RANGKUMAN EVALUASI KINERJA
Makalah ini di ajukan untuk memenuhi
Tugas Tengah Semester Mata kuliah Evaluasi dan kompensasi
Dosen Pengampu : Ade Fauji. SE.,MM
Disusun Oleh :
Kevin Entony
Kelas.
: 11011800010
: 7M.MSDM
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BINA BANGSA
2019
Pengertian dan Fungsi Evaluasi Kinerja
Menurut Fishery Schoenfeldt dan Shaw evaluasi kinerja merupakan suatu
proses dimana kontribusi karyawan terhadap organisasi dinilai dalam suatu
periode tertentu. GT. Milkovich dan Bourdreau mengungkapkan bahwa
evaluasi/penilaian kinerja adalah suatu proses yang dilakukan dalam rangka
menilai kinerja pegawaiy sedangkan kinerja pegawai diartikan sebagai suatu
tingkatan dimana karyawan memenuhi/mencapai persyaratan kerja yang
ditentukan.
Meggison (Mangkunegaray 2005:9) mendefinisikan evaluasi/penilaian kinerja
adlaah suatu proses yang digunakan pimpinan untuk menentukan apakah
seorang karyawan melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggung
jawabnya. Selanjutnyay Andew E. Sikula yang dikutip Mangkunegara
(2000:69) mengemukakan bahwa penilaian pegawai merupakan evaluasi yang
sistematis dari pekerjaan pegawai dan potensi yang dapat dikembangkan.
Penilaian dalam proses penafsiran atau penentuan nilai, kualitas atau status dari
beberapa objek orang ataupun sesuatu (barang).
Definisi yang tidak jauh berbeda dikemukakan oleh Payaman Simanjuntak
(2005:105) yang menyatakan evaluasi kinerja adalah penilaian pelaksanaan
tugas (performance) seseorang atau sekelompok orang atau unit kerja organisasi
atau perusahaan.
Dengan demikian, evaluasi kinerja dapat dikatakan sebagai suatu sistem dan
cara penilaian pencapaian hasil kerja individu pegawaiy unit kerja maupun
organisasi secara keseluruhan.
Tujuan dari evaluasi kinerja menurut James E. Neal Jr (2003:4-5) adalah
1. Mengidentifikasi kemampuan dan kekuatan karyawan
2. Mengindentifikasi potensi perkembangan karyawan
3. Untuk memberikan informasi bagi perkembangan karyawan
4. Untuk membuat organisasi lebih produktif
5. Untuk memberikan data bagi kompensasi karyawan yang sesuai
6. Untuk memproteksi organisasi dari tuntutan hukum perburuhan.
Dalam cakupan yang lebih umum, Payaman Simanjuntak (2005:106)
menyatakan bahwa tujuan dari evaluasi kinerja adalah untuk menjamin
pencapaian sasaran dan tujuan perusahaan, terutama bila terjadi kelambatan atau
penyimpangan.
Tujuan dari evaluasi kinerja menurut Mangkunegara (2005:10) adalah untuk :
1. Meningkatkan saling pengertian di antara karyawan tentang persyaratan
kinerja
2. Mencatat dan mengakui hasil kerja seorang karyawany sehingga mereka
termotivasi untuk berbuat yang lebih baik, atau sekurang-kurangnya
berprestasi sama dengan prestasi yang terdahulu
3. Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan keinginan
dan aspirasinya dan meningkatkan kepedulian terhadap karir atau
terhadap pekerjaan yang diembannya sekarang
4. Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa depany sehingga
karyawan termotivasi untuk berprestasi sesuai potensinya
5. Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan
kebutuhan
pelatihany
khususnya
rencana
diklat,
dan
kemudian
menyetujui rencana itu jika tidak ada hal-hal yang ingin diubah.
Sedangkan kegunaan dari evaluasi kinerja SDM menurut Mangkunegara
(2005:11) adalah :
1. Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk
prestasiy pemberhentian dan besarnya balas jasa
2. Untuk mengukur sejauh mana seorang karyawan dapat menyelesaikan
pekerjaannya
3. Sebagai
dasar mengevaluasi
efektivitas seluruh kegiatan dalam
perusahaan
4. Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan keefektifan
jadwal kerjay metode kerjay struktur organisasiy gaya pengawasan,
kondisi kerja dan pengawasan
5. Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan latihan bagi
karyawan yang ada di dalam organisasi
6. Sebagai kriteria menentukany seleksiy dan penempatan karyawan
7. Sebagai alat memperbaiki atau mengembangkan kecakapan karyawan
8. Sebagai dasar untuk memperbaiki atau mengembangkan uraian tugas (job
description)
Sedangkan Payaman Simanjuntak (2005) menyatakan bahwa manfaat evaluasi
kinerja (EK) adalah sebagai berikut :
1. Peningkatan Kinerja. Terutama bila hasil EK menunjukkan kinerja
seseorang rendah atau dibawah standar yang telah ditetapkan,
maka orang yang bersangkutan dan atasannya akan segera membuat
segala upaya untuk meningkatkan kinerja tersebuty misalnya dengan
bekerja lebih keras dan tekun. Untuk ituy setiap pekerja perlu menyadari
dan memiliki :
•
Kemampuan tertentu sebagai dasar untuk mengembangkan diri
lebih lanjut ;
•
Keinginan untuk terus belajar dan meningkatkan kemampuan kerja
•
Sikap tertarik pada pekerjaan dan etos kerja yang tinggi ;
•
Keyakinan untuk berhasil.
1. Pengembangan SDM. EK sekaligus mengidenfikasi kekuatan dan
kelemahan setiap individuy serta potensi yang dimilikinya. Dengan
demikian manajemen dan individu dimaksud dapat mengoptimalkan
pemanfaatan keunggulan dan potensi individu yang bersangkutany serta
mengatasi dan mengkompensasi kelemahan – kelemahannya melalui
program pelatihan. Manajemen dan individu, baik untuk memenuhi
kebutuhan
perusahaan
atau
organisasiy
maupun
dalam
rangka pengembangan karier mereka masing-masing.
2. Pemberian Kompensasi. Melalui EK individuydapat diketahui siapa yang
memberikan kontribusi kecil dalam pencapaian hasil akhir organisasi
atau perusahaan. Pemberian imbalan atau kompensasi yang adil haruslah
didasarkan kepada kinerja atau kontribusi setiap orang kepada
perusahaan. Pekerja yang menampilkan EK yang tinggi patut diberi
kompensasiy antara lain berupa: pemberian penghargaan dan atau uang ;
pemberian bonus yang lebih besar daripada pekerja lainy dan atau
percepatan kenaikan pangkat dan gaji.
3. Program Peningkatan Produktivitas. Dengan mengetahui kinerja masingmasing individu, kekuatan dan kelemahan masing-masing serta potensi
yang mereka miliki manajemen dapat menyusun program peningkatan
produktivitas perusahaan.
4. Program Kepegawaian. Hasil EK sangat bermanfaat untuk menyusun
program-program kepegawaiany termasuk promosiy rotasi dan mutasi,
serta perencanaan karier pegawai.
5. Menghindari Perlakuan Diskriminasi. EK dapat menghindari perlakuan
diskriminasi dan kolusi, karena setiap tindakan kepegawaian akan
didasarkan kepada kriteria obyektify yaitu hasil evaluasi kinerja.
HR Score Card (Pengukuran Kinerja SDM)
Human Resources Scorecard adalah suatu alat untuk mengukur dan
mengelola kontribusi stategik dari peran human resources dalam menciptakan
nilai untuk mencapai strategi perusahaan.
Menurut Brian E. Beckery Mark A Huselid & Dave Ulrich (2009ypxii)
human resource scorecard adalah kapasitas untuk merancang dan menerapkan
sistem pengukuran SDM yang strategis dengan merepresentasikan “alat
pengungkit yang penting” yang digunakan perusahaan untuk merancang dan
mengerahkan strategi SDM yang lebih efektif secara cermat.
Menurut
Gary
Desler
(2006yp16)
human
resource
scorecard
adalah mengukur keefektifan dan efisiensi fungsi human resource dalam
membentuk perilaku karyawan yang dibutuhkan untuk mecapai tujuan strategis
perusahaan.
Menurut Nurman (2008yp1) human resources scorecard adalah suatu alat
untuk mengukur dan mengelola kontribusi strategic dari peran human resources
dalam menciptakan nilai untuk mencapai strategi perusahaan.
Menurut Riana Sitawatiy Sodikin Manafy & Endah Winarti (2009yp5)
human resource scorecard adalah pendekatan yang digunakan dengan sedikit
memodifikasi dari model balance scorecard awal yang saat ini paling umum
digunakan pada tingkat korporasi yang di fokuskan pada strategi jangka panjang
dan koneksi yang jelas pada hasil bisnisnya.
Menurut Surya Dharma dan Yuanita Sunatrio (2001yp1) human resource
scorecard adalah pengukuran terhadap strategi SDM dalam menciptakan nilai –
nilai (value creation) dalam suatu organisasi yang sangat di dominasi oleh
“human capital” dan modal intangible lainnya.
Menurut
Uwe
Eigenmann
(2005yp3b)
human
resource
scorecard
adalah secara khusus dirancang untuk menanamkan sistem sumber daya
manusia dalam strategi keseluruhan perusahaan dan mengelola SDM arsitektur
sebagai aset strategis. Scorecard sumber daya manusia tidak menggantikan
balanced scorecard tradisional tetapi melengkapi itu.
Perbedaan antara human resources scorecard dengan balanced scorecard
adalah bahwa balance scorecard lebih mengukur kinerja perusahaan berupa
tangible assets sedangkan human resources scorecard lebih mengukur kinerja
sumber daya manusia perusahaan yang berupa intangible assets.
Human resources scorecard adalah suatu sistem pengukuran sumber daya
manusia yang mengaitkan orang – strategi – kinerja untuk menghasilkan
perusahaan yang unggul. Human resources scorecard menjabarkan misi, visi,
strategi menjadi aksi human resources yang dapat di ukur kontribusinya. Human
resources scorecard menjabarkan sesuatu yang tidak berwujud/intangible
(leading/sebab) menjadi berwujud/tangible (lagging/akibat). Human resources
scorecard merupakan suatu sistem pengukuran yang mengaitkan sumber daya
manusia dengan strategi dan kinerja organisasi yang akhirnya akan mampu
menimbulkan kesadaran mengenai konsekuensi keputusan investasi sumber
daya manusiay sehingga investasi tersebut dapat dilakukan secara tepat arah dan
tepat jumlah. Selain itu, human resources scorecard dapat menjadi alat bantu
bagi manajer sumber daya manusia untuk memastikan bahwa semua keputusan
sumber daya manusia mendukung atau mempunyai kontribusi langsung pada
implementasi strategi usaha.
Berdasarkan kesimpulan diatas pengertian HR Scorecard adalah suatu sistem
pengukuran pada kontribusi departemen sumber daya manusia sebagai aset
untuk menciptakan nilai – nilai bagi suatu organisasi.
HR Scorecard Sebagai Model Pengukuran Kinerja Sumber Daya Manusia
Human resources scorecard mengukur keefektifan dan efisiensi fungsi sumber
daya manusia dalam mengerahkan perilaku karyawan untuk mencapai tujuan
strategis perusahaan sehingga dapat membantu menunjukan bagaimana sumber
daya manusia memberikan kontribusi dalam kesuksesan keuangan dan strategi
perusahaan. Human Resources Scorecard merupakan bagian dari perusahaan.
Human resources scorecard ibarat sebuah bangunany yang menjadi bagian dari
apa yang kita turunkan dari strategi perusahaan.
Menurut Becker et al. (2001), dasar dari peran sumber daya manusia yang
strategis terdiri dari tiga dimensi rantai nilai (value chain) yang dikembangkan
oleh arsitektur sumber daya manusia perusahaany yaitu fungsiy sistem dan
perilaku karyawan. Arsitektur SDM dapat dilihat pada Gambar dibawah ini :
1. Fungsi sumberdaya manusia (The HR Function).
Dasar penciptaan nilai strategi sumber daya manusia adalah mengelola
infrastruktur untuk memahami dan mengimplementasikan strategi perusahaan.
Biasanya profesi dalam fungsi sumber daya manusia diharapkan dapat
mengarahkan usaha ini. Becker et al (2001) menemukan bahwa kebanyakan
manajer
sumberdaya
manusia
lebih
memusatkan
kegiatannya
pada
penyampaian (delivery) yang tradisional atau kegiatan manajemen sumber daya
manajemen teknisy dan kurang memperhatikan pada dimensi manajemen
sumber daya manusia yang stratejik. Kompetensi yang perlu dikembangkan
bagi manajer sumber daya manusia masa depan dan memiliki pengaruh yang
sangat besar terhadap kinerja organisasi adalah kompetensi manajemen sumber
daya manusia stratejik dan bisnis.
b. Sistem sumber daya manusia (The HR System).
Sistem sumber daya manusia adalah unsur utama yang berpengaruh dalam
sumber daya manusia stratejik. Model sistem ini yang disebut sebagai High
performance work system (HPWS). Dalam HPWS setiap elemen pada sistem
The HR Functin sumber daya manusia dirancang untuk memaksimalkan seluruh
kualitas human capital melalui organisasi. Untuk membangun dan memelihara
persediaan human capital yang berkualitasy HPWS melakukan hal-hal sebagai
berikut :
•
Mengembangkan keputusan seleksi dan promosi untuk memvalidasi
model kompetensi.
•
Mengembangkan strategi yang menyediakan waktu dan dukungan yang
efektif untuk ketermpilan yang dituntut oleh implementasi strategi
organisasi.
•
Melaksanakan kebijaksanaan kompensasi dan manajemen kinerja yang
menariky mempertahankan dan memotivasi kinerja karyawan yang
tinggi.
Hal diatas merupakan langkah penting dalam pembuatan keputusan peningkatan
kualitas karyawan dalam organisasiy sehingga memungkinkan kinerja
organisasi berkualitas. Agar sumber daya manusia mampu menciptakan valuey
organisasi perlu membuat struktur untuk setiap elemen dari sistem sumber daya
manusia dengan cara menekankany mendukung HPWS.
3. Perilaku karyawan (Employee Behaviour).
Peran sumber daya manusia yang stratejik akan memfokuskan pada
produktivitas perilaku karyawan dalam organisasi. Perilaku stratejik adalah
perilaku produktif yang secara langsung mengimplementasikan strategi
organisasi. Strategi ini terdiri dari dua kategori umum seperti :
•
Perilaku inti (core behaviour) adalah alur yang langsung berasal dari
kompetensi inti perilaku yang didefinisikan organisasi. Perilaku tersebut
sangat fundamental untuk keberhasilan organisasi.
•
Perilaku spesifik yang situasional yang essential sebagai key point dalam
organisasi atau rantai nilai dari suatu bisnis. Mengintegrasikan perhatian
pada perilaku kedalam keseluruhan usaha untuk mempengaruhi dan
mengukur kontribusi sumber daya manusia terhadap organisasi
merupakan suatu tantangan.
Manfaat Human Resource Scorecard
Human resources scorecard memberikan manfaat yaitu menggambarkan peran
dan kontribusi sumber daya manusia kepada pencapaian visi perusahaan secara
jelas dan terukury agar profesional sumber daya manusia mampu dalam
mengendalikan biaya yang dikeluarkan dan nilai yang dikontribusikan dan
memberikan gambaran hubungan sebab akibat. Adapun menurut Bryan
E.Becker (2009,p80-82) sebagai
berikut :
1. Memperkuat perbedaan antara HR do able dan HR deliverable
Sistem pengukuran SDM harus membedakan secara jelas antara deliverabley
yang mempengaruhi implementasi strategiy dan do able yang tidak. Sebagai
contohy implementasi kebijakan bukan suatu deliverable hingga ia menciptakan
perilaku karyawan yang mendorong implementasi strategi. Suatu sistem
pengukuran SDM tepat secara kontinu mendorong professional SDM untuk
berfikir secara strategis serta secara operasional.
