School Work, jurnal dan ekonomi">
Jurnal Evaluasi Pendidikan
Jurnal Evaluasi Pendidikan
Jurnal Evaluasi Pendidikan
64
65
66
(siswa/peserta belajar) dan mata pelajaran yang diajarkan harus menetapkan strategi
pembelajaran yang digunakan. Menurut Gagne (1974) teori belajar menjelaskan apa
yang terjadi, sedang teori pembelajaran menjelaskan bagaimana untuk membuat
agar belajar terjadi secara efisien. Pembelajaran menurut Gagne dilakukan untuk
menolong individu belajar. Hal ini dapat dikerjakan secara baik atau jelek.
Komunikasi yang dilakukan guru terhadap siswa, sebagai istilah pengganti
seperangkat peristiwa yang dilakukan oleh guru terhadap siswa, seringkali diartikan
sebagai memberitahu (to inform atau to tell). Sehingga pembelajaran berjalan
kurang baik yaitu kurang menghargai siswa sebagai pribadi. Komunikasi sebagai
esensi peristiwa pembelajaran harus diletakkan dengan tujuan membantu proses
belajar siswa. Jika berpegang teguh pada pengertian ini maka dalam strategi
pembelajaran guru harus memperlakukan siswa sebagai pribadi yang memiliki
kedirian dan keunikannya sendiri. Guru harus menghindari memperlakukan anak
(siswa) secara semaunya sebagai objek yang tidak memiliki kedirian atau harga diri.
Ini berarti dalam pembelajaran guru harus menghargai murid sebagai subjek
(individu) yang memiliki ide, sikap, kebutuhan, nilai-nilai, dan kemampuan. Carl
Rogers kurang setuju untuk meletakkan peranan guru sebagai pemberi pengetahuan
dan keterampilan pada murid. Peranan guru bukan pemberi pengetahuan dan
keterampilan, tetapi memberi bantuan (to facilitate) aktivitas belajar murid.
Pembelajaran menurut dia adalah proses yang dapat menimbulkan anak (siswa)
menjadi self-directed, dalam mencari pengetahuan dan keterampilan. Pembelajaran
yang menekankan pemberian pengetahuan dari guru pada siswa akan mematikan
potensi kreatif anak, dan mematikan kemampuan mereka untuk menjadi selfdirected person. Dalam bukunya yang terkenal Pedagogy of The oppressed Friere
(2008) menentang praktek pendidikan yang bersifat menindas. Pendidikan gaya
banking telah menjerumuskan siswa dalam posisi sebagai penerima pasif, seolaholah sebagai bejana kosong yang dimasuki pengetahuan atau informasi tentang
realita yang ada di sekitarnya. Hanya guru yang memerankan peranan aktif yaitu
mengajarkan informasi tentang realita kehidupan pada siswa. Menurut Freire untuk
mengembangkan derajad kemanusiaan siswa maka pendidikan harus bersifat
membebaskan. Dalam konsep ini anak dipandang sebagai pencari pengetahuan dan
belajar merupakan aktivitas kognisi yang aktif bukan sekedar menerima
pengetahuan. Pengetahuan diperoleh melalui proses mencari dan menemukan secara
bersama (cooperative) maka hubungan guru dan murid harus merupakan proses
dialog. Barnes (2008) dalam bukunya From Communication to Curriculum
menekankan arti pentingnya komunikasi sebagai perangkat peristiwa pembelajaran
yang bersifat terbuka dan eksploratori. Dalam komunikasi seperti ini maka akan
memberikan kesempatan siswa untuk melakukan interpretasi terhadap objek baru
yang dihadapi dengan menggunakan pengalaman yang telah dimiliki.
Dengan demikian belajar menjadi suatu proses aktif untuk memahami atau
menginterpretasi objek pemahaman baru. Dalam berbicara siswa bukan sekedar
menyampaikan replikasi sesuatu yang telah diberikan guru, tetapi mereka berbicara
secara eksploratif seolah-olah selalu menggunakan hipotesis dan mencoba
mengujinya. Apa yang disampaikan guru tidak lagi dipandang sebagai final draft,
tetapi sesuatu yang bebas/terbuka untuk diinterpretasi oleh siswa. Dalam kondisi
semacam ini pengetahuan yang diperoleh siswa akan bersifat in here knowledge
yang membangun struktur kognitif dan selanjutnya dapat digunakan untuk
melakukan tindakan dalam kehidupan.
