Science & Mathematics">
Case 1 Mata Panoftalmitis
Case 1 Mata Panoftalmitis
Case 1 Mata Panoftalmitis
PANOFTALMITIS
Oleh:
Oksa Sukma Perdana
1110312136
1010312055
Preseptor:
dr. Weni Helvinda, Sp.M (K)
BAB I
PENDAHULUAN
I. 1. Latar Belakang
Panoftalmitis ialah peradangan pada seluruh bola mata yang juga termasuk sklera dan
kapsul tenon sehingga bola mata menjadi rongga abses. Infeksi yang masuk kedalam bola mata
dapat melalui peredaran darah (secara endogen) atau perforasi dari bola mata (secara eksogen),
atau akibat tukak kornea perforasi.
Panoftalmitis merupakan suatu peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi yang
mempengaruhi semua struktur dari mata. Biasanya keadaan ini terjadi pada pasien yang memiliki
kekurangan dalam sistem kekebalan tubuh untuk setiap penyakit yang kronis seperti diabetes
atau infeksi oleh virus HIV, atau akibat dari trauma atau operasi pada mata yang menyebabkan
terbentuknya jalur yang dapat membuat mikroba menembus ke dalam bola mata.
Pneumococcus merupakan suatu organisme yang paling sering menyebabkan
panoftalmitis, disamping itu dapat pula disebabkan oleh Streptococcus, Staphylococcus dan
E.coli. Selain itu, jamur (seperti Candida albicans, Histoplasma, Cryptococcus, dll), parasit
(seperti Toxoplasma, Toxocara, dll), serta virus (sepert CMV, HIV, dll) juga dapat menyebabkan
terjadinya panoftalmitis.
1.2. Batasan Masalah
CSR ini dibatasi pada pembahasan definisi, klasifikasi, etiologi, patogenesis, diagnosis,
pemeriksaan penunjang, terapi, komplikasi dan prognosis dari panoftalmitis.
1.3. Tujuan Penulisan
CSR ini bertujuan untuk lebih memahami mengenai definisi, klasifikasi, etiologi,
patogenesis, diagnosis, pemeriksaan penunjang, terapi, komplikasi dan prognosis dari
panoftalmitis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Panoftalmitis ialah peradangan pada seluruh bola mata yang juga termasuk sklera dan
kapsul tenon sehingga bola mata menjadi rongga abses. Infeksi yang masuk kedalam bola mata
dapat melalui peredaran darah (secara endogen) atau perforasi dari bola mata (secara eksogen),
atau akibat tukak kornea perforasi.
Panoftalmitis merupakan suatu peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi yang
mempengaruhi semua struktur dari mata. Biasanya keadaan ini terjadi pada pasien yang memiliki
kekurangan dalam sistem kekebalan tubuh untuk setiap penyakit yang kronis seperti diabetes
atau infeksi oleh virus HIV, atau akibat dari trauma atau operasi pada mata yang menyebabkan
terbentuknya jalur yang dapat membuat mikroba menembus ke dalam bola mata.
2.2 Etiologi
Panoftalmitis biasanya dapat disebabkan oleh masuknya organisme piogenik kedalam
mata melalui luka yang terdapat pada kornea yang terjadi secara kebetulan atau akibat mengikuti
perforasi suatu ulkus kornea. Sebagian kecil, kemungkinan dapat disebabkan oleh adanya
metastasis alamiah dan terjadi dalam kondisi seperti pyaemia, meningitis maupun septikaemia
purpural.
2.3 Patogenesis
Panoftalmitis atau peradangan supuratif pada isi bola mata memiliki gejala yaitu
terdapatnya nanah, palpebra yang bengkak, dan mata masih dapat digerakkan apabila pus keluar
karena perforasi, panas, tetapi tekanan bola mata menjadi menurun, jaringan yang mengkerut,
kemudian akan menjadi ptisis bulbi. Terjadinya panofthalmitis biasanya dikarenakan infeksi
eksogen, misalnya pascabedah intraocular (terutama ekstraksi katarak), trauma tembus, atau
tukak kornea yang mengalami perforasi.
Saat terjadi trauma penetrasi pada mata, korpus vitreum menjadi bagian yang pertama
kali akan terkena kemudian diikuti uvea dan retina. Kasus metastasis, peradangan dimulai
dengan terjadinya emboli septik pada arteri retina dan arteri choroid. Keadaan ini biasanya
mengenai kedua mata, bila pada kasus perforasi ulkus kornea atau infeksi pasca bedah intraocular, peradangan dimulai dengan iridocyclitis jika infeksi tidak terlalu virulent, dapat dikontrol
dengan pengobatan sedini mungkin. Tapi jika kuman terlalu virulent, peradangan purulen akan
berangsur-angsur menyebar ke bagian uvea posterior dan mengenai seluruh jaringan uvea dan
retina, akhirnya terjadi pembentukan pus atau nanah dalam bola mata meskipun diobati.