2. Mengendalikan biaya dan menciptakan nilai
SDM selalu di harapkan mengendalikan biaya bagi perusahaan. Pada saat yang
samay memainkan peran strategis berarti SDM harus pula menciptakan nilai.
HR Scorecard membantu para manajemen sumber daya manusia untuk
menyeimbangkan secara efektif kedua tujuan tersebut. Hal itu bukan saja
mendorong para praktisi untuk menghapus biaya yang tidak tepaty tetapi juga
membantu
mereka
mempertahankan
“investasi”
dengan
menguraikan
manfaatpotensial dalam pengertian kongkrit.
3. HR Scorecard mengukur leading indicators
Model kontribusi strategis SDM kami menghubungkan keputusan-keputusan
dan sistem SDM dengan HR deliverable, yang selanjutnya mempengarui
pendorong kinerja kunci dalam implementasi perusahaan. Sebagaimana terdapat
leading dan lagging indicator dalam sistem pengukuran kinerja seimbang
keseluruhan
perusahaany di dalam rantai nilai SDM terdapat pendorong (deliver) dan hasil
(outcome). Hal ini bersifat essensial untuk memantau keselarasan antara
keputusan-keputusan SDM dan unsur-unsur sistem yang mendorong HR
deliverable. Menilai keselarasan ini memberikan umpan balik mengenai
kemajuan SDM menuju deliverable tersebut dan meletakan fondasi bagi
pengaruh strategi SDM.
HR Scorecard menilai kontribusi SDM dalam implementasi strategi dan pada
akhirnya kepada “bottom line”. Sistem pengukuran kinerja strategi apapun
harus memberikan jawaban bagi chief HR officer atas pertanyaannyay “apa
kontribusi SDM terhadap kinerja perusahaan?” efek kumulatif ukuran - ukuran
HR
deliverable pada scorecard harus memberikan jawaban itu. Para manajer SDM
harus memiliki alasan strategi yang ringkasy kredibel dan jelasy untuk semua
ukuran deliverable. Jika alasan itu tidak aday begitu pula pada ukuran itu tidak
ada. Pada manajer lini harus menemukan ukuran deliverable ini sekredibel
seperti
yang
dilakukan
manajer
SDMy
sebab
matrik-matriks
itu
merepresentasikan solusi - solusi bagi persoalan bisnisy bukan persoalan SDM.
4. HR Scorecard memungkinkan professional SDM mengelola secara
efektiftanggung jawab strategi mereka. HR Scorecard mendorong sumber daya
manusia untuk fokus secara tepat pada bagaimana keputusan mereka
mempengaruhi keberhasilan implementasi strategi perusahaan. Sebagaimana
kami menyoroti pentingnya “fokus strategis karyawan” bagi keseluruhan
perusahaany HR Scorecard harus memperkuat fokus
strategis para manajer SDM dan karena para professional SDM dapat mencapai
pengaruh strategis itu sebagian besar dengan cara mengadopsi perspektif
sistemik dari pada dengan cara memainkan kebijakan individualy scorecard
mendorong mereka lebih jauh untuk berfikir secara sistematis mengenai strategi
SDM.
5. HR Scorecard mendorong Fleksibilitas dan perubahan.
Kritik yang umum terhadap sistem pengukuran kinerja ialah sistem ini menjadi
terlembagakan dan secara actual merintangi perubahan. Strategi - strategi
tumbuhy organisasi perlu bergerak dalam arah yang berbeday namun sasaran sasaran kinerja yang sudah tertinggal menyebabkan manajer dan karyawan
ingin memelihara status quo. Memangy salah satu kritik terhadap manajemen
berdasarkan pengukuran ini ialah bahwa orang-orang menjadi trampil dalam
mencapai angka-angka yang diisyaratkan dalam sistem nama dan mengubah
pendekatan manajemen mereka ketika kondisi yang bergeser menuntutnya. HR
Scorecard memunculkan fleksibilitas dan perubahany sebab ia fokus pada
implementasi strategi perusahaany yang akan secara konstan menuntut
perubahan. Dengan pendekatan iniy ukuran-ukuran mendapat makna yang baru.
Mereka menjadi sekedar indicator dari logika yang mendasari yang diterima
oleh para manajer sebagai hal absah. Dengan kata lainy ini bukan sekedar
bahwa di waktu yang lalu orang mengejar sejumlah angka tertentu; mereka dulu
juga memikirkan tentang kontribusi mereka pada implementasi strategi
perushaan.
Mereka melihat gambar besarnya. Kami percaya bahwa fokus yang lebih besar
memudahkan para manajer untuk mengubah arah. Tidak seperti organisasi
“tradisional”y dalam organisasi yang berfokus pada strategiy orang memandang
ukuran - ukuran sebagai alat untuk mencapai tujuany daripada sebagai tujuan itu
sendiri.
Pengembangan Sistem Evaluasi Kinerja
A.PENGEMBANGAN
Definsi PengembanganAda berbagai macam perumusan yang dikemukakan
oleh beberapa ahli tentang definisi dari pengembangan. Pengembangan
organisasi merupakan program yang berusaha meningkatkan efektifitas
keorganisasian dengan mengintergrasikan keinginan individu akan pertumbuhan
dan perkembangan dengan tujuan keorganisasian atau perusahaan. Secara
khusus proses ini merupakan usaha mengadakan perubahan secara berencana
yang meliputi suatu sistem total sepanjang periode tertentu, dan usaha
mengadakan perubahan itu berkaitan dengan misi organisasi atau perusahaan
(Wursantoyb005:319). Sedangkan Sutarto memberikan kesimpulan bahwa
pengembangan
organisasi
adalah
rangkaian
kegiatan
penataan
dan
penyempurnaan yang dilakukan secara berencana dan terus-menerus guna
memecahkn masalah-masalah yang timbul sebagai akibat daro adanya
perubahan sehingga organisasi dapat mengatasi serta menyesuaikan diri dengan
perubahan dengan menerapkan ilmu perilaku yang dilakukan oleh pejabat
dalam organisasi/ perusahaan itu sendiri atau dengan bantuan dari luar
organisasi.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkany pengembangan merupakan usaha
yang dilakukan secara terus-menerus meliputi keseluruhan perusahaan demi
meningkatkan efektifitas dan kesehatan sebuah organisasi atu perusahan dengan
menetapkan asas-asas dan praktek yang dikenal dalam kegiatan organisasi.
Pengembangan adalah upaya meningkatkan keterampilan dan pengetahuan
karyawan lama dan baru yang dibutuhkan untuk melakukan suatu pekerjaan
baik untuk saat ini atau untuk masa mendatang. Pengembangan (development)
mewakili usaha-usaha meningkatkan kemampuan para karyawan untuk
menangani beraneka tugas dan untuk meningkatkan kapabilitas di luar
kapabilitas yang dibutuhkan oleh pekerjaan saat ini (Mathis & Jacksony b006:
350). Para karyawan dan menejer yang memiliki pengalaman dan kemampuan
yang sesuai dapat meningkatkan daya saing organisasional dan kemampuan
untuk
menyesuaikan
diri
dengan
lingkungan
yang
berubah.
Pengembangan karyawan lebih berorientasi kepada masa depan dan lebih peduli
terhadap pendidikan, yaitu terhadap peningkatan kemampuan seseorang untuk
memahami dan menginterpretasi pengetahuan bukan mengajarkan keterampilan
teknis.
2. Berbagai Macam Jenis Pengembangan Pada makalah ini akan dijelaskan
terlebih dahulu tentang berbagai macam pengembangan, pengembangan disini
berbeda dengan pelatihan. Perbedaan akan tampak pada pembahasan
selanjutnya. Jenis-jenis pengembangan yang dapat dilakukan ada beberapa yaitu
yang pertama pengembangan organisasiy pengembangan sumber daya manusia
(SDM)y pengembangan manajemen. Pengembangan iniy satu dengan yang lain
saling mendukung dan meinginkan keefisienan dan keefektifan perusahaan atau
organisasi.
3. Tujuan dan Fungsi pengembangan SDM Ada dua tujuan utama program
pengembangan karyawany pertama pengembangan ini dilakukan untuk
menutup “gap” anatara kecakapan atau kemampuan karyawan dengan
permintaan jabatan. Keduay program-program tersebut diharapkan dapat
meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja karyawan dalam mencapai sasaransasaran kerja yang telah ditetapkan. Selain itu pengembangan ini akan
membantu menghindarkan diri dari keusangan dan melaksanakan pekerjaan
dengan
lebih
baik.
Pertama dikemukakan oleh Admosudirjoy pengembangan organisasi atau
organisasi development mempunyai dua fungsiy yaitu fungsi administrator dan
fungsi spesialis. Fungsi administrator adalah merupakan fungsi dan kewajiban
daripada untuk selalu mengembangkan dan menyesuaikan perusahaan kepada
perkembangan tugas pokoky kepada perkembangan keadaan lingkungan,
kepada kemajuan teknologi yang dipegunakany kepada kemajuan personil serta
produktivitas.
4. Perbedaan antara Pengembangan dengan Pelatihan Pelatihan lebih
berorientasi pada pekerjaan saat iniy fokusnya kepada pekerjaan seseorang saat
ini ditujukan untuk meningkatkan keterampilan-ketrampilan tertentu dan
kemampuan untuk dapat melaksanakan pekerjaannya dengan segera mungkin.
Pengembangan berfokus pada aspek-aspek kinerja yang kurang nyatay seperti
sikap dan nilai. Sebuah sistem pengalaman pengembangan yang terencana
untuk semua karyawany tidak hanya pada manajery dapat membantu
memperluas keseluruhan tingkat kapabilitas dalam sebuah perusahaan ataupun
organisasi. Pengembangan memiliki ruang lingkup yang lebih luas dalam upaya
dalam upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan pengetahuany kemampuany
sikapy
dan
sikap
dan
sifat-sifat
kepribadian.
5. Proses Pengembangan SDM Menurut ( Mathis & Jacksony b006: 35b-365)y
pengembangan dimulai dari rencana-rencana SDM organisasi karena rencana
ini menganalisy meramalkany dan menyebutkan kebutuhan organisasional
untuk sumber daya manusia pada saat ini dan masa yang akan datang.
Perencanaan SDM yang juga membantu menyebutkan kapabilitas yang
dibutuhkan oleh organisasi tersebut di masa yang akan datang dan
pengembangan yang dibutuhkan agar orang-orang dapat tersedia untuk
memenuhi
kebutuhan
tersebut.
a. Merumuskan Rencana SDM Banyak organisasi lebih memilih “membeli”
daripada “membuat” karyawan memilki kapabilitas-kapabilitas sumber daya
manusia. Tapi kenyataannyay “membuat” atau mengembangkan karyawan lebih
dapat memberikan kontribusi pada strategi keunggulan kompetisi yang terusmenerus
melalui
sumber
daya
manusia.
b. Menyebutkan Kapabilitas-kapalitas yang Penting Beberapa kapablitas
menejemen yang penting dan umum adalah orientasi tindakany pembuatan
keputusan yang berkualitasy nilai etikay dan keterampilan teknis. Selain ituy
ada beberapa kemampuan nonteknis yang harus dikembangkan untuk keahlian
teknologi yang memiliki tuntutan tinggiy yaitu kemampuan untuk bekerja di
bawah tekanany bekerja sendiriy menyelesaikan masalah-masalah dengan
cepaty dan menggunaka pengetahuan masa lalu dalam situasi baru.
c. Menjalankan Rencana Suksesi Perencanaan pergantian kepemimpinan atau
suksesi (succession planning) adalah proses pen gidentifikasian rencana jangka
panjang untuk penggantian karyawan-karyawan kunci sesuai urutan. Kebutuhan
untuk mengganti karyawan kunci berasal dari promosiy pemindahany pensiony
kematiany cacat jasmaniy pengunduran diriy atau alasan-alasan lain.
d. Menilai Kebutuhan Pengembangan Baik perusahaan maupun individu dapat
menganalisis apa yang dibutuhkan oleh seorang lewat pengembangan untuk
menyebutan kelebihan dan kekurangan. Metode-metode yang digunakan antara
lain penggunaan pusat-pusat penilaian (assessment centers)y pengujian
psikologisy
dan
penilaian
kinerja.
e. Melaksanakan Rencana Pengembangan Bila kebutuhan pengembangan fisik
telah dianalisi y tentunya rencana pengembangan dapat dilaksanakan baik
secara organisasional maupun individual. Pengembangan dilaksanakan pada
kapabilitas-kapabilitas apa saja yang dianggap penting untuk dikembangkan
berdasarkan
f.
analisis
Menentukan
yang
telah
Pendekatan-pendekatan
dilakukan
sebelumnya.
Pengembangan
Pendekatan
pengembangan dikategorikan menjadi dua bagiany yaitu (1) pengerabangan
pada pekerjaan (job side)y antara lain: pelatihan (coaching); tugas/pertemuan
komitey rotasi pekerjaan (job rotation)y posisi “asisten”y pengembangan secara
on liney pusat-pusat universitas korporasiy pusat pengembangan kariery dan
organisasi pembenlajarany serta( b) pengembangan di luar pekerjaan (off –site)
anatara lain: kursus dan perkuliahany peatihan hubungan manusiay simulasi
(permaianan
g.
bisnis)y
Mengevaluasi
serta
cuti
Keberhasilan
panjang
Pengembangan
(sabbatical
leave)
Keberhasilan
proses
pengembangan harus dievaluasi. Bila perlu dapat dilakukan perubahan sesuai
kebutuhan
•
SDM
Diagnosis
berikutnyay
sebelum
dimulai
melakukan
dari
tahap
pengembangan
pertama
Sebelum
kembali.
melakukan
pengembangan maka harus mengetahui secara jelas apa yang harus
dikembangkan dalam diri maupun organisasi harus mengetahui kebutuhan agar
mencapai efektifitas dan efisien kerja. Dalam pengembangan ada beberapa
dignostik yang bisa digunakan. Namun biasanya hanya satu macam intervensi
saja yang berasal dari metode diagnostik yang tersedia. Maka yang paling baik
adalah metode diagnostik yang tersediay maka yang paling baik adalah
menangani diagnostik terlebij dahulu sebagai kategori kegiatan umm yang
relevan untuk semua usaha pengembangany kemudian melanjutkannya dengan
mempertimbangkan intervensi secara lebih khusus. Proses pengidentifikasian
kriteria yang dapat membantu dalam memilih metode diagnostik yang paling
sesuai dengan kebutuhan. Ada 3 teknik dalam pengumpulan data dalam proses
pengidentifikasian
masalah
yang
akan
di
atasi
dengan
melakukan
pengembanganyyaitu:
1. Teknik dengan daftar pertanyaan survai Lata atau teknik ini adalah yang
paling banyak digunakan. Daftar pertanyaan dipergunakan secara universal
karena banyak tujuany sehingga kegunaannyay biayanyay dan manfaatnya
dikenal oleh pengembangnya. Daftar pertanyaan pada umumnya merupakan
cara tidak langsung untuk mengumpulkan jenis informasi tertentu dan yang
paling sering diselesaikan dengan secara anonim yang memiliki keuntungan
adalah terlindungnya identitas dari responden sehingga mampu memancing
perasaan dan pendapat kuat yang tidak akan ditanyakan secara terbuka.
