Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Perc 1. Interferometer Michelson

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM

EKSPERIMEN FISIKA
(ABKC 4604)

INTERFEROMETER MICHELSON
(Percobaan 1)

Dosen Pembimbing:
Abdul Salam M, M.Pd

Asisten Praktikum:
M. Rahmawan

Disusun oleh:
Latifah A1C413220
Lita Lestari A1C413214
Mirnawati A1C414212
Nor Alina A1C414094
Nur Zubaidah A1C414202
Nurul Hasanah A1C414210
Kelompok IV
Kelas B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2017
JUDUL PERCOBAAN:
INTERFEROMETER MICHELSON

ABSTRAK:
Percobaan interferometer Michelson bertujuan untuk mengamati
perubahan gambar interferensi dan mengukur panjang gelombang laser He-Ne
dengan menggeser salah satu cermin dari interferometer. Adapun prinsip kerja
dari percobaan ini dimana seberkas cahaya monokromatik menumbuk suatu
kolimator/pemecah berkas cahaya (beam splitter) yang berfungsi untuk
meneruskan sebagian cahaya ke cermin pertama dan memantulkan sebagian
cahaya ke cermin kedua, kemudian berkas cahaya tersebut memantul kembali
pada kolimator lalu meneruskannya ke layar pengamatan (viewing screen), maka
terlihatlah pola interferensi dan akan teramati frinji. Alat dan bahan yang
digunakan pada percobaan ini yakni: landasan dasar interferometer, layar tembus
cahaya, He-Ne laser, tingkap, cermin datar, dan lensa dengan fokus 50 cm. Pada
tujuan kedua mengukur panjang gelombang sumber cahaya dimana pada
percobaan ini sumber cahaya yang digunakan adalah laser He-Ne, dengan cara
memutar secara perlahan-lahan skrup mikrometer pengatur pada M2 sebanyak 5
kali pemutaran kemudian menghitung perubahan frinji yang diamati pada layar.
Pada percobaan kali ini, dari analisis data hasil percobaan dapat diketahui besar
panjang gelombang laser He-Ne yang diperoleh yaitu berturut-turut 111 nm, 160
nm, 200 nm, 174 nm, dan 175 nm.
I. PENDAHULUAN
Interferensi merupakan penggabungan dua gelombang atau lebih yang
bertemu dalam satu titik ruang untuk membentuk gelombang yang baru. Suatu
alat yang digunakan untuk mendeteksi pola interferensi yaitu interferometer.
Interferometer bukan hanya digunakan sebagai pendeteksi pola interferensi, tetapi
juga digunakan untuk menguji keberadaan eter. Salah satu jenis interferometer
tersebut adalah interferometer Michelson. Pada tahun 1852 sampai 1931 seorang
fisikawan Amerika Serikat, A.A. Michelson menemukan alat tersebut. Cara untuk
mendapatkan pola interferensi tersebut adalah dengan memisahkan cahaya ke dua
bagian dan selanjutnya direkombinasikan untuk membentuk pola interferensi.
Dengan adanya beam splitter pada alat interferometer Michelson, maka berkas
akan terpisah menjadi dua. Kedua berkas tersebut akan berjalan pada lintasan satu
dan dua. Setelah terpantul dari masing-masing cermin bergerak dan juga cermin
tetap maka kedua sinar itu akan bergabung dan menghasilkan pola interferensi
yang diamati pada layar. Hasilnya berupa deretan cincin-cincin lingkaran terang
dan gelap. Apabila kedua sinar berinteferensi saling menghancurkan, maka akan
terjadi lingkaran gelap di pusat pola. Dan jika saling menguatkan, maka akan
memberikan lingkaran terang di pertengahan.
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dibuat beberapa rumusan masalah,
antara lain: Bagaimana perubahan gambar interferensi? dan Bagaimana hasil
pengukuran panjang gelombang laser He-Ne dengan menggeser salah satu cermin
dari interferometer?
Adapun tujuan percobaan ini, yaitu mengamati perubahan gambar interferensi
dan mengukur panjang gelombang laser He-Ne dengan menggeser salah satu
cermin dari interferometer.

