Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu
Makalah Evaluasi Kinerja Dan Kompensasi Disusun oleh : Ghivary Aulia (11160628) Kelas : 7L - SDM Universitas Bina Bangsa Jl. Raya Serang Jakarta Km. 03 No. 1B Panancangan, Cipocok Jaya, Kota Serang, Banten Konsep Dan Istilah Evaluasi Kinerja Pengertian Evaluasi Istilah Evaluasi dapat disamakan dengan penaksiran (appraisal), pemberian angka (rating) dan penilaian (assesment). Evaluasi kinerja sangat penting untuk menilai akuntabilitas organisasi dalam menghasilkan pelayanan publik. Akuntabilitas bukan sekedar kemampuan menunjukkan bagaimana uang publik dibelanjakan, akan tetapi meliputi apakah uang tersebut dibelanjakan secara ekonomis, efektif, dan efisien. Pendapat William N. Dunn, istilah evaluasi mempunyai arti yaitu: “Secara umum istilah evaluasi dapat disamakan dengan penaksiran (appraisal), pemberian angka (rating) dan penilaian (assessment), katakata yang menyatakan usaha untuk menganalisis hasil kebijakan dalam arti satuan nilainya. Dalam arti yang lebih spesifik, evaluasi berkenaan dengan produksi informasi mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan” (Dunn, 2003:608). Pengertian di atas menjelaskan bahwa evaluasi merupakan hasil kebijakan dimana pada kenyataannya mempunyai nilai dari hasil tujuan atau sasaran kebijakan. Bagian akhir dari suatu proses kerja adalah evaluasi kinerja. Evaluasi kinerja membantu pimpinan untuk mengambil keputusan dalam suatu kebijakan, nilai yang dihasilkan dari evaluasi membuat suatu kebijan bermanfaat bagi pelayanan publik. Adapun menurut Taliziduhu Ndraha dalam buku Konsep Administrasi dan Administrasi di Indonesia berpendapat bahwa evaluasi merupakan proses 30 perbandingan antara standar dengan fakta dan analisa hasilnya (Ndraha, 1989:201). Kesimpulannya adalah perbandingan antara tujuan yang hendak dicapai dalam penyelesaian masalah dengan kejadian yang sebenarnya, sehingga dapat disimpulkan dengan analisa akhir apakah suatu kebijakan harus direvisi atau dilanjutkan. Menurut Commonwealth of Australia Department of Finance Evaluasi biasanya didefinisikan sebagai kegiatan untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan kebijakan. Secara umum, evaluasi dapat didefinisikan sebagai the systematic assessment of the extent to which: 1. Program inputs are used to maximise outputs (efficiency); 2. Program outcomes achieve stated objectives (effectiveness); 3.Program objectives match policies and community needs (appropriateness). (Commonwealth of Australia Department of Finance, 1989: 1) Menurut pendapat di atas, evaluasi adalah penilaian secara sistimatis untuk melihat sejauh mana efisiensi suatu program masukan (input) untuk memaksimalkan keluaran (output), evaluasi juga digunakan untuk mencapai tujuan dari program pencapaian hasil atau afaktifitas, dan kesesuaian program kebijakan dan kebutuhan masyarakat. Evaluasi juga termasuk salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mengukur keberhasilan suatu kebijakan. Sudarwan Danim mengemukakan definisi penilaian (evaluating) adalah: “Proses pengukuran dan perbandingan dari hasil-hasil pekerjaan yang nyatanya dicapai dengan hasil-hasil yang seharusnya. Ada beberapa hal yang penting diperhatikan dalam definisi tersebut, yaitu: 1. Bahwa penilaian merupakan fungsi organik karena pelaksanaan fungsi tersebut turut menentukan mati hidupnya suatu organisasi. 2. Bahwa penilaiaan itu adalah suatu proses yang berarti bahwa penilaian adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan oleh administrasi dan manajemen 3. Bahwa penilaian menunjukkan jurang pemisah antara hasil pelaksanaan yang sesungguhnya dengan hasil yang seharusnya dicapai” (Danim, 2000:14). Pendapat di atas dapat diperoleh gambaran bahwa evaluasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengukur serta membandingkan hasil-hasil pelaksanaan kegiatan yang telah dicapai dengan hasil yang seharusnya menurut rencana, sehingga diperoleh informasi mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan, serta dapat dilakukan perbaikan bila terjadi penyimpangan di dalamnya. Evaluasi mempunyai karakteristik yang membedakannya dari metodemetode analisis kebijakan lainnya yaitu: 1. Fokus nilai. Evaluasi berbeda dengan pemantauan, dipusatkan pada penilaian menyangkut keperluan atau nilai dari sesuatu kebijakan dan program. 2. Interdependensi Fakta-Nilai. Tuntutan evaluasi tergantung baik ”fakta” maupun “nilai”. 3. Orientasi Masa Kini dan Masa Lampau. Tuntutan evaluatif, berbeda dengan tuntutan-tuntutan advokat, diarahkan pada hasil sekarang dan masa lalu, ketimbang hasil di masa depan. 4. Dualitas nilai. Nilai-nilai yang mendasari tuntutan evaluasi mempunyai kualitas ganda, karena mereka dipandang sebagai tujuan dan sekaligus cara. (Dunn, 2003:608-609) Berdasarkan penjelasan di atas, karakteristik evaluasi terdiri dari empat karakter. Yang pertama yaitu fokus nilai, karena evaluasi adalah penilaian dari suatu kebijakan dalam ketepatan pencapaian tujuan dan sasaran kebijakan. Kedua yaitu interdependensi fakta-nilai, karena untuk menentukan nilai dari suatu kebijakan bukan hanya dilihat dari tingkat kinerja tetapi juga dilihat dari bukti 32 atau fakta bahwa kebijakan dapat memecahkan masalah tertentu. Ketiga yaitu orientasi masa kini dan masa lampau, karena tuntutan evaluatif diarahkan pada hasil sekarang dan masa lalu sehingga hasil evaluasi dapat dibandingkan nilai dari kebijakan tersebut. Keempat yaitu dualitas nilai, karena nilai-nilai dari evaluasi mempunyai arti ganda baik rekomendasi sejauh berkenaan dengan nilai yang ada maupun nilai yang diperlukan dalam mempengaruhi pencapaian tujuan-tujuan lain. Fungsi Evaluasi Evaluasi mempunyai beberapa fungsi yaitu : a. Memberi informasi yang valid mengenai kinerja kebijakan, program dan kegiatan, yaitu mengenai seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan telah dicapai. Dengan evaluasi dapat diungkapkan mengenai pencapaian suatu tujuan, sasaran dan target tertentu. b. Memberi sumbangan pada klarifiaksi dan kritik. Evaluasi memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari tujuan dan target. Nilai diperjelas dengan mendefinisikan dan mengoperasikan tujuan dan target. c. Memberi sumbangan pada aplikasi metode analisis kebijakan, termasuk perumusan masalah dan rekomendasinya. Informasi mengenai tidak memadainya suatu kinerja kebijakan, program dan kegiatan memberikan kontribusi bagi perumusan ulang kebijakan, program dan kegiatan. Evaluasi dapat pula menyumbangkan rekomendasi bagi pendefinisian alternatif kebijakan, yang bermanfaat untuk mengganti kebijakan yang berlaku dengan alternatif kebijakan yang lain. (Tim Penyusun Modul Sistem AKIP;2007) Menurut pendapat di atas, fungsi evaluasi untuk memberi informasi yang baik dan benar, kepada masyarakat. Memberi kritikan pada klarifikasi suatu nilanilai dari suatu tujuan dan target, kemudian Membuat suatu metode kebijakan untuk mencapai kinerja sehingga program dan kegiatan yang di evaluasi memberikan kontribusi bagi perumusan ulang kebijakan suatu kegiatan dalam organisasi atau instansi. Pengertian Kinerja Secara etimologi, kinerja berasal dari kata prestasi kerja (performance). Sebagaimana dikemukakan oleh Mangkunegara (2005:67) bahwa istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang) yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Menurut Notoatmodjo bahwa kinerja tergantung pada kemampuan pembawaan (ability), kemampuan yang dapat dikembangkan (capacity), bantuan untuk terwujudnya performance (help), insentif materi maupun nonmateri (incentive), lingkungan (environment), dan evaluasi (evaluation). Kinerja dipengaruhi oleh kualitas fisik individu (ketrampilan dan kemampuan, pendidikan dan keserasian), lingkungan (termasuk insentif dan noninsentif) dan teknologi. Definisi kinerja menurut A.A. Anwar Prabu Mangkunegara dalam bukunya manajemen sumber daya perusahaan adalah : “Kinerja Karyawan (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”(Mangkunegara, 2000:67). Berdasarkan definisi di atas maka disimpulkan bahwa kinerja Sumber Daya Manusia adalah prestasi kerja atau hasil kerja baik kaulitas maupun kuantitas yang dicapai Sumber Daya Manusia persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Menurut A. A. Prabu Mangkunegara dalam bukunya Evaluasi Kinerja SDM (2005:20) manajemen kinerja merupakan proses perencanaa, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian terhadap pencapaian kinerja dan dikomunikasikan secara terus menerus oleh pimpinan kepada karyawan, antara karyawan dengan atasannya langsung. Selanjutnya A. A. Prabu Mangkunegara mengemukakan tujuan dari pelaksanaan manajemen kinerja, bagi para pimpinan dan manajer adalah : a. Mengurangi keterlibatan dalam semua hal; b. Menghemat waktu, karena para pegawai dapat mengambil berbagai keputusan sendiri dengan memastikan bahwa mereka memiliki pengetahuan serta pemahaman yang diperlukan untuk mengambil keputusan yang benar c. Adanya kesatuan pendapat dan menguarangi kesalahpahaman diantara pegawai tentang siapa yang mengerjakan dan siapa yang bertanggungjawab; d. Mnegurangi frekuensi situasi dimana atasan tidak memiliki informasi pada saat dibutuhkan; e. Pegawai mampu memperbaiki kesalahannya dan