ke lokasi penelitian yaitu di SLB E Bhina Putera Surakarta

dengan melakukan pengamatan kondisi dan perilaku kegiatan-

kegiatan di tempat penelitian serta kegiatan bimbingan bina pribadi

dan sosial.

2. Wawancara

Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh

pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara

(Shuharsimi Arikunto, 2010: 198). Wawancara adalah percakapan

dengan maksud tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu

pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan


terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas

pertanyaan tersebut (dalam Moelong, 2001:135). Dapat dikatakan

bahwa wawancara merupakan percakapan tatap muka (face to face)

antara pewawancara dengan yang diwawancarai, dimana

pewawancara bertanya langsung tentang sesuatu objek yang diteliti

dan telah dirancang sebelumnya.

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah wawancara secara mendalam, metode yang digunakan untuk

mendapatkan respons berupa pengalaman, persepsi, opini, perasaan

dan pengetahuan seseorang. Melalui wawancara secara mendalam

tersebut diharapkan dapat memperoleh gambaran dan strategi

pengatasan yang digunakan, dimana hal tersebut sangat dipengaruhi

oleh pengalaman, persepsi, dan pengetahuan mereka.

3. Dokumentasi

Dokumentasi ini dengan mencari data-data mengenai hal-hal

atau variable yang berupa catatan, transkip, buku-buku, surat kabar

dan sebagainya sebagai yang berkaitan atau sesuai dengan tujuan

penelitian (Arikunto, 1991: 22). Dalam penelitian ini, dokumentasi

yang didapat berupa profil SLB E Bhina Putera Surakarta, data

pegawai, data anak tunalaras dan proses pelaksanaan bimbingan

bhina pribadi dan sosial di SLB E Bhina Putera Surakarta.


E. Keabsahan Data

Data yang berhasil dikumpulkan dalam penelitian harus dijamin

kebenaran dan keabsahannya. Sedangkan pengalaman seseorang itu

subjektif. Jika disepakati oleh beberapa atau banyak orang barulah dapat

dikatakan objektif. Dalam penelitian kualitatif terdapat beberapa cara

yang dapat digunakan untuk mengembangkan validitas data atau

mengecek keabsahan. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teknik

triangulasi, yakni teknik pemeriksaan keabsahan data dengan

memanfaatkan sesuatu dari luar data yang telah terkumpul (Moeloeng,

2007: 178). Tujuan triangulasi ini adalah mengecek kebenaran data yang

diperoleh dari sumber lain, pada berbagai fase penelitian lapangan, pada

waktu yang berlainan dan dengan menggunakan metode yang berlainan.

Triangulasi selain digunakan untuk mengecek kebenaran data, juga

dapat berguna untuk memperkaya data dan untuk menyelidiki validitas

tafsiran peneliti mengenai data, karena triangulasi bersifat reflektif

(Ardianto, 2016: 197).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi dengan

sumber, yaitu dilakukan dengan membandingkan antara hasil

wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.

F. Metode Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara

sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan


dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam

kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa,

menyusun ke dalam pola, memilih yang penting dan yang akan

dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri

sendiri maupun orang lain (Sugiyono, 2008: 244).

Langkah awal yang dilakukan penulis dalam menganalisis data

adalah dengan:

1. Reduksi data, yang diawali dengan merangkum, memilih hal-hal

pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan

polanya terhadap isi dari suatu data yang berasal dari lapangan.

Sehingga data yang telah direduksi dapat memberikan gambaran

yang lebih jelas, dan mempermudah penulis dalam melakukan

pengumpulan data selanjutnya.

2. Penyajian data, langkah yang dilakukan adalah dengan

menampilkan data secara sederhana dalam bentuk kata-kata, kalimat,

dan naratif dengan maksud agar data yang telah dikumpulkan

dikuasai oleh penulis sebagai dasar untuk mengambil kesimpulan

yang tepat.

3. Penarikan kesimpulan, dengan cara melakukan perumusan makna

dari hasil penelitian yang diungkapkan dengan kalimat yang singkat

dan mudah dipahami, serta dilakukan dengan cara berulangkali

melakukan peninjauan mengenai kebenaran dari penyimpulan itu,


khususnya berkaitan dengan relevensi dan konsistensinya terhadap

judul, tujuan dan perumusan masalah yang ada.


BAB IV
HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

1. Sejarah SLB E Bhina Putera Surakarta

Di Surakarta, pada tanggal 26 juni 1969 telah berdiri sebuah

lembaga sosial swasta yaitu Yayasan Pembinaan Anak Nakal (YPAN)

“Bhina Putera”. Yayasan ini didirikan oleh (Almarhum) Drs. Muh.

Soedarno (mantan pengawas PLB Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan Provinsi Jawa tengah) bersama Drs. Soewondo MS, M.M,

M.Si. Kemudian yayasan ini menyelenggarakan Sekolah Luar Biasa

(SLB) bagian E “Bhina Putera” sebagai usaha rehabilitas dan

resosialisasi anak nakal melalui jalur pendidikan formal dan sosial.

Yayasan ini berdiri berdasarkan akte pendirian yayasan No. 55

tanggal 26 juni 1969, Surat Persetujuan Pendirian/ penyelenggaraan

sekolah terbaru/pemutihan dari kepala Dinas Pendidikan dan

Kebudayaan Propinsi Jawa Tengah No. 425.1/0004128 tanggal 03 juni

2002.

Sejak tahun 1969 sampai dengan tahun 1997 YPAN

berlokasikan di jalan Gajah Mada Surakarta. Kemudian Pemkot Kota

Surakarta memberikan fasilitas tanah sebagai upaya yayasan dalam

permohonan lokasi SLB E Bhina Putera. Maka sejak tahun 1989 YPAN
dipindahkan ke jalan Bibis Baru No. 03 Cengklik, Kelurahan Nusukan,

Kecamatan Banjarsari, Surakarta, 57135.

2. Letak Geografis SLB E Bhina Putera Surakarta

Letak sekolahan ini beralamat di Jl. Bibis Baru No. 03 Cengklik,

Kelurahan Nusukan, Kecamatan Banjarsari, Surakarta. Secara geografis

letak sekolahan ini kurang strategis, hal ini disebabkan karena posisi

sekolahan terletak disebelah timur kampus Akademi Uang dan Bank

(AUB), disebelah selatan adalah perkampungan warga Bibis Baru, di

sebelah barat adalah tanah lapang dan STM Tunas Pembangunan dan di

sisi sebelah utara adalah SDN Bibis Baru I dan II Surakarta. Luas tanah

SLB E Bhina Putera Surakarta adalah 5.026 m2, status tanah adalah Hak

Guna Bangunan No. 3258 Kelurahan Nusukan dan untuk bangunannya

milik yayasan dan luas bangunan 2.348 m2 dengan nomor sertifikat

3258 tahun 1981. Sejak tahun 1986 YPAN telah dipindahkan ke jalan

Bibis Baru No. 3 Cengklik, Nusukan, Surakarta, memiliki kepengurusan

sebagai berikut:

Pembina:

a. H. Soedarno

b. H. Soemardi

Ketua:

a. Ary Sandi Wibowo, S.Pd

b. M. Hajar Dewanto, SH
Sekretaris

a. Agung Nuswantoro, S.E., M.Pd

b. Sukma Aji Pamungkas, S.Kom

Bendahara

a. Wardiningsih, S.Pd

b. Praptini, S.Pd

Pengawas

a. Suyanto, S.Pd

b. dr. Prasetyo Widi Buwono

3. Visi, Misi dan Tujuan Sekolah

a. Visi

Terwujudnya manusia sehat jasmani rohani, terampil,

mandiri, berakhlaq dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

b. Misi

1) Meningkatkan layanan rehabilitasi dan mutu pendidikan.

