School Work, lp">
LP Tuna Daksa
LP Tuna Daksa
LP Tuna Daksa
Oleh:
Rizka Rahmaharyanti, S.Kep
G4D014001
A. Definisi
Secara
etimologis,
gambaran
seseorang
yang
diidentifikasikan
mengalami
untuk
melaksanakan fungsinya
disebabkan oleh
berkurangnya kemampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsi secara normal, akibat
luka, penyakit atau pertumbuhan tidak sempurna (Suroyo,1977). Layanan khusus diperlukan
dalam pembelajaran anak tuna daksa (Kneedler, 1984).
Tunadaksa adalah anak yang mengalami kelainan atau cacat yan menetap pada alat gerak
(tulang, sendi, otot) sedemikian rupa sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
Jika mereka mengalami gangguan gerakan karena kelayuhan pada fungsi syaraf otak disebut
dengan cerebral palsy (CP).
Pengertian Tunadaksa bisa dilihat dari segi fisiknya dan dari segi anatominya. Dari segi
fungsi fisik, tunadaksa diartikan sebagai seseorang yang fisik dan kesehatannya mengalami
masalah sehingga menghasilkan kelainan di dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya
dan untuk meningkatkan fungsinya di program layanan khusus.
Istilah kelianan fisik (physical disability) sebenarnya tidak digunakan. Istilah yang
digunakan dalam undang undang adalah kelainan ortopedi (orthopedic impairment) dan
kelainan kesehatan lain (other health impairment).
Istilah ini didefinisikan sebagai berikut dalam Federal Register : kelainan ortopedi berarti
suatu keadaan penurunan fungsi ortopedik yang mempunyai efek merugikan pada prestasi
pembelajaran anak. Istilah ini meliputi gangguan yang disebabkan kelainan bawaan
(misalnya hilang salah satu anggota tubuh).
Kelainan / gangguan yang disebabkan oleh penyakit (misalnya poliomyelitis, TBC tulang
dll) dan kelainan oleh penyebab lain (misalnya cerebral palsy, amputasi, patah tulang atau
terbakar yang menyebabkan kontraktur).
B. Etiologi
Ada beberapa macam sebab yang dapat menimbulkan kerusakan pada anak sehingga
menjadi tunadaksa. Kerusakan tersebut ada yang terletak di jaringan otak, jaringan sumsum
tulang belakang, serta pada sistem muskulo skeletal. Terdapat keragaman jenis tunadaksa,
dan masing-masing timbulnya kerusakan berbeda-beda. Dilihat dari waktu terjadinya,
kerusakan otak dapat terjadi pada masa sebelum lahir, saat lahir, dan sesudah lahir.
1. Sebelum lahir (fase prenatal)
Kerusakan
terjadi
pada
saat
bayi
saat
masih
dalam
kandungan
disebabkan:
a.
Infeksi atau penyakit yang menyerang ketika ibu mengandung sehingga menyerang
otak bayi yang sedang dikandungnya.
b.
c.
Bayi dalam kandungan terkena radiasi yang langsung mempengaruhi sistem syarat
pusat sehingga struktur maupun fungsinya terganggu.
d.
Proses kelahiran yang terlalu lama karena tulang pinggang yang kecil pada ibu
sehingga bayi mengalami kekurangan oksigen. Hal ini kemudian menyebabkan
terganggunya sistem metabolisme dalam otak bayi sehingga jaringan syaraf pusat
mengalami kerusakan.
b.
Pemakaian alat bantu berupa tang ketika proses kelahiran yang mengalami kesulitan
sehingga dapat merusak jaringan syaraf otak pada bayi.
c.
Pemakaian anestesi yang melebihi ketentuan. Ibu yang melahirkan karena operasi
dan menggunakan anestesi yang melebihi dosis dapat mempengaruhi sistem
persyarafan otak bayi sehingga otak mengalami kelainan struktur ataupun fungsinya.
9. Anak tuna daksa cenderung acuh bila dikumpulkan bersama anak-anak normal dalam
suatu permainan.
10. Akibat kecacatanya mereka dapat mengalami keterbatasan dalam berkomunikasi dengan
lingkunganya.
11. Karakteristik Intelegensi
12. Tidak ada hubungan antara tingkat kecerdasan dan kecacatan, tapi ada beberapa
kecenderungan adanya penurunan sedemikian rupa kecerdasan individu bila kecacatanya
meningkat.