2. Teknik wawancara Wawancara adalah cara langsung pengumpulan informasi
melalui percakapan anatara seorang pewancara adan satu responden atau lebih
responden dengan maksud tertentu.jika ada lebih dari satu responden itu dapat
dikatakan sebagai wawancara kelompok. Sifat langsung teknik wawancara
merupakan modalnya yang terkuat sekaligus kekurangan yang terbesar.
Kesegaran interaksi bersemuka memungkinkan dengan diselidikinya hal-hal
yang menarik perhatian secara mendalam dan dalam hubungan pembicaraan. Ini
meningkatkan kecermatan diagnostik dan menjamin dapat dirasakannya
perasaan dan sikap sesungguhnya dari para anggota. Keterbatasan utama
wawancara bersemuka ialah kemustahilan memberikan jawaban anonim.
3. Teknik pengamatan langsung Teknik ini meliputi teknik-teknik diagnostik
yang mengumpulkan data mengenai organisasi dengan melihatnya secara
langsung.
Metode Pengembangan Dalam kegiatan pengembangan organisasi terdapat
berbagai macam metode pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam dua
macamy yaitu: metode pengembangan perilaku dan meteode pengembangan
keterampilan
dan
sikap
1. Metode Pengembangan Perilaku Metode yang berusaha menyelidiki secara
mendalam tentang proses perilaku kolompok dan individu. Menggunakan
berbagai cara antara lainy jaringan menegerialy latihan kepekaany pembentukan
teamy
dan
umpan
balik
survey
2. Metode Pengembangan Keterampilan Metode ini berusaha mengembangkan
keterampilan SDM yang berbeda dalam sebuah perusahaan atau organisasi.
Keterampilan yang akan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dalam
organisasi
tersebut
agar
kinerja
dapat
berjalan
lancar
dan
efektif.
adalah
proses
B. EVALUASI KERJA
1.
PengertianPenilaian
kinerja
(performance
appraisal)
mengevaluasi seberapa baik karyawan melakaukan pekerjaan mereka jika
dibandingkan dengan seperangkat standary dan kemudian mengkomunikasikan
informasi tersebut kepada karyawan (Mathisy b006: 38b). Sedangkan Jewell &
Siegall mengajukan pengertian penilaian unjuk kerja sebagai proses yang
dipergunakan oleh sebuah organisasi untuk menilai sejauh mana anggotanya
telah
melakukan
pekerjaannya
dengan
memuaskan
(1998:
b09).
Penilaian kinerja juga disebut pemeringkatan karyawany evaluasi karyawany
tujuan kinerjay evaluasi kinerjay dan penilaian hasil. Apabila penilaian prestasi
kerja tersebut dilaksanakan dengan baiky maka akan dapat membantu
meningkatkan motivasi kerja dan sekaligus juga meningkatkan loyalitas
organisasi
organisasional
dari
para
karyawan.
2. Fungsi Penilaian Kinerja Penilaian unjuk kerja merupakan sebuah sistem
pengendali dengan aspek baik ”umpan balik (feedback)” maupun ”umpan maju
(feedforward)”
(Jewell
&
Siegally1998:b09).
• Sebagai mekanisme umpan balik (feedback) Penilaian unjuk kerja
memberikan umpan balik yang penting kepada karyawan secara priibadi dalam
hal bagaimana unjuk kerjanya dipandang. Proses ini juga memberikan umpan
balik yang penting kepada mereka yang bertugas dalam penerimaan karyawany
pemeriksaany pemilihany dan pelatihan karyawan perusahaan saat itu.
Misalnyay pola hasil penilaian yang buruk di antara karyawan yang baru
menunjukkan bahwa proses yang dipergunakan untuk menerima karyawan
tersebut
perlu
ditinjau
kembali.
• Sebagai mekanisme umpan maju (feedforward) Penilaian unjuk kerja
memberikan informasi untuk membuat keputusan administratif mengenai
pemberian penghargaan kepada karyawan organisasi tersebut. Selain fungsi
tersebuty penilaian unjuk kerja merupakan sumber informasi yang penting
untuk kebutuhan dan kesempatan pengembangan karyawan pribadi. Dengan
bekerjasamay para karyawany supervisor dan manajer dapat menggunakan
informasi ini untuk menilai kekuatan dan kelemahan mereka dan untuk
membuat rencana guna mencapai unjuk kerja yang lebih baik dan tujuan serta
kesempatan
karir
di
masa
depan.
3. Kriteria penilaian kinerja Pada dasarnya terdapat tiga pilihan mengenai apa
yang harus dinilai dalam penilaian unjuk kerja (Jewell & Siegally 1998: b1b)
yaitu
:
• Penilaian tehadap karakteristik atau sifat pribadi Pendekatan sifat pribadi
untuk penilaian unjuk kerja ini secara tradisional memusatkan perhatian pada
loyalitasy kepandaiany dan perangai orang tersebut. Pendekatan sifat pribadi
terhadap penilaian unjuk kerja sangat tergantung dari persepsi penilai terhadap
sifat tersebuty dan persepsi itu sendiri dipengaruhi oleh pendapaty pengalaman
dan bias pribadi penilai. Oleh sebab ituy alat ukur pendekatan sifat pribadi
mempunyai keandalan yang rendah dan jarang sekali dipergunakan.
• Penilaian unjuk kerja berdasarkan hasil yang dicapai Pendekatan ini menilai
unjuk kerja berdasarkan hasil yang diperoleh dari pekerjaan yang dilakukan.
Meskipun pengukuran unjuk kerja berdasarkan hasil yang dicapai kelihatannya
merupakan penyelesaian yang baiky tetapi hanya sedikit saja jenis pekerjaan
yang cocok diukur dengan cara pendekatan ini. Pertama, pengukuran tersebut
tergantung pada catatan yang tepaty dan catatan mungkin saja tidak tepat dan
tidak lengkap (atau bahkan tidak ada sama sekali). Keduay hasil yang dicapai
suatu organisasi jarang sekali tergantung dari hasil pekerjaan pribadi.
• Penilaian berdasarkan perilaku Pendekatan ini menilai unjuk kerja berdasarkan
perillaku-perilaku tertentu yang mendukung keberhasilan kerja. Selain kualitas
dan kuantitas sebagai kriteria utamay termasuk di sini pelaksanaan tugas-tugas
dalam
waktu yang
ditentukany
kemampuan
perencanaan ke depany
pemeriksaan sendiri pekerjaan yang dilakukannyay dan kerjasama dengan rekan
kerja.
4. Pihak Penilai Kinerja Menurut Robbins (b00b: b61) terdapat beberapa
alternatif mengenai siapa yang harus menilai kinerja seorang karyawany yaitu :
a. Atasan Langsung Sembilan puluh lima persen dari keseluruhan evaluasi
kinerja pada tingkat yang lebih rendah dan menengah dalam suatu organisasi
dilaksanakan
oleh
atasan
langsung
para
pekerja.
b. Rekan kerja Evaluasi dari rekan kerja (peers) adalah salah satu cara yang
dapat dijadikan sebagai sumber data penilaian yang paling dapat dipercaya.
Pertamay evaluasi dari rekan kerja sangat erat hubungannya dengan kegiatan.
Interaksi sehari-hari memberi mereka sebuah sudut pandang pemahaman yang
menyeluruh terhadap kinerja pekerjaan seorang pekerja. Keduay evaluasi dari
rekan kerjay sebagai penghitung hasily akan menghasilkan beberapa penilaian
yang mandiri, sedangkan seorang pimpinan hanya dapat menghasilkan penilaian
dalam bentuk evaluasi tunggal. Namun pada sisi lain evaluasi dari rekan kerja
dapat dirusak oleh ketidakinginan rekan kerja untuk saling melakukan evaluasi
dan
oleh
bias
persahabatan
maupun
perselisihan.
c. Pengevaluasian Diri Sendiri Karyawan yang mengevaluasi kinerjanya sendiri
(self
evaluation)
konsisten
dengan
nilai-nilai
seperti
swakelola
dan
pemberdayaan. Evaluasi yang dilakukan sendiri memberikan nilai yang tinggi
bagi pekerja; cara ini cenderung mengurangi sifat membela diri yang dilakukan
karyawan pada saat proses penilaian; dan mereka membuat wahana yang baik
untuk merangsang diskusi kinerja pekerjaan antara pekerja dengan atasan
mereka. Namun cara ini dapat dihalangi oleh penilaian yang terlalu
membumbung
dan
bias
jasa
diri.
d. Bawahan Langsung Evaluasi yang dilakukan seorang bawahan langsung
dapat memberikan informasi yang akurat dan rinci tentang perilaku seorang
manajer karena si penilai secara khusus memiliki hubungan yang baik dengan
manajer. Masalah yang muncul adalah kekhawatiran akan tindakan balasan dari
pimpinan
yang
dinilai
tidak
baik
waktu
dievaluasi.
e. Pendekatan Menyeluruh: Evaluasi 360 Derajat Cara ini memberikan umpan
balik kinerja dari lingkaran penuh hubungan sehari-hari yang mungkin
dilakukan oleh seorang pekerjay mulai dari hubungan dengan petugas ruangan
suraty pelanggany pimpinany dan rekan kerja. Dengan mengandalkan umpan
balik dari rekan kerjay pelanggany dan bawahan diharapkan akan memberikan
setiap orang lebih dari sekedar rasa berpartisipasi dalam proses penilaiany dan
meraih hasil yang lebih tepat dalam menilai kinerja para pekerja.
5. Metode Penilaian Kinerja Berikut adalah metode umum penilaian sebuah
kinerja
(Robbinsy
b00b
:
b6b)
:
• Esai Tertulis Metode paling mudah untuk menilai suatu kinerja adalah dengan
menulis sebuah narasi yang menggambarkan kelebihany kekurangany prestasi
masa lampauy potensi dan saran-saran mengenai seorang karyawan untuk
perbaikan.
• Keadaan Kritis Metode keadaan kritis (critical incidence) memfokuskan
perhatian si penilai pada perilaku-perilaku yang merupakan kunci untuk
membedakan sebuah pekerjaan efektif atau yang tidak efektif. Di sini yang
menjadi kunci adalah perilaku yang sifatnya khususy dan bukan sifat-sifat
personal
yang
samary
melainkan
yang
disebutkan.
• Grafik Skala Penilaian Di dalam metode iniy dicatat faktor-faktor kinerjay
seperti kualitas dan kuantitas kerjay tingkat pengetahuany kerjasamay loyalitasy
kehadirany kejujurany dan inisiatif. Selanjutnya si penilai memeriksa daftar
tersebut dan menilai setiap faktor sesuai dengan skala peningkatan.
• Skala Peningkatan Perilaku Skala ini mengkombinasikan elemen penting dari
metode keadaan kritis dengan metode pendekatan grafik skala penilaian: si
penilai menilai para pekerja berdasarkan pada hal-hal dalam rangkaian
kesatuany tetapi poin-poinnya merupakan contoh perilaku aktual di dalam
pekerjaany
•
bukan
Perbandingan
sekedar
Multipersonal
deskripsi
Metode
atau
ciri-ciri
perbandingan
umum.
multipersonal
mengevaluasi satu kinerja individu dengan membandingkannya dengan individu
atau individu-individu lainnya. Tiga pembanding yang sangat populer adalah
peringkat
urutan
berpasangan.
kelompoky
Peringkat
urutan
peringkat
kelompok
individuy
menuntut
dan
si
perbandingan
penilai
untuk
menempatkan pekerja ke dalam sebuah klasifikasi khusus. Pendekatan
peringkat individu menggolongkan para pekerja mulai dari yang terbaik hingga
yang terburuk. Pendekatan perbandingan berpasangan membandingkan setiap
pekerja dengan masing-masing pekerja lainnya dan menilai pekerja mana yang
lebih
baik
atau
yang
lebih
buruk
satu
dengan
yang
lainnya.
6. Permasalahan Potensial Meskipun suatu organisasi mungkin mencoba untuk
membuat proses penilaian kinerja yang bebas dari unsur-unsur bias pribadiy
prasangkay atau dari ketidakwajarany permasalahan potensial dapat terbentuk
dalam proses (Robbinsy b00b : b65). Evaluasi seorang karyawan akan
mengalami penyimpangany jika faktor-faktor berikut ini berlaku menyeluruh.
• Kriteria Tunggal Di saat para pekerja dinilai dengan sebuah kriteria kerja
tunggaly walaupun kinerja yang berhasil pada pekerjaan tersebut menuntut
kinerja yang lebih baik berdasarkan beberapa kriteriay para pekerja hanya akan
berkonsentrasi pada kriteria tunggal tersebut dan mengesampingkan faktorfaktor
terkait
lainnya.
• Kesalahan yang Ditolerir Pada saat si penilai memiliki toleransi positif di
dalam penilaiannyay kinerja seorang individu dinilai lebihy sehingga penilaian
tersebut
lebih
tinggi
dari
yang
seharusnya.
• Lingkaran Kesalahan Lingkaran kesalahan (hallo error) adlah kecenderungan
seorang penilai untuk sifat seseorang mempengaruhi penilaiannya terhadap sifat
yang
lain
dari
orang
tersebut.
• Kesalahan yang Sama Ketika si penilai menilai orang lain dengan
mempertimbangkan pertimbangan khusus pada kualitas yang mereka rasa ada
dalam diri mereka sendiriy mereka membuat kesalahan yang sama (similarity
error).
• Perbedaan yang rendah Orang-orang yang bekerja untuk seorang penilai yang
memiliki perbedaan yang rendah cenderung dinilai lebih merata daripada
keadaan
•
Memperkuat
mereka
informasi
yang
untuk
menyesuaikan
sebenarnya.
kriteria
nonkinerja
Walaupun di dalam praktiknya jarang dianjurkany kadang-kadang penilaian
formal dilakukan setelah keputusan tentang kinerja perorangan telah dibuat. Hal
ini memperlihatkan keputusan yang subjektify namun formaly sering muncul
sebelum adanya informasi yang objektif untuk mendukung keputusan yang
telah
dihimpun.
b. Memperbaiki Penilaian Kinerja Langkah-langkah yang dapat diambil untuk
memecahkan
kebanyakan
(Robbinsb00b:b6b)antara
masalah
yang
telah
diidentifikasi
lain:
-Penggunaan Kriteria Ganda Karena kinerja yang berhasil pada kebanyakan
pekerjaan memerlukan pelaksanaan sejumlah hal dengan baiky keseluruhan hal
tersebut harus diidentifikasi dan dievaluasi. Aktivitas-aktivitas penting yang
menunjukkan kinerja yang efektif atau tidak efektif adalah hal-hal yang harus
dinilai.
-Sifat Menghilangkan Penekanan Banyak sifat yang dianggap berhubungan
dengan kinerja yang baiky tetapi dalam kenyataannya sering tidak atau memiliki
sedikit
kaitan
dengan
kinerja.
-Penekanan Perilaku Apabila memungkinkany lebih baik menggunakan ukuran
yang didasarkan pada perilakuy karena pengukuran kita bisa menghindari
permasalahan penggunaan pengganti yang tidak tepat untuk kinerja aktualy
selain itu kita dapat meningkatkan kemungkinan yang dilihat sama oleh dua
atau
lebih
Mendokumentasikan
Perilaku
Kinerja
penilai.
di
Dalam
Catatan
Harian
Dengan pencatatan buku harian yang berisikan keadaan-keadaan kritis khusus
untuk tiap pekerjay penilai dapat terbantu dalam membuat keputusan agar lebih
akurat.