Dalam teori andragogi (Knowles, 1979) dinyatakan arti pentingnya belajar orang
dewasa melalui menggunakan pengalaman kehidupan. Orang dewasa cenderung
67
belajar lebih banyak dari pengalaman kehidupan, baik yang terkait dengan
pekerjaannya, kehidupan keluarganya, atau rekreasinya. Dia mengutip pandangan
Lindeman sebagai peletak dasar teori andragogi, pentingnya pengalaman
kehidupan sebagai metode pembelajaran orang dewasa.
the resources of highest value in adult education is the learners experience. If
education is life, then life is also education. Too much of learning consist of
vicarious substitution of someone elses experience and knowledge. Psychology is
teaching us, however, that we learn what we do, and that there for all genuine
education will keep doing and thinking together. Experience is the adult learner
living textbook.
B. Berpikir Kreatif
Agar kreatifitas itu terjadi, sesuatu di dalam diri kita harus dijadikan hidup di
dalam sesuatu di luar kita. Kalau Anda mencari jiwa kreatif di suatu tempat di luar
dirimu, Anda mencari di tempat yang salah. Langkah dasar dalam pemecahan
masalah yang kreatif (Goleman, dkk, 2005), yaitu: (1) Tahapan pertama adalah
persiapan. Pada tahap ini membiarkan imajinasi bebas, membuka diri pada apapun
dan secara samar- samar relevan dengan permasalahan. Tujuannya adalah untuk
mengumpulkan unsur yang tidak biasa dan tidak terduga bisa dengan sendirinya
muncul berdampingan. (2) tahap kedua adalah inkubasi. Pada tahap ini
merenungkan seluruh potongan yang relevan dan mendesakkan pikiran rasional ke
batas terjauhnya. Pada tahap ini persoalan tersebut boleh dibiarkan mengendap. (3)
Tahap ketiga adalah pencerahan. Pada tahap ini, seketika jawaban yang dicari
datang entah dari mana. Inilah tahapan yang biasanya memperoleh limpahan
perhatian. (4) Tahap terakhir adalah penerjemahan. Pada tahap ini mengubah
wawasan menjadi tindakan. Menerjemahkan pencerahan ke dalam realitas membuat
ide hebat lebih dari sekedar pemikiran yang berlalu. Kreatifitas bukan sebuah
kemampuan tunggal yang bisa digunakan seseorang dalam setiap aktivitas. Ada tiga
bahan dasar kreatifitas (Teresa dalam Goleman dkk, 2005), yaitu: (1) keahlian
dalam bidang khusus berupa ketrampilan dalam hal tertentu. Ketrampilan ini
merupakan penguasaan dasar dalam suatu bidang. (2) Keterampilan berpikir kreatif.
Ketrampilan berpikir kreatif ini mencakup kemampuan untuk membayangkan
rentang kemungkinan yang beragam, tekun dalam menangani persoalan, dan
memiliki standar kerja yang tinggi. (3) Motivasi intrinsik, dorongan untuk
melakukan sesuatu semata demi kesenangan melakukannya bukan karena hadiah
atau kompensasi. Orang kreatif bukan saja terbuka terhadap segala jenis pengalaman
baru, mereka mau mengambil risiko. Menemukan keberanian untuk merangkul
kecemasan dan mengambil langkah selanjutnya adalah penting bagi kreatifitas jenis
apa pun. Cemas adalah kaki tangan kreatifitas. Akan tetapi, mengakui kecemasan
dan kemauan itu untuk mengandengnya yang penting.
Kemampuan untuk membuat keputusan intuitif merupakan bahan dasar
kreativitas (Goleman, dkk, 2005). Instituisi berarti menghapuskan kontrol atas
pikiran mempercayai visi alam tak sadar. Instuisi mempunyai keberanian sendiri
karena ia berlandaskan pada kemampuan alam tak sadar untuk mengorganisasi
informasi menjadi ide baru yang tak terduga. Pikiran yang dipenuhi oleh
kekhawatiran menganggu orang berfokus pada pekerjaan. Kecemasan semacam ini
merupakan pembunuh kreativitas. Bulo (2002) mengidentifikasi salah satu keluaran
dari proses pengajaran Akuntansi adalah kemampuan intelektual yang terdiri dari
ketrampilan teknis dasar akuntansi dan kapasitas untuk berfikir kritis dan kreatif.
Guru kreatif dan inovatif tidaklah akan cepat puas dengan salah satu tindakan yang
dilakukannya. Mereka akan selau tidak puas dengan apa yang telah dijalani sebelum
68
mendapatkan hasil yang memuaskan bagi dirinya, siswa, dan kepentingan akademis.