13. Hasil penelitian ternyata IQ anak tuna daksa rata-rata normal.
14. Karakteristik Fisik
15. Selain memiliki kecacatan tubuh, ada kecenderungan mengalami gangguan-gangguan
lain, misalnya: sakit gigi, berkurangnya daya pendengaran, penglihatan, gangguan bicara
dan sebagainya.
16. Kemampuan motorik terbatas dan ini dapat dikembangkan sampai pada batas-batas
tertentu.
Adanya berbagai karakteristik tersebut bukan berarti bahwa setiap anak tuna daksa
memiliki semua karakteristik yang diungkapkan, namun bisa saja terjadi salah satunya tidak
dimiliki.
Dari karakteristik tersebut menimbulkan dampak positif maupun dampak negatif. Dari
dampak negatif timbul masalah-masalah yang muncul yang berkaitan dengan posisi siswa
disekolah. Permasalahan tersebut dapat digolongkan menjadi beberapa masalah, yaitu:
1. Masalah kesulitan belajar
Terjadinya kelainan pada otak, sehingga fungsi fikirnya terganggu persepsi. Apalagi
bagi anak tuna daksa yang disertai dengan cacat-cacat lainya dapat menimbulkan
komplikasi yang secara otomatis dapat berpengaruh terhadap kemampuan menyerap
materi yang diberikan.
2. Masalah sosialisasi
Anak tuna daksa mengalami berbagai kesulitan dan hambatan dalam menyesuaikan
diri dengan lingkungannya. Hal ini dapat terjadi karena kelainan jasmani, sehingga
mereka tidak diterima oleh teman-temannya, diisolasi, dihina, dibenci, dan bahkan tidak
disukai sama sekali kehadiranya dan sebagainya.
3. Masalah kepribadian
Masalah kepribadian dapat berwujud kurangnya ketahanan diri bahkan tidak adanya
kepercayaan diri, mudah tersinggung dan sebagainya.
4. Masalah ketrampilan dan pekerjaan
Anak tuna daksa memiliki kemampuan fisik yang terbatas, namun di lain pihak bagi
mereka yang memiliki kecerdasan yang normal ataupun yang kurang perlu adanya
pembinaan diri sehingga hidupnya tidak sepenuhnya menggantungkan diri pada orang
lain. Karena itu dengan modal kemampuan yang dimilikinya perlu diberikan kesempatan
yang sebanyak-banyaknya untuk dapat mengembangkan lewat latihan ketrampilan dan
kerja yang sesuai dengan potensinya, sehingga setelah selesai masa pendidikan mereka
dapat menghidupi dirinya, tidak selalu mengharapkan pertolongan oranglain. Di lain
pihak dianggap perlu sekali adanya kerja sama yang baik dengan perusahaan baik negeri
maupun swasta untuk dapat menampung mereka.
5. Masalah latihan gerak
Kondisi anak tuna daksa yang sebagian besar mengalami gangguan dalam gerak.
Agar kelainanya itu tidak semakin parah dan dengan harapan supaya kondisi fungsional
dapat pulih ke posisi semula, dianggap perlu adanya latihan yang sistematis dan
berlanjut.misalnya terapi-fisik (fisio-therapy), terapi-tari (dance-therapy), terapi-bermain
(play-therapy), dan terapi-okupasional (occupotional-therapy).
D. Patofisiologi
Menurut Direktorat Pendidikan Luar Biasa, pada dasarnya kelainan pada anak tunadaksa
dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu (1) kelainan pada sistem serebral
( Cerebral System), dan (2) kelainan pada sistem otot dan rangka ( Musculus Skeletal System)
1. Kelainan pada sistem serebral ( cerebral system disorders)
Penggolongan anak tuna daksa ke dalam kelainan sistem serebral ( cerebral)
didasarkan pada letak penyebab kelahiran yang terletak di dalam sistem syaraf pusat
(otak dan sumsum tulang belakang). Kerusakan pada sistem syaraf pusat mengakibatkan
bentuk kelainan yang krusial karena otak dan sumsum tulang belakang merupakan pusat
dari aktivitas hidup manusia. Di dalamnya terdapat pusat kesadaran, pusat ide, pusat
kecerdasan, pusat motorik, pusat sensoris dan lain sebagainya. Kelompok kerusakan
bagian otak ini disebut Cerebral Palsy (CP). Cerebral Palsy dapat diklasifikasikan
menurut:
a. Penggolongan menurut derajat kecacatan
Menurut derajat kecacatan, cerebal palsy dapat digolongkan atas: golongan
ringan, golongan sedang, dan golongan berat.