2) Melatih dan membimbing keterampilan serta mengembangkan

bakat dan minat untuk hidup mandiri sebagai bekal hidup dimasa

depan.

3) Melatih hidup bermasyarakat yang baik sehingga dapat

memfungsikan peran sosialnya secara optimal.

4) Mendalami, menghayati dan mengamalkan ajaran agama secara

maksimal sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.


c. Tujuan Sekolah

1) Untuk memberikan layanan pendidikan rehabilitasi dan layanan

pendidikan, kepada peserta didik, agar dapat hidup normal dan

mempunyai akhlak mulia.

2) Untuk melatih dan membimbing keterampilan serta

pengembangan bakat dan minat untuk hidup mandiri sebagai

bekal hidup di kemudian hari.

3) Untuk melatih hidup bermasyarakat, taat kepada norma, hukum,

tertib yang berlaku di masyarakat yang selanjutnya mampu

memfungsikan peran sosial secara optimal.

4) Ikut membantu pemerintah dalam menangani kenakalan anak

dan remaja dengan pendekatan layanan pendidikan.

4. Struktur Organisasi SLB E Bhina Putera Surakarta

Sekolah merupakan lembaga formal yang mempunyai

organisasi. Organisasi adalah kelompok kerja sama antara orang-orang

yang diadakan untuk mencapai tujuan bersama. Suatu organisasi

memerlukan penggerak atau yang menjalankan tujuan yang disebut

struktur organisasi. Pelaku atau penggerak di SLB E Bhina Putera

Surakarta dari berbagai pihak, diantaranya pemerintah, kepala sekolah,

guru, karyawan dan organisasi lain. Struktur organisasi SLB E Bhina

Putera Surakarta terletak pada bagian lampiran (dokumentasi tanggal 10

Agustus 2018).
B. Hasil Temuan Penelitian

1. Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia yang memberikan bimbingan bina pribadi

dan sosial di SLB E Bhina Putera Surakarta berjumlah 18 orang.

NO NAMA PENDIDIKAN KETERANGAN

1 Edy Suparno, S.Pd PLB (Pendidikan Sertifikat

Luar Biasa) pendidikan khusus

2 Sunarsi, S.Pd PPB (Psikologi Sertifikat

Pendidikan dan pendidikan khusus

Konseling)

3 Endang Rini Nugroho, PPB (Psikologi Sertifikat

S.Pd Pendidikan dan pendidikan khusus

Konseling)

4 Widodo, S.Pd PLB (Pendidikan Sertifikat

Luar Biasa) pendidikan khusus

5 Ratnaningsih, S.Pd PLB (Pendidikan Sertifikat

Luar Biasa) pendidikan khusus

6 Retno Harmastuti, S.Pd PPB (Psikologi Sertifikat

Pendidikan dan pendidikan khusus

Konseling)
7 Wardiningsih, S.Pd PLB (Pendidikan Sertifikat

Luar Biasa) pendidikan khusus

8 Rita Isnainiyah, S.Pd PPB (Psikologi Sertifikat

Pendidikan dan pendidikan khusus

Konseling)

9 Astriati Fitri Wahyuni, PAI (Pendidikan Sertifikat

S.Pd.I Agama Islam) pendidikan khusus

10 Sri Pujiyati, S.Pd PLB (Pendidikan Sertifikat

Luar Biasa) pendidikan khusus

11 Sigit Priyoto, S.Pd PPB (Psikologi Sertifikat

Pendidikan dan pendidikan khusus

Konseling)

12 Nelly Suciati, S.Psi Psikologi

13 Yunus Nur Rochman, Bahasa Indonesia -

S.Pd

14 Aditya Eko Nugroho, PLB (Pendidikan

S.Pd Luar Biasa)

15 Dita Ayu Pramita, S.Pd PLB (Pendidikan

Luar Biasa)

16 Tri Wiryanto, S.Pd PLB (Pendidikan

Luar Biasa)
17 Shodiq, S.Pd PPB (Psikologi

Pendidikan dan

Konseling

18 Nanang Bahasa Indonesia -

Pada dasarnya menjadi guru adalah pengabdi. Pengabdi adalah

sebuah kata yang penuh makna. Alangkah mulianya apabila didasari

dengan rasa ikhlas dan penuh tanggung jawab. Seperti seluruh guru di

SLB E Bhina Putera yang berkewajiban untuk bertanggung jawab

sebagai pembina dan pembimbing terkait bimbingan bina pribadi dan

sosial. Setiap guru memberikan pengajaran bimbingan bina pribadi dan

sosial sesuai dengan jadwal yang telah disepakati dan memberikan

bantuan berupa bimbingan setiap kali ada masalah pada anak tunalaras.

2. Proses Bimbingan Bina Pribadi dan Sosial

a. Assesmen Awal

Adapun rincian assesmen awal, sebagai berikut:

1) Mengidentifikasi masalah perilaku dan emosi anak tunalaras.

Identifikasi ini penting karena karakteristik anak tunalaras yang

beragam dari gangguan tingkah laku internal sampai pada

gangguan tingkah laku eksternal.

2) Menentukan tujuan yang spesifik, masalah tingkah laku apa

yang akan diatasi dengan bimbingan bina pribadi dan sosial.


3) Mendeskripsikan masalah yang akan ditangani, diuraikan

masalah tingkah laku yang akan diperbaiki secara deskriptif dari

hasil pengamatan dan pengetahuan awal tentang perilaku

tersebut.

4) Menentukan indikator keberhasilan pencapaian perilaku adaptif

yang terukur dan dapat dicapai oleh anak.

5) Melakukan assesmen. Data-data assesmen harus relevan dengan

masalah pribadi dan sosial yang akan ditangani.

6) Membuat rancangan pembinaan bina pribadi dan sosial pada

anak tunalaras. Berdasarkan data-data assesmen dan pendekatan

yang sesuai dengan anak dan masalah yang akan ditangani.

Dalam assesmen ini dapat diketahui penyebab ketunalarasan

dan masalah atau karakteristik dari anak tunalaras, adapun

penjelasannya, sebagai berikut:

1) Penyebab Ketunalarasan di SLB E Bhina Putera Surakarta

Berdasarkan penelitian di lapangan yang melatar belakangi

anak-anak menjadi tunalaras yaitu karena anak-anak tersebut

berasal dari keluarga yang broken home, ekonomi yang lemah

dan lingkungan masyarakat yang tidak baik.