mengidentifikasikan sebab-sebab terjadinya kesalahan atau inefesiensi. Adapun tujuan pelaksanaan manajemen kinerja bagi para pegawai adalah : a. Membantu para pegawai untuk mengerti apa yang seharusnya mereka kerjakan dan mengapa hal tersebut harus dikerjakan serta memberikan kewenangan dalam mengambil keputusan; b. Membarikan kesempatan bagi para pegawai untuk mengembangkan keahlian dan kemampuan baru; c. Mengenali rintangan-rintangan peningkatan kinerja dan kebutuhan sumber daya yang memadai; d. Pegawai memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai pekerjaan dan tanggungjawa kerja mereka. (Mangkunegara, 2005:20) Berdasarkan definisi dan tujuan-tujuan yang dikemukakan oleh Mangkunegara, maka manajemen kinerja adalah suatu proses perencanaan dan pengendalian kerja para aparatur dalam melaksanakan pekerjaannya, dalam tujuan Mangkunegara berbicara tentang bagaimana adanya pehaman antara pimpinan 36 dan bawahan dalam menyelesaikan, mengambil keputusan dan mendapatkan pemahaman yang baik tentang pekerjaan dan tanggung jawab. Pengertian Evaluasi Kinerja Evaluasi kinerja disebut juga “Performance evaluation” atau “Performance appraisal”. Appraisal berasal dari kata Latin “appratiare” yang berarti memberikan nilai atau harga. Evaluasi kinerja berarti memberikan nilai atas pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang untuk diberikan imbalan, kompensasi atau penghargaan. Evaluasi kinerja merupakan cara yang paling adil dalam memberikan imbalan atau penghargaan kepada pekerja. Setiap orang pada umumnya ingin berprestasi dan mengharapkan prestasinya diketahui dan dihargai oarang lain. Leon C. Mengginson mengemukakan evaluasi kinerja atau penilaian prestasi adalah “penilaian prestasi kerja (Performance appraisal), suatu proses yang digunakan pimpinan untuk menentukan apakah seseorang karyawan melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.” (Dalam Mangkunegara, 2005:10). Berdasarkan pendapat di atas, maka evaluasi kinerja merupakan suatu proses penilaian kinerja aparatur yang dilakukan untuk melihat tanggung jawab pekerjaannya setiap hari apakah terjadi peningkatan atau penurunan sehingga pemimpin bisa memberikan suatu motivasi penunjang untuk melihat kinerja aparatur kedepannya. Evaluasi harus sering dilakukan agar masalah yang di hadapi dapat diketahui dan dicari jalan keluar yang baik. Evaluasi kinerja yang dikemukakan Payaman J. Simanjuntak adalah “suatu metode dan proses penilaian pelaksanaan tugas (performance) seseorang atau sekelompok orang atau unit-unit kerja dalam satu perusahaan atau organisasi sesuai dengan standar kinerja atau tujuan yang ditetapkan lebih dahulu.” (Simanjuntak, 2005:103). Berdasarkan pengertian tersebut maka evaluasi kinerja merupakan suatu proses yang digunakan oleh pimpinan untuk menentukan prestasi kerja seorang karyawan dalam melakukan pekerjaannya menurut tugas dan tanggung jawabnya. Berdasarkan pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa evaluasi kinerja adalah penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui hasil pekerjaan karyawan dan kinerja organisasi. Selain itu, juga untuk menentukan kebutuhan pelatihan kerja secara tepat, memberikan tanggung jawab yang sesuai kepada karyawan sehingga dapat melaksanakan pekerjaan yang lebih baik di masa mendatang dan sebagai dasar untuk menentukan kebijakan dalam hal promosi jabatan atau penentuan imbalan. Evaluasi kinerja kemudian di definisikan oleh Society for Human Resource Management yaitu “The process of evaluting how well employees perform their jobs when compared to a set of standards, and then communicating that information to employees. ( Proses mengevaluasi sejauh mana kinerja aparatur dalam bekerja ketika dibandingkan dengan serangkaian standar, dan mengkomunikasikan informasi tersebut pada aparatur).” (Dalam Wirawan 2009:12) Berdasarkan definisi di atas, maka evaluasi kinerja merupakan suatu proses untuk mengetahui sejauh mana kinerja aparatur bila dibandingan dengan serangakain standarisasi yang dilakukan untuk bekerja sesuai komunikasi 38 informasi yang telah diberikan oleh pimpinan. Evaluasi kinerja dilakukan juga untuk menilai seberapa baik aparatur bekerja setelah menerima informasi dan berkomunikasi dengan aparatur yang lain agar pekerjaan sesuai dengan kemauan pimpinan dan kinerja para aparatur itu sendiri dapat terlihat secara baik oleh pimpinan dan masyarakat selaku penilai. Fungsi Evaluasi Kinerja Fungsi evaluasi kinerja yang dikemukakan Wirawan (2009) sebagai berikut : 1. Memberikan balikan kepada aparatur ternilai mengenai kinerjanya. Ketika merekrut pegawai (ternilai), aparatur harus melaksanakan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya sesuai dengan uraian tugas, prosedur operasi, dan memenuhi standar kinerja. 2. Alat promosi dan demosi. Hampir disemua sistem evaluasi kinerja, hasil evaluasi digunakan untuk mengambil keputusan memberikan promosi kepada aparatur ternilai yang kinerjanya memenuhi ketentuan pembarian promosi. Promosi dapat berupa kenaikan gaji, pemberian bonus atau komisi, kenaikan pangkat atau menduduki jabatan tertentu. Sebaliknya, jika kinerja aparatur ternilai tidak memenuhi standar atau buruk, instansi menggunakan hasilnya sebagai dasar untuk memberikan demosi berupa penurunan gaji, pangkat atau jabatan aparatur ternilai. 3. Alat memotivasi ternilai. Kinerja ternilai yang memenuhi standar, sangat baik, atau superior, evaluasi kinerja merupakan alat untuk memotivasi kinerja aparatur. Hasil evaluasi dapat digunakan instansi untuk memotivasi aparatur agar mempertahankan kinerja yang superior dan meningkatkan kinerja baik atau sedang. 4. Penentuan dan pengukuaran tujuan kinerja. Sistem evaluasi kinerja yang menggunakan prinsip manajemen by objectives, evaluasi kinerja dimulai dengan menentukan tujuan atau sasaran kerja aparatur ternilai pada awal tahun. 5. Konseling kinerja buruk. Evaluasi kinerja, tidak semua aparatur mampu memenuhi standar kinerjanya atau kinerjanya buruk. Hal itu mungkin karena ia menghadapi masalah pribadi atau ia tidak berupaya menyelesaikan pekerjaannya secara masksimal. Bagi aparatur seperti ini penilai akan memberikan konseling mengenai penyebab rendahnya kinerja ternilai dan mengupayakan peningkatan kinerja ditahun mendatang. Konseliang dapat dilakukan sebelum evaluasi kinerja jika atasan dapat mengetahui kelambanan aparatur. 6. Pemberdayaan aparatur. Evaluasi kinerja merupakan alat untuk memberdayakan aparatur agar mampu menaiki tangga atau jenjang karier. Evaluasi kinera menentukan apakah kinerja aparatur dapat dipergunakan sebagai ukuran untuk meningkatkan kariernya. (Wirawan, 2009:24) Berdasarkan fungsi di atas, evaluasi kinerja merupakan alat yang di gunakan oleh instansi pemerintahan atau organisasi tertentu untuk menilai kinerja para aparatur yang lamban. Evaluasi kinerja untuk memotivasi para aparatur untuk meningkatkan kinerjanya, pemberian konseling membantu para aparatur untuk mencegah kinerja yang terlalu lamban sehingga sebelum di adakan evaluasi kinerja para pemipin sudah lebih dulu menjalankan konseling untuk mengadakan perbaikan pada waktu mendatang. Evaluasi kinerja merupakan alat motivasi bagi para aparatur untuk menaikan standar kerja mereka, selain sebagai alat untuk memotivasi, evaluasi kinerja juga untuk mengukur tujuan kerja serta memberdayakan para aparatur. Sasaran Evaluasi Kinerja Sasaran-sasaran evaluasi kinerja Aparatur yang dikemukakan Agus Sunyoto (1999) dalam bukunya Kualitas Kinerja Aparatur (edisi kelima) sebagai berikut : 1. Membuat analisis kinerja dari waktu yang lalu secara berkesinambungan dan periodik, baik kinerja aparatur maupun kinerja organisasi. 2. Membuat evaluasi kebutuhan pelatihan dari para aparatur melalui audit keterampilan dan pengetahuan sehingga dapat mengembangkan kemampuan dirinya. Atas dasar evaluasi kebutuhan pelatihan itu dapat menyelenggarakan program pelatihan dengan tepat. 3. Menentukan sasaran dari kinerja yang akan datang dan memberikan tanggung jawab perorangan dan kelompok sehingga untuk periode yang selanjutnya jelas apa yang harus diperbuat oleh karyawan, mutu dan baku yang harus dicapai, sarana dan prasaranan yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja karyawan. 4. Menemukan potensi karyawan yang berhak memperoleh promosi, dan kalau mendasarkan hasil diskusi antara karyawan dan pimpinannya itu untuk menyusun suatu proposal mengenai sistem bijak (merit system) dan sistem promosi lainnya, seperti imbalan (reward system recommendation). (Sunyoto, 1999:1) Berdasarkan sasaran di atas, evaluasi kinerja merupakan sarana untuk memperbaikai mereka yang tidak melakukan tugasnya dengan baik di dalam organisasi. Banyak organisasi berusaha mencapai sasaran suatu kedudukan yang terbaik dan terpercaya dalam bidangnya. Kinerja sangat tergantung dari para pelaksananya, yaitu para karyawannya agar mereka mencapai sasaran yang telah ditetapkan oleh organisasi dalam corporate planningnya. Perhatian hendaknya ditujukan kepada kinerja, suatu konsepsi atau wawasan bagaimana kita bekerja agar mencapai yang terbaik. Hal ini berarti bahwa kita harus dapat memimpin orang-orang dalam melaksanakan kegiatan dan membina mereka sama pentingnya dan sama berharganya dengan kegiatan organisasi. Jadi, fokusnya adalah kepada kegiatan bagaimana usaha untuk selalu memperbaiki dan meningkatkan kinerja dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari. Untuk mencapai itu perlu diubah cara bekerja sama dan bagaimana melihat atau meninjau kinerja itu sendiri. Dengan demikian pimpinan dan karyawan yang bertanggung jawab langsung dalam pelaksanaan evaluasi kinerja harus pula dievaluasi secara periodik. Tujuan evaluasi kinerja Evaluasi kinerja merupakan sistem formal yang digunakan untuk mengavaluasi kinerja pegawai secara periodik yang ditentukan oleh organisasi, adapun tujuan dari evaluasi kinerja menurut (Ivancevich, 1992) antara lain : 1. Pengembangan Dapat digunakan untuk menentukan pegawai yang perlu dtraining dan membantu evaluasi hasil training. Dan juga dapat membantu pelaksanaan Conseling antara atasan dan bawahan sehingga dapat dicapai usaha-usaha pemecahan masalah yang dihadapi pegawai. 