Banyak jalan menuju Roma, begitu pula banyak jalan untuk menjadi guru yang
terbaik di antara yang baik. Guru yang seperti itu biasanya apabila mengajar selalu:
(1) berpusat pada siswa, (2) lebih senang pola induktif daripada deduktif, (3)
menarik dan menantang dalam menyajikan mata ajar, (4) berorientasi pada
kompetensi siswa, (5) menekankan pembelajaran bukan pengajaran, (6)
memvariasikan metode dan teknik pembelajaran, (7) menggunakan sentuhan
manusiawi, (8) menggunakan media belajar yang menghasilkan pesan maksimal, (9)
menilai secara autentik, dan (10) mengedepankan citra mengajar (Suyatno, 2008)
Guilford (dalam Sternberg, 1999: 7) menyatakan bahwa berpikir secara
divergen (divergent thinking) merupakan instrumen untuk mengukur kreatifitas.
Selanjutnya dengan menggunakan pendapat Guilford ini, Torrance (dalam
Sternberg, 1999: 7) mengembangkan indikator kreativitas dalam suatu tes verbal
dan figural dengan menggunakan empat unsur yaitu fluency (kelancaran
mengungkapkan pendapat, ide, gagasan), flexibility (kepemilikan ide variatif sesuai
dengan permasalahan), originality (keaslian/kemurnian ide), dan elaboration
(ketuntatas gagasan untuk memecahkan problem). Mitchell dkk. (1983)
mengidentifikasi perilaku kreatif seseorang itu memiliki empat belas karakteristik
unsur sebagai berikut: (1) rasa humor, (2) responsif terhadap rangsangan, (3)
fleksibel (menghasilkan berbegai ide), (4) orisinil (ide yang unik atau jarang), (5)
elaboratif (mengembangkan ide), (6) konsep diri (mekanisme menilai diri), (7)
bereksperimen (ide melakukan problem solving), (8) belajar dari kegagalan, (9)
toleransi, (10) kepanjangan akal daya (resourcefulness), (11) sensitif terhadap
permasalahan dan penemuan jalan keluar, (12) sinergi (penyatuan elemen agar
diperoleh hasil lebih besar), (13) imaginasi, dan (14) melatih emosi dalam setiap
pemecahan problem
Sedangkan menurut Rowe (2004)
kreativitas merupakan refleksi dari
intelegensi kreatif yang memiliki empat unsur sebagai berikut. (1) intuitif, merujuk
kepada kemampuan menggunakan pengalaman masa lalu yang membantu
memecahkan masalah, (2) inovatif, merujuk kepada kemauan bekerja keras secara
teliti dan hati-hati, (3) imaginatif, merujuk kepada orang yang memiliki cita rasa
seni, suka menulis, pemipmin yang baik, dan mampu memvisualisasi kesempata,
dan (4) inspirational, merujuk kepada kemamampuan untuk menjadi agen perubahan
masyarakat.
Sternberg (1999: 3) membuat kesimpulan tentang definisi kreatifitas sebagai
kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang orisinal (novel that means original,
unexpected) dan bermanfaat (appropriate). Amabile (dalam Sternberg, 1999: 10)
menyebutkan ada tiga unsur keterampilan kreatif yaitu: (1) model kognitif yang
digunakan untuk memecahkan problem (cognitive styles deal with problem solving),
(2) pengetahuan dan gagasan orisinal yang digunakan untuk memecahkan masalah,
dan (3) Model kerja terkonsentrasi dan energik dalam memecahkan masalah.
Berdasarkan teori investasi, untuk mengembangkan kreativitas dibutuhkan enam
unsur berbeda yang harus saling berkaitan, yaitu kemampuan ntelektual,
pengetahuan, model berpikir, kepribadian, motiasi, dan lingkungan Sternberg (1999:
11) .
Salah satu kecakapan hidup (life skill) yang perlu dikembangkan melalui
proses pendidikan adalah keterampilan berpikir (Depdiknas, 2003). Kemampuan
seseorang untuk dapat berhasil dalam kehidupannya antara lain ditentukan oleh
keterampilan berpikirnya, terutama dalam upaya memecahkan masalah-masalah
kehidupan yang dihadapinya. Di samping pengembangan fitrah bertuhan,
69
pembentukan fitrah moral dan budipekerti, inkuiri dan berpikir kritis disarankan
sebagai tujuan utama pendidikan sains dan merupakan dua hal yang bersifat sangat
berkaitan satu sama lain (Ennis, 1985). Proses pembelajaran di sekolah berperan
dalam membantu siswa untuk berkembang menjadi pemikir yang kritis dan kreatif
terutama jika guru dapat memfasilitasinya melalui kegiatan belajar yang efektif.