-Menggunakan Penilai GandaSeiring dengan bertambahnya jumlah penilaiy
kemungkinan
mendapatkan
informasi
yang
akurat
juga
meningkat.
-Menilai Secara Selektif Penilai harus melakukan evaluasi hanya pada area di
mana
mereka
memiliki
keahlian.
-Melatih Penilai Dengan melatih para penilaiy kita dapat membuat mereka
menjadi penilai yang lebih akurat.
Standar Kinerja & Evaluasi Kinerja serta pengembangan Standar
Kinerja
Standar Kinerja
Dibutuhkan penilaian kinerja untuk menetapkan tingkat kinerja karyawan yang
berstandar. semakin jelas standar kinerjanya, makin akurat tingkat penilaian
kinerjanya. banyak masalah yang dihadapi operasional perusahaan adalah
adanya para penyedia maupun karyawan belum seluruhnya mengerti apa yang
seharusnya mereka kerjakan. Mungkin, standar kinerja tersebut belum pernah
disusun. Karena itu, langkah pertama adalah meninjau standar kinerja yang ada
dan menyusun standar yang baru jika diperlukan. banyak hal yang dapat diukur
untuk menentukan kinerja. banyak literatur, menyebutkan bahwa kinerja
merupakan keterkaitan un4sur motivasi, kemampuan inidvidu, serta faktor
organisasi yang menghasilkan perilaku. Perilaku behavior, merupakan proses
cara seseorang mengerjakan sesuatu. Perilaku merupakan sebuah unsur yang
menjadi pusat perbedaan manusia antar individu. Dalam pekerjaan dapat
dibayangkan jika tanpa perilaku, pasti tidak akan ada produksi yang dihasilkan.
Perilaku merupakan kata kunci, sebab dalam pekerjaan sangat banyak perilaku
yang muncul yang menyebabkan sebuah hasil tertentu. Perilaku dapat
diobservasi yang memungkinkan kita dapat membetulkan, menjumlah dan
menilai dan selanjutnya kita dapat mengelolanya. Apa yang akan terjadi, jika
seoorang manajer menaruh perhatiannya hanya pada pengelolaan hasil saja,
Tidak akan selalu efektif, karena perilaku merupakan bagian dari keseluruhan
proses dan hasil itu adalah keluaran dari perilaku. Perilaku yang tepat akan
membuahkan hasil yang meredeksikan gabungan upaya banyak individu.
Perilaku mencerminkan usaha seseorang untuk melakukan sesuatu.
Dalam evaluasi kinerja, ada standar yang disebut sebagai standar kinerja
(Performance standart) Evaluasi kinerja tidak mungkin dapat dilaksanakan
dengan baik tanpa standar kinerjanya, evaluasi kinerja adalah membandingkan
kinerja ternilai dengan standar kinerjanya. jika evaluasi kinerja dilaksanakan
tanpa standar kinerja, hasilnya tidak mempunyai nilai. Misalnya, salah satu
kelemahan mendasar evaluasi kinerja pegawai negeri indonesia Daftar Penilaian
Pekerja Pegawai negeri (DP3) adalah tidak ada standar kinerja pegawai.
Pegawai Departemen Perhubungan bertugas mengurus mercusuar ditengah laut
dinilai dengan instrumen yang sama dengan departemen perdagangan atau guru
dan dosen yang mengajar. Perbedaan indikator DP3 pegawai negeri yang
menjabat direktur jenderal suatu departemen (eselon) dengan pangkat golongan
dengan pegawai negeri golongan dengan pangkat hanyalah penilaian indikator
kepemimpinan yang diterapkan pada direktur jenderal. selain itu DP3 tidak
mempunyai standar kinerja sehingga sering muncul seloroh Dalam DP3 nilai
pegawai negeri yang pinteratau dan rajin atau malas adalah sama karena pega6ai
negeri bernapas saja oleh karena itu, salah satu upaya untuk meperbaiki kinerja
para pegawai negeri adalah mengadakan standar kinerja dan perbaikan proses
evaluasi kinerjanya.Para pakar telah mengemukakan devnisi mengenai standar
kinerja. standar kinerja adalah tolak ukur minimal kinerja ,ang harus dicapai
karayawan secara individual atau kelompok pada semua indikator kinerjanya.
Dalam defnisi ini, standar kinerja adalah tolak ukur minimal artinya jika prestasi
kinerja karyawan dibawah standar kinerja minimal tersebut, maka kinerajanya
tidak dapat diterima buruk atau sangat buruk. jika prestasi kinerja seorang
pegawai berada tepat atau diatas ketentuan standar minimal kinerjanya maka
kinerjanya dapat diterima dengan predikat sedang baik atau sangat baik. standar
kinerja meliputi standar untuk semua indicator kinerja. Misalnya jika indikator
kinerja seorang pegawai, kuantitas hasil kerja, kualitas hasil kerja, kedisiplinan
kejujuran dan loyalitas, maka standar kinerja menentukan tolak ukur keempat
indikator kinerja tersebut. Nilai keempat indikator tersebut paling tidak
mencapai nilai minimal yang ditetapkan organisasi. Standar kinerja dapat
menentukan standar kinerja untuk individu karyawan atau standar kinerja untuk
sekelompok karyawan atau tim kerja yang bekerja sama dalam satu tim kerja. Di
sejumlah perusahaan perusahaan seperti PT PL5 kinerja unit kerja juga dinilai
disamping kinerja individu karyawan. Dalam sistem evaluasi kinerja MBO
standar kinerja mencerminkan objektif dari pegawai karena objektif merupakan
tolak ukur hasil kerja yang diukur pada akhir tahun. Sementara itu standar dapat
melukiskan bagian dari objektif pegawai. Misalnya standar kinerja seorang
mekanik otomotif dalam mengganti sebuah knalpot mobil ialah dua jam. jika
tugasnya hanya mangganti knalpot maka ia dapat menyelesaikan minimal tiga
knalpot dalam satu hari. Dengan demikian ia dapat menyelesaikan minimal
knalpot dalam satu tahun. Minimal se2uah standar kinerja harus berisi dua jenis
informasi dasar tentang apa ,ang harus dilakukan dan seberapa baik harus
melakukannya. Standar kinerja merupakan identifikasi tugas pekerjaan
kewajiban dan elemen kritis yang menggambarkan apa yang harus dilakukan.
standar kinerja terfokus pada seberapa baik tugas akan dilaksanakan. Agar
bergaya guna setiap standar kriteria harus dinyatakan secara cukup jelas
sehingga manajer dan bawahan atau kelompok kerja mengetahui apa yang
diharapkan dan apakah telah tercapai atau tidak. standar haruslah dikatakan
secara tertulis dalam upaya menggambarkan kinerja yang sungguh-sungguh
memuaskan untuk tugas yang kritis maupun yang tidak kritis. Bal ini
dikarenakan bahwa tugas pekerjaan dan standar kinerja saling berkaitan adalah
praktik yang lazim mengembangkann,a pada waktu yang bersamaan. Apapun
metode analisis pekerjaan yang digunakan haruslah memperhitungkan aspek
kuantitatif kinerja. Lebih lanjut setiap standar harus menunjuk pada aspek
spesifik pekerjaan.
2.2 Fungsi Standar Kinerja
Fungsi standar Kinerja fungsi utama standar kinerja adalah sebagai tolak ukur
benchmarks
untuk
menentukan
keberhasilan
kinerja
ternilai
dalam
melaksanakan pekerjaannya. standar kinerja merupakan target sasaran atau
tujuan upaya kerja karyawan dalam ukuran waktu terentu. standar kinerja
menarik mendorong dan mengimingimingi karyawan untuk mencapainya. jika
hal itu tercapai kepuasan kerja pada diri karyawan akan terjadi. oleh karena itu
standar kinerja juga dikaitkan dengan imbalan atau sistem kompensasi jika
dapat mencapainya. selain itu standar kinerja dikaitkan dengan sanksi jika tidak
dapat mencapainya menunjukkan hubungan antara pelaksanaan pekerjaan
kinerja karyawan evaluasi kinerja dan standar kinerjakaryawan. Ketika
melaksanakan tugas atau pekerjaannya karyawan menggunakan standar kinerja
sebagai pedoman dalam bekerja. standar kinerja memberikan arah kuantitas dan
kualitas kinerja yang harus dicapai karyawan. sementara itu prosedur kerja
memberikan petunjuk kepa)a karyawan mengenai proses melaksanakan
pekerjaan agar dapat mencapai standar kinerja. standar kinerja setiap karyawan
harus diberitahukan kepada karyawan sebagai pedoman melaksanakan
tugasnya. Tanpa mengetahui standar kinerjanya karyawan tidak mengetahui apa
,ang harus dicapainya dan tidak terarah dalam mencapai kinerjanya. Dalam
melaksanakan tugasnya karyawan selalu berpedoman pada standar kinerjanya
dan standar prosedur dalam pelaksanaan tugasnya. Kemu)ian kinerja karyawan
dievaluasi oleh penilai secara periodik dan dibanbingkan dengan standar
kinerjanya. Basil direkam dalam instrumen evaluasi kinerja. Basil evaluasi
evaluasi kinerja berupa keunggulan dan kelemahan kinerja karyawan dicatat
dalam instrumen evaluasi kinerja. Basil ini diberikan kepada karyawan ternilai
sebagai balikan atas kinerjanya.
2.3 Pengembangan Standar Kinerja
Persyaratan standar Kinerja standar kinerja perlu memenuhi pers,aratan berikut
agar dapat digunakan sebagai tolak ukur dalam mengukur kinerja karyawan.
1. Ada hubungan relesansinya dengan strategi perusahaan. evaluasi kinerja
merupakan bagian dari pelaksanaan strategi sumber ada manusia yang
merupakan penjabaran dari strategi level unit bisnis dan strategi level
koorporasi.
2.Mencerminkan keseluruhan tanggungjawab karyawan dalam melaksanakan
pekerjaannya. Misalnya tanggung jawab seorang tenaga pemasaran adalah
memasarkan produk senilaienam ratus juta mengurusi kontrak penjualan dan
melayani keluhan pelanggan.
3.Memperhatikan pengaruh faktor-faktor diluar kontrol karyawan. Kinerja
karyawan sering dipengaruhi oleh faktor-faktor yang beradadiluar konrolnya.
Misalnya kinerja karyawanti unit produksi ditentukan oleh tersedianya bahan
mentah suku cadang keadaan mesin dan peralatan produksi.
4. Memperhatikan teknologi dan proses produksi. Kinerja karyawan di
perusahaan padat karya berbeda dengan karyawan yang menggunakan teknologi
tinggi seperti otomatis dan robot. seorang karyawan yang menggunakan
teknologi robot kinerjanya dapat sampai kali lipat karyawan padat karja. standar
kinerja harus memperhatikan
2.4 Kriteria Mengukur Dan Penilaian Kinerja
1. Kriteria Pengukuran Kinerja setiap indikator kinerja diukur berdasarkan
kriteria standar tertentu. Dalam mengukur kinerja terdapat kriteria atau ukuran.
Kriteria tersebut adalah sebagai berikut.
1.Kuantitatif (seberapa banyak) ukuran kuantitatif merupakan ukuran paling
mudah untuk disusun dan diukurnya yaitu hanya dengan menghitung seberapa
banyak unit keluaran kinerja harus dicapai dalam kurun waktu tertentu. contoh:
melayani minimal nasabah sehari (teller bank
2. Kualitatif seberapa baik
Melukiskan seberapa baik atau seberapa lengkap hasil harus dicapai. Kriteria ini
antara lain mengemukakan akurasi presisi penampilan (kecantikan dan
ketampanan kemanfaatan dan efektivitas. standar kualitas dapat diekspresikan
sebagai tingkat kesalahan seperti jumlah atau persentase kesalahan yang diper
olehkan per unit hasil kerja. contoh: keluhan pelanggan atas layanan teller
paling banyak berjumlah 1 per tahun (teller bank
3.Ketepatan waktu pelaksanaan tugas atau penyelesaian produk. Kriteria yang
menentukan keterbatasan waktu untuk memproduksi suatu produk membuat
suatu atau melayani sesuatu. Kriteria ini menjaga 2 pertanyaan seperti kapan
berapa cepat atau dalam periode apa. contoh: Permohonan telah diajukan paling
lambat
2.5 Proses Pengembangan Standar Kinerja
Pengembangan
standar
kinerja
merupakan
bagian
dari
tugas
Tim
Pengembangan sistem evaluasi Kinerja. Pengembangan standar kinerja dimulai
dengan analisis pekerjaan. hasil analisis pekerjaan digunakan untuk menyusun
dimensi dan indikator indikator kinerja pekerjaan indikator kinerja tersebut
didefinisikan secara operasional agar dapat di ukur. selanjutnya melakukan
survei mengenai karyawan dalam melaksanakan dimensi pekerjaannya. hal
yang perlu dipertimbangkan dalam penyusunan standar kinerja adalah alat biaya
dan risiko dalam melaksanakan dimensi pekerjaan. secara teoritis jenis
pekerjaan yang berbeda standar kinerjanya juga berbeda. Pekerjaan yang
berbeda mempunyai tujuan indikator kinerja proses pelaksanaan dan keluaran
kinerjanya.
2.6 Kriteria Penilain Kinerja
Dalam rangka melacak kemajuan kinerja mengidentifikasi kendala dan memberi
informasi dalam suatu organisasi diperlukan adanya komunikasi kinerja yang
berlangsung terus menerus sehingga dapat mencegah dan menyelesaikan
masalah yang terjadi. Karena alasan sebenarnya mengelola kinerja adalah untuk
meningkatkan produktivitas dan efektivitas serta merancang bangun kesuksesan
bagi setiap pekerja. serta informasi informasi yang diperoleh dari penilaian
kinerja ini dapat digunakan untuk kepentingan pemberian gaji kenaikan gaji
promosi pelatihan dan penempatan tugas4tugas tertentu.Pengelolaan kinerja
akan meli2atkan ini idu dan tim terutama dalam mencapai target dan bila tim itu
memiliki kinerja ,ang baik maka anggotanya akan menetapkan kualitas target
mencapai target salin memahami dan menghargai saling menghormati tanggung
jawab dan mandiri berorientasi pada klien meninjau dan memperbaiki kinerja
bekerja sama dantermotivasi. Menilai kinerja pegawai dapat dilakukan dengan
mengukur secara kualitatif dan kuantitatif hasil kerja pegawai yaitu dengan cara
melihat prestasi dan kontribusi yang diberikan pegawai dalam bekerja.
selanjutnya untuk mengetahui apakah karyawan melaksanakan tugas sesuai
dengan tuntutan pekerjaan dan apakah kinerjanya meningkat atau menurun
maka organisasi harus melakukan penilaian kinerja kepada anggotan,a,ang
dilakukan secara berkala. Kegiatan penilaian kinerja adalah proses di mana
perusahaan mengevaluasi atau menilai kemampuan dan kecakapan kerja
pegawai dalam melakukan suatu pekerjaan yang dibebankan kepadanya.Dapat
disimpulkan bahwa penilaian kinerja adalah proses membandingkan hasil kerja
seseorang dengan standar prestasi kerja yang telah ditetapkan oleh organisasi.
sehingga dengan penilaian kinerja ini akan dapat diketahui seberapa baik
seseorang melakukan pekerjaan yang diberikan ditugaskan.Menurut samsudin
terdapat beberapa objek penilaian yang dapat dinilai dari pegawai yang bekerja
diberbagai jabatan sebagai berikut:
1.hal hal umum yang dinilai dari pegawai dibidang produksi antara lain
quality quantity of work knowledge of job dependability cooperation)
adaptability attendance versatility house keepin dan safety
hal hal umum yang dinilai dari pegawai tata usaha antara lain
quality quantity of work knowledge of job dependability cooperation)
adaptability attendance initiative judgement dan health.