2. Pemberian Reward Dapat digunnakan untuk proses penentuan kenaikan gaji, insentif dan promosi. Berbagai organisasi juga menggunakan untuk membarhentikan pegawai. 3. Motivasi Dapat digunakan untuk memotivasi pegawai, mengembangkan inisiatif, rasa tanggungjawab sehingga mereka terdorong untuk meningkatkan kinerjanya. 4. Perencanaan SDM Dapat bermanfaat bagi pengembangan keahlian dan keterampilan serta perencanaan SDM. 5. Kompensasi Dapat memberikan informasi yang digunakan untuk menentukan apa yang harus diberikan kepada pegawai yang berkinerja tinggi atau rendah dan bagaimana prinsip pemberian kompensasi yang adil. 6. Komunikasi Evaluasi merupakan dasar untuk komunikasi yang berkelanjutan antara atasan dan bawahan menyangkut kinerja pegawai. (dalam Darma 2009 :14) Berdasarkan pendapat di atas, sistem evaluasi kinerja sebagaimana yang dikembangkan di atas sangat membantu sebuah manajemen kerja baik instansi pemerintah maupun swasta untuk memperbaiki kinerja pegawai yang kuarang maksimal, tujuan evaluasi kinerja ini untuk membangun semangat kerja para pegawai dan mempertahankan kinerja yang baik dan memperbaiki komuniasi kerja. HR Score Card (Pengukuran Kinerja Dan Strategi SDM) Pengertian HR Scored Human Resources Scorecard adalah suatu atat untuk mengukur dan mengelola kontribusi stategik dari peran human resources dalam menciptakan nilai untuk mencapai strategi perusahaan. Human Resources Scorecard adalah suatu sistem pengukuran sumber daya manusia yang mengaitkan orang - strategi - kinerja untuk menghasilkan perusahaan yang unggul. Human Resources Scorecard menjabarkan misi, visi, strategi menjadi aksi human resources yang dapat diukur kontribusinya. Human Resources Scorecard menjabarkan sesuatu yang tak berwujud/intangible (leading/sebab) menjadi berwujud/ltangible (lagging/akibat). Human Resources Scorecard merupakan suatu sistem pengukuran yang mengaitkan sumber daya manusia dengan strategi dan kinerja organik yang akhirnya akan mampu menimbulkan kesadaran mengenai konsekuensi keputusan investasi sumber daya manusia, sehingga investasi tersebut dapat dilakukan secara tepat arah dan tepat jumlah. Selain itu, human resources scorecard dapat menjadi alat bantu bagi manajer sumber daya manusia untuk memastikan bahwa semua keputusan sumber daya manusia mendukung atau mempunyai kontribusi langsung pada implementasi strategi usaha. Human Resources Scorecard merupakan bagian dari perusahaan. Human resources scorecard ibarat sebuah bangunan, yang menjadi bagian dari apa yang kita turunkan dari strategi perusahaan. Human Resources Scorecard merupakan kombinasi antara indikator lagging (akibat) dan indikator leading (sebab). Di dalam Human Resources Scorecard itu harus ada hubungan sebabnya dulu baru akibatnya apa. Dasar pemikiran HRSC adalah 'Gets Managed, Gets Done", artinya apa yang diukur itulah yang dikelola barulah bisa diimplementasi dan dinilai. Tahapan Model HR Scored Proses perencanaan kinerja Proses perbaikan kinerja Proses tinjauan kinerja Model HR Scored Perspektif keuangan : memaksimalkan keuntungan para shareholder Perspektif konsumen : meningkatkan kinerja, kompetensi dan kepuasan pegawai Perspektif proses bisnis internal : menerapkan strategi berfokus pada pegawai Perspektif pembelajaran dan pengembangan : meningkatkan kompetensi yang ada Fungsi dan Tujuan HR Scored Mengukur efektifitas dan efisiensi fungsi SDM Memberikan pemahaman dan keahlian untuk menjadi mitra strategis organisasi Membekali penyusunan lead indicators dan lag indicators dibidang SDM dan melakukan pengukuran Memperkenalkan software sederhana sebagai dashboard kinerja SDM yang memudahkan bagian SDM mengelola kinerja SDM secara optimal Faktor Penyebab Kegagalan HR Scored Pandangan bahwa HR Scored merupakan suatu pendekatan yang berdiri sendiri yang berbeda dengan pendekatan lain Kekeliruan dalam penentuan variabel dan tolak ukur HR Scored Improvment goals tidak didasarkan pada kebutuhan stakeholders Karyawan kurang mempunyai rasa memiliki terhadap perusahaan Strategic Asset Aset strategik adalah sesuatu yang sulit untuk dipindahkan, dipertukarkan atau ditiru, langka, dan merupakan sumber daya dan kapabilitas khusus yang menentukan keunggulan bersaing (competitive advantage) perusahaan. Perkembangan fungsi sumber daya manusia dari profesional menjadi strategic partner, secara tradisional, manajer melihat fungsi sumber daya manusia terutama sebagai administrasi dan profesional. Staf sumber daya manusia menfokus pada pengadministrasian kompensasi, dan fungsi upah dan operasional yang lain dan tidak memikirkan peran mereka dalam berperan sebagai bagian dari strategi perusahaan secara keseluruhan. Pengukuran peranan sumber daya manusia hanya difokus pada tingkat individual seperti seleksi, kompensasi per karyawan, petatihan per karyawan. Praktik sumber daya manusia semacam ini didasarkan pada gagasan 'apabila kinerja sumber daya manusianya baik, maka otomatis kinerja perusahaan juga akan membaik" Kini saatnya profesional sumber daya manusia menciptakan alat ukur yang baru digunakan untuk membuktikan kontribusi sumber daya manusia pada implementasi strategi perusahaan dan mengelola sumber daya manusia sebagai aset strategik. Ware Sejumlah pertanyaan dialamatkan pada lima ware seperti terlihat pada alinea berikut ini : 1) Brainware 2) Technoware 3) Organiware 4) Intellectualware, emotionalware dan Spritualware 5) Emotional Intelligence Brainware adalah kekayaan pikiran manusia. Technoware adalah menciptakan peralatan untuk mencoba menerjemahkan pikiran manusia. Organware adalah sistem dan struktur. Technoware dan organiware diciptakan untuk mempermudah pekerjaan manusia. Perkembangan kecerdasan manusia bergerak dari intellectualware kearah emotionalware, dan akhirnya ke spritualware. Kecerdasan emosional adalah gabungan dari semua kemampuan emosional dan kemampuan sosial untuk menghadapi seluruh aspek kehidupannya. Kemampuan emosional meliputi sadar akan keadaan emosi diri sendiri, kemampuan mengelola emosi, kemampuan motivasi diri, Menghubungkan Peran taktis Untuk Mendukung Implementasi Strategi Perusahaan kemampuan menyatakan perasaan orang lain dan pandai dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Brian E. Becker dalam buku 'The Human Resotirces Scorecard, Linking People, Strategy, and Performance' mengemukakan 4 perspektif tentang evolusi sumber daya manusia sebagai aset strategik. Evolusi sumber daya manusia sebagai aset strategik sebagai berikut : a) The personel perspective, yaitu perusahaan merekrut karyawan yang paling baik dan mengembangkannya. b) The compensation perspectives, yaitu perusahaan menggunakan bonus, pembayaran insentif, dan perbedaan-perbedaan yang berarti dalam pembayaran untuk memberi ganjaran kepada karyawan yang berprestasi tinggi dan rendah. Ini adalah langkah pertama dalam mempercayai orang sebagai sumber keunggulan kompetitif (competitive advantage), namun perusahaan belum secara penuh mengeksploitasi manfaat dari sumber daya sebagai aset strategik. c) The alignment perspective, yaitu manajer senior melihat karyawan sebagai aset strategik namun mereka tidak melakukan investasi dalam meningkatkan kapabititas sumber daya manusia. Sebab itu, sistem sumber daya manusia tidak dapat meningkatkan perspektif manajemen. d) The high performance perspective, yaitu eksekutif sumber daya manusia dan yang lain memandang sumber daya sebagai suatu sistem yang melekat dalam sistem yang tebih besar dari implementasi strategi perusahaan. Perusahaan mengelola dan mengukur hubungan antara kedua sistem tersebut dengan kinerja perusahaan (linking people, srategy, and performance). Pengembangan Sistem Evaluasi Kinerja Penilain Kinerja Penilaian kinerja merupakan deskripsi sistematik, formal, dan evaluatif terhadap kualitas pekerjaan yang memiliki standar tertentu mengenai kelebihan serta kekurangan karyawan secara individu maupun kelompok, hal tersebut merupakan fungsi yang penting bagi personalia dan manajemen sumber daya manusia dalam perusahaan (Cascio, 1998; Grote, 2002; Dessler, 2003; Riggio, 2003). Pekerjaan di bidang apapun pada akhirnya akan melalui proses penilaian kerja atau evaluasi, yaitu proses untuk mengidentifikasi dan mengukur sifat, perilaku, serta pencapaian karyawan secara individual atau berkelompok sebagai dasar untuk