Sesuai dengan hasil wawancara dengan narasumber yang

menyatakan bahwa anak-anak tunalaras disini banyak yang

disebabkan karena hubungan keluarga yang tidak baik, misalnya

kedua orang tuanya bercerai, dia ikut ibunya dan ibunya


menikah lagi, tapi ayah tiri dari sang anak ini suka memukul dan

anak pun menjadi imbasnya. Karena tidak mampu untuk

melawannya sang anak ini melampiaskan kepada teman

sebayanya, baik teman bermain maupun teman sekolahnya

(W3N3).

Dari hasil penelitian dan wawancara dengan narasumber

maka dapat disimpulkan bahwa kondisi keluarga yang

mendasari anak menjadi tunalaras, yaitu faktor keluarga,

ekonomi dan lingkungan masyarakat yang keras.

2) Permasalahan Anak Tunalaras di SLB E Bhina Putera Surakarta

Berdasarkan penelitian di lapangan, peneliti melihat

bagaimana anak tunalaras berinteraksi dengan teman dan orang-

orang di sekitarnya yang terlibat, ada yang baik-baik saja,

kurang perhatian, agresif, kurang terbuka, ada yang suka

membentak dan ada juga yang pemalu. Keadaan anak tunalaras

di SLB E Bhina Putera Surakarta saat ini pada umumnya selain

mengalami penyimpangan tingkah laku, juga ada gangguan

kemampuan berpikir atau lemah dalam berpikir. Mereka rata-

rata mengalami retardasi mental dengan rata-rata anak

mempunyai IQ 70-90 (W2N2).

b. Proses Pelaksanaan Bimbingan Bina Pribadi dan Sosial

1) Waktu Pelaksanaan
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, waktu pelaksanaan

bimbingan bina pribadi dan sosial secara kelompok dilakukan

oleh pembimbing dua kali dalam seminggu, yaitu pada hari senin

dan hari jum’at. Sedangkan bimbingan bina pribadi dan sosial

secara individu dapat dilakukan setiap saat tergantung

kebutuhan si anak.

Sesuai dengan hasil wawancara dengan narasumber yang

menyatakan bahwa pelaksanaan bimbingan bina pribadi dan

sosial dilakukan setiap hari senin dan jum’at. Tapi kalau secara

individu, biasanya anak-anak sendiri yang datang untuk

menceritakan keluh kesahnya, jadi sesuai dengan kebutuhan

mereka kapan saja mereka membutuhkan kami (W3N3).

Dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan bimbingan bina

pribadi dan sosial dilakukan secara terstruktur dan non-

terstruktur, secara terstruktur dilakukan dua kali dalam

seminggu yaitu pada hari senin dan hari jum’at.

2) Materi yang Diberikan saat Pelaksanaan Bimbingan Bina

Pribadi dan Sosial di SLB E Bhina Putera Surakarta

Berdasarkan penelitian di lapangan pada hari selasa, 31 Juli

2018 dalam pelaksanaan bimbingan bina pribadi dan sosial,

adapun materi yang disampaikan dalam bimbingan bina pribadi

dan sosial pada anak tunalaras adalah sebagai berikut:

a) Jujur
b) Tanggung jawab

c) Disiplin

d) Sopan-santun

e) Norma dan aturan

f) Kerjasama

g) Kepemimpinan

h) Percaya diri

i) Penguasaan diri

j) Penyalahgunaan narkoba

k) Pendidikan agama

l) Penampilan diri

m) Gotong royong

Adapun tujuan dari pemberian materi di atas agar siswa

mampu mengenal masalah yang dihadapi. Mampu untuk

mengatasinya sehingga anak mempunyai kekuatan karakter

yang baik, mantap dalam bertindak yang disertai dengan rasa

tanggung jawab. Mempunyai emosi yang stabil dan dapat

menyesuaikan diri dengan lingkungan.

3) Proses Pelaksanaan Bimbingan Bina Pribadi dan Sosial SLB E

Bhina Putera Surakarta

Berdasarkan hasil wawancara dan penelitian di lapangan,

pelaksanaan bimbingan bina pribadi dan sosial dilakukan

dengan cara sebagai berikut:


a) Reguler, yaitu program pengembangan dilaksanakan sesuai

dengan jadwal yang telah disusun.

b) Terpadu, yaitu program pengembangan dilaksanakan

dengan cara diintegrasikan ke dalam mata pelajaran lain.

c) Prioritas, yaitu program pengembangan dilaksanakan secara

khusus kepada peserta didik yang mengalami masalah

tertentu dan membutuhkan penanganan secara cepat.

Sesuai dengan hasil wawancara dengan narasumber yang

menyatakan bahwa pelaksanaan bimbingan bina pribadi dan

sosial dengan di-include dalam kegiatan-kegiatan dan

diintegrasikan dengan mata pelajaran (W2N2).

Dalam praktik proses bimbingan bina pribadi dan sosial,

guru sebagai fasilitator juga harus memiliki kemampuan sebagai

berikut (W2N2):

a) Menciptakan suasana yang menyenangkan, sehingga anak

merasa nyaman

b) Memberikan dorongan masing-masing siswa, sesuai dengan

kebutuhan psikologis anak, sehingga anak merasa dihargai

c) Memperjelas tujuan yang bersifat umum, sehingga sehingga

anak tidak merasa tersinggung

d) Menyediakan sumber belajar, sehingga mempermudah anak

memahami materi pembelajaran


e) Turut berpartisipasi aktif dalam kelompok, sesuai dengan

prinsip ing madyo mangun karso

f) Guru merupakan sumber yang fleksibel, dapat berperan

sesuai dengan kondisi yang ada saat itu

Mengingat anak tunalaras ada yang mengalami hambatan

menalar dan ada juga yang normal, bentuk kegiatan juga

disesuaikan dengan kondisi anak. Adapun dalam proses

pelaksanaannya, bimbingan bina pribadi dan sosial ini

menggunakan beberapa media, diantaranya yaitu (W2N2):

1) Upacara bendera. Proses bimbingan bina pribadi dan sosial

ini dilaksanakan setelah upacara dengan pemberian

bimbingan yang berupa arahan-arahan untuk bekal hidup

mereka di masyarakat (W1N1). Dengan materi yang

diberikan, kegiatan ini bertujuan untuk memperkuat

persatuan dan kesatuan, membiasakan bersikap tertib dan

disiplin sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku,

meningkatkan kemampuan kepemimpinan, menumbuhkan

kekompakan dan kerjasama, menumbuhkan rasa

tanggungjawab serta mempertebal semangat kebangsaan dan

cinta tanah air.

2) Kegiatan belajar-mengajar di kelas. Proses bimbingan bina

pribadi dan sosial yang di kelas ini sebelumnya diawali

dengan berdo'a yang dipimpin oleh ketua kelas, lalu


dilanjutkan dengan membaca surat-surat pendek Al-Qur'an,

kemudian membaca do'a kedua orang tua dan diakhiri

dengan sholawat. Setelah itu dimulailah pemberian materi

kepada siswa-siswi oleh pengajar. Kegiatan ini bertujuan

untuk mengajarkan norma dan aturan yang berlaku di

masyarakat, memberikan pendidikan agama,

penyalahgunaan narkoba, percaya diri, tanggungjawab,

penampilan diri dan memahami dirinya serta orang lain.