Pengembangan Instrumen Evaluasi Kinerja
A.
Pengertian Evaluasi Kinerja
Evaluasi kinerja merupakan pendapat yang bersifat evaluative atas sifat,
perilaku seseorang, atau prestasi sebagai dasar untuk keputusan dan rencana
pengembangan personil (Kreitner dan Kinicki, 2001: 300). Sementara itu,
Newstrom dan Davis (1997: 173) memandang sebagai suatu proses
mengevaluasi kinerja pekerja, membagi informasi dengan mereka, dan mencari
cara memperbaiki kinerjanya.
Pendapat lain mengemukakan sebagai proses mengevaluasi pekerja pada
berbagai dimensi yang berkaitan dengan pekerjaan (Greenberg dan Baron,
2003: 50). Evaluasi kinerja dapat dipergunakan untuk sejumlah kepentingan
organisasi. Manajemen menggunakan evaluasi untuk mengambil keputusan
tentang sumber daya manusia. Evaluasi memberikan masukan untuk keputusan
penting seperti promosi, mutasi, dan pemberhentian.
Evaluasi mengidentifikasikan kebutuhan pelatihan dan pengembangan.
Evaluasi menunjukkan ketrampilan dan kompetensi pekerja yang ada sekarang
ini kurang cukup sehingga dikembangkan program. Efektivitas pelatihan dan
pengembangan dipertimbangkan dengan mengukur seberapa batik pekerja yang
berpartisipasi mengerjakan evaluasi kinerja. Evaluasi juga memenuhi kebutuhan
umpan balik bagi pekerja tentang bagaimana pandangan organisasi terhadap
kinerjanya. Selanjutnya, evaluasi kinerja dipergunakan sebagai dasar untuk
mnegalokasikan reward. Keputusan tentang siapa yang mendapatkan kenaikan
upah dan reward lain sering dipertimbangkan melalui evaluasi kinerja.
B.
Tujuan Evaluasi Kinerja
Tujuan informasi kinerja dapat dapat dikelompokkan dalam empat
kategori ; yaitu (1) evaluasi yang menekankan perbandingan antar orang, (2)
pengembangan yang menekankan perubahan-perubahan dalam diri seseorang
dengan berjalannya waktu, (3) pemeliharaan sistem, (4) dokumentasi
keputusan-keputusan sumber daya manusia. Menurut T.V. Rao (1996: 56)
tujuan penilaian diri atau penilaian kinerja individu adalah:
a)
Menyediakan kesempatan bagi pegawai untuk mengiktisarkan:
·
Berbagai tindakan yang telah diambilnya dalam kaitan dengan aneka fungsi
yang bertaha dengan perannya
·
Keberhasilan dan kegagalannya sehubungan dengan fungsi-fungsi itu
·
Kemampuan-kemampuan yang ia perlihatkan dan kemampuan-kemampuan
yang ia rasakan kurang dalam melaksanakan kegiatan-kegian itu dan berbagai
dimensi managerial serta perilaku yang telah diperlihatkan olehnya selama
setahun
b)
Mengenali akan kebutuhan perkembangan sendiri dengan membuat rencana
bagi perkembangannya di dalam organisasi dengan cara mengidentifikasi
dukungan yang ia perlukan dari atasan yang harus dilaporinya dan orang-orang
lain di organisasi
c)
Menyampaikan kepada atasan yang harus dilaporinya, sumbangannya, apa
yang sudah dicapai dam refleksinya yang lebih obyektif. Hal ini merupakan
sebuah persiapan yang perlu bagi diskusi-diskusi peninjauan prestasi kerja dan
rencana-rencana perbaikan prestasi kerja
d)
Memprakarsai suatu proses, peninjauan dan pemikiran tahunan yang meliputi
seluruh organisasi untuk memperkuat perkembangan atas inisiatif sendiri guna
mencapai keefektifakn managerial
C.
Pendekatan Evaluasi Kinerja
Menurut Kreitner dan Kinicki dalam Wibowo (2007, h.352) melihat
sasaran evaluasi dan strategi pendekatannya, yang disebutkan sebagai
pendekatan terhadap sifat, prilaku, hasil, dan kontijensi. Sementara menurut
Robbins dalam Wibowo (2007) melihat evaluasi kinerja dalam ukuran hasil
pekerjaan individu, perilaku dan sikap. Pendapat diantara keduanya bersifat
saling melengkapi dan dapat dijelaskan sebagai berikut:
a)
Pendekatan sikap
Pendekatan ini menyangkut penilaian terhadap sifat atau karakteristik
individu. Sifat biasanya diukur dalam bentuk inisiatif, kecepatan membuat
keputusan, dan ketergantungan. Meskipun pendekatan sifat sangat luas
dipergunakan oleh manajer, pada umumnya dipertimbangkan oleh para ahli
sebagai yang paling rendah. Penilaian sifat kurang sempurna karena relatif
bermuka ganda terhadap kinerja aktual.
Misalnya, penilaian seseorang yang mempunyai inisiatif rendah tidak
memberikan sesuatu tentang bagaimana memperbaiki prestasi kerja. demikian
juga, pekerja cenderung bereaksi defensif terhadap umpan balik tentang
keperibadiannya, terutama apabila dirasakan kurang menguntungkan dirinya.
Ciri seseorang seperti mempunyai sikap baik menunjukan tingkat kepercayaan
diri tinggi, menjadi bergantung, kelihatan sibuk atau kaya pengalaman, namun
tidak ada korelasinya dengan hasil pekerjaan.
b)
Pendekatan prilaku
Masalah dalam pendekatan prilaku menunjukan bagaimana orang
berprilaku, dan bukan tentang kepribadiannya. Kemampuan orang untuk
bertahan meningkat apabila penilaian kinerja didukung oleh tingkat prilaku
kinerja. Dan banyak hal sulit untuk mengidentifikasi hasil spesifik yang dapat
dihubungkan dengan tindakan pekerja. Hal tersebut benar terutama apabila
penugasan individu pekerja merupakan bagian dari usaha kelompok.
Kinerja kelompok mungkin siap dievaluasi, tetapi kontribusi masingmasing anggota sulit atau tidak mungkin diidentifikasikan dengan jelas. Dalam
hal seperti ini tidak biasa bagi manajemen mengevaluasi perilaku pekerja.
Perilaku seorang plant manager yang dapat digunakan untuk evaluasi kinerja
adalah ketepatan waktu dalam menyampaikan laporan bulanan atau gaya
kepemimpinan yang ditunjukkan. Perilaku seorang tenaga penjualan di tunjukan
oleh rata-rata jumlah kontak telepon perhari atau jumlah hari sakit yang
dipergunakan dalam setahun.
c)
Pendekatan hasil
Apabila pendekatan sikap mengfokuskan pada orang dan pendekatan
perilaku mengfokuskan pada proses, pendekatan hasil mengfokuskan pada
produk atau hasil usaha seseorang. Dengan kata lain, adalah apa yang telah
diselesaikan individu. Manajemen berdasarkan sasaran merupakan format yang
umum untuk pendekatan hasil. Dengan menggunakan kriteria hasil, seorang
plant manager dapat dinilai berdasarkan kriteria jumlah yang diproduksi, sisa
yang ditimbulkan, dan biaya produksi per unit. Demikian pula halnya, seorang
tenaga penjualan dapat diukur dari volume penjualan seluruhnya, peningkatan
penjualan dan jumlah rekening yang akan diciptakan.
d)
Pendekatan kontijensi
Pendekatan sifat, prilaku, dan hasil cocok untuk dipergunakan tergantung
pada kebutuhan situasi tertentu. Oleh kaena itu diusulkan pendekatan kontijensi
yang selalu dicocokkan dengan situasi tertentu yang sedang berkembang.
Namun demikian, pendekatan sikap cocok ketika harus membut keputusan
promosi untuk calon yang mempunyai pekerjaan yang tidak sama. Sementara
itu, pendekatan hasil dibatasi oleh kegagalannya menjelaskan mengapa tujuan
penilai tidak tercapai. Secara keseluruhan, pendekatan prilaku muncul sebagai
yang terkuat, tetapi tergantung pada situasi, seperti ketika pekerja dengan
pekerjaan yang tidak sama dievaluasi untuk promosi.
D.
Sasaran Evaluasi
Menurut Kreither dan Kinicki dalam Wibowo (2007, h. 355) evaluasi
kinerja dapat dipergunakan untuk :
a)
Administrasi penggajian
b)
Umpan balik kinerja
c)
Identifikasi kekuatan dan kelemahan individu
d)
Mendokumentasi keputusan kepegawaian
e)
Penghargaan terhadap kinerja individu
f)
Mengidentifikasi kinerja buruk
g)
Membantu mengidentifikasi tujuan
h)
Menetapkan keputusan promosi
i)
Memberhentikan pegawai
j)
Mengevaluasi pencapaian tujuan
Evaluasi dapat dipergunakan untuk kepentingan yang lebih luas lagi,
seperti evaluasi terhadap tujuan dan sasaran, terhadap rencana, lingkungan,
proses kerja, pengukuran kinerja dan evaluasi terhadap hasil.
a)
Evaluasi tujuan dan sasaran
Evaluasi terhadap tujuan dimaksudkan untuk mengetahui apakan tujuan
yang telah ditetapkan sebelumnya dapat terjadi atau tidak. Apabila tujuan tidak
tercapai, dicari faktor penyebabnya. Mungkin disebabkan kesalahan dalam
merumuskan tujuan organisasi sehingga tidak dapat dijangkau oleh kinerja
organisasi. Dalam hal demikian perlu dilakukan perumusan ulang tujuan
organisasi.
Namun, disisi lain mungkin saja disebabkan kinerja organisasi buruk
sehingga memerlukan perbaikan kinerja di masa yang akan datang. Evaluasi
terhadap sasaran dilakukan untuk mengukur seberapa jauh dasaran yang telah
ditetapkan dapat dicapai. Evaluasi terhadap tujuan dan sasaran memberikan
umpan balik bagi proses perencanaan dalam penetapan tujuan dan sasaran
kinerja organisasi di waktu yang akan datang.
b)
Evaluasi rencana
Evaluasi kinerja melakukan penilaian apakah hasil yang dicapai telah
sesuai dengan apa yang direncanakan. Apabila hasil yang diperoleh tidak seperti
yang diharapkan dalam rencana, dicari tahu apa yang menyebabkan. Evaluasi
terhadap rencana juga perlu dilakukan penilaian apakah penetapan target
organisasi selalu tinggi sehingga tidak mungkin tercapai. Apakah personal
contact yang dilakukan para pekerja terlalu tinggi sehingga tidak mampu
dipengaruhi pekerja atau karena kompetensi yang dipersyaratkan tidak
terpenuhi?
c)
Evaluasi lingkungan
Evaluasi kinerja melakukan penilaian apakah kondisi lingkungan yang
dihadapi pada waktu proses pelaksanaan tidak seperti diharapkan, tidak
kondusif dan mengakibatkan kesulitan atau kegagalan dalam mencapai hasil
kinerja. Dalam hal terjadi demikian, antisipasi tindakan apa yang perlu
dilakukan untuk menghadapi kinerja di waktu yang akan datang
d)
Evaluasi proses kerja
Evaluasi kinerja melakukan penilaian apakah terdapat kendala dalam
proses pelaksanaan kerja. Apakah mekanisme kerja dapat berjalan seperti
diharapkan?
Apakah
terdapat
masalah
kepemimpinan
dan
hubungan
antarmanusia dalam organisasi? Apakah terdapat masalah dalam SDM yang
menyangkut kompetensi, produktifitas, sistem penghargaan dan kepuasan kerja?
langkah-langkah apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi di kemudian hari.
e)
Evaluasi pengukuran kinerja
Evaluasi kinerja menilai apakah penilaian kinerja telah dilakukan dengan
benar, apakah sistem review dan coaching telah berjalan dengan benar serta
apakah metode yang dipergunakan dalam pengukuran kinerja sudah tepat dan
dilakukan dengan benar oleh seorang penilai yang objektif. Evaluasi terhadap
pengukuran kinerja dilakukan untuk memperbaiki metode pengukuran kinerja di
kemudian hari sehingga memberikan kesimpulan yang objektif bagi organisasi
dan menimbulkan kepercayaan dan para pekerja.
f)
Evaluasi hasil
Evaluasi terhadap hasil kinerja dapat dilakukan terhadap hasil kinerja
organisasi, kelompok maupun individu masing-masing pekerja. Evaluasi
terhadap hasil kinerja organisasi dapat diketahui dari seberapa besar tujuan dan
sasaran organisasi telah dapat dicapai. Apabila terdapat deviasi, dicari faktor
yang menyebabkan dan berusaha memperbaikinya dikemudian hari. Evaluasi
terhadap pencapaian hasil juga dapat dipergunakan untuk menetapkan tujuan
dan besaran sasaran dikemudian hari. Evaluasi terhadap hasil kerja kelompok
dan memberikan indikasi apakah pelaksanaan kinerja yang dilakukan dalam
kelompok dapat diselesaikan dan masalah apa yang dihadapi. Evaluasi terhadap
kinerja dapat dijadikan referensi untuk promosi jabatan, tanggung jawab yang
lebih besar dan dapat pula dipergunakan untuk menentukan peringkat pekerja,
penggajian, pemberian kompensasi, pemberian bonus, dan sebagainya.
E.
Metode Evaluasi
Metode yang dapat dipergunakan dalam melakukan evaluasi kinerja pada
dasarnya sama dengan metode yang dipergunakan dalam mendapatkan umpan
balik, melakukan penilaian dan review. Adapun metode evaluasi manajemen
kinerja yang digunakan adalah:
a)
Penilaian diri sendiri dari pekerja yang bersangkutan
b)
Penilaian dari atasan langsung
c)
Penilaian dari rekan sekerja
d)
Penilaian dari bawahan langsung
e)
Penilaian dari sumber lain, seperti: pelanggan, pemasok, komite para
manajer, konsultan eksternal
f)
Evaluasi 360-derajat
·
Memperbaiki Evaluasi Kinerja.
Proses evaluasi kinerja potensial menimbulkan masalah. Evaluator dapat
melakukan tindakan bermurah hati, efek hallo dan kesalahan semacamnya atau
menggunakan proses untuk tujuan politis. Secara tidka sadar dapat
melambungkan evaluasi, merendahkan evaluasi, atau menekankan pengukuran
satu karakteristtik dan mengabaikan pengukuran karateristik lainnya (kesalahan
hallo). Beberapa penilai membiaskan evaluasi dengan tidak sadar menyebnangi
orang yang mempunyai kualitas dan sifat yang sama dengan mereka.
Beberapa evaluator melihat proses evaluasi sebagai peluang politis.
Memberika penghargaan atau menghukum pekerja yang mereka suka atau tidak
suka. Meskipun tidak terdapat perlindungan yang akan menjamin evaluasi
kinerja yang akurat, saran dibawah diberikan untuk membuat proses lebih
objektif dan jujur.
a)
Menekankan pada prilaku dan sikap
b)
Mencatat perilaku kinerja dalam buku harian
c)
Menggunakan banyak evaluator
d)
Megevaluasi secara selektif
e)
Melatih evaluator
f)
Menyedikan pekerja dengan proses perlindungan.
·
Metode Evaluasi Kinerja
Menurut Robbins dalam Wibowo (2007,h 364) merupakan beberapa
metode yang dapat dipergunakan tentang mengevaluasi kinerja karyawan.