-
Golongan ringan adalah mereka yang dapat berjalan tanpa menggunakan alat,
berbicara tegas, dapat menolong dirinya sendiri dalam kehidupan sehari-hari.
Mereka dapat hidup bersama-sama (dalam hal ini mengikuti aktivitas sehari-hari)
anak normal lainnya. Kelainan yang dimiliki oleh kelompok ini tidak mengganggu
kehidupan dan pendidikannya.
Golongan berat adalah mereka yang memiliki cerebral palsy. Golongan ini yang
tetap membutuhkan perawatan dalam ambulansi, bicara, dan menolong dirinya
sendiri. Mereka tidak dapat hidup mandiri di tengah-tengah masyarakat.
Monoplegia
Hanya satu anggota gerak yang lumpuh, misalnya kaki kiri. Sedangkan kaki kanan
dan kedua tangannya normal
Hemiplegia
Lumpuh
anggota
gerak
atas
dan
bawah
pada
sisi
yang
misalnya tangan kanan dan kaki kanan, atau tangan kiri dan kaki kiri.
-
Paraplegia
Lumpuh pada kedua tungkai kakinya.
sama,
Diplegia
Lumpuh kedua tangan kanan dan kiri atau kedua kaki kanan dan kiri
(paraplegia).
Triplegia
Tiga anggota gerak mengalami kelumpuhan, misalnya tangan kanan dan
kedua kakinya lumpuh, atau tangan kiri dan kedua kakinya lumpuh.
Quadriplegia
Anak
geraknya.
jenis
ini
Mereka
mengalami
cacat
pada
kelumpuhan
kedua
tangan
seluruhnya
dan
kedua
anggota
kakinya,
dari
fisiologi,
yaitu
segi
gerak,
letak
kelainan
terdapat
di
otak dan fungsi geraknya (motorik), maka anak Cerebral Palsy dibedakan atas:
-
Spastik
Tipe spastik ini ditandai dengan adanya gejala kekejangan atau kekakuan pada
sebagian ataupun seluruh otot. Kekakuan itu timbul ketika akan bergerak sesuai
dengan kehendak. Dalam keadaan ketergantungan emosional, kekakuan atau
kekejangan itu akan makin bertambah, sebaliknya dalam keadaan tenang, gejala
itu menjadi berkurang. Pada umumnya, anak CP jenis spastik ini memiliki tingkat
kecerdasan yang tidak terlalu rendah. Di antara mereka ada yang normal bahkan
ada yang di atas normal.
Athetoid
Pada tipe ini tidak terdapat kekejangan atau kekakuan. Otot-ototnya dapat
digerakkan dengan mudah. Ciri khas tipe ini terdapat pada sistem gerakan.
Hampir semua gerakan terjadi di luar kontrol dan koordinasi gerak.
Ataxia
Ciri khas tipe ini adalah seperti kehilangan keseimbangan. Kekakuan hanya dapat
terlihat dengan jelas saat berdiri atau berjalan. Gangguan utama pada tipe ini
terletak pada sistem koordinasi dan pusat keseimbangan pada otak. Akibatnya,
anak tipe ini mengalami gangguan dalam hal koordinasi ruang dan ukuran.
Sebagai contoh dalam kehidupan sehari-hari adalah pada saat makan mulut
terkatup terlebih dahulu sebelum sendok berisi makanan sampai ujung mulut.
-
Tremor
Gejala yang tampak jelas pada tipe tremor adalah gerakan-gerakan kecil dan terus
menerus berlangsung sehingga tampak seperti bentuk getaran-getaran. Gerakan itu
dapat terjadi pada kepala, mata, tungkai, dan bibir.
Rigid
Pada tipe ini dapat dijumpai kekakuan otot tidak seperti pada tipe spastik di
mana gerakannya tampak tidak ada keluwesan.
Tipe campuran
Anak pada tipe ini menunjukkan dua ataupun lebih jenis gejala CP sehingga
akibatnya lebih berat bila dibandingkan dengan anak yang hanya memiliki satu
tipe CP.
E. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Laboraturium dan Penunjang yang dapat dilakukan pada anak tuna daksa
(dalam hal ini cerebrals palsy) meliputi:
1. Pemeriksaan pendengaran ( untuk menentukan status pendengaran )
2. Pemeriksaan penglihatan ( untuk menentukan status fungsi penglihatan )
3. Pemeriksaan serum, antibody : terhadap rubela, toksoplasmosis dan herpes
4. MRI kepala / CT scan menunjukkan adanya kelainan struktur maupun kelainan bawaan :
dapat membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran / letak vertikal.
5. EEG : mungkin terlihat gelombang lambat secara fokal atau umum ( ensefalins ) /
volsetasenya meningkat ( abses )
6. Analisa kromosom
7. Biopsi otot
8. Penilaian psikologik
F. Pathway
Pranatal
Natal
- Malformasi kongenital
- Infeksi dalam kandungan
- Radiasi.
- Tok gravidarum.
- Asfiksia dalam
kandungan
- Anoksialhipoksia.
- Perdarahan intra
kranial.
- Trauma lahir.
- Prematuritas.
Post Natal
- Trauma kapitis.
- Infeksi
- Kern icterus
- Kurang asupan
nutrisi ( ASI ),
Suplai zat zat nutrient
ke organ tubuh terutama
otak dan otot
Fisioterapi
Non operatif
Pertumbuhan otak
tidak optimal
Kerusakan Nervus
Okulomotorius
Strabismus
MK : Gangguan
sensori persepsi
penglihatan
Cerebrals Palsy
Kecacatan
Multifaset
Kerusakan
Motorik
Kerusakan
N.Troklearis
MK : Kurang pengetahuan
tentang penyakit
MK : Gangguan
Tumbuh kembang
Kelumpuhan
spastisitas :
hemiplegi kanan
MK : Gangguan sensori
persepsi pendengaran
MK : Resiko
cedera
MK : Kerusakan
mobilitas fisik
Kesulitan beraktivitas
secara mandiri
Operatif
Luka insisi
MK : Resiko Infeksi
MK : Defisit perawatan
diri (Self care): ADLs
G. Penatalaksanaan
Berikut beberapa hal yang dapat dilakukan untuk membantu anak dengan kelainan fisik,
antara lain :
1. Bina Mandiri :
a. Kenali kondisi anak. Kondisi anak dapat dikenali dengan melakukan diagnosa dan
perawatan yang tepat. Dengan mengenali kondisi anak, guru dapat menentukan
perlakuan yang tepat sesuai kekurangan pada fisik anak.
b. Bersikap positif. Selalu memberi dukungan dan pengertian pada anak tetapi tidak
memberi harapan palsu.
c. Selalu memberi cinta. Cinta dan kasih sayang orang di sekeliling menjadi kekuatan
terbesar bagi anak untuk mengatasi kekurangannya. Tunjukkan rasa cinta tanpa pamrih
melalui pelukan, ciuman, genggaman tangan, meluangkan waktu untuk meberi
bantuan.
d. Menghadirkan keadaan normal. Selalu menciptakan kegiatan yang normal. Kegiatan
yang disusun tidak terlalu memanjakan atau melindungi anak, karena akan
menghambat perkembangan anak.
e. Selalu menghargai anak melalui kata-kata maupun tindakan. Memberitahu kelebihan
anak yang dapat digunakan untuk menghadapi permasalahan anak.
f. Memberikan fasilitas berupa berbagai alat bantu untuk menambah dan mempermudah
anak beraktivitas.
g. Membantu anak berinteraksi. Bagaimana menghadapi dan menerima kehadiran anak
lain. Melibatkan anak secara aktif pada berbagai kegiatan.
2. Rehabilitasi medik :
a. Fisioterapi : relaksasi, terapi manipulasi, latihan keseimbangan, latihan koordinasi,
latihan mobilisasi, latihan ambulasi dan latihan Bobath dengan
b. Teknik inhibisi, fasilitasi dan stimulasi latihan dapat diberikan ditempat tidur, di
gymnasium, di kolam renang.
c. Terapi Okupasi :
-
d. Terapi Wicara : pada anak dengan gangguan komunikasi/bicara dengan latihan dalam
bahasa pasif : anggota tubuh, benda-benda di dalam/diluar rumah dan disekolah dan
dalam bahasa konsonan, suku kata, kata dan kalimat dengan pengucapan huruf
hidup/vokal.