membuat keputusan atau perencanaan pengembangan oleh supervisor, manajer, ataupun rekan sekerja (Schneier & Beatty, 1982; Kreitner & Kinicki, 2001; Cummings & Worley, 2005), sehingga hal penting yang akan menjadi perhatian adalah bagaimana menentukan proses penilaian tersebut agar karyawan dapat menerima peni- 2 Jurnal Psikologi Undip Vol. 11, No.2, Oktober 2012 laian dan sistem yang digunakan (Dipboye & de Pontbriand, 1981). Tujuan penilaian kinerja adalah untuk memberikan umpan balik kepada karyawan secara personal dan periodik, mengontrol perilaku kerja karyawan, menetapkan atau menentukan kompensasi (Gabris & Ihrke, 2001; Kreitner & Kinicki, 2001; Grote, 2002; Cummings & Worley, 2005; Steensma & Visser, 2007), memprediksi kemajuan karir dalam perusahaan (Kreitner & Kinicki, 2001; Grote, 2002; Cummings & Worley, 2005; Catano, Darr, & Campbell, 2007; Steensma & Visser, 2007), mengukur kebutuhan pelatihan untuk karyawan dan perusahaan (Grote, 2002; Steensma & Visser, 2007), konseling (Grote, 2002; Cummings & Worley, 2005), menetapkan dan mengukur tujuan, memfasilitasi penetapan kebijakan dalam pengurangan karyawan (Grote, 2002). Penggunaan sistem penilaian kinerja antara lain adalah dapat membuat keputusan yang lebih baik, kepuasan dan motivasi karyawan yang lebih tinggi, komitmen yang lebih kuat terhadap perusahaan, sehingga perusahaan bisa menjadi lebih efektif (Steensma & Visser, 2007). Karyawan akan menerima penilaian jika mereka diperbolehkan untuk ikut berpartisipasi, mendiskusikan rencana dan tujuan, serta dinilai berdasarkan faktor-faktor yang relevan dengan pekerjaannya (Dipboye & de Pontbriand, 1981). Penilaian yang efektif memiliki lima kriteria yaitu validitas yang dapat terlihat dari faktor-faktor penilaian, reliabilitas atau konsistensi penilaian, diskriminatif atau dapat membedakan hasil penilaian, bebas bias, dan relevan atau sesuai dengan situasi serta kondisi kinerja (Kane & Lawler, 1982). Grote (2002) mengemukakan bahwa perusahaan yang memiliki sistem penilaian kinerja yang baik akan menggunakannya sebagai proses yang berkelanjutan, proses ini terbagi dalam empat fase, yaitu: 1. Perencanaan, dalam fase ini atasan dan bawahan mengadakan pertemuan untuk membahas dan menetapkan tujuan, serta hal-hal lain yang berkaitan dengan pekerjaan seperti kompetensi, perilaku dan tanggung jawab kerja yang harus dimiliki. 2. Pelaksanaan, pada fase ini karyawan bekerja untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, peran atasan sebagai pembimbing dapat memotivasi karyawan untuk meningkatkan kinerja mereka sehingga tujuan dapat tercapai. 3. Pengukuran, pada fase ini atasan memberikan refleksi terhadap tugas-tugas yang telah dikerjakan karyawan dan hasil dari fase ini dapat mempengaruhi karyawan tersebut baik dalam kompensasi atau bentuk penghargaanpenghargaan lainnya 4. Peninjauan, fase ini merupakan review yaitu mempertemukan kembali atasan dan bawahan untuk memberikan dan membahas hasil kinerja karyawan secara mendalam, dan di akhir pertemuan keduanya kembali membuat dan menetapkan tujuan serta tugas-tugas untuk masa yang akan datang. Sistem penilaian kinerja terkadang dapat berjalan tidak lancar, salah satu sebabnya adalah tidak adanya rasa memiliki karena karyawan tidak dilibatkan dalam proses sehingga mereka tidak terlatih, serta perbedaan kredibilitas atasan sebagai penilai (Gabris & Ihrke, 2000; Grote, 2002). Di sisi lain faktor subjektivitas seperti diskriminasi dalam lingkungan kerja, budaya, ras, jenis kelamin, struktur organisasi, stereotip umum, distorsi persepsi, dan perilaku sosial juga dapat mempengaruhi (Cox & Nkomo, 1986; Gundersen, Tinsley, & Terstra, 1996; Kreitner & Kinicki, 2001; Tata, 2005; Millmore, Biggs, & Morse, 2007). Untuk inilah diperlukan pedoman yang spesifik dalam menggunakan sistem penilaian dan pemberian kriteria nilai, mengkomunikasikan pentingnya penilaian kinerja kepada seluruh karyawan, serta meninjau kembali alat atau sistem peni- Wijayanti, Wimbarti, Evaluasi dan Pengembangan 3 Sistem Penilaian Kinerja Pada PT HKS laian yang digunakan (Laird & Clampitt, 1985; Grote, 2002). Penilaian kinerja yang efektif memiliki pengukuran yang akurat, mekanisme penguatan, mampu mengidentifikasi kekurangan, dan memberikan informasi sebagai umpan balik kepada karyawan agar dapat meningkatkan kinerja mereka di masa yang akan datang (Schneier & Beatty, 1982), untuk inilah penggunaan Behaviorally Anchored Rating Scales (BARS) dinilai mampu untuk mengatasi permasalahan yang timbul dalam penilaian kinerja. Penggunaan BARS dapat disesuaikan dengan bagian kerja masingmasing sehingga penilaian kinerja akan lebih terbuka, transparan, dan adil, BARS juga dapat merepresentasikan sistem penilaian kinerja yang lebih maju dibandingkan sistem penilaian yang lain (Atkin & Conlon, 1978; Catano, Darr, & Campbell, 2007). Tanggung Jawab Kerja Tanggung jawab kerja karyawan akan lebih terfokus pada bagian kerja masing-masing, bagian ini biasanya memiliki hubungan erat dengan deskripsi kerja dan kompetensi job family. Seiring dengan perbedaan bagian dan perilaku kerja, maka tanggung jawab kerja 8 Jurnal Psikologi Undip Vol. 11, No.2, Oktober 2012 pun akan mengikuti karyawan pada bagian masing-masing, sehingga hal ini akan dapat membuat karyawan lebih berkonsentrasi dengan pekerjaan pada bagiannya. Pada penetapan tanggung jawab kerja, diskusi dan validasi bersama koordinator dan supervisor yaitu sesuai dengan area kerja masing-masing baik untuk kasir ataupun pramuniaga. Target Dan Tujuan Sesuai dengan namanya, hal inilah yang menjadi acuan dari aktivitas kerja setiap karyawan dan biasanya memiliki waktu atau jadwaljadwal yang telah ditentukan, serta dapat berbeda antar satu bagian kerja dengan yang lainnya. Sebuah perusahaan tentunya memiliki target dan tujuannya masing-masing, dalam hal ini target dan tujuan tersebut dapat diwakilkan oleh bagian-bagian dalam perusahaan sesuai dengan kebijakan perusahaan bagi masing-masing bagian. Target dan tujuan didiskusikan serta divalidasikan bersama koordinator dan supervisor agar sesuai dengan area kerja masing-masing baik untuk kasir ataupun pramuniaga. Prestasi Kerja Pada setiap penilaian kinerja, atasan setidaknya mencantumkan prestasi kerja yang diharapkan dari karyawan. Hal ini dapat mengidentifikasi pencapaian apa saja yang telah ditunjukkan karyawan dalam masa kerja satu tahun, selain itu bagian ini biasanya juga dapat menunjukkan hubungan antara kinerja karyawan dan perkembangan perusahaan. Hal ini berkaitan dengan target dan tujuan perusahaan, selain prestasi secara individual, perusahaan tentu saja mengharapkan prestasi atas pencapaian target tersebut. Penetapan prestasi kerja didiskusikan serta divalidasikan bersama koordinator dan supervisor agar sesuai dengan area kerja masing-masing baik untuk kasir ataupun pramuniaga. Indikator Keberhasilan Lembar penilaian kerja yang baru merupakan salah satu usaha untuk memberikan solusi bagi perusahaan dalam melakukan proses atau sistem penilaian kinerja terhadap karyawan. Hal yang dapat terlihat dari keberhasilan lembar penilaian baru adalah kompetensi dan indikator-indikator perilaku sebagai faktorfaktor penilaian yang telah sesuai dengan perilaku kinerja masing-masing bagian. Selanjutnya dapat dilakukan sosialisasi dan implementasi penilaian untuk mengetahui kesesuaian dari faktor-faktor penilaian tersebut dengan kenyataan di lapangan. Pada validasi keseluruhan tahap pertama, supervisor dan koordinator lebih menyukai penggunaan bahasa Indonesia untuk namanama kompetensi bagi masing-masing bagian yang digunakan dalam penilaian, dan mereka merasa bahwa penggunaan lembar penilaian baru masih terlalu tebal sehingga dapat menghambat efektivitas dan efisiensi waktu mereka dalam proses penilaian. Diskusi dan validasi berakhir dengan mengganti istilahistilah yang ada menjadi bahasa Indonesia, dan membuat lembar penilaian menjadi lebih sederhana. Pada validasi keseluruhan tahap kedua, supervisor dan koordinator telah menyetujui hasil dari perbaikan yang telah dilakukan, yaitu istilah-istilah yang telah berganti menjadi bahasa Indonesia dan penilaian yang telah disederhanakan. Indikatorindikator perilaku yang telah disepakati tersebut kemudian dibukukan menjadi draft Manual Standar Operasional Prosedur untuk masing-masing bagian, dan diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu acuan untuk pengembangan karyawan di masa yang akan datang. Akhir dari diskusi dan validasi tahap kedua ini memunculkan rencana untuk menguji coba sistem penilaian kinerja yang baru tersebut. Indikator-indikator perilaku yang telah disepakati tersebut kemudian dibukukan menjadi draft Manual Standar Operasional Prosedur untuk masing-masing bagian, dan diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu acuan untuk pengembangan karyawan di masa yang akan datang. Berdasarkan hasil diskusi dan Wijayanti, Wimbarti, Evaluasi dan Pengembangan 9 Sistem Penilaian Kinerja Pada PT HKS validasi bersama perusahaan, sistem penilaian yang baru telah mampu untuk membedakan kinerja karyawan pada masing-masing bagian (pramuniaga dan kasir), sehingga penilaiannya akan lebih objektif dibandingkan dengan sistem penilaian kinerja yang lama. Sistem penilaian kinerja yang