Infeksi endogen biasanya melalui hematogen dan merupakan penyulit dari bakteremia
atau septikemia. Dan sangat jarang terjadi adanya invasi infeksi orbita ke dalam bola mata yang
bersifat langsung. Infeksi ini proses penyebarannya juga dipengaruhi organisme penyebabnya
yaitu bakteri, jamur, parasite, dan virus.
2.3.1 Bakteri
Pseudomonas
Bakteri batang gram negatif, bergerak, aerob; beberapa diantaranya menghasilkan
pigmen yang larut dalam air. Bakteri ini merupakan bakteri tipe ganas, merupakan
patogen utama bagi manusia. Bisa menghancurkan semua bagian termasuk kornea;
sekret purulen, berupa nanah biru kehijauan; mempunyai zat proteolitik yang dapat
menghancurkan fibrin; banyak sel-sel yang mati, terutama leukosit, dan jaringan
nekrosis.
Staphylococcus
Adalah bakteri gram positif berbentuk bulat, biasanya tersusun dalam rangkaian tak
beraturan separti anggur. Bakteri ini mampu menghasilkan substansi (eksotoksin,
leukosidin, koagulase, dan enterotoksin), substansi ini meningkatkan kemampuannya
untuk berlipat ganda dan menyebar secara luas ke dalam jaringan dan menghasilakan
sekret mucopurulen (kental berwarna kekuningan, elastis). Permukaan Stafilokok
ditutupi dengan substansi yang dinamakan protein A, yang menghambat fagositosis.
Bakteri stafilokok yang telah difagostosis masih mampu bertahan dalam jangka
waktu lama.
Streptococcus
Adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara khas membentuk pasangan
atau rantai selama masa pertumbuhan. Sekret pseudo-membranacea, seolah-olah
melekat pada konjungtiva tetapi mudah diambil dan tidak mengakibatkan pedarahan;
infeksi oleh bakteri ini akan membentuk sekret, terdapatnya sel-sel lepas dan jaringan
nekrotik,sehingga terjadi defek pada konjungtiva.
2.3.2 Jamur
Bila panoftalmitis akibat jamur perjalanan penyakit akan berjalan perlahan-lahan
dan malahan gejala akan terlihat setelah beberapa minggu setelah terjadinya infeksi. Candida
albicans adalah salah satu jamur oportunis yang terpenting. Lesi candida awal berwujud retinitis
granulomatosa nekrotikans fokal dengan atau tanpa koroiditis, yang ditandai lesi eksudatif putih
berjonjot yang berhubungan dengan sel-sel dalam badan kaca yang menutupi lesi tersebut. Lesi
ini bisa menyebar dan mengenai saraf optik dan struktur mata lainnya. Jamur ini juga bisa
menyebabkan endoftalmitis, panoftalmitis, bercak Roth, papilitis, dan ablasi retina. Penyebaran
ke badan kaca dapat mengakibatkan terjadinya abses badan kaca. Juga bisa akan terjadi uveitis
anterior dengan sel-sel dan flare di dalam bilik mata depan, serta hipopion.
2.3.3 Parasit
Toxoplasma gondii
Lesi okuler mungkin didapat inutero atau muncul sesudah serangan infeksi
sistemik akut. Toksoplasmosis adalah penyebab retinokoroiditis paling umum pada
manusia. Kucing peliharaan dan spesies kucing lain berfungsi sebagai hospes definitif
bagi parasit ini. Wanita peka yang terkena penyakit ini selama kehamilan dapat
menularkan penyakit ini ke janin. Sumber infeksi pada manusia adalah ookista di tanah
atau lewat udara ikut debu, daging kurang matang yang mengandung bradizoit (parasit
bentuk kista), dan takizoit (bentuk proliferatif), yang diteruskan melalui plasenta.
Tanda dan gejala infeksi parasit ini yaitu seperti melihat benda mengambang,
penglihatan kabur, atau fotofobia. Lesi okuler berupa daerah-daerah retinokoroiditis fokal
nekrotik keputih-putihan, kecil atau besar, satu-satu atau mulipel. Lesi yang aktif dapat
bersebelahan dengan parut retina yang telah sembuh dan dikelilingi edem retina. Dapat
terjadi vaskulitis retina, yang menimbulkan perdarahan retina. Peradangan berakibat
terlihatnya sel-sel didalam vitreus dan eksudasi. Mungkin juga akan menimbulkan edem
pada makula kistoid. Iridosklitis sering dijumpai pada pasien retinokoroiditis
toksoplasmik.