3) Sholat dhuhur berjama’ah (menanamkan rasa iman dan

taqwa). Proses bimbingan bina pribadi dan sosial ini

dilaksanakan setelah sholat yang dilanjutkan dengan siraman

rohani. Siraman rohani disampaikan bergilir oleh guru-guru

atau petugas yang telah terjadwal setiap hari senin dan kamis.

Selain hari senin dan kamis hanya dilaksanakan sholat

dhuhur berjama’ah saja. Kegiatan ini bertujuan untuk

memberikan pendidikan agama, jujur serta mampu bersikap

sopan santun sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku.

4) Kegiatan keseharian dan kegiatan sosial masyarakat.

Misalnya, makan bersama di warung yang bertujuan untuk

melatih kejujuran, tanggung jawab dan kesopanan. Selain itu

mereka juga dilatih untuk bersabar, antri menunggu giliran

di warung. Kemudian membesuk teman yang sakit, ta’ziyah

apabila ada warga sekolah atau keluarganya yang meninggal


dunia. Kegiatan ini bertujuan untuk memupuk rasa sosial,

peri kemanusiaan dan cinta kasih.

5) Kegiatan ekstrakurikuler

 Berlatih menari dan karawitan, rebana. Kegiatan ini

diharapkan dapat mengembangkan rasa cinta terhadap

budaya dan melatih kehalusan perasaan, rasa kebersamaan

terutama pada waktu karawitan, mereka harus kompak dan

bekerjasama dalam memainkan nada-nada hingga terdengar

selaras.

 Pencak silat, selain untuk olahraga bela diri, pencak silat

adalah salah satu warisan budaya nenek moyang yang harus

dilestarikan. Dengan media pencak silat ini, mereka

diharapkan mampu menahan diri, emosi, nafsu serta

dorongan-dorongan lain dalam dirinya (regulasi diri).

 Pramuka. Kegiatan ekstrakurikuler pramuka ini bertujuan

untuk membentuk mereka agar menjadi pribadi yang suka

bergotong royong, beriman, bertakwa, berwawasan ilmu

pengetahuan, memiliki akhlak yang mulia, berjiwa patriotik,

taat hukum dan disiplin, terampil dan cakap serta memiliki

ketahanan mental, moral, spiritual, emosional, sosial,

intelektual dan fisik. Dengan begitu, mereka percaya kepada

kemampuan sendiri, sanggup dan mampu membangun


dirinya dan bersama-sama bertanggungjawab atas

pembangunan masyarakat, bangsa dan negara.

C. Pembahasan

Setelah menyajikan data hasil lapangan dengan cara wawancara,

observasi dan dokumentasi, maka peneliti melakukan analisis data. Analisis

ini dilakukan untuk memperoleh suatu hasil penemuan di lapangan

berdasarkan fokus permasalahan yang diteliti. Adapun analisis data yang

diperoleh dari penyajian data adalah sebagai berikut:

1. Sumber Daya Manusia

Dalam pelaksanaan bimbingan bina pribadi dan sosial

dibutuhkan SDM yang berkompeten di dalamnya. Berdasarkan

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 32 Tahun 2008 tentang

Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru Pendidikan

Khusus, adalah sebagai berikut:

a. Berpendidikan minimum D-IV atau S1 yang diperoleh dari Program

Studi/ Jurusan PLB/PKh yang terakreditasi, atau

b. Berpendidikan D-IV atau S1 PGSD, Psikologi, Kependidikan non

PLB/PKh yang diperoleh dari perguruan tinggi terakreditasi

c. Mamiliki sertifikat pendidikan untuk guru pendidikan khusus yang

diperoleh dari perguruan tinggi penyelenggara program pengadaan

tenaga kependidikan pada perguruan tinggi terakreditasi yang

ditetapkan oleh pemerintah.


Berdasarkan penelitian dan wawancara di lapangan, pelaksanaan

bimbingan bina pribadi dan sosial dilakukan oleh guru kelas atau guru

bidang study. Pada dasarnya peran guru kelas atau guru bidang study

sangatlah penting untuk memberikan bimbingan dalam membantu

mensejahteraan hidup anak tunalaras. Dibutuhkan pembimbing yang

berkompeten dan berpengalaman dalam memberikan bimbingan bina

pribadi dan sosial. Dan faktanya, pembimbing yang ada di SLB E Bhina

Putera Surakarta sebagian besar berasal dari latar belakang pendidikan

luar biasa, sehingga mampu memaksimalkan proses bimbingan yang

telah terprogram.

Dengan guru yang berjumlah 18 orang ini (8 orang yang

memiliki latar belakang pendidikan luar biasa, 6 orang dari latar

belakang pendidikan psikologi dan konseling, 1 orang dari pendidikan

agama islam dan 1 orang dari pendidikan psikologi), hanya ada 2 (dua)

guru yang tidak sesuai dengan kualifikasi Peraturan Menteri Pendidikan

Nasional Nomor 32 Tahun 2008 tantang Kualifikasi Akademik dan

Kompetensi Guru Pendidikan Khusus. Jadi dapat disimpulkan bahwa

SDM yang ada di SLB E Bhina Putera Surakarta sudah memadai dan

efektif untuk memberikan bimbingan kepada siswa-siswi yang

berjumlah 22 anak.
2. Proses

Program bimbingan bina pribadi dan sosial merupakan upaya

pendidikan atau pembinaan yang dilaksanakan secara sadar, berencana,

terarah dan bertanggung jawab dalam rangka membangun hubungan

timbal balik antara individu peserta didik tunalaras dengan lingkungan

serta menumbuhkan kepribadian untuk mengembangkan diri secara

optimal. Hal senada juga dikemukakan oleh Yusuf (2005: 11)

bimbingan bina pribadi dan sosial adalah bimbingan untuk membantu

para individu dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan

masalah pribadi dan sosial.

Bimbingan bina pribadi dan sosial di SLB E Bhina Pribadi dan

Sosial bertujuan untuk membantu para peserta didiknya untuk

memecahkan masalah pribadi dan sosialnya. Karena mereka merupakan

anak yang kurang mampu untuk bersosialisasi dengan lingkungan

sekitarnya. Bimbingan bina pribadi dan sosial di SLB E Bhina Putera

Surakarta dilakukan oleh semua pihak, seperti guru, kepala sekolah,

staff karyawan maupun orang tua siswa serta keluarga. Mengingat anak

tunalaras ada yang mengalami hambatan menalar dan ada juga yang

“normal”, bentuk kegiatan bina pribadi dan sosial juga disesuaikan

dengan kondisi anak. Adapun media yang diberikan pada anak tunalaras

antara lain upacara, dimana kegiatan ini sejalan dengan kebajikan dalam

chacarter strength yaitu keadilan. Ini berkaitan dengan interaksi antar

individu dengan individu maupun individu dengan kelompok. Kegiatan


bimbingan bina pribadi dan sosial di dalam kelas, memiliki tujuan sesuai

dengan character strength yang berupa kearifan dan pengetahuan,

keteguhan hati, perikemanusiaan dan cinta kasih, keadilan,

kesederhanaan dan transendensi. Sholat dhuhur berjama’ah yang

dilanjutkan dengan siraman rohani bertujuan untuk menumbuhkan

spiritulaitas mereka akan kuasa Tuhan YME. Kegiatan sehari-hari dan

kegiatan sosial masyakat inil bertujuan untuk menumbuhkan character

strength yang berupa peri kemanusiaan dan cinta kasih. Kegiatan

ekstrakurikuler, seperti menari dan karawitan, rebana sesuai dengan

character strength yaitu kearifan dan pengetahuan, cinta kasih serta

keadilan. Pencak silat diharapkan dapat membantu mereka dalam

meregulasi diri mereka. Da kegiatan pramuka memiliki tujuan sesaui

dengan character strength yang berupa kearifan dan pengetahuan,

keteguhan hati dan keadilan.