Johnson (2000), mengemukakan keterampilan berpikir dapat dibedakan menjadi
berpikir kritis dan berpikir kreatif. Kedua jenis berpikir ini disebut juga sebagai
keterampilan berpikir tingkat tinggi (Liliasari, 2002). Berpikir kritis merupakan
proses mental yang terorganisasi dengan baik dan berperan dalam proses mengambil
keputusan untuk memecahkan masalah dengan menganalisis dan menginterpretasi
data dalam kegiatan inkuiri ilmiah. Sedangkan berpikir kreatif adalah proses
berpikir yang menghasilkan gagasan asli atau orisinal, konstruktif, dan menekankan
pada aspek intuitif dan rasional (Johnson, 2000).
Kreatifitas bukan sebuah kemampuan tunggal yang bisa digunakan
seseorang dalam setiap aktivitas. Ada tiga bahan dasar kreatifitas (Teresa dalam
Goleman dkk, 2005), yaitu: (1) keahlian dalam bidang khusus berupa ketrampilan
dalam hal tertentu. Ketrampilan ini merupakan penguasaan dasar dalam suatu
bidang. (2) Ketrampilan berpikir kreatif. Ketrampilan berpikir kreatif ini mencakup
kemampuan untuk membayangkan rentang kemungkinan yang beragam, tekun
dalam menangani persoalan, dan memiliki standar kerja yang tinggi. (3) Motivasi
intrinsik, dorongan untuk melakukan sesuatu semata demi kesenangan
melakukannya bukan karena hadiah atau kompensasi. Orang kreatif bukan saja
terbuka terhadap segala jenis pengalaman baru, mereka mau mengambil risiko.
Menemukan keberanian untuk merangkul kecemasan dan mengambil langkah
selanjutnya adalah penting bagi kreatifitas jenis apa pun. Cemas adalah kaki tangan
kreatifitas. Akan tetapi, mengakui kecemasan dan kemauan itu untuk
mengandengnya yang penting.
Kemampuan untuk membuat keputusan intuitif merupakan bahan dasar
kreativitas (Goleman, dkk, 2005). Instituisi berarti menghapuskan kontrol atas
pikiran dan mempercayai visi alam tak sadar. Instuisi mempunyai keberanian sendiri
karena ia berlandaskan pada kemampuan alam tak sadar untuk mengorganisasi
informasi menjadi ide-ide baru yang tak terduga. Pikiran yang dipenuhi oleh
kekhawatiran menganggu orang berfokus pada pekerjaan. Kecemasan semacam ini
merupakan pembunuh kreativitas. Bulo (2002) mengidentifikasi salah satu keluaran
dari proses pengajaran Akuntansi adalah kemampuan intelektual yang terdiri dari
ketrampilan teknis dasar akuntansi dan kapasitas untuk berfikir kritis dan kreatif.
C. Berpikir Kritis
Pemahaman umum mengenai berpikir kritis, sebenarnya adalah pencerminan
dari apa yang digagas oleh John Dewey sejak tahun 1916 sebagai inkuiri ilmiah dan
merupakan suatu cara untuk membangun pengetahuan. Ennis (1985) memberikan
definisi berpikir kritis adalah berpikir reflektif yang berfokus pada pola pengambilan
keputusan tentang apa yang harus diyakini dan harus dilakukan. Berdasarkan
definisi tersebut, maka kemampuan berpikir kritis menurut Ennis terdiri atas
duabelas komponen yaitu: (1) merumuskan masalah, (2) menganalisis argumen, (3)
menanyakan dan menjawab pertanyaan, (4) menilai kredibilitas sumber informasi,
(5) melakukan observasi dan menilai laporan hasil observasi, (6) membuat deduksi
dan menilai deduksi, (7) membuat induksi dan menilai induksi, (8) mengevaluasi,
(9) mendefinisikan dan menilai definisi, (10) mengidentifikasi asumsi, (11)
memutuskan dan melaksanakan, (12) berinteraksi dengan orang lain.
70
71
pembelajaran. Untuk mengetahui prestasi belajar yang telah dicapai perlu diadakan
evaluasi atau tes yang diberikan kepada siswa secara periodik. Crowl dkk. (1997:
310) mengatakan bahwa : evaluasi mengarah kepada proses pembuatan keputusan
tentang nilai. Hal ini berarti bahwa evaluasi dapat digunakan sebagai pijakan guru,
pendidik atau lembaga dalam memutuskan seseorang atau sesuatu aktivitas untuk
dapat digolongkan, baik, buruk, gagal atau berhasil.