Tanda dan gejala larva Toxocara diam di retina dan mati, menimbulkan reaksi
radang hebat dan pembentukan antibodi Toxocara setempat. Keluhan berupa penglihatan
kabur, atau pupil keputihan.
Terdapat tiga presentasi klinik, yaitu endoftalmitis, granuloma posterior lokal, dan
granuloma posterior perifer dengan uveitis intermediate.
2.3.4 Virus
Manifestasi okuler pada infeksi HIV adalah bintik cotton wool, peradarahan retina,
sarcoma Kaposi pada permukaan mata dan adneksa, dan kelainan neurooftalmologik pada
penyakit intrakranial. Selain itu sering terkena infeksi oportunistik. Retinopati sitomegalovirus
adalah penyakit yang membutakan dan merupakan infeksi okuler paling umum
2.5 Diagnosis
Diagnosis ditegakan
penunjang.
2.5.1 Anamnesis
Pada umumnya pasien datang dengan keluhan demam, sakit kepala dan kadang kadang
muntah, rasa nyeri , mata merah, kelopak mata bengkak atau edem, serta terdapat penurunan
tajam penglihatan.4,5
2.5.2 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan, ditemukan congesti conjungtiva dengan injeksi ciliar hebat. Chemosis
conjungtiva selalu ada dan kornea tampak keruh. Kamera oculi anterior sering menunjukkan
pembentukan hypopion. Pupil mengecil dan menetap. Sebuah reflek berwarna kuning terlihat
pada pupil dengan illuminasi oblique. Hal ini juga dapat terlihat pada eksudasi purulen dalam
vitreus humor. Terjadi peningkatan intra okuler. Proptosis derajat sedang serta gerakan bola mata
terbatas disebabkan peradangan pada kapsul Tenons (Tenonitis).
2.5.3.1 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan klinis yang baik dibantu slit lamp, sedangkan kausanya atau penyebabnya
ditegakkan
berdasarkan pemeriksaan
mikroskpik
panoftalmitis secara integral berkaitan dengan terapinya. Biasanya cairan badan kaca (corpus
vitreum) diambil untuk contoh pada waktu dikerjakan debridemen rongga badan kaca
(vitrekomi). Jika gejala radang sangat berat dan eviserasi tidak segera dilakukan, maka pus atau
nanah akan keluar melewati bagian anterior sklera setelah rasa nyeri dan gejala yang lainnya
berkurang. Setelah beberapa minggu peradangan berlangsung dapat berakhir dengan
terbentuknya fibrosis yang akan mengakibatkan ptisis bulbi.
2.6 Penatalaksanaan
2.6.1 Medikamentosa
Pengobatan dengan antibiotik dosis tinggi lokal dan sistemik harus segera dimulai,
seperti Vancomycin dan
obat-obat
sulfa,
misalnya Trimethoprim-sulfamethoxazole.
Deksametason Na fosfat 1 mg, neomisina 3,5 mg, polimiksina B sulfat 6000 UI (kandungan tiap
ml tetes mata atau g salep mata). Jika peradangan terjadi pada segmen anterior bola mata,
pengobatan yang intensif dengan kompres hangat, atropin lokal dan sulfonamide sistemik serta
2.7 Progonosis
Prognosis untuk mata yang terinfeksi oleh staphylococcus epidermidis keadaannya lebih
baik, tetapi jika infeksinya karena Pseudomonas atau spesies gram negatif lainnya prognosisnya
tetap suram. Prognosis panoftalmitis sangat buruk terutama bila disebabkan jamur atau parasit.