II. KAJIAN TEORI


Michelson terpesona dengan masalah mengukur kecepatan cahaya pada
khususnya. Sementara di Annapolis, ia melakukan percobaan pertama dari
kecepatan cahaya, sebagai bagian dari sebuah kelas demonstrasi pada 1877, saat
itu Michelson mulai merencanakan penyempurnaan dari cermin berputar metode
Leo Foucoult untuk mengukur kecepatan cahaya, menggunakan optik
ditingkatkan dan dasar yang lebih panjang. Pada 1887 ia dan Edward Morley
dilaksanakan yang terkenal percobaan Michelson-Morley yang tampaknya
mengesampingkan keberadaan ether. Percobaan mereka untuk gerakan yang
diharapkan Bumi relatif terhadap aether, hipotetis cahaya medium yang
seharusnya perjalanan, menghasilkan hasil null.
Dia kemudian pindah ke astronomi menggunakan interferometer dalam
pengukuran bintang, dalam mengukur diameternya dan pemisahan bintang biner.
Dia melakukan pengukuran awal dari kecepatan cahaya yang luar biasa dan pada
1881 ia menemukan interferometer untuk tujuan menemukan efek dari gerakan
bumi pada kecepatan yang diamati. Michelson bersama Profesor EWMorley
menggunakan interferometer, ditunjukkan bahwa cahaya berjalan pada kecepatan
konstan dalam semua sistem inersia acuan. Instrumen juga memungkinkan jarak
yang akan diukur dengan akurasi yang lebih besardengan menggunakan panjang
gelombang cahaya. Michelson menjadi lebih tertarik pada astronomi dan pada
tahun 1920, dengan menggunakan interferensi cahaya dan versi yang sangat
berkembang darialat sebelumnya, ia mengukur diameter bintang Betelgeuse: ini
adalah pertama penentuan ukuran bintang yang dapat dianggap sebagai akurat.
(Anonim, 2012: tanpa halaman).
Interferensi ialah penggabungan secara superposisi dua gelombang atau lebih
yang bertemu dalam satu titik di ruang. Interferensi gelombang dari dua sumber
tidak teramati kecuali sumbernya koheren, atau perbedaan fase di antara
gelombang konstan terhadap waktu. Karena berkas cahaya pada umumnya adalah
hasil dari jutaan atom yang memancar secara bebas, dua sumber cahaya biasanya
tidak koheren. Koherensi dalam optika sering dicapai dengan membagi cahaya
dari sumber tunggal menjadi dua berkas atau lebih, yang kemudian dapat
digabungkan untuk menghasilkan pola interferensi. Pembagian ini dapat dicapai
dengan memantulkan cahaya dari dua permukaan yang terpisah.
(Tipler, 1991: 52)
Apabila dua gelombang yang berfrekuensi dan berpanjang gelombang sama
tapi berbeda fase bergabung, maka gelombang yang dihasilkan merupakan
gelombang yang amplitudonya tergantung pada perbedaan fasenya. Jika
perbedaan fasenya 0 atau bilangan bulat kelipatan 360, maka gelombang akan
sefase dan berinterferensi secara saling menguatkan (interferensi konstruktif).
Sedangkan amplitudonya sama dengan penjumlahan amplitudo masing-masing
gelombang. Jika perbedaan fasenya 180 atau bilangan ganjil kali 180, maka
gelombang yang dihasilkan akan berbeda fase dan berinterferensi secara saling
melemahkan (interferensi destruktif). Amplitudo yang dihasilkan merupakan
perbedaan amplitudo masing-masing gelombang.
(Tipler, 1991: 53)
Suatu alat yang dirancang untuk menghasilkan pola interferensi dari
perbedaan panjang lintasan disebut interferometer optik. Interferometer dibedakan
menjadi 2 jenis, yaitu interferometer pembagi muka gelombang dan
interferometer pembagi amplitudo. Pada pembagi muka gelombang, muka
gelombang pada berkas cahaya pertama di bagi menjadi dua, sehingga
menghasilkan dua buah berkas sinar baru yang koheren, dan ketika jatuh di layar
akan membentuk pola interferensi yang berwujud garis gelap terang berselang-
seling. Di tempat garis terang, gelombang-gelombang dari kedua celah sefase
sewaktu tiba di tempat tersebut. Sebaliknya di tempat garis gelap, gelombang-
gelombang dari kedua celah berlawanan fase sewaktu tiba di tempat tersebut.
(Soedojo, 1992: 57)
Interferometer Michelson merupakan seperangkat peralatan yang
memanfaatkan gejala interferensi. Prinsip interferensi adalah kenyataan bahwa
beda lintasan optik (d) akan membentuk suatu frinji (Resnick, 1993). Pada tahun
1887, Albert A. Michelson (1852-1931) dan Edward W. Morley (1838-1932)
mencoba mengukur aliran eter dengan menggunakan interferometer optis yang
sangat peka yang dikenal dengan interferometer Michelson (Dadan
Rosana,dkk.2003). jika benar bahwa ada eter, maka seharusnya seorang pengamat
di bumi yang bergerak bersama eter akan merasakan adanya angin eter. Suatu
alat yang cukup sensitif untuk mendeteksi adanya pergerkan eter telah
dikembangkan oleh Michelson pada tahun 1881, dan disempurnakan kembali oleh
Michelson-Morley pada tahun 1887. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa
tidak ada gerakan eter yang menuju eter yang terdeteksi. Dengan kata lain, eter
itu tidak ada.
(Malago, 2005: 40)
Interferometer Michelson sangat tepat untuk mengukur perubahan kecil dari
panjang gelombang benda padat dan untuk menentukan panjang gelombang dari
cahaya laser. Gambar 2 menunjukkan jalur sinar pada interferometer Michelson.