Teknik yang dapat dipergunakan dalam evaluasi individu adalah sebagai
berikut:
a)
Written Essays
Teknik ini memberikan evaluasi kerja dengan cara mendeskripsikan apa yang
menjadi penilaian terhadap kinerja individu, tim maupun organisasi.
b)
Critical Incidents
Teknik ini mengevaluasi perilaku yang menjadi kunci dalam membuat
perbedaan antara menjalankan pekerjaan secara efektif dengan tidak efektif.
c)
Graphic Rating Scales
Teknik ini merupakan metode evaluasi di mana evaluator memperingkat faktor
kinerja dalam skala inkermental.
d)
Behaviorally Anchored Rating Scales
Teknik ini merupakan pendekatan skala yang mengkombinasi elemen utama
dari critikal incident dan graphic ranting scale. Penilai memeringkat pekerja
berdasarkan butir-butir sepanjang kontinum, tetapi titiknya adalah contoh
prilaku aktual pada pekerjaan tertentu daripada deskripsi umum atau sifat.
e)
Group Order Ranking
Teknik ini merupakan metode evaluasi yang menempatkan pekerja dari terbaik
ke terburuk.
f)
Individual Ranking
Teknik ini merupakan metode evaluasi yang menyusun/rank-order pekerja dari
terbaik ke terburuk.
g)
Paired Comparison
Teknik ini merupakan metode evaluasi yang membandingkan masing-masing
pekerja dengan setiap pekerja lain dan menyusun peringkat berdasarkan pada
jumlah nilai supervisor yang dicapai pekerja.
·
Evaluasi Kinerja Tim
Konsep evaluasi kinerja hampir dikembangkan hanya dengan pekerja
individu dalam pikiran. Hal tersebut mencerminkan kepercayaan bahwa
individu
merupakan
bangunan
utama
yang
organisasi.Namun, semakin banyak organisasi
dibangun
yang
di
sekitar
membangun tim,
bagaimana mereka harus mengevaluasi kinerja.
Terdapat empat saran muntuk merancang sistem yang mendukung dan
memperbaiki kinerja tim, yaitu sebagai berikut:
a.
Mengikat hasil tim pada tujuan organisasi. Untuk itu, penting menemukan
ukuran yang diterapkan pada tujuan yang penting yang diharapkan dapat
diselesaikan tim.
b.
Memulai dengan pelanggan tim dan proses kerja yang diikuti tim untuk
memuaskan kebutuhan pelanggan. Produk akhir yang diterima pelanggan dapat
dievaluasi dalam bentuk persyaratan pelanggan. Transaksi di antara tim dapat
dievaluasi berdasar pada pengirim dan kualitas. Langkah proses dapat
dievaluasi berdasar pada waste dan cycle time.
c.
Mengatur kinerja tim dan individu. Untuk itu didefinisikan peran setiap
anggota tim dalam bentuk penyelesaian yang mendukung proses kerja tim.
Kemudian,
mengukur
kontribusi
masing-masing
anggota
dan
kinerja
menyeluruh tim. Keterampilan individu penting untuk keberhasilan tim, tetapi
tidak cukup untuk kinerja tim yang baik.
d.
Melatih tim untuk menciptakan ukuran sendiri. Tim mendefinisikan
sasarannya dan setiap anggota memastikan bahwa setiap orang memahami
perannya dalam tim dan membantu mengembangkan ke dalam unit yang lebih
erat.
F.
Kegiatan Dan Proses Sistem Manajemen Kinerja
Tahap-tahap dalam mengembangkan suatu sistem manajemen kinerja :
a)
Putuskan apa yang harus dievaluasi ; tentukan kebutuhan strategis bisnis,
kaitkan penilaian kinerja dengan perencanaan organisasi, lakukan analisis
jabatan untuk mengidentifikasi kriteria-kriteria individu, tim dan unit, sifat, atau
hasil.
b)
Pilih metode-metode penilaian kinerja yang efektif dan valid. Putuskan siapa
yang akan melakukan peninjauan, dan putuskan format penilaian kinerja apa
saja yang akan digunakan.
c)
Kembangkan proses untuk menyampaikan tuntutan pekerjaan dengan
menciptakan sistem umpan balik yang berkaitan dengan kinerja pekerjaan.
d)
Evaluasi seberapa baik sistem manajemen kinerja berjalan dlam kaitannya
dengan sasaran yang ditentukan.
Apa yang harus dievaluasi
Kriteria
adalah
dimensi-dimensi
pengevaluasian
kinerja
seorang
pemegang jabatan, suatu tim, dan suatu unit kerja. Jenis-jenis kriteria kinerja
ada tiga, pertama, kriteria berdasarkan sifat memusatkan diri pada karakteristik
pribadi seseorang. Kedua, kriteria berdasarkan perilaku terfokus bagaimana
pekerjaan dilaksanakan dan yang terakhir kriteria berdasarkan hasil, berfokus
pada apa yang telah dicapai ketimbang bagaimana sasuatu dihasilkan.
Tanpa memandang kriteria mana, hubungan ketiga kriteria ini hampir
selalu membutuhkan lompatan inferesial(bersifat keputusan). Untuk jabatan
yang melibatakan lebih dari satu tanggung jawab harus diberi bobot yang sama
untuk seluruh kriteria. Prosedur statistik seperti regresi majemuk juga dapat
digunakan untuk menentukan bobot yang tepat tiap dimensi. Dengan prosedur
ini, bobot yang lebih besar diberikan pada dimensi-dimensi yang paling kuat
yang disertakan dalam seluruh evaluasi kerja.
Kapan melakukan evaluasi
Penetapan waktu pengukuran kinerja harus mencerminkan pertimbangan
strategis. Dua aspek penetapan waktu adalah lamanya siklus dan tanggal
penilaian. Banyak organisasi melaksanakan penilaian kinerja berdasarkan kapan
karyawan bergabung dengan organisasi. Pendekatan ini yang disebut dengan
model ulang tahun, menyebar beban kerja untuk melakukan penilaian, agar
tugas penilaian tidak menumpuk. Pendekatan umum lainnya disebut pendekatan
titik fokus. Dalam sistem ini, biasanya pada tahun akhir fiskal atau tahn
kalender. Keuntungan dari sisttem ini adalah penyelia dapat bertemu dengan
seluruh
individu,
memberi
tahu
mereka
dan
memahami
bagaimana
perbandingan kinerja mereka dalam periode waktu yang sama. Kelemahan dari
tinjauan titik fokus adalah bahwa tinjauan ini menghasilkan beban kerja yang
sangat besar dalam satu waktu. Selain itu, tinjauan ini dapat menciptkan siklus
produktifitas artifisial yang semata-mata mencerminkan waktu penilaian.
Siapa yang harus melakukan evaluasi
Sumber-sumber data kinerja terdiri dari penyelia, karyawan sendiri, rekan
sejawat, atau anggota tim, bawahan, pelanggan, dan pantauan komputer. Hal
terpenting dlam menetukan siapa yang harus melaksanaka penilaian adalah
jumlah dan jenis hubungan kerja yang dimiliki penilai dengan orang yang
dievaluasi.
Jika evaluasi penyelia, bawahan , rekan sejawat dan karyawan sendiri
digunakan, maka evaluasi ini sering disebut penialaian 360-derajat. Manfaat
penilaian ini khususnya untuk memberikan umapn balik untuk tujuan
pengembangan.
Istilah atasan dalam konteks ini mengacu pada pimpinan langsung
bawahan yang sedang dievaluasi. Kelemahan penilaian atasan pertama,
biasanya atasan mempunyai kekuasaan untuk memberikan imbalan dan
hukuman , bawahan mungkin meras terancam. Kedua, evaluasi merupak sering
proses satu arah yang membuat bawahan defeensif. Ketiga, atasan mungkin
tidak mempunyai kemampuan interpersonal yang diperlukan untuk memberikan
umpan balik yang baik.
Penilaian diri sendiri, khususnya melalui partisipasi bawahan dalam
menetapka tujuan, dipopulerkan sebagai komponen management by objectives
(manajemen berdasarkan sasaran), yang sering disebut MBO. Bawahan yang
berpartisipasi dalam proses evalaluasi mungkin akan lebih terlibat dan
mempunyai komitmen pada tujuan. Partisipasi bawahan mungkin juga
membantu menjelaskan peran karyawan dan mengurangi konflik peran.
Penilaian rekan sejawat,terlihat sebagai alat prediksi kinerja masa
mendatang bermanfaat dan penilaian kinerja berdasarkan individu tidak
memberikan kontribusi kepada upaya-upaya pembinaan tim yang merupakan
unsur penting dalam gaya manjemen partisipatif dewasa ini. Penilaian ke Atas
atau Terbalik dengan mensurvei karyawan selama beberapa tahun untuk
mengetahui opini merka tentang manajemen. Sistem ini mencakup pengisian
kuesioner oleh karyawan dengan sukarela untuk mengumpulkan umpan balik
mengenai kepemimpinan partisipatif, kreativitas, dan manajemen kinerja
personalia. Kekurang dari sistem umpan balik tersebut adalah kemungkinan
bawahan tidak selalu mengevaluasi kinerja secara objektif dan jujur.
Penilaian Untuk Memprediksi Kinerja Masa Depan
Metode pusat penilaian yang digunakan untuk menentukan potensi
mnajerial karyawan, mengevaluasi individu ketika ikut ambil bagian besar yang
dilaksanakan dilingkungan yang relatif terisolasi.
Proses rating, Kualitas keputusan kinerja tergantung sebagian pada
kemampuan pemprosesan informasi atau pengambilan keputusan. Apabila
penilaian kinerja perlu dilakukan, informasi yang relevan dengan kategori yang
dinilai dikeluarkan dari memori. Selanjutnya dibandingkan dengan standar
penilaian.
Kesalahan kesalahan rating
Apabila kriteria tidak ditentukan dengan jelas dan tidak ada rangsangan
yang dikaitkan dengan keakuratan rating, maka kesalahan terjadi selamaproses
rating. Kesalahan ini bisa mempengaruhi semua tahap proses.
·
Halo dan Horn, Kesalahan halo dan horn terjadi karena kecendrungan
memikirkan seseorang secara umumkurang lebih baik atau buruk, yang
tercermin dalam penilaian kinerja tertentu sebagai baik atau buruk.
·
Kelunakan, kelunakan terjadi ketika, untuk menghindari konflik, seorang
manajer menilai rating semua karyawan dalam suatu kerja tertentu lebih tinggi
dari pada semestinya dinilai secara obyektif.
·
Kekakuan, pada posisi eksternal kekakuan adalah keselahan karena
kekakuan, dimana karyawan yang diberi rating yang tidak menyenang kan tanpa
memperhatikan tingkat kinerja.
·
Kecendrungan menengah, ketimbang menggunakan rating yang ekstrim,
sebagian penilai cenderung mengevaluasi karyawan dengan nilai rata-rata,
bahkan kinerjanya benar-benar bervariasi.
·
Keutamaan dan kebaruan kejadian, penila mungkin menggolongkan orang
yang dinilai sebagaimana pelaksana dengan kinerja baik atau buruk, selanjutnya
informasi yang mendukung penilaian awal dikumpulkan, dan informasi yang
belumpasti diabaikan, kesalahan ini disebut bias keutamaan. Kesalahan
kebaruan kejadian bisa berakibat serius bagi karyawan.
PEMANFAATAN PENILAIAN UNTUK MEMAKSIMALKAN KINERJA
a.
Kurangnya integrasi strategis. Proses penilaian kinerja seringkali
mengarah pada konflik karena tujuannya tida disejajarkan dengan keseluruhan
sasaran organisasi. Salah satu penyebabnya adalah sumber daya manusia tidak
diberi prioritas yang sama dengan sumber-sumber laian selama perencanaan
strategis.
b.
Kekuasaan dan politik. penilaian kinerja memiliki kekuasaan yang sah
untuk mempengaruhi pemegang jabatan. Karyawan dengan rangking lebih
tinggi biasanya mengevaluasi karyawan dengan rangking lebih rendah dan
kurang berkuasa.
c.
Sasaran pihak-pihak berkepentingan. dari sasaran organisasi dan
iindividu akan muncul dua kelompok konflik. Salah satunya adalah antara
sasaran evaluasi dan pengembangan organisasi.
d.
Fokus persepsi. Dalam penilaian kinerja secara efektif mempunyai
persfektif yang berbeda-bedayang dibawa semua pihak dalam proses. Persepsi
ini bisa berupa positif ataupun negatif.
e.
Hukuman. Jika kinerja tidak juga meningkat walaupun telah diberi
peringatan dan konseling berulang-ulang, maka ada empat alat penolong
terakhir yang dapat digunakan, yaitu;
·
Pemindahan, dikira cukup tepat jika kekurangan kinerja mempunyai sedikit
sekali efek atau tidak ada sama sekali pada posisi baru.
·
Restrukturisasi, yaitu dengan mendesain ulang pekerjaan bukan mengganti
karyawan. Misalnya jika seorang karyawan mempunyai tekhnik yang luar biasa,
maka desain pekerjaan menambahkan tugas untuk memanfaatkan keahlian ini.
·
Pemecatan, ini dilakukan jika sikap tidak jujur, kebiasaan absensi,
pelanggaran beratdan pembangkangan.
·
Netralisasi, dengan memberikan tugas dimana karyawan bisa produktif.
Model Evaluasi
Organisasi yang selalu berkembang merupakan dambaan semua orang.
Baik pemerintah maupun swasta mengharapkan organisasinya tumbuh dan
berkembang
perkembangan
dengan
baik,
tersebut
sebab
diharapkan
dunia
terus
organisasi
berkembang.
mampu
Dengan
bersaing
dan
berakselerasi dengan kemajuan zaman. Kenyataan menunjukkan bahwa
organisasi yang tidak mampu berakselerasi dengan kemajuan zaman akan
tertinggal untuk kemudian tenggelam tertelan zaman.
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk melihat perkembangan suatu
organisasi adalah melalui hasil Penilaian Prestasi Kerja (PPK) yang ada pada
organisasi tersebut. PPK dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah
Performance Appraisal. Dari PPK dapat dilihat kinerja kerja organisasi yang
dicerminkan oleh kinerja kerja pegawainya.
Hasil PPK dapat menunjukkan apakah SDM (pegawai) pada organisasi
terebut telah memenuhi sasaran/target sebagaimana yang dikehendaki oleh
organisasi, baik secara kuantitas maupun kualitas, bagaimana perilaku pegawai
dalam melaksanakan pekerjaannya, apakah cara kerja tersebut sudah efektif dan
efisien, bagaimana penggunaan waktu kerja dan sebagainya. Dengan informasi
tersebut berarti hasil PPK merupakan refleksi dari berkembang atau tidaknya
organisasi.
Pada organisasi yang cukup maju, hasil PPK digunakan sebagai bahan
pertimbangan proses manajemen SDM seperti promosi, demosi, diklat,
kompensasi, pemutusan hubungan kerja dan sebagainya. Dijadikannya PPK
sebagai bahan perimbangan sedikit banyaknya memotivasi pegawsai untuk
bekerja lebih giat lagi. Dengan demikian PPK merupakan salah satu faktor
kunci tumbuh dan berkembangnya suatu organisasi.
Keinginan bangsa kita untuk menuju perbaikan kinerja kerja melalui PPK
sudah ada. Hal tersebut ditunjukkan oleh penggunaan Daftar Penilaian
Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) di seluruh organisasi pemerintah dan sebagian
besar organisasi swasta. Namun sayangnya kebanyakan pengelola PPK
(departemen SDM/personalia) masih belum siap.