Evaluasi merupakan salah satu kegiatan dalam pembelajaran yang wajib
dilaksanakan oleh guru setelah proses pembelajaran berakhir. Hasil dari evaluasi
belajar tersebut diharapkan dapat memberikan informasi tentang kemampuan yang
telah dicapai siswa setelah mempelajari suatu mata pelajaran. Dengan demikian
penyusunan strategi evaluasi akan menentukan ketepatan informasi yang
disampaikan kepada guru, pendidik, lembaga maupun siswa itu sendiri. Pelaksanaan
evaluasi pembelajaran dengan menggunakan instrumen tes formatif maupun tes
sumatif.
Menurut Nana Sujana (1990: 4), tujuan penilaian adalah untuk : 1)
mendiskripsikan kecakapan belajar siswa, sehingga dapat diketahui posisi
kemampuannya dibandingkan dengan siswa yang lainnya, 2) mengetahui proses
pendidikan dan pengajaran, dan mengubah tingkah laku siswa kearah tujuan yang
diharapkan, 3) menentukan tindak lanjut hasil penilaian
E. Prestasi Belajar
Dalam hasil belajar sering disebut juga prestasi belajar. kata prestasi berasal
dari Bahasa Belanda prestatie, kemudian di dalam bahasa Indonesia disebut prestasi,
diartikan sebagai hasil usaha. Prestasi banyak digunakan di dalam berbagai bidang
dan diberi pengertian sebagai kemampuan, keterampilan, sikap seseorang dalam
menyelesaikan sesuatu hal (Zaenal Arifin, 1999: 78). Menurut Syamsul Bahri
Djamarah (1994), prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan,
atau diciptakan secara individu maupun secara kelompok. Pendapat ini berarti
prestasi tidak akan pernah dihasilkan apabila seseorang tidak melakukan kegiatan.
Hasil belajar atau prestasi belajar adalah suatu hasil yang telah dicapai oleh siswa
setelah melakukan kegiatan belajar. Oleh karena itu prestasi belajar bukan ukuran,
tetapi dapat diukur setelah melakukan kegiatan belajar. Keberhasilan seseorang
dalam mengikuti program pembelajaran dapat dilihat dari prestasi belajar seseorang
tersebut. Muhibbin Syah (dalam Abu Muhammand Ibnu Abdullah, 2008)
menjelaskan bahwa: Prestasi belajar merupakan taraf keberhasilan murid atau
santri dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah atau pondok pesantren
dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah
materi pelajaran tertentu.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar
adalah hasil yang dicapai dari suatu kegiatan atau usaha yang dapat memberikan
kepuasan emosional, dan dapat diukur dengan alat atau tes tertentu. Dalam proses
pendidikan prestasi dapat diartikan sebagai hasil dari proses belajar mengajar yakni,
penguasaan, perubahan emosional, atau perubahan tingkah laku yang dapat diukur
dengan tes tertentu. Hasil belajar sering dipergunakan dalam arti yang sangat luas
yakni untuk bermacam-macam aturan terhadap apa yang telah dicapai oleh murid,
misalnya ulangan harian, tugas-tugas pekerjaan rumah, tes lisan yang dilakukan
selama pelajaran berlangsung, tes akhir catur wulan dan sebagainya.
Pada umumnya, untuk menilai hasil belajar murid, guru dapat menggunakan
bermacam-macam achievement test, seperti oral test, essay test dan
objective test atau short-answer test. Sedangkan untuk nilai proses belajar dan
hasil belajar murid yang bersifat keterampilan (skill), tidak dapat dipergunakan
72
hanya dengan tes tertulis atau lisan, tapi harus dengan performance test yang
bersifat praktek.
Menurut Saefuddin Azwar (1988: 8), pengertian prestasi atau keberhasilan
belajar dapat dioperasionalkan dalam bentuk indikator-indikator berupa nilai rapor,
indeks prestasi studi, angka kelulusan, predikat keberhasilan, dan lain sebagainya.
Keberhasilan dalam belajar dipengaruhi oleh banyak faktor yang bersumber dari
dalam (internal) maupun dari luar (eksternal) diri individu.