Gambar 2. Interferometer Michelson


St : pembagi sinar dengan titik temu A S3 : gambar maya dari S2 yang dibuat
S1 : cermin oleh pembagi sinar
S2 : cermin F : layar tembus cahaya

Susunan ini identik dengan penempatan pelat udara yang datar sejajar antara
cermin S1 dan gambar maya S2 dri S2. Jika sinar divergen jatuh ke pelat datar
sejajar, terjadi suatu susunan cincin-cincin interferensi yang terpusat (kurva-kurva
dengan kemiringan yang sama, lihat terjadinya interferensi pada pelat datar
sejajar). Tetapi cincin-cincin interferensi baru timbul jika S1 dan S2 saling tegak
lurus. Jika salah satu pengaturan yang terlihat hanya potongan dari kumpulan
lingkaran-lingkaran yang hampir putus. Cermin S1 dapat diukur pergeserannya
dengan tombol penyetel halus. Satu putaran pada roda-roda penggerak menggeser
cermin datar S1 sebesar 5 10 3 mm. Pada pergeseran tersebut cincin-cincin
interferensi membesar.
Untuk evaluasi maka dihitunglah pertukaran kecerahan ditengah-tengah
gambar interferensi, yang terjadi karena pergeseran S1 sebesar l , panjang
gelombang dari laser dengan jumlah Z dari intensitas maksimum atau minimum
yang terhitung adalah sebagai berikut:
Z 2 l (1)
Faktor Z muncul karena baik untuk sinar yang datang maupun yang dipantulkan,
jalur berubah 1. l dapat dihitung lebih tepat, semakin besar pergeseran
keseluruhan l .
(Tim Dosen, 2017: 1)
Laser He Ne merupakan salah satu tipe laser dimana medium aktif dari laser
ini adalah gas helium neon. Laser He-Ne sering digunakan dalam bidang optik
dikarenakan compact, portable dan mudah digunakan sebagai sumber cahaya yang
terlihat untuk berbagai keperluan seperti penilitian.