e. Terapi Musik : tujuannya menumbuhkembangkan potensi-potensi pada anak yang
berkelainan baik fisik, mental intelektual maupun sosial emosional sehingga mereka
akan berkembang menjadi percaya diri sendiri. Pelayanan tersebut dengan cara melatih
: ritme, nada dan irama, interfal, tarian, drama, cerita, senam, pengenalan alat musik,
pengenalan lagu, latihan baca sajak/puisi.
f. Psikolog : pemeriksaan kecerdasan, psikoterapi, edukasi pada orang tua dan keluarga
agar dapat menghadapi anak dengan kelainan tersebut.
g. Sosial Medik : memberikan pelayanan mencari data keluarga, sosial, ekonomi,
pendidikan, lingkungan tempat tinggal, dsb. Yang dapat bermanfaat bagi para dokter
dan terapis dalam menyusun program rehabilitasi. Selain itu pelayanan yang
berhubungan dengan Yayasan-yayasan sosial lainnya, Kantor Departemen sosial,
Rumah sakit, Sekolah, sehingga dapat terjalin hubungan erat dengan berbagai instansi
yang sangat penting untuk keberhasilan program rehabilitasi.
h. Ortotik Prostetik : memberikan pelayanan pembuatan alat-alat bantu; misal brace,
tongkat ketiak, kaki tiruan, kursi roda.
3. Koreksi operasi
Bertujuan untuk mengurangi spasme otot, menyamakan kekuatan otot yang antagonis,
menstabilkan sendi-sendi dan mengoreksi deformitas. Tindakan operasi lebih sering
dilakukan pada tipe spastic dari pada tipe lainnya. Juga lebih sering dilakukan pada
anggota gerak bawah disbanding dengan anggota gerak atas. Prosedur operasi yang
dilakukan disesuaikan dengan jenis operasinya, apakah operasi itu dilakukan pada saraf
motorik, tendon, otot atau pada tulang.
4. Obat obatan
Pemberian obat-obatan bertujuan untuk memperbaiki gangguan tingkah laku, neuromotorik dan untuk mengontrol serangan kejang. Pada penderita CP yang kejang
pemberian obat anti kejang memamerkan hasil yang baik dalam mengontrol kejang, tetapi
pada CP tipe spastik dan atetosis obat ini kurang berhasil. Pada penderita dengan kejang
diberikan maintenance anti kejang yang disesuaikan dengan karakteristik kejangnya,
misalnya luminal, dilatin dan sebagainya. Pada keadaan tonus otot yang berlebihan, otot
golongan benzodiazepine, misalnya : valium, Librium atau mogadon dapat dicoba. Pada
keadaan choreoathetosis diberikan artane. Tofranil (imipramine) diberikan pada keadaan
depresi. Pada penderita yang hiperaktif dapat diberikan dextroamphetamine 5 10 mg
pada pagi hari dan 2,5 5 mg pada waktu tengah hari.
H. Pengkajian
Anak berkebutuhan khusus, tuna daksa mengalami kesulitan dalam bergerak yang diikuti
juga oleh kesulitan-kesulitan lain seperti gangguan persepsi, konsentarsi, penyesuaian diri
dan lain lain. Kesulitan-kesulitan itu mengakibatkan terhambatnya perkembangan kognitif,
untuk itu perlu pengkajian khusus untuk mengetahui kondisi anak tersebut. Data yang
diperoleh dari pengkajian meliputi :
1. Identitas data umum
a. Umur
b. Status ekonomi
c. Pendidikan
2. Keluhan utama
3. Riwayat kehamilan dan kelahiran
Prenatal
Intra natal : Bayi terlalu lama di jalan lahir, terjepit di jalan lahir, bayi menderita
caput sesodonium, bayi menderita cepal hematom.
Post natal : Kurang asupan nutrisi, bayi menderita penyakit infeksi, asfiksia, dan
ikterus.
I. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang biasa muncul pada anak tuna daksa yaitu :
1. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan : Motorik, verbal b.d kerusakan cerebral
2. Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskuler
3. Gangguan sensori persepsi : penglihatan b.d kerusakan neurologi
4. Gangguan sensori persepsi : pendengaran b.d kerusakan neurologi
5. Defisit perawatan diri (self care) b.d kelemahan fisik
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kesulitan menelan dan meningkatnya
aktivitas
7. Kurang pengetahuan b.d perawatan dirumah dan kebutuhan terapi
8. Resiko cidera b.d gangguan pada fungsi motorik
9. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d pertahanan primer tubuh tidak adekuat
Tujuan
Intervensi
Rasional
Setelah dilakukan tindakan Parent Education : Adolescent
keperawatan, resiko keterlam- - Tanyakan pada orang tua tentang - Mengidentifkasi sejauh mana
batan perkembangan dapat ter- karakteristik anak
orang tua mengenal anak,
atasi dengan kriteria hasil :
termasuk kelebihan dan kekurangannya terutama dalam
perkembangan kognitif dan
Indikator
AT
motorik
Anak mampu melaku- Diskusikan pola asuh yang biasa - Pola
asuh
mempengaruhi
kan kebiasaan sesuai
dilakukan pada anak.
perkembangan anak, misalkan
dengan umur
pada pola asuh dictator anak
Kemampuan
kognitif
cenderung takut bersosialisasi
anak sesuai dengn usia
dan cenderung menyendiri
tumbuh kembang
sehingga tugas perkebangannya
Kemampuan
motorik
ada yang terlambat
anak sesuai dengan usia
- Monitor perasaan orang tua - Mengidentifikasi
adanya
tumbuh kembang
terhadap anak
penolakan orang tua terhadap
Keterangan :
1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
atau tidak
- Rencanakan
untuk
kegiatan - Stimulus diberikan sesuai tahap
stimulus perkembangan anak.
perkembangan
anak
yang
seharusnya sudah terpenuhi.
- Lakukan
stimulasi
tingkat
perkembangan sesuai dengan usia
klien
- Lakukan rujukan ke lembaga - Stimulasi diperlukan untuk
mengejar
keterlambatan
pendukung stimulasi pertumbuhan
perkembangan anak dalam
dan perkembangan (Puskesmas /
aspek motorik, bahasa dan
Posyandu)
personal/sosial
Stimulus harus diberikan secara
- Pertahankan keberlanjutan program
terus-menerus,
biasanya
stimulasi
pertumbuhan
dan
disediakan
oleh
lembaga
perkembangan
anak
dengan
pendukung seperti puskesmas
memberdayakan sistem pendukung
atau poli tumbuh kembang di
yang ada
rumah sakit.
Kerusakan
mobilitas fisik
b.d kerusakan
neuromuskuler
Setelah
dilakukan
asuhan Exercise Therapy : Ambulation
keperawatan
diharapkan - Kaji kemampuan pasien dalam - Mengetahui apa yang sudah bisa
mobilitas fisik klien dipertahanmobilisasi
pasien lakukan/ pergerakan apa
kan dengan kriteria hasil:
saja yang bisa dan apa yang
terbatas. Pada pasien dengan tuna
Mobility Level
daksa (cacat fisik) terutama
ekstremitas, biasanya kemamIndikator
AT
puan mobilisasinya terganggu.
Klien meningkat dalam
Pengkajian diperlukan untuk
aktivitas fisik
menentukan terapi apa yang bisa
Mengerti tujuan dari
diterapkan.
peningkatan mobilitas
- Kaji kemampuan Pasien dalam - Mengidentifikasi
kemampuan
melakukan aktivitas
Memverbalisasikan
perasaan dalam
meningkatkan kekuatan
dan kemampuan
berpindah
Memperagakan
penggunaan alat Bantu
untuk mobilisasi
(walker)
Keterangan :
1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
Defisit
perawatan diri
Setelah
dilakukan
asuhan Self Care assistane : ADLs
keperawatan diharapkan klien - Monitor kemampuan klien untuk - Dengan
menggunakan
inter-
AT
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, Kliegman, Arvin, 1999. Ilmu Kesehatan Anak Volume 3 Edisi 15 Nelson, Jakarta :
EGC.
NANDA International. (2012). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012 - 2014.
(M. Ester, Ed., M. Sumarwati, D. Widiarti, & E. Tiar, Trans.) Jakarta: EGC.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2013). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa
medis dan NANDA NIC-NOC (Jilid 2 ed.). Yogyakarta: Med Action Publishing.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit (6 ed.,
Vol. II). (H. Hartanto, Ed., & B. U. Pendit, Trans.) Jakarta: EGC.
Soemantri, Sutjihati. (1996). Psikologi Anak Luar Biasa. Jakarta : Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan
Soetjiningsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : ECG.
Soetomenggolo, Taslim S, 1999. Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta : Ikatan Dokter Anak
Indonesia.
Wong, Donna L. (2003). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi 4. Jakarta : EGC