F. Hiptesis Tindakan Kelas
Hipotesis yang akan diuji dalam tindakan kelas ini adalah:
1. Respon mahasiswa terhadap pembelajaran kreatif-kritis cenderung lebih positif
dibandingkan menggunakan pembelajaran konvensional.
2. Penerapan model pembelajaran kreatif-kritis pada Matakuliah Metodologi
Penelitian Bisnis dapat meningkatkan prestasi belajar mahasiswa
BAB III. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang diambil adalah penelitian tindakan partisipan
(participatory action research). Subjek penelitian ini adalah seorang dosen
pengampu mata kuliah Metodologi Penelitian Bisnis, seorang dosen sebagai
observer, dan seluruh mahasiswa yang mengambil mata kuliah Metodologi Penelitian
Binis pada Program Studi Pendidikan Akuntansi FISE UNY. Mahasiswa peserta
mata kuliah MPB ini terdiri dari dua kelompok, yaitu mahasiswa program reguler
dan program nonreguler semester genap 2007/2008 yang berjumlah 86 mahasiswa
(Reguler = 41 orang dan Nonreguler = 45). Variabel penelitian ini terbagi ke dalam
tiga bagian, yaitu: respon mahasiswa, prestasi belajar, dan metode pembelajaran
kreatif-kritis.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan dokumentasi, kuesioner, observasi, dan wawancara.
Angket yang digunakan untuk mengungkap respos mahasiswa menggunakan opsi
jawaban Ya dan Tidak. Kisi-kisi instrumen dapat dilihat dalam tabel 1 berikut:
Tabel 1. Kisi-Kisi Instrumen Respon Mahasiswa
No
Aspek
1. Kesesuaian metode mengajar dengan bahan
2. Mengaktifkan mahasiswa
3. Memberi pengertian bukan hanya dengan kata-kata
4. Menghubungkan pelajaran dengan kebutuhan riil mahasiswa
5. Menerangkan dengan menggunakan contoh
6. Membangkitkan keinginan mahasiswa untuk berusaha
7. Mengembangkan kreativitas mahasiswa
8. Menciptakan kondisi menyenangkan dan menantang
9. Memberi pengalaman belajar yang beragam
10. Belajar dengan berbuat
11. Meliputi aspek kognitif afektif dan psikomotor
12. Berorientasi pada kompetensi
13. Ketuntasan belajar
14. Valid,adil, terbuka dan berkesinambungan
15. Memberi kesempatan untuk bertanya
16. Ada nilai tambah yang diperoleh mahasiswa
17. Menggunakan pengelaman yang dimiliki untuk mengkritisi pengetahuan
18. Interpretasi menggunakan pengalaman
19. Mendorong timbulnya aktivitas eksplorasi dan interpretasi menggunakan
73
20.
21.
22.
23.
24.
data
Mengembangkan sikap kreatif kritis mahasiswa
Memberi pengalaman mengaplikasi pengetahuan
Berusaha memecahkan masalah berdasar data
Mendorong mahasiswa memecahkan masalah dengan cara baru/berbeda
Memberi materi yang original dan fungsional
Proses penelitian ini akan dilakukan secara cyclic sebagaimana yang disarankan oleh
Kemmis dan McTaggart (1988) dengan memperhatikan plan, implementation,
monitoring, and reflection. Analisis data yang digunakan dalam penelitian tindakan
kelas ini adalah analisis reflektif dan evaluatif. Analisis reflektif merupakan upaya
untuk mengingat dan merenungkan kembali suatu tindakan yang telah dilakukan.
Refleksi berusaha memahami proses, masalah, persoalan, dan kendala nyata dalam
tindakan strategik. Dalam hal ini analisis reflektif dilakukan dengan
mempertimbangkan ragam perspektif yang mungkin ada dan memahami persoalan
yang muncul beserta kendalanya. Dalam kegiatan analisis reflektif ini seluruh peneliti
dikumpulkan bersama untuk melakukan suatu diskusi. Diskusi ditekankan pada
membahas proses tindakan yang telah dilakukan untuk menemukan persoalan dan
kendala yang dihadapi dalam melaksanakan tindakan. Kemudian ditentukan langkahlangkah antisipasi yang dapat dilakukan untuk memperbaiki tindakan selanjutnya.
Hasil analisis reflektif ini selanjutnya dilakukan pembahasan untuk mengevaluasi
tingkat keberhasilan tindakan. Hasil evaluasi inilah yang selanjutnya dijadikan
sebagai bahan masukan untuk menentukan tindakan selanjutnya.
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Data Umum
Data penelitian yang dikumpulkan dibedakan dalam data yang bersifat umum
dan khusus. Data umum melliputi jumlah mahasiswa dan status mahasiswa yang
menjadi subjek penelitian.