Gambar 2. Skema laser He-Ne

Mekanisme populasi inverse pada laser He-Ne meliputi kombinasi dari


tumbukan electron He dengan taranfer electron dari helium ke neon. Perbandingan
campuran gas ini berkisar 90% helium dan 10% neon. Senyawa gabungan gas
helium dan neon ditempatkan pada rongga tertutup, resonant cavity, yang diapit
oleh dua buah cermin. Salah satu cermin memantulkan berkas foton secara
sempurna dan yang lainya memantulkan sebagian. Pemantulan dari cermin ini
berfungsi untuk memperkuat cahaya laser. Ketika terjadi proses penembakan gas,
electron akan terakslerasi turun dari tabung yang kemudian akan menumbuk atom
helium, sehingga atom tersebut akan tereksitasi ke tingkat energi yang lebih
tinggi.
Gambar berikut ini menjelaskan tingkat energi relatif dari helium dan neon.
Atom helium sangat mudah tereksitasi ke tingkat energi F2 dan F3. Pada tingkat
ini energi atom helium stabil (metastable) dan butuh waktu yang lama sebelum
terjadi de-eksitasi. Sebagian besar eksitasi dari neon berhubungan dengan energi
eksitasi tingkat F2 dan F3 dari helium. Dimana ketika atom helium pada tingkat
F2 dan F3 bertumbukan dengan atom neon pada tingkat energi rendah E1 terjadi
perpindahan energi. Terjadinya perpindahan energi ini mengakibatkan atom neon
di tingkat E1 tereksitasi ke tingkat E4 dan E6. Hal ini membantu proses inversi
populasi neon antara energi tingkat energi tinggi dan energi tingkat rendah E5 dan
E3.

Gambar 3. Tingkat energi relatif laser He-Ne

Proses selanjutnya yaitu terjadinya perpindahan tingkat energi atom neon dari
tingkat energi tinggi E4 dan E6 ke tingkat energi rendah E3 dan E5 , yang
menyebabkan emisi foton dengan panjang gelombang bervariasi, 339 nm - 632.8
nm. Hubungan besarnya emisi foton (E) tersebut dengan panjang gelombang ()
yang dipancarkan adalah :

(2)

(3)
dimana:
h = konstanta planck
c = kecepatan cahaya 3 . 108 m/s
Untuk menghasilkan output laser dengan frekuensi tertentu, maka digunakan
design cermin sedemikian rupa yang hanya akan memantulkan frekuensi yang
dibutuhkan.
(Magnafandy, 2008: tanpa halaman)

III. METODE PERCOBAAN


A. Alat dan Bahan
1. Landasan dasar interferometer 1 set
2. Layar tembus cahaya 1 buah
3. He-Ne laser 1 buah
4. Tingkap 1 buah
5. Cermin datar 2 buah
6. Lensa f = 50 cm 1 buah
B. Rumusan Hipotesis
Semakin banyak pergeseran putaran, maka jumlah pertukaran intensitas Z
semakin besar. Panjang gelombang laser He-Ne secara teori adalah 339 nm -
632,8 nm.
C. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel
1. Identifikasi Variabel
Variabel Manipulasi : Pergeseran putaran ( l )
Variabel Respon : jumlah pertukaran intensitas (Z)
Variabel Kontrol : Laser He-Ne, cermin datar, dan lensa.
2. Definisi Operasional Variabel
DOV Manipulasi : Memutar tombol roda perlahan-lahan bebrapa kali,
yaitu sebanyak 1 putaran, 2 putaran, 3 putaran, 4
putaran, dan 5 putaran.
DOV Respon : Menghitung jumlah pertukaran intensitas (Z), yang
dilihat dari jumlah pergerakan pola frinji.
DOV Kontrol : Menggunakan laser He-Ne dengan panjang
gelombang 632,8 sebagai sumber cahaya, 2 buah
cermin datar, dan lensa dengan fokus 50 cm selama
percobaan.

D. Langkah Kerja
Menyusun peralatan sesuai Gambar 3. Menghidupkan laser dan memfokuskan
pada layar menjadi satu bayangan (satu titik). Meletakkan lensa didepan layar
sehingga bayangan sinar laser menjadi sebuah pola gelap terang pada layar.
Memutar tombol roda perlahan-lahan, satu kali atau beberapa kali dengan
meletakkan jari-jari pada tuas yang tepat dan sekaligus menghitung intensitas
maksimum atau minimum yang muncul dan menghilang ditengah-tengah gambar
interferensi.
E. Rancangan Percobaan

Gambar 3. Interferometer Michelson di atas landasan dasar interferometer

Gambar 4. Landasan dasar interferometer.