baru juga telah mencantumkan hal-hal lain yang berkaitan dengan kinerja masing-masing bagian seperti tanggung jawab kerja, target ataupun tujuan, dan juga prestasi, sehingga hal ini akan menunjang karyawan dalam merencanakan karir bersama perusahaan. Akhir dari diskusi dan validasi tahap kedua ini memunculkan rencana untuk mengimplementasikan sistem penilaian kinerja yang baru tersebut. Implementasi Sistem Penilaian Kinerja Baru Implementasi awal sistem penilaian kinerja baru tersebut melibatkan tiga karyawan pada masing-masing bagian. Tiga karyawan tersebut akan mendapatkan penilaian dari dua orang yang berbeda yaitu koordinator dan kepala shift sesuai dengan bagian atau area kerja masing-masing bagian. Hasil data implementasi kemudian dianalisis menggunakan interrater reliability analisis statistik Kappa untuk mengetahui konsistensi antar penilai. Hasil analisis menunjukkan nilai koefisien Kappa yang diperoleh = 0,536 dengan (p < 0,001), hal ini menjelaskan bahwa tidak ada perbedaan nilai yang diberikan oleh koordinator ataupun oleh kepala shift, hasil analisis dari kedua penilai tersebut secara signifikan sama sehingga sistem penilaian kinerja baru bisa diasumsikan cukup konsisten untuk digunakan. Diskusi Penilaian kinerja merupakan salah satu bagian penting dalam proses manajemen kinerja, hal ini secara tidak langsung akan berdampak pada kelangsungan perusahaan. Seiring berkembangnya perusahaan dan karyawan, maka manajemen kinerja pun harus selalu berbenah menyesuaikan dengan kebutuhan perusahaan akan manajemen sumber daya manusia, sesuai dengan penelitian Holley, Feild, & Barnett (1982) yang menyatakan bahwa terkadang sebuah sistem penilaian akan memerlukan perbaikan dan perkembangan sesuai dengan perkembangan perusahaan. Salah satu sistem atau proses penting dalam manajemen kinerja adalah penilaian kinerja karyawan. Bagi karyawan sendiri, penilaian merupakan salah satu cara untuk mengetahui hasil dari usaha dan jerih payah sebagai kontribusi mereka terhadap kelangsungan perusahaan, selain itu dengan adanya penilaian kinerja ini pula mereka juga dapat memiliki pandangan mengenai rencana karir bersama perusahaan di masa yang akan datang. Jika perusahaan semakin berkembang dan memiliki berbagai macam pembagian kerja, maka sudah selayaknya perusahaan memiliki penilaian kinerja yang sesuai dengan gambaran perilaku kerja pada masing-masing bagian kerja tersebut, sehingga karyawan pun akan merasakan dukungan dari perusahaan terhadap pengembangan potensi diri karyawan tersebut (Loi, Hang-yue, & Foley, 2006). Dalam pengembangan sistem atau proses penilaian, keterlibatan karyawan merupakan hal yang penting. Penelitian Silverman & Wexley (dalam Maroney & Buckeley, 1992) menunjukkan hasil bahwa partisipasi bawahan dalam pengembangan proses penilaian kerja dapat meningkatkan persepsi karyawan terhadap 1. Kegunaan wawancara dalam penilaian termasuk umpan balik, 2. Dukungan dari atasan atau supervisor, 3. Memperluas tujuan yang telah ditetapkan, 4.Kesempatan untuk berpartisipasi. Partisipasi para supervisor, koordinator, dan beberapa karyawan dalam hal ini menjadi kunci dari usaha untuk penyesuaian sistem penilaian kinerja yang sesuai sehingga dapat diterima oleh seluruh karyawan. Pemilihan bentuk penilaian merupakan salah satu hal yang dianggap paling efektif dalam sistem penilaian kerja. Kejelasan tujuan, penerimaan, komitmen, kepuasan dalam proses 10 Jurnal Psikologi Undip Vol. 11, No.2, Oktober 2012 penilaian, serta peningkatan dalam melakukan unjuk kerja merupakan hal-hal yang dapat dipengaruhi oleh bentuk-bentuk penilaian yang diterapkan (Tziner, Kopelman, & Livneh, 1992) namun Roberts (1992) lebih menekankan pada proses pemberian informasi tentang cara menilai, adanya instruksi untuk menjaga keakuratan dan metode umum yang digunakan untuk mendokumentasikan kerja karyawan, serta melibatkan karyawan yang dinilai dalam proses penilaian, sehingga penerimaan atau sikap penilai dan karyawan yang dinilai akan memiliki pengaruh terhadap efektivitas sistem penilaian kinerja. Pemilihan bentuk, pemberian informasi dan instruksi cara penilaian dilakukan peneliti dalam uji coba sistem penilaian kinerja yang baru. Hal ini dilakukan sebagai usaha menjaga keakuratan dan penyamaan persepsi bagi para penilai. Sesuai dengan dua langkah pengembangan sistem penilaian kinerja yang telah diterapkan oleh Malos; Gilliland & Langdon (dalam Catano, Darr, & Campbell, 2007) yaitu yang pertama adalah penilaian kinerja seharusnya bersifat objektif dan berdasarkan pada analisis pekerjaan, selain itu juga harus sesuai dengan perilaku yang berhubungan dengan fungsi kerja spesifik masing-masing bagian, dapat dikontrol oleh karyawan yang dinilai dan hasil penilaian disampaikan kepada karyawan tersebut. Langkah yang kedua adalah penilaian tersebut harus dapat diterima secara adil, keterlibatan dan partisipasi karyawan dalam menentukan faktor-faktor penilaian serta proses pembuatan sistem penilaian dapat meningkatkan persepsi keadilan prosedur yang juga dapat meminimalisir bias. Selain itu, hal tersebut juga berhubungan erat dengan penerimaan penilai dan karyawan yang dinilai, motivasi kerja, kepuasan terhadap proses penilaian serta membuat proses penilaian menjadi efektif (Dipboye & de Pontbriand, 1981; Laird & Clampit, 1985; Roberts, 1992; Roberts, 2002). Kejelasan tentang siapa yang berhak untuk menilai juga merupakan hal penting, karyawan akan mau menerima hasil penilaian ketika hasil dari penilaian tersebut dapat dipertanggung jawabkan secara jelas (Roch & McNall, 2007) sehingga uji coba yang dilakukan oleh koordinator dan kepala shift juga merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan, karena kedua bagian tersebut merupakan atasan dan bekerja bersama-sama yang mengetahui perilaku kerja karyawan yang dinilai. Penggunaan Behaviorally Anchores Rating Scale (BARS) dianggap sebagai bentuk penilaian kinerja baru yang tepat, karena BARS merupakan metode penilaian sistematik yang menggabungkan kejadian nyata dan skala nilai sehingga menghasilkan skala ukur dengan contoh narasi spesifik dalam menggambarkan perilaku kerja yang diinginkan, sehingga memunculkan beberapa kategori respon perilaku yang jelas serta terdapat penilai yang akan mengevaluasi dan dimensi kinerja yang jelas dalam penilaian, BARS juga dapat dirancang untuk menilai kinerja karyawan seluruh bagian (Schneier & Beatty, 1982; Cascio, 1998; Dessler, 2003; Robbins, 2003). Tziner, Joanis, & Murphy (2000) menyebutkan bahwa penggunaan model penilaian Behaviors Observation Scale (BOS) dan Graphic Rating Scale lebih memuaskan bagi karyawan, namun BARS tetap memiliki kelebihan yaitu: lebih akurat, memiliki standar yang jelas, memunculkan umpan balik, dimensi yang bebas serta konsisten (Dessler, 2003). Selain itu, penggunaan model penilaian BARS juga dapat meningkatkan persepsi terhadap objektivitas penilaian serta mampu memprediksi kenaikan karir karyawan (Catano, Darr & Campbell, 2007; Suradiraja, 2009) hal ini juga didukung dengan penggunaan model kompetensi (Spencer & Spencer, 1993) yang digunakan sebagai acuan untuk membuat dimensidimensi penilaian perilaku kerja, baik untuk kompetensi inti ataupun kompetensi job family karyawan pada masing-masing bagian. Penggunaan BARS dan model kompetensi generik dapat membantu perusahaan untuk Wijayanti, Wimbarti, Evaluasi dan Pengembangan 11 Sistem Penilaian Kinerja Pada PT HKS menetapkan perilaku kerja karyawan yang diinginkan dan yang tidak diinginkan, sesuai dengan perilaku kerja pada masing-masing bagian atau area sehingga proses penilaian bisa menjadi lebih terbuka dan diharapkan dapat diterima oleh seluruh karyawan. Penetapan standar perilaku kerja dan penggunaan penilaian tersebut juga harus memperhatikan budaya perusahaan, perbedaan kemampuan penilai yang sebelumnya pernah mendapatkan pelatihan mengenai prosedur atau cara menilai, dan yang belum pernah mendapatkan pengalaman dalam menilai karyawan bisa mempengaruhi kemampuan para penilai dalam melakukan tugasnya pada uji coba sistem penilaian kinerja yang baru. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk meminimalisir hal ini adalah penilai yang pernah mendapatkan pengalaman sebelumnya dapat mengkomunikasikan kepada sesama penilai lain yang belum pernah mendapatkan pengalaman (Halbesleben & Buckley, 2009). Sistem penilaian kinerja baru yang sesuai dengan masing-masing bagian diharapkan dapat memenuhi kebutuhan perusahaan akan manajemen sumber daya karyawan yang saat ini dalam tahap perkembangan dan perluasan bisnis, sekaligus dapat membuat karyawan memiliki persepsi yang lebih positif mengenai karir dan kesempatan promosi yang ada bagi mereka. Standar Kinerja Dan Evaluasi Kinerja Serta Pengembangan Standar Kinerja Standar Kinerja Dibutuhkan penilaian kinerja Untuk menetapkan tingkat kinerja karyawan, yang berstandar. semakin jelas standar kinerjanya, makin akurat tingkat penilaian kinerjanya. Banyak masalah yang dihadapi operasional perusahaan adalah adanya para penyelia maupun karyawan belum seluruhnya mengerti apa yang seharusnya mereka kerjakan. Mungkin, standar kinerja tersebut belum pernah disusun. Karena itu, langkah pertama adalah meninjau standar kinerja yang ada dan menyusun standar yang baru jika diperlukan. Banyak hal yang dapat diukur untuk menentukan kinerja. Banyak literatur, menyebutkan bahwa kinerja merupakan keterkaitan un-sur motivasi, kemampuan individu, serta faktor organisasi yang menghasilkan perilaku. Perilaku (behavior) merupakan proses cara seseorang mengerjakan sesuatu. Perilaku merupakan sebuah unsur yang menjadi pusat perbedaan manusia antar individu. Dalam pekerjaan, dapat dibayangkan jika tanpa perilaku, pasti tidak akan ada produksi yang dihasilkan. Perilaku merupa-kan kata kunci, sebab dalam pekerjaan sangat banyak perilaku yang muncul yang menyebabkan sebuah hasil tertentu. Perilaku dapat diobservasi yang memungkinkan kita dapat membetulkan, menjumlah dan menilai dan selanjutnya kita dapat mengelolanya. Apa yang akan terjadi, jika se-orang manajer menaruh perhatiannya hanya pada pengelolaan hasil saja? Tidak akan selalu efektif, karena perilaku merupakan bagian dari keseluruhan proses dan hasil itu adalah keluaran dari perilaku. Perilaku yang tepat akan membuahkan hasil yang merefleksikan gabungan upaya banyak individu. Perilaku mencerminkan usaha seseorang untuk melakukan sesuatu. Dalam evaluasi kinerja, ada standar yang disebut sebagai standar kinerja (Performance stardard). Evaluasi kinerja tidak mungkin dapat dilaksanakan dengan baik tanpa standar kinerja. Esensi evaluasi kinerja adalah membandingkan kinerja ternilai dengan standar kinerjanya. Jika evaluasi kinerja dilaksanakan tanpa standar kinerja, hasilnya tidak mem-punyai nilai. Misalnya, salah satu kelemahan mendasar evaluasi kinerja pegawai negeri di Indonesia – Daftar Penilaian Pekerja Pegawai Negeri (DP3) – adalah tidak ada standar kinerja pegawai. Pegawai Departemen Perhubungan bertugas mengurus mercusuar ditengah laut dinilai dengan instrumen yang sama dengan departemen perdagangan atau guru dan dosen yang mengajar. Perbedaan indikator DP3 pegawai negeri yang men-jabat direktur jenderal suatu departemen (eselon I dengan pangkat golong-an IVe) dengan pegawai negeri golongan I (dengan pangkat Ic) hanyalah penilaian indikator kepemimpinan yang diterapkan pada direktur jenderal. Selain itu, DP3 tidak mempunyai standar kinerja sehingga sering muncul seloroh, “Dalam DP3, nilai pegawai negeri yang pinteratau bodo dan rajin atau malas adalah sama karena pegawai negeri bernapas saja dibayar.” Oleh karena itu, salah satu upaya untuk meperbaiki kinerja para pegawai negeri adalah mengadakan standar kinerja dan perbaikan proses evaluasi kinerjanya. Para pakar telah mengemukakan definisi mengenai standar kinerja. Richard I. Henderson (1984) mendefinisikan standar kinerja sebagai beri-kut. “A set performance standards describes the results that should exist upon the satisfactory completion of a job.” [‘‘Satu set standard kinerja melukiskan hasil-hasil yang harus ada setelah penyelesaian suatu pekerjaan dengan memuaskan.”] William B. Werther, Jr. dan Keith Davis (1993) mendefinisikan standar kinerja sebagai berikut: “Perfomance evaluation requires performance standards, which are the bench-marks against which performance is measured.” [“Standard kinerja merupakan benchmark atau tolak ukur untuk mengukur kinerja karyawan.”] Sementara itu, Performance Appraisal Handbook US Departement of the Interior(1995) mendefinisikan standard kinerja sebagai berikut. “The Performance standards are expression of the performance threshold(s), requirement(s), or expectation(s) that must be met for each element at par-ticular level performance.” [“Standar kinerja merupakan ekspresi mengenai ambang kinerja, persyaratan, atau harapan yang harus dicapai untuk setiap elemen pada level kinerja tertentu.”] Standar kinerja adalah tolak ukur minimal kinerja yang harus dicapai karyawan secara individual atau kelompok pada semua indikator kinerjanya. Dalam definisi ini, standar kinerja adalah tolak ukur minimal, artinya jika prestasi kinerja karyawan dibawah standar kinerja minimal tersebut, maka kiner-janya tidak dapat diterima, buruk atau sangat buruk. Jika prestasi kinerja seorang pegawai berada tepat atau diatas ketentuan staandar minimal kinerjanya, maka kinerjanya dapat diterima dengan predikat sedang, baik, atau sangat baik. Standar kinerja meliputi standar untuk semua indica-tor kinerja. Misalnya, jika indikator kinerja seorang pegawai – kuantitas hasil kerja, kualitas hasil kerja, kedisiplinan, kejujuran dan loyalitas – maka standar kinerja menentukan tolak ukur keempat indikator kinerja tersebut. Nilai keempat indikator tersebut paling tidak mencapai nilai minimal yang ditetapkan orbanisasi. Standar kinerja dapat menentukan standar kinerja untuk individu karyawan atau standar kinerja untuk sekelompok karyawan atau tim kerja yang bekerja sama dalam satu tim kerja. Di sejumlah perusahaan perusa-haan seperti PT PLN, kinerja unit kerja juga dinilai disamping kinerja individu karyawan. Dalam sistem evaluasi kinerja MBO, standar kinerja mencerminkan objektif dari pegawai karena objektif merupakan tolak ukur hasil kerja yang diukur pada akhir tahun. Sementara itu, standar dapat melukiskan bagian dari objektif pegawai. Misalnya, standar kinerja seorang mekanik, otomotif dalam mengganti sebuah knalpot mobil ialah dua jam. Jika tugas-nya hanya mangganti knalpot, maka ia dapat menyelesaikan minimal tiga knalpot dalam satu hari. Dengan demikian, ia dapat menyelesaikan minimal 930 knalpot dalam satu tahun. Minimal sebuah standar kinerja, harus berisi dua jenis informasi dasar tentang apa yang harus dilakukan dan seberapa baik harus melakukannya. Standar kinerja merupakan identifikasi tugas pekerjaan, kewajiban, dan elemen kritis yang menggambarkan apa yang harus dilakukan. Standar kinerja terfokus pada seberapa baik tugas akan dilaksanakan. Agar berdaya guna, setiap standar/kriteria harus dinyatakan secara cukup jelas sehingga manajer dan bawahan atau kelompok kerja mengeta-hui apa yang diharapkan dan apakah telah tercapai atau tidak. Standar haruslah dinyatakan secara tertulis dalam upaya menggambarkan kinerja yang sungguh-sungguh memuaskan untuk tugas yang kritis maupun yang tidak kritis. Hal ini dikarenakan bahwa tugas pekerjaan dan standar kiner-ja saling berkaitan, adalah praktik yang lazim mengembangkannya pada waktu yang bersamaan. Apapun metode analisis pekerjaan yang digunakan haruslah memperhitungkan aspek kuantitatif kinerja. Lebih lanjut, setiap standar harus menunjuk pada aspek spesifik pekerjaan. Fungsi Standar Kinerja Fungsi Standar Kinerja Fungsi utama standar kinerja adalah sebagai tolak ukur (benchmark) untuk menentukan keberhasilan kinerja ternilai dalam melaksanakan pekerjaannya. Standar kinerja merupakan target, sasaran, atau tujuan upaya kerja karyawan dalam ukuran waktu terentu. Standar kinerja menarik, mendorong, dan mengimingimingi karyawan untuk mencapainya. Jika hal itu tercapai, kepuasan kerja pada diri karyawan akan terjadi. Oleh karena itu standar kinerja juga dikaitkan dengan reward, imbalan, atau sistem kompensasi jika dapat mencapainya. Selain itu, standar kinerja dikaitkan dengan sanksi jika tidak dapat mencapainya. Ketika melaksanakan tugas atau pekerjaannya, karyawan menggunakan standar kinerja sebagai pedoman dalam bekerja. Standar kinerja memberikan arah kuantitas dan kualitas kinerja yang harus dicapai karyawan. Sementara itu, prosedur kerja memberikan petunjuk kepada karyawan mengenai proses melaksanakan pekerjaan agar dapat mencapai standar kinerja. Standar kinerja setiap karyawan harus diberitahukan kepada karyawan sebagai pedoman melaksanakan tugasnya. Tanpa mengetahui standar kinerjanya, karyawan tidak mengetahui apa yang harus dicapainya dan tidak terarah dalam mencapai kinerjanya. Dalam melaksanakan tugasnya, karyawan selalu berpedoman pada standar kinerjanya dan standar prosedur dalam pelaksanaan tugasnya. Kemudian kinerja karyawan dievaluasi oleh penilai secara periodik dan dibandingkan dengan standar kinerjanya. Hasil direkam dalam instrumen evaluasi kinerja. Hasil evaluasi evaluasi kinerja – berupa keunggulan dan kelemahan kinerja karyawan – dicatat dalam instrumen evaluasi kinerja. Hasil ini diberikan kepada karyawan ternilai sebagai balikan atas kinerjanya. Pengembangan Standar Kinerja Persyaratan Standar Kinerja Standar kinerja perlu memenuhi persyaratan berikut agar dapat digunakan sebagai tolak ukur dalam mengukur kinerja karyawan. Ada hubungan relevansinya dengan strategi perusahaan. Evaluasi kinerja merupakan bagian dari pelaksanaan strategi sumber daya manusia yang merupakan penjabaran dari strategi level unit bisnis dan strategi level koorporasi. Mencerminkan keseluruhan tanggungjawab karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya. Misalnya, tanggung jawab seorang tenaga pemasaran adalah memasarkan produk senilai enam ratus juta, mengurusi kontrak penjualan, dan melayani keluhan pelanggan. Memperhatikan pengaruh faktor-faktor diluar kontrol karyawan.Kinerja karyawan sering dipengaruhi oleh faktor-faktor yang beradadiluar konrolnya. Misalnya kinerja karyawan di unit produksi ditentukan oleh tersedianya bahan mentah, suku cadang, keadaan mesin,dan peralatan produksi. Memperhatikan teknologi dan proses produksi. Kinerja karyawan di perusahaan padat karya berbeda dengan karyawan yang menggunakan teknologi