Data ini dikumpulkan dengan teknik dokumentasi.
Berikut ini disajikan deskripsi data umum mahasiswa peserta mata kuliah
Metodologi Penelitian Bisnis Prodi Pendidikan Akuntansi FISE UNY sebagai
berikut.
Tabel 2. Jumlah Mahasiswa Peserta kuliah Metodologi Penelitian Bisnis
Valid
Reguler
Frequency
41
Percent
48.8
Valid Percent
48.8
Cumulativ e
Percent
48.8
100.0
Nonreguler
43
51.2
51.2
Total
84
100.0
100.0
74
Valid
Mengambil Atasny a
Cumulat iv e
Percent
2.4
Frequency
2
Percent
2.4
Valid Percent
2.4
79
94.0
94.0
96.4
3.6
3.6
100.0
84
100.0
100.0
Mengambil Semestiny a
Mengulang
Total
ITEM
S2
S3
51
49
96
82
18
Mengaktifkan mahasiswa
54
46
93
79
21
54
46
90
10
84
16
56
44
99
78
22
57
43
97
81
19
25
75
88
12
81
19
38
62
88
12
84
16
40
60
87
13
85
15
25
75
91
84
16
60
40
93
87
13
56
44
93
79
21
57
41
84
16
69
21
Ketuntasan belajar
93
96
84
16
75
87
65
28
35
78
72
22
28
81
78
19
22
35
65
79
21
85
15
34
66
94
88
12
46
54
87
13
84
16
43
57
96
87
13
50
50
94
84
16
37
63
97
82
18
38
62
88
12
84
16
40
60
76
24
82
18
69
31
97
79
21
76
N
Statistic
78
83
84
Minimum
Statistic
10.00
50.00
18.00
Maximum
Statistic
100.00
100.00
100.00
Mean
Statistic
56.9231
90.7229
89.3810
Std.
Statistic
23.97551
16.73197
15.41311
Skewness
Statistic
Std. Error
.217
.272
-1.573
.264
-2.154
.263
Tabel 5 menunjukkan bahwa rerata nilai teori adalah 56,92, rerata nilai teori
dan praktik adalah 90,72, sedangkan rerata nilai teori, praktik, dan lapangan
adalah 89,38. Skor maksimum nilai untuk masing masing kategori adalah 100
sedang skor minimum kelas adalah 10, kelas dan praktik adalah 50, dan kelas,
praktik, dan lapangan adalah 18.
Berdasarkan kelas, status pengambilan mata kuliah, dan jenis kelamin
mahasiswa serta deskripsi nilai rerata, berikut ini dapat dilihat data mengenai
hal-hal tersebut (dalam tabel 6)
Tabel 6. Nilai Rerata Mahasiswa Berdasar Kelas, Status Pengambilan
Mata Kuliah, dan Jenis Kelamin
Nilai teori
Kelas
Status pengambilan
mata kuliah
Mean
93.66
Reguler
Mean
65.14
Nonreguler
49.51
87.86
85.30
Mengambil Atasnya
60.00
100.00
70.50
Mengambil Semestinya
58.22
90.13
90.75
23.33
100.00
66.00
Laki - Laki
57.69
88.12
91.00
Perempuan
56.77
91.34
89.00
Mengulang
Jenis Kelamin
77
a.
Pengajar: Pengajar diminta untuk mengurangi humor karena sebagian
mahasiswa beranggapan terlalu banyak humor/terlalu lucu. Hal ini kurang baik
mengingat belajar juga memerlukan eseriusan.Humor mungki penting untuk
mengurangi ketegangan dalam beajar, akan tetapi hendaknya dijaga supaya tidak
terlalu banyak bahkan terlalu lucu bagi mahasiswa. Dalam menyampaikan
materi, mahasiswa menilai bahwa pengajar sudah baik mengajarnya, banyak
senyum,
semangat,
sabar,
ceria,
penuh
canda.
Dosen
menyampaikan/menjelaskan tujuan kuliah di awal, berusaha memperbaiki
tulisan tangan agar lebih jelas ditangkap oleh mahasiswa. Pengajar/dosen sudah
memberikan tugas kelompok ke lapangan. Tugas diberikan untuk memperoleh
data sesuai dengan materi yang diberikan. Namun sebagian mahasiswa juga
berpendapat bahwa penjelasan bagi mereka masih kurang, perhatian pada yang
kurang kemampuan masih kurang, dan ketika menjelaskan masih terlalu cepat.
b.