BAB III
ILUSTRASI KASUS
Nama
: Tn. KS
: 17 tahun
Negeri Asal
: Pasaman Barat
Anamnesis:
Keluhan utama:
Mata kanan bengkak dan nyeri sejak 1 hari yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang:
-
Status Ophtalmikus
Status Oftalmikus
OD
OS
5/5
Refleks Fundus
Silia/Supersilia
Trikiasis (-)
Trikiasis (-)
Palpebra superior
Madarosis (-)
Edem (+)
Madarosis (-)
Edem (-)
Palpebra inferior
Edem (+)
Edem (-)
Margo palpebral
Aparat Lakrimal
Sklera
Putih
Kornea
Bening
Kamera Okuli
Cukup dalam
Anterior
Iris
Pupil
Lensa
d = 3 mm
Bening
Korpus Vitreum
Jernih
Fundus: -Papil
Optikus
Tidak dilakukan
-Retina
Tidak dilakukan
0,4:1,
Pendarahan (-), eksudat (-)
-Makula
Tidak dilakukan
2:3
Normal
Ortho
Protusio
Foto Pasien:
Diagnosa:
Panoftalmitis OD
Terapi:
Cefoperazone 2x1 gr
Floxa ed tiap jam OD
SA ed 3x1 OD
Follow Up 1
Status Oftalmikus
OD
OS
5/5
Refleks Fundus
Silia/Supersilia
Trikiasis (-)
Trikiasis (-)
Madarosis (-)
Madarosis (-)
Palpebra superior
Edem (+)
Edem (-)
Palpebra inferior
Edem (+)
Edem (-)
Margo palpebral
Aparat Lakrimal
Sklera
Putih
Kornea
Bening
Kamera Okuli
Cukup dalam
Anterior
Iris
Pupil
Lensa
d = 3 mm
Bening
Korpus Vitreum
Jernih
Fundus: -Papil
Optikus
Tidak dilakukan
-Retina
Tidak dilakukan
0,4:1,
Pendarahan (-), eksudat (-)
-Makula
Tidak dilakukan
2:3
Normal
Ortho
Protusio
Diagnosa:
Panoftalmitis OD
Terapi:
Cefoperazone 2x1 gr
Floxa ed tiap jam OD
SA ed 3x1 OD
Follow Up 2
Status Oftalmikus
OD
OS
5/5
Refleks Fundus
Silia/Supersilia
Trikiasis (-)
Trikiasis (-)
Palpebra superior
Madarosis (-)
Edem (+)
Madarosis (-)
Edem (-)
Palpebra inferior
Edem (+)
Edem (-)
Margo palpebral
Aparat Lakrimal
Sklera
Putih
Kornea
Bening
Kamera Okuli
Cukup dalam
Anterior
Iris
Pupil
Lensa
d = 3 mm
Bening
Korpus Vitreum
Jernih
Fundus: -Papil
Optikus
Tidak dilakukan
-Retina
Tidak dilakukan
0,4:1,
Pendarahan (-), eksudat (-)
-Makula
Tidak dilakukan
2:3
Normal
Ortho
Protusio
Diagnosa:
Panoftalmitis OD
Diagnosa Banding:
Endoftalmitis
Terapi:
Cefoperazone 2x1 gr
BAB IV
DISKUSI
Telah dilaporkan kasus seorang pasien laki-laki berumur 17 tahun yang datang ke
Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 8 Juni 2016 dengan
diagnosis kerja Panoftalmitis OD.
Dasar diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik mata dan pemeriksaan
penunjang. Dari anamnesis didapatkan bahwa mata kanan bengkak dan nyeri sejak lebih kurang
1 hari yag lalu. Sebelumnya pasien terkena lentingan paku dan sudah dilakukan operasi
penjahitan kornea di RS Yarsi Simpang Empat. Dari riwayat penyakit keluarga, tidak didapatkan
anggota keluarga dengan keluhan yang sama. Dari pemeriksaan fisik mata kanan, visus tanpa
koreksi adalah 0, ditemukan edem pada palpebra superior dan inferior, injeksi konjungtiva,
injeksi siliar, dan kemosis positif, pada kornea ditemukan hecting (+) dan tampak vitreus prolap
diantara hecting kornea, iris, lensa, dan korpus vitreum tidak dapat dinilai. Pemeriksaan
funduskopi tidak dilakukan. Posisi bulbus okuli; protusio. Sedangkan pada pemeriksaan mata
kiri, visus tanpa koreksi adalah 5/5, dan selebihnya dalam batas normal.
Terapi yang dianjurkan untuk pasien adalah dengan terapi medikamentosa, yakni
pemberian antibiotik sistemik cefoperazone 2x1 gr, antibiotik topikal floxa ed tiap jam OD, dan
obat tetes siklopegik SA ed 3x1 OD. Pasien juga dianjurkan untuk menjaga kebersihan diri
terutama kebersihan tangan, supaya pasien mencuci tangan sebelum dan setelah menggunakan
obat tetes mata.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, S., Ilmu Penyakit Mata, Edisi 3, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2006 : 177-178.
2. James, Bruce, dkk, Lecture Notes Oftalmologi, Edisi 9, Penerbit Erlangga, Jakarta,
2006.
3. Ilyas, S., Atlas Ilmu Penyakit Mata, Sagung Seto, Jakarta, 2001: 53.
4. Vaugh, Daniel G., Oftalmologi Umum, Edisi 14, Widya Medika, Jakarta, 2000: 155165.
5. Radjamin, Tamin, R.K., dkk, Ilmu Penyakit Mata, Airlangga University Press,
Surabaya, 1998: 85-92.
6. Andrew, P., dkk, Diagram Dagnostik Oftalmologi, EGC, Jakarta, 1995: 16.
7. Jawetz, Melnick, Aselberg, Mikrobologi Kedokteran, Edisi 20, EGC, Jakarta, 1996 :
211-234.