Fenomena yang kemudian muncul ke permukaan adalah PPK masih
belum dianggap penting. Anggapan tersebut ditunjang oleh sistem penilaian
PPK yang masih bersifat sembarangan sebagai akibat dari hasil PPK yang
belum dijadikan bahan pertimbangan proses manajemen SDM selanjutnya,
seperti perencanaan karier, diklat, kompensasi, PHK, dan sebagainya.
Di samping itu, PPK yang ada juga banyak memiliki kelemahan seperti :
besarnya porsi poin yang bersifat subyektif, penilaian yang dilakukan satu tahun
sekali pada periode yang sama dapat mengakibatkan bias, banyak organisasi
yang belum memiliki uraian kerja yang mantap yang mengakibatkan kesulitan
di dalam membuat PPK, dan sebagainya.
Sehubungan dengan hal di atas, maka materi Penilaian Prestasi Kerja
(PPK) dalam manajemen SDM merupakan bagian yang cukup penting untuk
dikaji dan dipelajari. Pembicaraan mengenai PPK memang menarik. Sebagai
bagian dari Manajemen Sumber Daya Manusia, PPK atau Performance
Appraisal merupakan salah satu faktor kunci tumbuh dan berkembangnya suatu
organisas/perusahaan.
Hasil penilaian dapat menunjukkan apakah Sumber Daya Manusia
(pegawai/karyawan) pada organisasi/perusahaan tersebut sudah memenuhi
target atau sasaran yang dikehendaki baik secara kualitas maupun kuantitas,
bagaimana perilaku pekerja dalam melakukan pekerjaannya, apakah cara kerja
tersebut sudah efektif dan efisien, bagaimana penggunaan waktu kerja, dan
sebagainya.
Ketidakakuratan hasil PPK dapat merusak atau mengganggu perencanaan
sumber daya manusia pada organisasi. Perencanaan karier, pengembangan
karier, diklat, penambahan tenaga kerja akan salah, bila hasil PPK tidak dapat
menggambarkan kondisi pekerja yang sebenarnya. Hasil PPK pegawai juga
dapat dijadikan pertimbangan organisasi/perusahaan di dalam memberikan
kenaikan upah/bonus.
Hasil PPK tidak hanya berpengaruh pada organisasi, tapi juga
berpengaruh pada individu pegawai/ karyawan. PPK yang tidak didasarkan pada
kriteria yang obyektifdapat menimbulkan keresahan dan rasa tidak aman.
Sebaliknya penilaian dengan cara yang tepat dan standar atau target yang dinilai
jelas dapat meningkatkan motivasi dan gairah kerja pegawai.
Sehubungan dengan besarnya pengaruh hasil penilaian, maka perlu
diupayakan agar penilaian dilakukan seobyektif mungkin. Karenanya harus
dihindari kemungkinan like or slide dalam diri penilai saat melakukan penilaian
prestasi kerja. Penghindaran tersebut dapat dilakukan dengan pemilihan materi,
teknik, metode dan frekuensi yang tetap dalam melakukan penilaian prestasi
kerja.
6.1. PENGERTIAN PENILAIAN PRESTASI KERJA
Penilaian Prestasi Kerja (PPK) adalah “suatu cara dalam melakukan
evaluasi terhadap prestasi kerja para pegawai dengan serangkaian tolok ukur
tertentu yang obyektif dan berkaitan langsung dengan tugas seseorang serta
dilakukan secara berkala”.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh French (1986), PPK pada dasarnya
merupakan kajian sistematik tentang kondisi kerja pegawai yang dilakukan
secara formal. Menurut French, kajian kondisi kerja ini haruslah dikaitkan
dengan standar kerja yang dibangun, baik itu standar proses kerja maupun
standar
hasil
kerja.
Tidak
kalah
pentingnya,
organisasi
harus
mengkomunikasikan penilaian tersebut kepada pegawai yang bersangkutan.
Dengan demikian sasaran yang menjadi obyek penilaian adalah
kecapakan/kemampuan pegawai melaksanakan suatu tugas/pekerjaan yang
diberikan, penampilan atau perilaku dalam melaksanakan tugas, sikap dalam
menjalankan tugas, cara yang digunakan dalam melaksanakan tugas, ketegaran
jasmani dan rohani di dalam menjalankan tugas, dan sebagainya.
Penilaian atau investasi kerja juga sering dilakukan secara informal oleh
supervisor atau atasan terhadap bawahannya. Bedanya, penilaian yang informal
tersebut adalah spontanitas dari supervisor atau atasan dan tidak dirancang
secara khusus sebagimana halnya PPK. Selain itu penilaian atau evaluasi kerja
secara informal cenderung lebih ke arah memperbaiki pekerjaan keseharian dari
pada penilaian terhadap kemampuan atau perilaku kerja pegawai. Sedangkan
PPK adalah kajian kondisi pegawai dengan rancangan dan metode khusus.
6.2. BEBERAPA TUJUAN PENILAIAN PRESTASI KERJA
PPK dapat digunakan untuk berbagai tujuan. Beberapa Tujuan Umum
penggunaan PPK dalan organisasi industri maupun non indutri adalah :
·
Peningkatan imbalan (dengan system merit),
·
Feed back/umpan balik bagi pegawai yang bersangkutan,
·
Promosi,
·
PHK atau pemberhentian sementara,
·
Melihat potensi kinerja pegawai,
·
Rencana suksesi,
·
Transfer/pemindahan pegawai
·
Perencanaan pengadaan tenaga kerja
·
Pemberian bonus
·
Perencanaan karier
·
Evaluasi dan pengembangan Diklat
·
Komunikasi intenal
·
Kriteria untuk validasi prosedur suksesi
·
Kontrol pengeluaran.
Secara garis besar terdapat dua Tujuan Utama PPK, yaitu :
a. Evaluasi terhadap tujuan (goal) organisasi, mencakup :
·
Feedback pada pekerjaan untuk mengetahui di mana posisi mereka.
·
Pengembangan data yang valid untuk pembayaran upah/bonus dan keputusan
promosi serta menyediakan media komunikasi untuk keputusan tersebut.
·
Membantu manajemen membuat keputusan pemberhentian sementara atau
PHK dengan memberikan “peringatan” kepada pekerja tentang kinerja kerja
mereka yang tidak memuaskan. (Michael Beer dalam French, 1986).
b. Pengembangan tujuan (goal) organisasi, mencakup :
·
Pelatihan dan bimbingan pekerjaan dalam rangka memperbaiki kinerja dan
pengembangan potensi di masa yang akan datang.
·
Mengembangkan komitmen organisasi melalui diskusi kesempatan karier dan
perencanaan karier.
·
Memotivasi pekerja
·
Memperkuat hubungan atasan dengan bawahan.
·
Mendiagnosis problem individu dan organisasi.
6.3. OBYEK PENILAIAN PRESTASI KERJA
·
Hasil kerja individu
Jika mengutamakan hasil akhir, maka pihak manajemen melakukan penilaian
prestasi kerja dengan obyek hasil kerja individu. Biasanya berlaku pada bagian
produksi dengan indikator penilaian output yang dihasilkan, sisa dan biaya perunit yang dikeluarkan.
·
Perilaku
Untuk tugas yang bersifat instrinsik, misalnya sekretaris atau manajer, maka
penilaian prestasi kerja ditekankan pada penilaian terhadap perilaku, seperti
ketepatan waktu memberikan laporan, kesesuaian gaya kepemimpinan, efisiensi
dan efektivitas pengambilan keputusan, tingkat absensi.
·
Sifat
Merupakan obyek penilaian yang dianggap paling lemah dari kriteria penilaian
prestasi kerja, karena sulit diukur atau tidak dapat dihubungkan dengan hasil
tugas yang positif, seperti sikap yang baik, rasa percaya diri, dapat diandalkan,
mampu bekerja sama.
6.4. PENGARUH PENILAIAN PRESTASI KERJA
a. Terhadap Individu
Hasil PPK dapat berpengaruh positif maupun negatif terhadap moral kerja
pekerja. Hal ini dimungkinkan mengingat peranan hasil PPK yang dapat
digunakan untuk berbagai kepentingan manajemen SDM.
Cara pandang pegawai terhadap PPK dan penggunaan hasil PPK
menentukan positif atau negatif pengaruh PPK pada pegawai yang
bersangkutan. Sebagai contoh, jika PPK lebih dipandang sebagai kritik dari
pada
pertolongan
perusahaan
terhadap
pegawai.
Maka
PPK
akan
menumbuhkan rasa “was-was” pada diri pegawai yang bersangkutan saat
dilakukan PPK atau penerapan hasil PPK. Perasaan was-was ini pada gilirannya
akan menurunkan semangat kerja. Sebaliknya jika PPk lebih dipandang sebagai
pertolongan atau pemberian kesempatan pengembangan diri dari pada kritik,
maka PPK akan membuat pegawai yang bersangkutan bertambah giat dan selalu
berupaya mengembangkan kreativitasnya di dalam melaksanakan pekerjaannya.
Dengan demikian sisi pandang atau interprestasi pegawai terhadap PPK
merupakan hal yang mendasari baik buruknya akibat perubahan sikap/moral
pekerja setelah menerima hasil PPK. Karenanya pemilihan metode yang tepat
dengan tolok ukur yang tepat serta waktu yang tepat merupakan kunci yang
dapat mengeliminir kecurigaan pegawai terhadap subyektivitas penilai saat
melakukan PPK.
b. Terhadap Organisasi
PPK mempengaruhi orgnisasi, khususnya pada proses kegiatan SDM.
Sebagaimana halnya dengan pengaruh PPK terhadap individu, informasi hasil
penilaian merupakan umpan balik sukses tidanya fungsi personalia. Besar
kecilnya pengaruh PPK pada organisasi tergantung sedikit banyaknya pada
informasi yang didapat dari hasil PPK tersebut. PPK yang komprehensif dapat
menghasilkan informasi yang cukup. Informasi yang bisa didapat antara lain
rekrutmen, seleksi, orientasi, kebutuhan diklat dan sebagainya.
Jika sejumlah besar pegawai menerima hasil PPK dengan nilai buruk, maka
dapat diduga kemungkinan adanya kelalaian atau kesalahan program
perencanaan SDM pada organisasi yang bersangkutan. Atau kungkin hal
tersebut terjadi akibat target goal yang ditetapkan terlalu tinggi, sementara
kemampuan pegawai dan/atau fasilitas yang ada pada organisasi tersebut belum
memungkinkan untuk mencapai target goal terebut.
Selain untuk mengevaluasi program manajemen SDM. PPK juga dapat
digunakan untuk mengembangkan SDM organisai seperti promosi, kenaikan
upah, bonus, pelatihan dan sebagainya. Dengan perkataan lain, hasil Penilaian
Prestasi Kerja dapat digunakan untuk mengevaluasi dan mengembangkan SDM
saat ini serta mengkaji kemampuan organisasi untuk menentukan kebutuhan
SDM di masa yang akan datang.
6.5. METODE PENILAIAN PRESTASI KERJA
Pendekatan yang dilakukan dalam penilaian prestasi kerja pegawai sangat
banyak. Dari sekian banyak metode yang digunakan dapat dikelonpokkan
menjadi dua bagian, yaitu 1) metode yang berorientasi masa lalu, seperti :
Skala Grafik dengan Rating, Metode Ceklis (Checklist), Metode Essai, Metode
Pencatatan Kejadian Kritis, dan Metode Wawancara; dan 2) metode yang
berorientasi masa depan, yakni penilaian diri, tes psikologi, MBO, dan pusat
penilaian.
A. Metode Penilaian Yang Berorientasi Masa Lalu
1) Skala Grafik Dengan Rating
Skala grafik dengan rating atau juga dikenal dengan metode rating
konvensional, adalah metode yang banyak digunakan. Terdapat banyak versi
tentang metode ini namun semuanya berfokus pada perilaku spesifik atau
karakteristik pegawai yang berkaiatan dengan kinerja kerja. Contoh skala
Rating dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Dalam versi terbaru skala grafik
dengan rating perilaku spesifik pegawai diuraikan kembali berdasarkan
perbedaan tingkatan dan perbedaan departemen/bagian pekerjaan untuk masingmasing karakteristik. Kelemahan metode ini adalah perilaku yang dinilai tidak
spesifik dan penilai cenderung memberikan nilai rata-rata.
2) Metode Checklist
Metode checklist adalah metode PPK dengan cara memberi tanda (V) pada
uraian perilaku negatif atau positif pegawai/karyawan yang namanya tertera
dalam daftar. Masing-msing perilaku tersebut diberi bobot nilai. Besarnya bobot
nilai tergantung dari tingkat kepentingan perilaku tersebut terhadap suksesnya
suatu pekerjaan. Perhatikan contoh berikut :
Keuntungan dari metode ini mudah untuk digunakan dan dapat menghindari
kecenderungan pemberian nilai rata-rata atau pemberian nilai karena kemurahan
hati. Namun karena keharusan adanya relevansi antara item perilaku yang
terdaftar dalam penilaian prestasi dengan pekerjaan yang dilaksanakan, maka
dibutuhkan keahlian khusus untuk membangun sejumlah item perilaku yang
berbeda untuk jenis pekerjaan dan tingkatan yang berbeda. Oleh karena itu
dibutuhkan bantuan tenaga profesional yang andal di bidang ini. Ketidakandalan
dalam membuat item perilaku dan kesesuaian bobot nilai masing-masing item
dapat mengakibatkan ketidaksesuaian di dalam pemberian ukuran-ukuran item.
Akibatnya para supervisor kesulitan di dalam mengiterprestasikan hasilnya.
3) Metode Esai
Pada metode ini, penilai menuliskan sejumlah pertanyaan terbuka yang terbagi
dalam beberapa kategori. Beberapa kategori pertanyaan terbuka yang biasa
digunakan :
1.
Penilaian kinerja seluruh pekerjaan.
2.
Kemungkinan pekerja dipromosikan
3.
Kinerja kerja pegawai saat ini
4.
Kekuatan dan kelemahan pegawai
5.
Kebutuhan tambahan training
Pendekatan ini memberikan fleksibilitas pada penilaian dengan tidak
memasyarakatkan perhatian khusus pada sejumlah faktor. Di sisi lain karena
metode ini menggunakan pertanyaan yang sangat terbuka, maka penilai akan
kesulitan untuk membandingkan dan menilai jawaban-jawaban dari pertanyaan
tersebut. keberhasilan metode ini juga sangat tergantung pada kemampuan dan
kriativitas supervisor dalam mengajukan pertanyaan untuk mendapatkan
jawaban yang benar-benar dapat mewakili kondisi pegawai yang dinilai.
4) Metode Pencatatan Kejadian Kritis
Metode pencatatan kejadian yang kritis adalah Penilaian Prestasi Kerja yang
menggunakan
pendekatan
dengan
menggunakan
catatan-catatan
yang
menggambarkan perilaku karyawan yang sangat baik atau yang sangat buruk.
Perhatikan contoh berikut :
5) Metode Wawancara
Selain kelima metode di atas, PPK pegawai juga dapat dilakukan dengan cara
Wawancara. Maksud dari penggunaan cara wawancara ini adalah agar pegawai
mengetahui posisi dan bagaimana cara kerja mereka.
Selain itu wawancara juga dimaksudkan untuk :
a.
Mendorong perilaku positif.
b. Menerangkan apa target/sasaran yang diharapkan dari pegawai.
c.
Mengkomunikasikan masalah-masalah yang berkaitan dengan upah dan
promosi.
d. Rencana memperbaiki kinerja di masa yang akan datang.
e.
Memperbaiki hubungan antara atasan dengan bawahan.