Gambar 4. Sablon interferometer Michelson

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil Pengamatan
Adapun hasil pengamatan pada percobaan interferometer Michelson ini antara
lain sebagai berikut:
Tabel 4.1 Data Hasil Pengamatan
Perc. Jumlah pertukaran
Pergeseran Putaran l
ke intensitas Z
3
1 1 10 18
3
2 2 10 25
3
3 3 10 30
3
4 4 10 46
3
5 5 10 57

B. Pembahasan
Prinsip dari percobaan interferometer Michelson, yaitu seberkas cahaya
monokromatik yang dipisahkan di suatu titik tertentu (beam splitter) sehingga
masing-masing berkas dibuat melewati dua panjang lintasan yang berbeda, dan
kemudian disatukan kembali melalui pantulan dari dua cermin yang letaknya
saling tegak lurus dengan titik pembagi berkas tersebut. Setelah berkas cahaya
monokromatik tersebut disatukan maka akan didapat pola interferensi akibat
penggabungan dua gelombang cahaya tersebut.
Pola interferensi itu terjadi karena adanya perbedaan panjang lintasan yang
ditempuh dua berkas gelombang cahaya yang telah disatukan tersebut. Jika
panjang lintasan dirubah dengan diperpanjang maka yang akan terjadi adalah
pola-pola frinji akan masuk ke pusat pola. Jarak lintasan yang lebih panjang akan
mempengaruhi fase gelombang yang jatuh ke layar. Bila pergeseran beda panjang
lintasan gelombang cahaya mencapai maka akan terjadi interferensi konstruktif
yaitu terlihat pola terang, namun bila pergeserannya hanya sejauh l/4 yang sama
artinya dengan berkas menempuh lintasan l/2 maka akan terlihat pola gelap.
Tujuan kedua dari percobaan ini yaitu Mengukur panjang gelombang sumber
cahaya yang digunakan dalam percobaan. Untuk menentukan nilai panjang
gelombang laser He-Ne (laser merah) dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan:
2l

Z
yaitu dengan cara menyiapkan perangkat alat interferometer ,kemudian diberikan
sumber cahaya. Sumber cahaya yang digunakan pada percobaan kali ini adalah
laser He-Ne (laser merah) dengan panjang gelombang 632,8.
Adapun perangkat alat interferometer Michelson yang digunakan pada
percobaan ini, yaitu seperti Gambar 5 dibawah ini.

Gambar 5. Perangkat alat Interferometer Michelson.

Dari hasil perhitungan (lihat Lampiran 1), diperoleh pengukuran panjang


gelombang laser He-Ne, yaitu sebagai berikut:
Tabel 4.2 Data Hasil Perhitungan
Jumlah pertukaran Panjang Gelombang
No Pergeseran putaran l
intensitas (Z) (nm)
1 1 10 3 18 111
2 2 10 3 25 160
3 3 10 3 30 200
4 4 10 3 46 174
5 5 10 3 57 175