Pelaksanaan bimbingan bina pribadi dan sosial dilakukan

dengan di-include pada mata pelajaran dan kegiatan-kegiatan tersebut

di atas. Selain itu, bimbingan bina pribadi dan sosial juga dapat

diterapkan pada mata pelajaran yang diujikan. Misalnya pada mata

pelajaran Bahasa Indonesia, materi tentang mengarang, anak “digiring”

untuk menuangkan isi hatinya dalam sebuah karangan secara bebas. Ini

bisa digunakan sebagai terapi maupun hasil karya untuk dinilai (W2N2).

Proses bimbingan bina pribadi dan sosial yang terdapat di SLB

E Bhina Putera Surakarta ini sejalan dengan pernyataan menurut


Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus

Pendidikan Dasar (2014: 7), proses bimbingan bina pribadi dan sosial

dilakukan dengan cara reguler (dilaksanakan sesuai jadwal), terpadu

(dilaksanakan dengan diintegrasikan ke dalam mata pelajaran) dan

prioritas (dilaksanakan secara khusus). Maka dapat ditarik kesimpulan

bahwa SLB E Bhina Putera Surakarta sudah menerapkan bimbingan

bina pribadi dan sosial dengan baik.


BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan

mengenai mengenai Bimbingan Bina Pribadi dan Sosial dalam

Menumbuhkan Character Strength Anak Tunalaras di SLB E Bhina Putera

Surakarta dapat disimpulkan bahwa proses pelaksanaan bimbingan bina

pribadi dan sosial dilakukan secara individu maupun kelompok. Bimbingan

yang dilakukan dengan cara reguler, terintegrasi dan prioritas sesuai dengan

kebutuhan anak. Dengan jumlah SDM yang sebagian besar memiliki latar

belakang pendidikan khusus, bimbingan yang diberikan sudah maksimal

dan memadai serta efektif untuk membantu menumbuhkan character

strength pada anak tunalaras.

Pada proses bimbingan bina pribadi dan sosial, anak diberikan

materi agar mereka mampu bersosialisasi dan beraktualisasi diri dengan

baik tentang pentingnya hidup bermasyarakat dan mampu memecahkan

masalah pribadi dan sosial yang dihadapinya. Adapun media yang

digunakan dalam proses bimbingan bina pribadi dan sosial antara lain,

upacara bendera, kegiatan belajar-mengajar, sholat dhuhur berjama'ah,

kegiatan sehari-hari dan kegiatan sosial serta kegiatan ekstrakurikuler

(karawitan, menari, rebana, pencak silat dan pramuka).


B. Keterbatasan Penelitian

Penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini masih banyak

kekurangannya. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan peneliti dalam

melakukan penelitian dan juga menerapkan metodologi. Selain itu peneliti

juga mengakui bahwa peneliti belum bisa menyesuaikan teori yang ada

dengan fakta-fakta yang ditemui di lapangan.

C. Saran

1. Bagi anak-anak tunalarasa SLB E Bhina Putera Surakarta diharapkan

untuk selalu patuh kepada guru, orang tua maupun masyarakat. Teruslah

melangkah dalam menjalani kehidupan ini, walaupun banyak tantangan

dan rintanagannya, semua akan indah pada waktunya dan jadilah dirimu

sendiri, jangan terpengaruh dengan lingkunganmu tapi berpengaruhlah

dalam memyebarkan hal-hal yang positif.

2. Bagi guru kelas atau guru bidang study berikan yang terbaik. Setiap

keberhasilan anak tunalaras, kebanggan tersendiri bagi guru.

3. Bagi SLB E Bhina Putera Surakarta hendaknya lebih memaksimalkan

lagi sarana dan prasarana yang dimiliki guna menunjang aktivitas dan

kreatifitas anak tunalaras, seperti menyalurkan hobi dan keterampilan

anak.
DAFTAR PUSTAKA

______________. 2007. Panduan Standar Kompetensi dan Kompetensi


Dasar Program Bina Pribadi dan Sosial SDLB dan SMPLB
Tunalaras. Jakarta: Depdiknas

Aisyah, S. 2015. Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta: Deepublish

Amandari, Sabrina Lokita, Dewi Sartika. 2014-2015. Hubungan antara


Character Strength dengan Penyesuaian Diri yang Efektif pada
Narapidana di Lapas Sukamiskin Kelas IIA Bandung. Prosiding
Psikologi. (diakses tanggal 04 Mei 2018).
[http://www.karyailmiah.unisba.ac.id]

Ardianto, Elvinaro. 2016. Metodologi Penelitian untuk Public Relations


Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: Simbiosa Rekatama Media

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan


Praktik). Jakarta: Rineka Cipta

Astuti, Puji. 2014. Mengenal Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus


menuju Layanan Belajar. Jakarta: Kemendikbud, Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar, Direktorat Pembinaan Pendidikan
Khusus dan Layanan Khusus Pendidikan Dasar

Bungin, Burhan. 2011. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Kebijakan Publik


dan Ilmu Sosial Lainnya Edisi Kedua. Jakarta: Kencana

Dapa, Aldjon, Usman Duyo & Marentek. 2007. Manajemen Pendidikan


Inklsusif. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi, Direktorat Ketenagaan

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1985/1986. Pedoman Guru


Pelaksana Bina Pribadi Sosial Bagi Anak Tunalaras. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar. 2014. Program Pengembangan


Kekhususan: Pedoman Pengembangan Perilaku Pribadi dan Sosial
bagi Peserta Didik Tunalaras. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan
Effendi, Mohammad. 2007. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan.
Jakarta: PT Bumi Aksara

Fahmi, Irfan, Zulmi Ramdani. 2014. Profil Kekuatan Karakter dan


Kebajikan Pada Mahasiswa Berprestasi. Jurnal Ilmiah Psikologi, 1,
98-108. (diakses tanggal 28 Maret 2018).
[http://www.journal.uinsgd.ac.id]

Hartono. 2011. Implementasi Pendidikan Karakter pada Layanan


Bimbingan dan Konseling. Jurnal Wahana, 2

Herdiansyah, Haris. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-


Ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humaika

Husna, Sabiqotul. 2012. Hubungan Kekuatan Karakter dengan Subjective


Well-Being Pada Penduduk Dewasa Muda Asli Yogyakarta. Skripsi.
Yogyakrta: UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Irham, Muhammad. Novan Ardi Wiyana. 2014. Bimbingan dan Konseling:


Teori dan Aplikasi di Sekolah Dasar. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media

Kosasih, E. dkk. 2012. Cara Bijak Memahami Anak Berkebutuhan Khusus.