tinggi seperti otomatis dan robot. Seorang karyawan yang menggunakan teknologi robot, kinerjanya dapat 14 sampai 30 kali lipat karyawan padat karya. Standar kinerja harus memperhatikan penggunaan teknologi dan proses produksi tersebut. Sensitif, mampu membedakan antara kinerja yang dapat diterima dan tidak dapat diterima. Standar kinerja mempunyai alat ukur untuk membedakan tingkatan kinerja dari yang terbaik, baik, sedang, buruk, dan sangat buruk. Caranya dengan mengemukakan definisi skala atau tingkatan kinerja. Memberikan tantangan kepada para karyawan. Untuk mencapai standar kinerja minimal, karyawan harus bekerja keras. Dengan kata lain, standar kinerja harus menantang karyawan untuk mencapainya. Realistis. Standar kinerja harus realistis, artinya dapat dicapai oleh karyawan yang kompeten, terlatih, mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman yang disyaratkan untuk melaksanakanpekerjan . Berhubungan dengan kerangka waktu pencapaian standar. Target, sasaran, kuota, atau tujuan yang ditetapkan dalam standar harus dapat dicapai dalam kurun waktu tertentu yang ditetapkan dalam standar kinerja. Dapat diukur dan ada alat ukur untuk mengukur standar. Kuantitas, kualitas, dan kecepatan yang ditetapkan dalam standar harus dapat diukur dengan instrumen evaluasi kinerja. Standar harus konsisten. Standar kinerja harus konsisten, artinya standar harus mengenal karyawan dengan masukan yang sama dan mengenal keluaran yang sama Standar harus adil. Karyawan yang kinerjanya diukur berdasarkan standar kinerja harus mau menerima standar dan menganggap standar adil danmasuk akal. Ukuran adil dan masuk akal diberlakukan sama kepada semua karyawan yang mengerjakan jenis pekerjaan yang sama. Memenuhi ketentuan undang-undang dan peraturan ketenagakerjaan. Baik di negara-negara maju maupun di Indonesia, tidak ada undangundang khusus yang mengatur mengenai evaluasi kinerja. Ada atau tidak evaluasi kinerja bergantung pada organisasi atau perusahaan. Akan tetapi, jika mengadakan evaluasi kinerja harus tidak bertentangan dengan undang-undang ketenagakerjaan. Misalnya, pasal 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan,”Setiap Pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa deskriminasi dari pengusaha.” Kriteria Pengukuran Kinerja Setiap indikator kinerja diukur berdasarkan kriteria standar tertentu. Dalam mengukur kinerja, terdapat kriteria atau ukuran. Kriteria tersebut adalah sebagai berikut. Kuantitatif (seberapa banyak). Ukuran kuantitatif merupakan ukuran paling mudah untuk disusun dan diukurnya, yaitu hanya dengan menghitung seberapa banyak unit keluaran kinerja harus dicapai dalam kurun waktu tertentu. Contoh: melayani minimal 150 nasabah sehari (teller bank) Kualitatif (seberapa baik). Melukiskan seberapa baik atau seberapa lengkap hasil harus dicapai. Kriteria ini antara lain mengemukakan akurasi, presisi, penampilan (kecantikan dan ketampanan), kemanfaatan dan efektivitas. Standar kualitas dapat diekspresikan sebagai tingkat kesalahan seperti jumlah atau persentase kesalahan yang diperbolehkan per unit hasil kerja. Contoh: keluhan pelanggan atas layanan teller paling banyak berjumlah 10 per tahun (teller bank) Ketepatan waktu pelaksanaan tugas atau penyelesaian produk. Kriteria yang menentukan keterbatasan waktu untuk memproduksi suatu produk, membuat suatu atau melayani sesuatu. Kriteria ini menjawab pertanyaan, seperti kapan, berapa cepat, atau dalam periode apa. Contoh: Permohonan telah diajukan paling lambat tanggal 25 setiap bulan (pegawai keuangan perusahaan). Efektivitas penggunaan sumber organisasi. Efektivitas penggunaan sumber dijadikan indikator jika untuk mengerjakan suatu pekerjaan diisyaratkan menggunakan jumlah sumber tertentu, seperti uang dan bahan baku. Contoh: biaya perjalanan tidak melebihi 5% biaya perjalanan tahun yang lalu. Cara melakukan pekerjaan, dilakukan sebagai standar kinerja jika kontak personal, sikap personal, atau perilaku karyawan merupakan faktor penentu keberhasilan melaksanakan pekerjaan, misalnya: mamatuhi peraturan dan prosedur kerja yang ditentukan. Efek atas suatu upaya. Pengukuran yang diekspresikan akibat akhir yang diharapkan akan diperoleh dengan bekerja. Standar jenis ini menggunakan kata-kata sehingga dan agar supaya yang digunakan jika hasilnya tidak dapat dikualifikasikan. Contoh: mematikan lampu dan air condition (AC) ketika meninggalkan ruang kerja sehingga biaya listrik dapat dihemat. Metode melaksanakan tugas. Standar yang digunakan jika ada undangundang kebijakan, prosedur standar, metode, dan peraturan untuk menyelesaikan tugas atau jika cara pengecualian ditentukan tidak dapat diterima. Misalnya: penilaian proposal permohonan kredit dilakukan berdasarkan standar penilaian dan diselesaikan dalam waktu maksimal sepuluh hari kerja. Standar Sejarah. Standar sejarah yang menyatakan hubungan antara standar masa lalu dengan standar sekarag. Standar masa sekarang dinyatakan lebih tinggi atau dari pada standar masa lalu dalam pengertian kuantitas dan kualitas. Contoh: • hasil penjualan produk meningkat 25% dari pada penjualan tahun lalu; Standar nol atau absolut. Standar yang menyatakan tidak akan terjadi sesuatu. Standar ini dipakai jika tidak ada alternatif lain, misalnya: tidak ada keluhan dari pelanggan mengenai kesopanan berbicara di telepon. Proses Pengembangan Standar Kinerja Pengembangan standar kinerja merupakan bagian dari tugas Tim Pengembangan Sistem Evaluasi Kinerja. Pengembangan standar kinerja dimulai dengan analisis pekerjaan. Hasil analisis pekerjaan digunakan untuk menyusun dimensi dan indikator-indikator kinerja pekerjaan. Indikator kinerja tersebut didefinisikan secara operasional agar dapat di ukur. Selanjutnya melakukan survei mengenai karyawan dalam melaksanakan dimensi pekerjaannya. Hal yang perlu dipertimbangkan dalam penyusunan standar kinerja adalah alat, biaya, dan risiko dalam melaksanakan dimensi pekerjaan. Secara teoritis, jenis pekerjaan yang berbeda standar kinerjanya juga berbeda. Pekerjaan yang berbeda mempunyai tujuan, indikator kinerja, proses pelaksanaan, dan keluaran kinerjanya. Kriteria Penilain Kinerja Dalam rangka melacak kemajuan kinerja, mengidentifikasi kendala, dan memberi informasi dalam suatu organisasi, diperlukan adanya komunikasi kinerja yang berlangsung terus menerus, sehingga dapat mencegah dan menyelesaikan masalah yang terjadi. Karena alasan sebenarnya mengelola kinerja adalah untuk meningkatkan produktivitas dan efektivitas, serta merancang-bangun kesuksesan bagi setiap pekerja. Menurut Gomes (2003:135) penilaian kinerja mempunyai tujuan untuk me-reward kinerja sebelumnya (to reward past performance) dan untuk memotivasi demi perbaikan kinerja pada masa yang akan datang (to motivate future performance improvement), serta informasi-informasi yang diperoleh dari penilaian kinerja ini dapat digunakan untuk kepentingan pemberian gaji, kenaikan gaji, promosi, pelatihan dan penempatan tugas-tugas tertentu. Pengelolaan kinerja akan melibatkan individu dan tim terutama dalam mencapai target, dan bila tim itu memiliki kinerja yang baik, maka anggotanya akan menetapkan kualitas target, mencapai target, saling memahami dan menghargai, saling menghormati, tanggung jawab dan mandiri, berorientasi pada klien, meninjau dan memperbaiki kinerja, bekerja sama dan termotivasi. Menilai kinerja pegawai dapat dilakukan dengan mengukur secara kualitatif dan kuantitatif hasil kerja pegawai, yaitu dengan cara melihat prestasi dan kontribusi yang diberikan pegawai dalam bekerja. Selanjutnya, untuk mengetahui apakah karyawan melaksanakan tugas sesuai dengan tuntutan pekerjaan dan apakah kinerjanya meningkat atau menurun, maka organisasi harus melakukan penilaian kinerja kepada anggotanya yang dilakukan secara berkala. Kegiatan penilaian kinerja adalah proses di mana perusahaan mengevaluasi atau menilai kemampuan dan kecakapan kerja pegawai dalam melakukan suatu pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Dapat disimpulkan bahwa penilaian kinerja adalah proses membandingkan hasil kerja seseorang dengan standar prestasi kerja yang telah ditetapkan oleh organisasi. Sehingga dengan penilaian kinerja ini akan dapat diketahui seberapa baik seseorang melakukan pekerjaan yang diberikan/ditugaskan. Menurut Samsudin (2005:166) terdapat beberapa objek penilaian yang dapat dinilai dari pegawai yang bekerja diberbagai jabatan, sebagai berikut: Hal-hal umum yang dinilai dari pegawai di bidang produksi, antara lain quality, quantity of work, knowledge of job, dependability, cooperation, adaptability, attendance, versatility, house keeping, dan safety. Hal-hal umum yang dinilai dari pegawai tata usaha, antara lain quality, quantity of work, knowledge of job, dependability, cooperation, adaptability, attendance, initiative, judgement, dan health.. Hal-hal umum yang dinilai dari orang yang memegang posisi pimpinan, antara lain quality, quantity of work, knowledge of job, dependability, cooperation, judgement, initiative, leadership, planning and organizing, dan health. Dengan demikian menurut Samsudin objek-objek penilaian di atas, perlu disesuaikan dengan tujuan-tujuan penilaian. Oleh karena itu Samsudin (2005:166) menyebutkan bahwa pada pokoknya: “Objek penilaian karyawan itu mencakup dua hal pokok, yaitu hasil pekerjaan (prestasi kerja) dan sifat-sifat pribadi. Ini berarti mencakup kemampuan dan watak pribadi”. Prawirosentono (1999:27) mengemukakan beberapa faktor yang dapat dijadikan ukuran kinerja, yaitu Efektivitas, Otoritas dan tanggung jawab. Disiplin, Inisiatif. Selanjutnya Umar (2003:102) menyebutkan ada 10 komponen data untuk mengukur kinerja, yaitu: kualitas pekerjaan, kejujuran karyawan, inisiatif, kehadiran, sikap, kerja sama, keandalan, pengetahuan tentang pekerjaan, tanggung jawab, pemanfaatan waktu. Koontz et al (dalam Hutauruk, 1986:50-52) menyebutkan beberapa kriteria untuk menilai kinerja pegawai, antara lain: Intelijensia. Berhubungan dengan kemampuan untuk mengerti kesadaran mental. Pertimbangan. Berhubungan dengan sikap membedakan untuk melihat hubungan antara hal satu dan lainnya. Inisiatif. Berhubungan dengan pemikiran konstruktif dan penuh akal; berkemampuan dan berintelijensi untuk bertindak atas tanggung jawabnya sendiri. Kekuatan. Berhubungan dengan kekuatan moril yang dimiliki dan digunakan untuk mencapai hasil. Kepemimpinan. Berhubungan dengan kemampuan untuk mengarahkan, dan mempengaruhi orang lain dalam tindakan yang tertentu dan dalam menjaga disiplin. Keberanian moril. Berhubungan dengan sifat mental yang membuat seseorang untuk melakukan apa yang dikatakan oleh hati nuraninya tanpa takut-takut. Kerjasama. Berhubungan dengan kemampuan untuk bekerja secara serasi dengan orang lain untuk mencapai tujuan bersama. Kesetiaan. Berhubungan dengan kesesuaian, kesetiaan, kelanggengan, pengabdian semua terhadap otoritas yang lebih tinggi. Keteguhan. Berhubungan dengan upaya mempertahankan tujuan atau saran walaupun ada hambatan. Reaksi terhadap keadaan darurat. Berhubungan dengan kemampuan untuk bertindak secara masuk akal dalam situasi yang sulit dan tak terduga. Daya tahan. Berhubungan dengan kemampuan untuk bekerja dalam kondisi apapun. Kerajinan. Berhubungan dengan prestasi kerja dari segi tenaganya. Penampilan dan kerapihan diri serta pakaian. Berhubungan dengan harga diri, kelengkapan seragam, dan kerapihan penampilannya. Pengembangan Instrumen Evaluasi Kinerja Proses Pengembangan Evaluasi Kinerja Model Evaluasi Kinerja Model Evaluasi Kinerja Model esai Model Esai adalah metode evaluasi kinerja yang penilainya merumuskan hasil penilaiannya dalam bentuk esai. Isi esai melukiskan kekuatan dan kelemahan indikator kinerja karyawan yang dinilai. Model ini menyediakan peluang yang sangat baik untuk melukiskan kinerja ternilai secara terperinci. Keunggulan evaluasi kinerja model esai memungkinkan penilai melukiskan kinerja ternilai sangat terperinci karena bentuknya terbuka walaupun indikator kinerjanya terstruktur. Kelemahan evaluasi kinerja model esai adalah memerlukan waktu untuk menyusun satu esai tentang kinerja karyawan. Penilai harus merumuskan hasil observasi kinerja ternilai dalam bentuk esai mengenai setiap indicator kinerja. Model critical eleven adalah kejadian kritikal atau penting yang dilakukan karyawan dalam pelaksanaan tugasnya. Dengan berperilaku sesuai standar, para karyawan dapat mencapai standar kinerja yang ditetapkan. Para supervisor mengobservai perilaku dan mengevaluasi kinerja para karyawannya setiap hari. – Keunggulan Model Critical Incident Dengan pengawasan yang dilakukan setiap hari oleh penilai, dapat mebuat karyawan bekerja sesuai standar kinerja yang ditetapkan dan terlindar dari kecelakaan kerja. – Kelemahan Model Critical Incident (1) Jika penilai tidak membuat catatan kerja harian karena malas/lupa, maka penilaian kinerjanya tidak lengkap. (2) Jika penilai mempunyai 10 anak buah/ lebih, maka waktunya akan habis hanya untuk membuat catatan. (3) Memerlukan waktu, mahal, dan mewajibkan penilai mempunyai keterampilan verbal, analitis, objektif, akurat. (4) Karyawan akan merasa terganggu karena merasa diawasi secara terus menerus oleh atasanya. Ranking methode yaitu mengurutkan para pegawai dari nilai tertinggi sampai yang paling rendah. Metode ini dimulai dengan mengobservasi dan menilai kinerja para karyawan, kemudian me-ranking kinerja mereka. Di Indonesia metode ini dipraktikkan oleh pegawai negeri dalam Daftar Urutan kepangkatan. Metode ini digunakan untuk mekanisme pembinaan dan pengembangan karir. Jika ada jabatan yang lowong, kesempatan pengisian jabatan diberikan kepada pegawai berdasarkan urutanya. Metode checklist Evaluasi kinerja model checklist berisi daftar indikator-indikator hasil kerja, prilaku kerja, atau sifat pribadi yang diperlukan dalam melaksanakan pekerjaan. Dalam metode checklist, penilai mengobservasi kinerja ternilai, kemudian memilih indikator yang melukiskan kinerja atau karakteristik ternilai dan memberikan tanda ( atau X ). Methode grapic rating scales Ciri Graphic Scales adalah indicator kinerja karyawan dikemukakan beserta definisi singkat. Deskripsi kinerja dikemukakan dalam bentuk skala yang masing-masing mempunyai nilai angka. Dalam metode ini, penilai mengobservasi indikator kinerja karyawan ternilai dan memberi tanda centang (V) atau silang (X) pada skala. Keunggulan : Semua indikator kinerja, definisi, dan nilainya terstruktur dan terstandarisasi. Nilai kinerja setiap karyawan dengan mudah dibandingkan dengan rata-rata nilai seluruh karyawan. Mudah dipahami oleh penilai dan ternilai. Kelemahan : Menyamaratakan semua jenis pekerjaan. Model forced distribution Model evaluasi kinerja Forced Distribution adalah sistem evaluasi kinerja yang mengklasifikasi karyawan menjadi 5 sampai 10 kelompok kurva normal dari yang sangat rendah sampai yang sangat tinggi. Model forcedchoice scale Sistem evaluasi kinerja ini dikembangkan oleh Angkatan Darat Amerika Serikat setelah Perang Dunia II. Kemudian, sistem ini diadopsi oleh organisasi lain, misalnya perguruan tinggi. Contoh satu butir dari Forced Choiced untuk menilai kinerja seorang professor adalah : – Memperoleh penilaian tinggi dari mahasiswa – Menolak untuk berbicara dengan dekan – Menerbitkan penelitian di jurnal ilmiah setiap tahun – Menolak untuk menjadi anggota komisi universitas. Model behaviorally anchor rating scale Sistem evaluasi kinerja model BARS merupakan sistem evaluasi yang menggunakan pendekatan perilaku kerja yang digabungkan dengan sifat pribadi. BARS terdiri dari atas suatu seri, 5-10 skala perilaku vertical untuk setiap indikator kinerja. Anchor-anchor tersebut disusun dari yang nilainya tinggi sampai nilai yang rendah. Anchor tersebut dapat berupa critical incident yang diperoleh melalui job analysis. Di Indonesia, model ini digunakan dan dipakai secara meluas di lembaga pemerintah dan perusahaan milik negara. Model behavior obsertion scale Model system evaluasi kinerja BOS sama dengan BARS. Keduanya didasarkan pada prilaku kerja. Perbedaannya, dalam BOS, penilaian diminta untuk menyatakan berapa kali prilaku tersebut muncul. Penilaian mengobservasi perilaku ternilai berdasarkan  anchor  perilaku yang tersedia, kemudian memberikan cek pada skala deskripsi level kinerja yang tersedia. Model behavior expectation scale Untuk mengukur kinerja yang diharapkan oleh organisasi, disusunlah instrument evaluasi kinerja behavior  expectation  scale  (BES) atau  skala  perilaku yang diharapkan yang setiap anchor-nya dimulai dengan kata “dapat diharapkan”. Management by objectives Ketika pegawai melaksanakan pekerjaan untuk mencapai tujuannya, dilakukanlah evaluasi kinerja formatif, yaitu evaluasi beberapa kali sesuai dengan kebutuhan. Evaluasi model MBO dapat dilaksanakan pada pekerjaan yang keluarnya dapat diukur secara kuantitatif. Misalnya untuk mengukur kinerja karyawan bagian produksi, kinerjanya dapat dihitung atau di unit pelayanan pelanggan. 360 degree performance apprasial model Dalam system ini model evaluasi kinerja yang digunakan adalah system evaluasi Esai, MBO, BARS, Checklist, dan sebagainya. Formulir penilain yang didistribusikan kepada para penilai sering berada di tempat berbeda seperti e-mail, untuk menditribusikan instrument evaluasi kinerja dan mengolah hasilnya, kemudian menyampaikan hasilnya kepada ternilai. Selanjutnya, hasil penilaian dianalisis untuk mendapatkan nilai rata-rata yang kemudian diberikan kepada ternilai sebagai balikan. Model paired comparison, System evaluasi kinerja Paired  Comparison  Model  adalah kinerja setiap karyawan dibandingkan dengan kinerja karyawan lainnya, sepasang demi sepasang. System perbandingan pasangan juga dapat digunakan unutk menyusun skema pergantian pejabat dalam birokrasi organisasi. Sebagi contoh, system perbandingan dapat digunakan untuk menyusun daftar urutan kepangkatan (DUK) pegawai negeri. Jika terjadi lowongan jabatan dalam unit organisasi, pegawai dengan DUK tertinggi (pangkat dan hasil penilain kinerjanya) secara otomatis dapat ditunjuk untuk penggantiannya. DAFTAR PUSTAKA https://elib.unikom.ac.id/files/disk1/454/jbptunikompp-gdl-naslenmerr-22693-2-babii.pdf https://player.slideplayer.info/12/4106986/# https://media.neliti.com/media/publications/139525-ID-evaluasi-dan-pengembangan-sistem-penilai.pdf https://www.academia.edu/18900465/STANDAR_KINERJA_DAN_PENILAIAN_KINERJA https://www.slideshare.net/ariefanzarullah1/instrumen-evaluasi-kinerja?from_action=save 1