Berdasarkan analisis data panjang gelombang yang diperoleh pada percobaan


ini yakni dengan merata-ratakan 5 panjang gelombang maka didapatkan rerata
panjang gelombang laser He-Ne sebesar 164 nm, dimana panjang gelombang
tersebut berbeda dengan panjang gelombang secara teori yaitu sebesar 339 nm -
632,8 nm. Hal ini menunjukkan bahwa percobaan Interferometer Michelson yang
telah dilakukan belum sesuai dengan teori.
Banyak faktor yang menyebabkan hasil percobaan berbeda dengan teoritisnya,
diantaranya:
a. Praktikan kurang teliti ketika mengamati pergerakan frinji dan menghitung
jumlah pertukaran intensitas.
b. Ruangan tempat percobaan tidak gelap sempurna, dikarenakan ada
beberapa percobaan lain yang dilakuka praktikan lainnya dalam ruangan
tersebut, yang terkadang menimbulkan cahaya ketika praktikan melakukan
pengamatan. Hal ini mengakibatkan pengamat mungkin salah mengambil
data.
c. Dalam proses percobaan, praktikan tidak menentukan besar ketidakpastian
alat ukur dan saat penyusunan laporan, praktikan tidak menghitung ralat
dari hasil perobaan. Oleh karena itu, praktikan tidak mengetahui berapa
besar ketidakpastian relatif dan derajat kepercayaan hasil yang dilaporkan.
d. Praktikan juga tidak mengetahui kualitas alat yang digunakan. Selain itu
ada kemungkinan beberapa komponen alat seperti cermin dan lensa tidak
pada posisi yang tepat, sehingga berpengaruh pada pola interferensi yang
muncul (frinji).
V. SIMPULAN
Perubahan interferensi terjadi karena adanya perbedaan panjang lintasan yang
ditempuh dua berkas gelombang cahaya yang telah disatukan. Jika panjang
lintasan dirubah dengan diperpanjang maka yang akan terjadi adalah pola-pola
frinji akan masuk ke pusat pola. Jarak lintasan yang lebih panjang akan
mempengaruhi fase gelombang yang jatuh ke layar. Bila pergeseran beda panjang
lintasan gelombang cahaya mencapai maka akan terjadi interferensi konstruktif
yaitu terlihat pola terang, namun bila pergeserannya hanya sejauh l/4 yang sama
artinya dengan berkas menempuh lintasan l/2 maka akan terlihat pola gelap.
2l
Panjang gelombang laser He-Ne diperoleh dengan persamaan , dan
Z
diperoleh panjang gelombang tiap percobaan berturut-turut 111 nm, 160 nm, 200
nm, 174 nm, dan 175 nm. Rata-rata dari hasil percobaan ini adalah senilai 164 nm,
dimana panjang gelombang tersebut berbeda dengan panjang gelombang secara
teori yaitu sebesar 339 nm - 632,8 nm. Perbedaan ini disebabkan beberapa faktor,
diantaranya ketidaktelitian praktikan, ruangan yang tidak gelap sempurna, dan
beberapa faktor lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Sejarah Interferometer. Diakses melalui


(http://www.scribd.com/doc/564320/Sejarah-Interferometer), (Online),
pada tanggal 31 Mei 2017.

Magnafandy. 2008. Laser Helium Neon (He-Ne). Diakses melalui


(https://magnafandy.wordpress.com/2008/06/11/laser-helium-neon-he-
%E2%80%93-ne/), (Online), pada tanggal 3 Juni 2017.

Malago, Jasruddin Daud. 2005. Pengantar Fisika Modern. Makassar: Badan


Penerbit UNM Makassar.

Soedojo, P. 1992. Azas-azas Ilmu Fisika Jilid 3 Optika. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.

Tim Dosen. 2017. Eksperimen Fisika Lanjut Optik. Banjarbaru: Laboratorium


Pengembangan FMIPA ULM.

Tipler, P. A. 1991. Fisika Untuk Sains dan Tehnik Jilid 2. Erlangga: Jakarta.
Lampiran 1. Perhitungan

1. Percobaan Pertama
Diketahui:
l 1 10 3
Z 18
Ditanya: = ...?
Jawab:



2l 2 1 10 3
111 nm
Z 18
Jadi, panjang gelombang yang diperoleh pada percobaan pertama sebesar 111
nm.

2. Percobaan Kedua
Diketahui:
l 2 10 3
Z 25
Ditanya: = ...?
Jawab:



2l 2 2 10 3
160 nm
Z 25
Jadi, panjang gelombang yang diperoleh pada percobaan kedua sebesar 160
nm.

3. Percobaan Ketiga
Diketahui:
l 3 10 3
Z 30
Ditanya: = ...?
Jawab:



2l 2 3 10 3
200 nm
Z 30
Jadi, panjang gelombang yang diperoleh pada percobaan ketiga sebesar 200
nm.

4. Percobaan Keempat
Diketahui:
l 4 10 3
Z 46
Ditanya: = ...?
Jawab:



2l 2 4 10 3
174 nm
Z 46
Jadi, panjang gelombang yang diperoleh pada percobaan keempat sebesar 174
nm.

5. Percobaan Kelima
Diketahui:
l 5 10 3
Z 57
Ditanya: = ...?
Jawab:



2l 2 5 10 3
175 nm
Z 57
Jadi, panjang gelombang yang diperoleh pada percobaan kelima sebesar 175
nm.
Lampiran 2. Foto Percobaan

Gambar 6. Perangkat alat Interferometer Michelson.

Anda mungkin juga menyukai