Bandung: Yrama Widya

Liando, Joppy. Aldjon Dapa. 2007. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus


dalam Perspektif Sistem Sosial. Departemen Pendidikan Nasional

Mahabbati, Aini. 2010. Pendidikan Inklusif untuk Anak dengan Gangguan


Emosi dan Perilaku (Tunalaras). Jurnal Pendidikan Khusus, 2, 52-
63. (diakses tanggal 04 Mei 2018). [http://www.journal.uny.ac.id]

Marlina, Dini. 2011. Perbedaan Kekuatan Karakter (Character Strength)


Narapidana Pada Tindak Pidana Kriminal dan Narkotika di Lapas
Kelas II A Pemuda Tangerang. Skripsi. Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah

Moleong, Lexy J. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Refisi.


Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Narbuko, Cholid & Achmadi, Abu. (1999). Metodologi Penelitian. Jakarta:


Sinar Grafika Offset

Noor, Juliansyah. 2013. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Fajar


Interpratama Mandiri
Palupi, Niwang Tanjung. 2016. Metode Role Playing dalam Pembelajaran
Pengembangan Perilaku Pribadi dan Sosial untuk Meningkatkan
Kemampuan Empati Anak Tunalaras Kelas VI di SLB E Prayuwana
Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta

Purwanta, Edi. 2012. Modifikasi Perilaku: Alternatif Penanganan Anak


Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset

Putranto, Bambang. 2015. Tips Menangani Siswa yang Membutuhkan


Perhatian Khusus. Yogyakarta: DIVA Press

Somantri, Sutjihati. 2007. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Refika


Aditama

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,


Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta

Sumarna, Samad, Sukarja Taska. 2013. Bina Pribadi dan Sosial Anak
Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Luxima Metro Media

Syarbini, Amirulloh. 2014. Model Pendidikan Karakter Dalam Keluarga.


Jakarta: PT Gramedia

Yusuf, Syamsu & A. Juntika Nurihsan. 2011. Landasan Bimbingan dan


Konseling. Bandung: Remaja Rosdakarya dan UPI
LAMPIRAN
Lampiran 1. Interview Guide

A. Pedoman wawancara dengan Kepala SLB E Bhina Putera Surakarta

1. Menurut Anda, apa pengertian anak tunalaras?

2. Bagaimana karakteristik anak tunalaras itu?

3. Apakah ada program khusus yang diberikan kepada anak tunalaras?

4. Mengapa perlu dilaksanakan bimbingan bina pribadi dan sosial?

5. Dimana pelaksanaan bimbingan bina pribadi dan sosial?

6. Kapan pelaksanaan bimbingan bina pribadi dan sosial?

7. Siapa saja yang berperan dalam proses bimbingan bina pribadi dan

sosial?

8. Bagaimana proses pelaksanaan bimbingan bina pribadi dan sosial?

B. Pedoman Wawancara Wali kelas

1. Apa pengertian anak tunalaras?

2. Bagaimana karakteristik anak tunalaras itu?

3. Faktor apa yang menyebabkan ketunalarasan?

4. Bagaimana cara guru mendidik anak tunalaras?

5. Apakah ada permasalahan dalam mendidik anak tunalaras?

6. Bagaimana cara mengatasi permasalahan dalam mendidik anak

tunalaras?

7. Apa yang Anda ketahui mengenai bimbingan bina pribadi dan sosial?

8. Siapa saja yang berperan dalam proses bimbingan bina pribadi dan

sosial?
9. Mengapa perlu dilaksanakan bimbingan bina pribadi dan sosial?

10. Dimana pelaksanaan bimbingan bina pribadi dan sosial?

11. Kapan pelaksanaan bimbingan bina pribadi dan sosial?

12. Bagaimana proses pelaksanaan bimbingan bina pribadi dan sosial?

13. Apakah selama ini proses bimbingan BPS berjalan secara efektif?

14. Apakah bimbingan bina pribadi dan sosial mampu menumbuhkan

character strength terhadap anak tunalaras?

C. Pedoman Wawancara Guru Pembimbing

1. Apa pengertian anak tunalaras?

2. Bagaimana karakteristik anak tunalaras itu?

3. Faktor apa yang menyebabkan ketunalarasan?

4. Bagaimana cara guru mendidik anak tunalaras?

5. Apakah ada permasalahan dalam mendidik anak tunalaras?

6. Bagaimana cara mengatasi permasalahan dalam mendidik anak

tunalaras?

7. Apa yang Anda ketahui mengenai bimbingan bina pribadi dan sosial?

8. Siapa saja yang berperan dalam proses bimbingan bina pribadi dan

sosial?

9. Mengapa perlu dilaksanakan bimbingan bina pribadi dan sosial?

10. Dimana pelaksanaan bimbingan bina pribadi dan sosial?

11. Kapan pelaksanaan bimbingan bina pribadi dan sosial?

12. Bagaimana proses pelaksanaan bimbingan bina pribadi dan sosial?


13. Apakah selama ini proses bimbingan BPS berjalan secara efektif?

14. Apakah bimbingan bina pribadi dan sosial mampu menumbuhkan

character strength terhadap anak tunalaras?


Lampiran 2

Transkrip Hasil Wawancara

(W1N1)

A. Wawancara dengan Kepala SLB E Bhina Putera Surakarta

Peneliti : Erin Widyawati

Hari/ tanggal : 09 Agustus 2018

Tempat : ruang kepala sekolah

Narasumber : Bapak Edy Suparno, S.Pd.

Peneliti : sebelumnya mohon maaf pak sudah mengganggu waktunya

sebentar. Langsung saja bu saya ingin bertanya, menurut ibu,

apa yang dimaksud dengan anak tunalaras?

Narasumber : Anak tunalaras adalah anak yang mengalami gangguan

emosi dan perilaku yang sering disebut oleh masyarakat

awam sebagai anak nakal, suka membuat kekacauan dan

keributan mbak.

Peneliti : Bagaimana karakteristik anak tunalaras itu?

Narasumber : karakteristik anak tunalaras itu mereka yang mempunyai

masalah belajar, tidak mampu membangun hubungan

dengan orang lain, berperilaku yang tidak semestinya,

Peneliti : Apakah ada program khusus yang diberikan kepada anak

tunalaras?
Narasumber : ada mbak, program yang ada disini ada tiga, yaitu

bimbingan keagamaan, bimbingan keterampilan dan

bimbingan bina pribadi dan sosial.

Peneliti : Mengapa perlu dilaksanakan bimbingan bina pribadi dan

sosial?

Narasumber : karena manfaatnya yang begitu besar mbak, yaitu untuk

membantu siswa-siswi agar dapat merubah penyimpangan

tingkah laku, membantu mereka agar memiliki kepribadian

yang utuh untuk membentuk manusia berkarakter, agar

mereka mampu hidup mandiri di masyarakat, serta

membantu mereka untuk mengatasi permasalahan yang

dihadapi dan mampu mengembangkan pribadi dan sosialnya.

Peneliti : Dimana pelaksanaan bimbingan bina pribadi dan sosial?

Narasumber : pelaksanaannya itu di masjid mbak, di ruang kelas, ruang

keterampilan, ruang bina pribadi dan sosial, dan lapangan

sekolah.

Peneliti : Kapan pelaksanaan bimbingan bina pribadi dan sosial?