B. Metode Penilaian Yang Berorientasi Masa Depan
a) Penilaian Diri (self appraisal)
Metode ini menekankan adanya penilaian yang dilakukan karyawan terhadap
diri sendiri dengan tujuan melihat potensi yang dapat dikembangkan dari diri
mereka.
b) Tes Psikologi
Biasanya dilakukan dalam bentuk wawancara mendalam, tes psikologi, diskusi,
review terhadap hasil evaluasi pekerjaan karyawan. Tes ini dilakukan oleh
psikolog untuk mengetahui potensi karyawan yang dapat dikembangkan dimasa
datang. Beberapa tes psikologi yang dapat dilakukan, seperti tes intelektual,
emosi, motivasi.
c) Management By Objectives (MBO)
Management By Objectives (MBO) yang diperkenalkan oleh Peter Drucker
adalah sistem yang menggambarkan kajian tentang target/sasaran yang hendak
dicapai berdasarkan kesepakatan antara supervisor dan bawahannya. Kajian
tentang bagaimana baiknya bawahan berprestasi selalu ditinjau ulang dan
dilakukan secara periodik. Uji coba selalu dibuat untuk menuliskan
target/sasaran dari segi kuantitas. Para ahli percaya bahwa target/sasaran dapat
dan selayaknya ditetapkan secara kuantitatif.
Persyaratan Pelaksanaan Metode MBO
Untuk melaksanakan penilaian dengan metode MBO, secara umum terdapat
sejumlah ketentuan yang harus dilaksanakan yaitu :
1.
Supervisor dan bawahan sama-sama menyetujui elemen target pekerjaan
bawahan yang akan dinilai periode tertentu (6 bulan atau 1 tahun).
2.
Bawahan sungguh-sungguh melakukan kegiatan untuk mencapai masingmasing target.
3.
Selama periode tersebut bawahan secara periodik mereview perkembangan
pekerjaan ke arah target yang akan dicapai.
4.
Pada akhir periode, supervisor dan bawahan sama-sama mengevaluasi hasil
pencapaian target.
Keuntungan MBO
Keuntungan terbesar dari metode MBO adalah teredianya target/sasaran
panilaian kinerja yang merupakan kesepakatan antara supervisor dan
bawahannya. Pada tingkat individu, MBO dapat menjadikan pegawai
melakukan kontrol diri, membangun kepercayaan diri, memotivasi diri,
memperbaiki
kinerja,
mengembangkan
masa
depan
dan
mempunyai
pengetahuan penuh tentang kriteria yang akan dievaluasi.
Pada tingkatan sehubungan interpersonal, MBO dapat meningkatkan
hubungan antara bawahan dengan atasan, memperbaiki komunikasi, dan
menyediakan kerangka kerja (framework) yang lebih baik. Pada tingkat
organisasi, perbaikkan kinerja kerja secara keseluruhan, teridentifikasinya
potensi manajemen dan kebutuhan pengembangan, koordinasi sasaran/target
yang lebih baik, dan terkuranginya duplikasi serta overlapping tugas dan
aktivitas merupakan keuntungan yang bisa didapat dari metode MBO.
·
Kelemahan MBO
Pendekatan MBO bukanlah metode yang paling sempurna. MBO efektif bila
sistematis dapat menyatukan setting target yang dibuat oleh individu dan
organisasi. Target yang dihasilkan bersama antara supervisor dan bawahan
dengan sendirinya berbeda dengan target yang telah ditetapkan organisasi.
Dengan demikian MBO juga merupakan autocritic organisasi.
Salah satu kelemahan MBO adalah : membutuhkan waktu yang cukup lama
hingga terkesan terjadi pemborosan waktu. Beberapa masalah yang mungkin
timbul akibat diterapkannya metode MBO adalah:
1.
Terlalu banyak tekanan pada ukuran tujuan kuantitatif dapat membawa pada
pengabaian tanggung jawab penting lainnya.
2.
Tekanan pada kuantitas mungkin akan mengorbankan kualitas.
3.
Jika evaluasi didasarkan pada kesepakatan hasil yang dicapai, maka bawahan
secara sengaja atau tidak sengaja menset target yang rendah sebagai hasil yang
mereka capai.
4.
Memungkinkan adanya tendensi mengadopsi target/tujuan yang dianggap
penting oleh bawahan yang dominan.
5.
Penyedia (supervisor) dapat mengasumsikan tidak ada Latihan dan
Bimbingan.
·
Tim MBO
Dalam membangun dan mengembangkan target/sasaran, program MBO
kebanyakan menggunakan sistem one-on-one antara supervisor dengan
bawahan.
Pada
kebanyakan
instansi, sistem
one-on-one
tidak
dapat
dilaksanakan pada kebanyakan pekerjaan yang sifatnya interpenden, terutama
pada tingkat manajer dan supervisor. Baik manajer maupun supervisor kesulitan
bila harus melakukan one-on-one pada seluruh bawahannya untuk membangun
dan mengkaji ulang target/sasaran yang hendak dicapai. Di samping memakan
waktu yang cukup lama, juga akan mengganggu kegiatan kerja. Karenanya pada
kabanyakan instansi, metode MBO ini dilakukan dengan menggunakan
pendekatan tim untuk mengkaji ulang target-target tersebut. proses MBO dapat
dilihat pada gambar di bawah ini.
d) Pusat Penilaian (Assesment Centre)
Merupakan lembaga pusat penilaian prestasi kerja, dimana lembaga tersebut
berfungsi melakukan penilaian prestasi kerja terhadap karyawan suatu
perusahaan. Lembaga ini biasanya telah memiliki berbagai bentuk metode
penilaian karyawan yang telah ditandarisasi, seperti tes psikologi, diskusi,
wawancara, simulasi.
6.6. PENILAI , VALIDITAS & RELIABILITAS DALAM PPK
Sebagimana diungkapkan di atas, departemen SDM atau personalia
berperan di dalam membuat rencana rancangan, memilih metode yang akan
digunakan, serta memilih siapa yang akan menilai karyawan. Keputusan yang
diambil oleh Departemen SDM atau personalia sangat berpengaruh pada hasil
PPK. Rancangan yang salah dan/atau pemilihan metode serta penilai yang salah
akan mengakibatkan kesalahan informasi yang didapat dari hasil PPK. Dengan
perkataan lain, informasi hasil prestasi kerja dapat menjadi tidak absah (invalid)
dan tidak dipercaya (unreliable).
Dengan demikian selain metode Penilaian Prestasi Kerja yang digunakan,
maka untuk mengembangkan atau merancang PPK perlu diperhatikan hal-hal
sebagai berikut : 1) Pemilihan Penilai, 2) Validitas (benar) dan 3) Reliabilitas
(dapat dipercaya).
A. Pemilihan Penilai
Memutuskan siapa yang akan mengevaluasi pegawai adalah sesuatu yang
sangat penting dalam merancang program penilaian prestasi. Secara umum
diakui bahwa penilaian oleh penyelia (supervisor) sangat dilakukan dengan
mengkombinasikan penilaian supervisor dan nonsupervisor. Langkah tersebut
diambil untuk menghindari subyektivitas dan/atau kesalahan yang mungkin
terjadi bila penilai hanya supervisor atau atasan pegawai yang bersangkutan
saja. Untuk DP3 pegawai negeri, penilai selain atasan langsung juga atasan dari
atasan pegawai yang bersangkutan.
Menurut French (1986) penilai dapat terdiri dari :
a. Supervisor/atasan pegawai yang bersangkutan.
b. Diri pegawai yang bersangkutan.
c. Teman sekerja.
d. Bawahan, dan
e. Grup/kelompok, atau
f. Kombinasi dari penilai-penilai di atas.
PPK pegawai yang dilakukan oleh atasan langsung paling banyak
dijumpai. Atasan merupakan orang yang diberikan otoritas formal untuk
melakukan penilaian. Atasan selalu memonitor kerja bawahannya serta
mengawasi pemberian imbalan yang diakibatkan oleh kinerja pegawai yang
bersangkutan. Secara khusus, atasan adalah orang dengan posisi terbaik yang
mengawasi kinerja bawahan serta menilai sejauh mana kinerja yang disajikan
sesuai dengan target/sasaran yang ditetapkan oleh unit kerjanya maupun
organisasi secara keseluruhan.
Pada beberapa organisasi, pegawai yang bersangkutan menilai kinerja kerja
dirinya sendiri (self evaluation). Pendekatan ini dilakukan dalam kaitannya
dengan upaya membangun moral karyawan. PPK oleh diri sendiri dapat
dikombinasikan dengan penilaian yang dilakukan oleh atasan untuk
mendapatkan hasil yang terbaik. Pendekatan ini lebih menjurus pada
penggunaan metode MBO. Atasan dan pegawai yang bersangkutan secara
independen melakukan persiapan evaluasi kerja. Kemudian keduanya bertemu
untuk mendiskusikan kajian mereka. Setelah itu mereka melengkapi kajian
tentang tanggung jawab mendatang, perbaikan rencana, membangun aktivitas,
tujuan karier dan ringkasan kinerja. Satu keuntungan dari pendekatan ini adalah
tersedianya basis untuk mengklarifikasikan harapan dan persepsi pegawai yang
bersangkutan dan atasan.
Penilaian oleh teman sekerja, meskipun tidak biasa digunakan namun
mempunyai kelebihan yaitu relatif lebih dipercaya (reliable). Realibilitas ini
didapat dari fakta di mana teman sekerja selalu berinteraksi satu sama lain
dalam kerja keseharian dan karena teman sekerja dianggap sebagai penilai yang
independen. Panilai oleh bawahan penting terutama yang berkaitan dengan
aspek kepemimpinan, karena bawahan adalah orang yang paling merasakan
dampak dari kepemimpinan atasannya. Sama halnya dengan penilaian yang
dilakukan oleh teman sekerja, panilaian oleh bawahan termasuk yang jarang
digunakan.
Selain penilaian oleh atasan langsung, penilaian yang dilakukan oleh grup
merupakan pendekatan panilaian yang banyak digunakan. Orang-orang yang
terkumpul dalam grup penilaian ini adalah mereka yang mengetahui materi serta
metode penilaian yang digunakan yang dapat menyediakan data yang lebih dari
penilaian oleh atasan.
B. Validitas (absah)
Berkaitan dengan perancangan dan penggunaan metode, maka absahan
(validitas) merupakan sesuatu yang harus dipertimbangkan. Yang dimaksud
dengan keabsahan adalah bahwa nilai yang didapat oleh seseorag, terkait
dengan pelaksanaan pekerjaan atau dengan berbagai kriteria obyektif lain yang
telah ditentukan sebelumnya. Maksudnya data atau informasi yang didapat
harus aktual saat diperoleh. Sebagai contoh, prestasi kerja yang hanya dinilai
satu tahun sekali dan dilakukan pada akhir tahun, sedikit banyaknya akan
mengurangi keabsahan (validitas) panilaian karena kemungkinan besar, data
atau informasi perilaku dan ketrampilan yang didapat hanyalah terakhir.
C. Reliabilitas (dapat dipercaya)
Yang dimaksud dengan dipercaya (reliable) ialah bahwa hasil yang
diperoleh konsisten setiap kali diambil dari dan oleh orang yang sama. Skor
atau hasil penilaian tetap sama walaupun menggunakan metode yang berbeda.
Reliabilitas metode penilaian dapat ditingkatkan dengan melatih penilai untuk
dapat menilai secara lebih baik.
D. Peranan Departemen SDM
Departemen SDM dalam kaitannya dengan PPK berperan sbb :
a. Merancang dan mengimplementasikan program Penilaian Prestasi
Pegawai.
b. Menentukan siapa yang akan menilai, dan metode apa yang akan
digunakan.
c. Memimpin sejumlah penelitian tentang cara atau metode penilaian yang
lebih bersifat adil (dapat dipercaya dan benar).
6.7. BERBAGAI KENDALA DALAM PENILAIAN PRESTASI KERJA
a. Pemilihan Metode Terbaik
Hingga saat ini tidak satupun dari metode panilaian prestasi di atas
dikatakan sebagai yang terbaik untuk semua kondisi dan sitasi organisasi.
Kondisi dan situasi yang berbeda menghendaki metode dan sistem yang
berbeda. Menurut French (1986), metode PPK yang terbaik tergantung pada :
a.
Pendekatan pada metode penilaian pada pekerjaan yang akan dinilai.
b. Variasi faktor organisasi yang dapat menolong mengimplementasikan program
penilaian (Iklim organisasi, training prosedur penilaian, dan lain-lain).
b. Kesalahan Penilaian
Penilaian yang benar dan dapat dipercaya terutama penting di dalam
menggunakan kesempatan yang sama pada pekerja untuk mendapatkan
petunjuk pelaksanaan (Juklak) atau guidelines kerja. Sayangnya supervisor
dapat membuat kesalahan yang mengakibatkan peniaian menjadi kurang benar
dan kurang dapat dipercaya.
Kesalahan yang mungkin dilakukan oleh penilai berkaitan dengan faktor
manusia, dimana penilai tidak dapat terlepas dari unsur subyektif dalam
manusia. Kesalahan tersebut di antaranya adalah :
1). Hallo Effect dan Horn Effect
Dalam bab 3 telah dijelaskan bahwa pewawancara dapat melakukan kesalahan
yang disebut dengan halo effect dan horn ffect. Kesalahan tersebut juga dapat
dilakukan oleh penilai. Kesalahan halo effect sangat dimungkinkan bila penilai
terpesona oleh perilaku pegawai seperti penampilan atau kepribadiannya.
Kekaguman ini dapat menutup mata penilai terhadap kelemahan pegawai yang
lain. Sebaliknya bila pegawai membuat kesalahan kecil namun membekas di
hati penilai, maka bisa jadi nilai yang didapat hasilnya buruk meskipun
sesungguhnya ia memiliki prestasi lebih.
2) Kecenderungan menilai rata-rata cukup atau menengah.
Kebanyakan penilai kurang berani mencantumkan nilai yang rendah atau yang
tinggi. Sikap ini merupakan cerminan sebagaimana umumnya masyarakat
dalam menilai. Penilaian yang tinggi dikhawatirkan akan menjadikan pegawai
sombong dan lupa diri, sebaliknya penilaian yang rendah dikhawatirkan dapat
menjatuhkan mental pegawai. Karenanya seringkali penilai mencantumkan nilai
rata-rata atau nilai tengah.
3) Karena “kemurahan hati”
Subyektivitas lainnya adalah kemurahan hati. Banyak penilai tidak tega
mencatumkan nilai sebenarnya. Seringkali panilai mencantumkan nilai katrol
sebagai kemurahan hati. Ketidakberanian mencantumkan nilai rendah selain
karena khawatir akan menjatuhkan mental pegawai, juga karena penilai
khawatir disalahkan oleh organisasi. Karena bisa jadi rendahnya nilai bukan
semata-mata kesalahan pegawai tapi karena kesalahan panilai dalam menilai
(tidak valid dan tidak reliable) atau penetapan target yang salah.
DAFTAR PUSAKA
https://teorionline.wordpress.com/2010/01/25/evaluasi-kinerja/
http://mynewblogjulisiregar.blogspot.com/2016/05/sistem-pengukuran-sumberdaya.html
http://ururureaoka.blogspot.com/2011/06/pengembangan-dan-evaluasikerja.html
https://www.academia.edu/18900465/STANDAR_KINERJA_DAN_PENILAI
AN_KINERJA
http://niaagustina34.blogspot.com/2016/01/evaluasi-kinerja_4.html
http://hasthojn.blogspot.com/2012/07/bab-6-penilaian-prestasi-kerja.html