Narasumber : untuk pelaksanannya setiap hari senin dan hari jum’at mbak.

Peneliti : Siapa saja yang berperan dalam proses bimbingan bina

pribadi dan sosial?

Narasumber : semua pihak memiliki peran penting dalam proses

bimbingan bina pribadi dan sosial mbak, karena tanpa

adanya dukungan dari semua pihak maka prosesnya


bimbingan bina pribadi dan sosial tidak akan berjalan dengan

baik dan efektif mbak.

Peneliti : Bagaimana proses pelaksanaan bimbingan bina pribadi dan

sosial?

Narasumber : prosesnya sendiri dilakukan dengan kegiatan upacara setiap

hari senin mbak, dalam upacara tersebut saya selalu

menyampaikan mengenai hal-hal yang berguna untuk bekal

mereka di masa mendatang, lalu ada sholat dhuhur

berjama’ah setiap hari mbak, dan di hari senin dan kamis itu

setelah sho;at dhuhur ada siraman rohani, dan di hari jum’at

itu diadakan ekstrakurikuler pramuka untuk melatih

kedisiplinan mereka.

Peneliti : Apakah bimbingan bina pribadi dan sosial mampu

menumbuhkan character strength terhadap anak tunalaras?

Narasumber : iya mbak, seperti yang sudah dijelaskan tadi, bahwa tujuan

bimbingan bina pribadi dan sosial itu salah satunya

membantu peserta didik agar memiliki kepribadian yang

utuh untuk membentuk manusia yang berkarakter.


Lampiran 3

Transkrip Hasil Wawancara

(W2N2)

B. Wawancara dengan Wali Kelas VI

Peneliti : Erin Widyawati

Hari/ tanggal : 09 Agustus 2018

Tempat : ruang guru

Narasumber : Ibu Ratnaningsih, S.Pd.

Saat sedang mengetik pada jam istirahat, sekitar pukul 09.00 WIB,

Bu Ratna menyempatkan waktunya untuk saya wawancarai, berikut hasil

wawancara saya dengan Bu Ratna:

Peneliti : sebelumnya mohon maaf bu sudah mengganggu waktunya

sebentar, perkenalkan nama saya Erin Widyawati dari IAIN

Surakarta. Kedatangan saya kesini ingin melakukan

penelitian dengan judul “Bimbingan Bina Pribadi dan Sosial

dalam Menumbuhkan Character Strength Anak Tunalaras di

SLB E Bhina Putera Surakarta”. Dan kebetulan ibu sebagai

wali kelas VI dan sekaligus salah satu yang memberikan

bimbingan bina pribadi dan sosial. Langsung saja bu saya

ingin bertanya, menurut ibu, apa yang dimaksud dengan

anak tunalaras?
Narasumber : oh iya tidak apa-apa mbak, menurut saya anak tunalaras itu

anak yang mengalami kelainan emosi dan tingkah laku, suka

melakukan penyimpangan-penyimpangan, suka membuat

konflik serta keonaran baik di sekolahan maupun di

masyarakat. Selalu mencari cara untuk mengganggu

temannya atau orang lain.

Peneliti : Bagaimana karakterisitik anak tunalaras?

Narasumber : karakteristik anak tunalaras itu suka membikin ulah mbak,

selalu mencari-cari cara untuk mengganggu temannya,

seperti saat pelajaran, mereka sulit berkonsentrasi Karena

yang ada dipikiran mereka itu bagaimana caranya untuk

menjaili temannya. Senang melihat temannya menderita,

menyimpang dari aturan dan norma yang berlaku.

Peneliti : faktor apa saja yang menyebabkan ketunalarasan?

Narasumber : faktor-faktor yang mempengaruhi ketunalarasan itu banyak

mbak, yang terdapat di SLB E Bhina Putera Surakarta ini

kebanyakan disebabkan Karena faktor keluarga, ekonomi

dan lingkungan masyarakat. Faktor keluarga sendiri

dikarenakan keluarga yang broken home mbak, sedangkan

faktor ekonomi dan lingkungan masyarakat yang keras serta

tidak baik ini juga menyebabkan ketunalarasan, anak itu kan

suka untuk menirukan sesuatu, jadi mereka terbentuk karena

mengikuti lingkungan yang seperti itu tadi mbak.


Peneliti : Bagaimana cara guru mendidik anak tunalaras?

Narasumber : kita harus mengikuti pemikiran dan keinginan mereka,

tidak bisa kalo mereka yang harus mengikuti kita. Mereka

tidak akan mau.

Peneliti : Apakah ada permasalahan dalam mendidik anak tunalaras?

Narasumber : permasalahannya kita tidak bisa memaksakan kehendak

kita kepada mereka mbak, jadi kita yang harus mengikuti

mereka. Mereka inginnya seperti apa kita yang mengikutinya.

Peneliti : Bagaimana cara mengatasi permasalahan dalam mendidik

anak tunalaras?

Narasumber : salah satunya mbak, saya sebagai salah satu guru disini,

sebelum pelajaran dimulai bertanya kepada mereka, siapa

yang belum sarapan karena mereka nanti tidak akan

konsentrasi mbak dalam mengikuti pelajaran. Saya

memberikan uang dan menyuruh salah satu dari mereka

untuk pergi membeli nasi untuk makan bersama-sama

sebelum pelajaran dimulai.

Peneliti : Apa yang Anda ketahui mengenai bimbingan bina pribadi

dan sosial?

Narasumber : bina pribadi dan sosial adalah bentuk-bentuk kegiatan yang

memberikan bekal pembinaan bagi siswa tunalaras yang

bertujuan agar siswa mampu mengenal masalah yang

dihadapi.
Peneliti : Siapa saja yang berperan dalam proses bimbingan bina

pribadi dan sosial?

Narasumber : semua pihak ikut berperan mbak, karena disini kan meng-

include bimbingan bina pribadi sosial dalam bentuk kegiatan

sehari-hari. Jadi mulai dari para guru dan staff karyawan

serta orang tua siswa juga diajak agar berjalan dengan efektif.

Peneliti : Mengapa perlu dilaksanakan bimbingan bina pribadi dan

sosial?

Narasumber : saya berpendapat bahwa media yang efektif dalam upaya

mengembangkan kepribadian mereka adalah bimbingan bina

pribadi dan sosial mbak. Bentuk-bentuk kegiatannya

memberikan bekal pembinaan bagi mereka agar mereka

mampu menghadapi permasalahan yang dihadapi.

Peneliti : Dimana pelaksanaan bimbingan bina pribadi dan sosial?

Narasumber : pelaksanaannya bisa dilakukan dimana saja mbak, karena

tadi, disini kita meng-include dalam setiap kegiatan, bisa di

dalam kelas, di mushola, di lapangan, ruang keterampilan,

ruang kesenian dan dimana saja mbak.

Peneliti : Kapan pelaksanaan bimbingan bina pribadi dan sosial?

Narasumber : pelaksanaannya bisa kapan saja mbak, hampir setiap saat,

namun untuk pembelajarannya sendiri dilakukan pada hari

senin dan hari jum’at.


Peneliti : Bagaimana proses pelaksanaan bimbingan bina pribadi dan

sosial?

Narasumber : seperti yang sudah dijelaskan tadi mbak, jadi kita meng-

include bimbingan bina pribadi dan sosial ini dalam kegiatan

sehari-hari, misalnya saat jam istirahat makan bersama di

warung, nah kita mengajarkan mereka untuk mengantri dan

jujur seperti itu mbak. Selain itu juga bisa dimasukkan dalam

mata pembelajaran mbak yang diujikan mbak, mereka

“digiring” untuk menuangkan isi hati mereka dalam

karangan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia.

Peneliti : Apakah selama ini proses bimbingan BPS berjalan secara

efektif?

Narasumber : sudah efektif mbak, karena dilakukan oleh semua pihak dan

berlangsung setiap hari.

Peneliti : Apakah bimbingan bina pribadi dan sosial mampu

menumbuhkan character strength terhadap anak tunalaras?

Narasumber : ooh bisa mbak, setelah adanya bimbingan bina pribadi dan

sosial ini, siswa-siswi tunalaras mulai menunjukkan

perubahan yang cukup bagus, ada yang setelah lulus dari sini

(SLB E Bhina Putera Surakarta) mereka membuka konter

sendiri, ada yang melanjutkan pendidikannya dan masih

banyak lagi mbak.


Lampiran 4

Transkrip Hasil Wawancara

(W3N3)

C. Wawancara dengan wali kelas VI

Peneliti : Erin Widyawati

Hari/ tanggal : 09 Agustus 2018

Tempat : ruang guru

Narasumber : Ibu Astriati Fitri Wahyuni, S.Pd.I

Setelah mewawancarai Bu Ratna dan waktu istirahat masih, peneliti

menyempatkan waktu untuk mewawancarai Bu Fitri. Berikut hasil

wawancara saya dengan Bu Ratna:

Peneliti : sebelumnya mohon maaf bu sudah mengganggu waktunya

sebentar, perkenalkan nama saya Erin Widyawati dari IAIN

Surakarta. Kedatangan saya kesini ingin melakukan

penelitian dengan judul “Bimbingan Bina Pribadi dan Sosial

dalam Menumbuhkan Character Strength Anak Tunalaras di

SLB E Bhina Putera Surakarta”. Dan kebetulan ibu sebagai

guru pendamping peneliti dan sekaligus salah satu yang juga

memberikan bimbingan bina pribadi dan sosial. Langsung

saja bu saya ingin bertanya, menurut ibu, apa yang dimaksud

dengan anak tunalaras?


Narasumber : iya mbak ndak apa-apa, anak tunalaras, menurut saya

mereka itu hanyalah pelampiasan dari orang tua mereka

mbak, mereka anak-anak yang melakukan penyimpangan-

penyimpangan atas norma dan aturan yang berlaku.

Peneliti : Bagaimana karakteristik anak tunalaras itu?

Narasumber : Anak tunalaras ini menunjukkan perilaku yang kekanak-

kanakan serta menarik diri mbak. Mereka mengalami

keterasingan sosial, jarang bermain dengan teman sebayanya,

kurang memiliki keterampilan sosial. Tidak jarang ada yang

mengasingkan diri untuk berkhayal, mengeluhkan rasa sakit

dan membiarkan penyakit mereka, ada yang menjadi

tertekan tanpa alasan jelas.

Peneliti : Faktor apa yang menyebabkan ketunalarasan?

Narasumber : kalau yang ada disini mbak, mereka itu berasal dari

keluarga yang broken home, jadi kedua orang tuanya

bercerai, dia ikut ibunya dan ibunya menikah lagi, tapi ayah

tiri dari sang anak ini suka memukul, ringan tangan gitu

mbak. Karena tidak mampu untuk melawannya, sang anak

ini melampiaskan kepada teman sebayanya mbak, baik

teman bermain maupun teman sekolahnya.

Peneliti : Bagaimana cara guru mendidik anak tunalaras?

Narasumber : kita (guru) tidak bisa itu mbak yang namanya memaksa

mereka untuk melakukan sesuatu. Jadi kita itu mengikuti


kemauan mereka, bukan mereka yang mengikuti kemauan

kita.

Peneliti : Apakah ada permasalahan dalam mendidik anak tunalaras?

Narasumber : permasalahannya kita tidak bisa memaksakan kehendak

kita kepada mereka mbak, jadi kita yang harus mengikuti

mereka. Mereka inginnya seperti apa kita yang mengikutinya.

Peneliti : Bagaimana cara mengatasi permasalahan dalam mendidik

anak tunalaras?

Narasumber : kita selain menjadi guru mereka disini juga memberi

pengertian kepada mereka bahwa mereka bisa menganggap

kita sebagai sahabatnya sendiri mbak, jadi kalua ada masalah

mereka terbuka dengan kita dan mereka akan nyaman

dengan hal tersebut.

Peneliti : Apa yang Anda ketahui mengenai bimbingan bina pribadi

dan sosial?

Narasumber : bimbingan bina pribadi dan sosial merupakan salah satu

program yang ada di SLB bagian E mbak, pembinaannya

dilakukan secara sadar, berencana, terarah dan bertanggung

jawab

Peneliti : Siapa saja yang berperan dalam proses bimbingan bina

pribadi dan sosial?


Narasumber : semua pihak ikut berperan mbak, tidak bisa kalua hanya

pihak sekolah saja yang berperan tapi keluarga juga harus

ikut andil agar hasilnya efektif sesuai dengan tujuannya.

Peneliti : Mengapa perlu dilaksanakan bimbingan bina pribadi dan

sosial?

Narasumber : karena bimbingan bina pribadi dan sosial ini mampu

membantu mereka untuk meyelesaikan permasalahan baik

yang bersifat pribadi maupun sosial.

Peneliti : Dimana pelaksanaan bimbingan bina pribadi dan sosial?

Narasumber : pelaksanaannya dapat dilakukan dimana saja mbak, bisa di

lapangan, seperti saat upacara maupun pramuka, di ruang

kelas, di masjid, kantin dan mana saja mbak.

Peneliti : Kapan pelaksanaan bimbingan bina pribadi dan sosial?

Narasumber : pelaksanannya dijadwalkan setiap hari senin dan jum’at

mbak, namun prakteknya itu setiap hari mbak.

Peneliti : Bagaimana proses pelaksanaan bimbingan bina pribadi dan

sosial?

Narasumber : proses pelaksanannya sendiri itu diterapkan pada mata

pelajaran dan langsung dipraktekkan dalam kegiatan sehari-

hari mbak. Kita memberikan contoh kepada mereka dalam

setiap hal.

Peneliti : Apakah selama ini proses bimbingan bina pribadi dan sosial

berjalan secara efektif?


Narasumber : iya mbak, karena selain dari pihak sekolah, kita juga

meminta para orang tua atau keluarganya untuk bekerjasama

agar tidak sia-sia kita membina anak tunalaras mbak.

Peneliti : Apakah bimbingan bina pribadi dan sosial mampu

menumbuhkan character strength terhadap anak tunalaras?

Narasumber : bisa mbak, setelah adanya bimbingan bina pribadi dan

sosial ini, mereka menjadi lebih baik dari sebelumnya. Jadi

kita berhasil membina mereka dan tujuan dari bimbingan

bina pribadi sosial tercapai.

Anda mungkin juga menyukai