Fasilitas: Fasilitas yang dinilai oleh mahasiswa meliputi hardware dan
software. Catatan mahasiswa berkaitan dengan fasilitas yang digunakan untuk
pembelajaran adalah sebagai berikut: (1) hardware: kondisi ruangan belajar
dirasa kurang kondusif. Pembagian kelas masukhendaknya diperbaiki mengingat
kondisi ruangan yang kurang memadai (jumlah fasilitas laboratorium yang layak
tidak sesuai dengan jumlah peserta), dan (2) software: modul hendaknya
diberikan di awal kuliah. Contoh penellitian yang lengkap hendaknya diberikan
agar pemahaman menjadi lebih baik.
C. Pembahasan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa respon mahasiswa terhadap terhadap
pembelajaran kreatif-kritis cenderung lebih positif dibandingkan menggunakan
pembelajaran konvensional. Respon mahasiswa lebih baik ketika pembelajaran tidak
lagi menggunakan pendekatan konvensional, di mana mahasiswa menerima informasi
tidak mendapatkan sendiri informasi tersebut. Proses pembelajaran berlangsung lebih
menyenangkan dengan model pembelajaran kreatif-kritis. Pada gilirannya,
pembelajaran yang menyenangkan akan membawa dampak peningkatan prestasi
belajar mahasiswa. Prestasi belajar yang diketahui dari nilai rerata mahasiswa peserta
kuliah Metodologi Penelitian Bisnis Prodi Pendidikan Akuntansi FISE UNY
2007/2008 menunjukkan bahwa kelas reguler lebih tinggi dari kelas nonreguler baik
untuk nilai kuliah kelas, kuliah kelas dan praktik maupun nilai kuliah kelas, praktik,
dan lapangan. Dilihat dari status pengambilan mata kuliah, nilai mahasiswa yang
mengambil atasnya dan yang mengulang lebih tinggi dibanding dengan nilai rerata
mahasiswa yang mengambil semestinya baik untuk nilai kuliah kelas, nilai kuliah
kelas dan praktik, serta nilai kuliah kelas, praktik, dan lapangan. Berdasarkan jenis
kelaminnya, untuk nilai kuliah kelas dan nilai kuliah kelas, praktik, dan lapangan
laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan, sedang untuk nilai kuliah kelas dan
praktik, perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki. Berdasarkan hasil penelitian
dapat diketahui bahwa nilai mahasiswa ketika pembelajaran tidak hanya merupakan
kuliah kelas mengalami kenaikan. Hal ini ditunjukkan dengan rerata nilai kelas ketika
pembelajaran dilakukan dengan kuliah kelas dan praktik, nilai rerata menjadi 90,72
(sebelumnya ketika hanya kuliah kelas hanya 56,92). Dapat dikatakan bahwa prestasi
belajar meningkat dengan kegiatan lebih dari kuliah kelas.
Peningkatan prestasi belajar mahasiswa diperoleh ketika kegiatan berubah
menjadi tidak lagi sekedar
menerima informasi (konvensional), tetapi lebih
menekankan pada praktik dan lapangan. Kegiatan praktik analisis data dan mencari
data di lapangan dimaksudkan agar kemampuan mahasiswa untuk berfikir kreatifkritis dapat meningkat. Praktik yang dilakukan berupa praktik analisis data di mana
78
data yang dianalisis merupakan data simulasi yang sudah disiapkan oleh pengajar
(peneliti). Kegiatan praktik analisi data ini kemudian dilengkapi dengan kegiatan
mencari data di lapangan yang menjadikan mahasiswa memiliki pengalaman
bagaimana memperoleh data. Praktik analisis data simulasi dan data riil terbukti
membuat mahasiswa tidak hanya mampu memahami konsep materi yang dipelajari
dalam mata kuliah, akan tetapi membantu mahasiswa menjadi mampu mengaplikasi
bahkan sampai menafsirkan hasil analisis data dengan bantuan komputer maupun
manual. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa respon mahasiswa terhadap
pembelajaran kreatif-kritis cenderung lebih posotif dibanding dengan pembelajaran
konvensional, dan kegiatan implementasi model pembelajaran untuk meningkatkan
kemampuan berfikir kreatif-kritis terbukti dapat meningkatkan prestasi belajar
mahasiswa dalam mata kuliah Metodologi Penelitian Bisnis Prodi Pendidikan
Akuntansi FISE UNY 2007 / 2008.
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Respon mahasiswa terhadap pembelajaran kreatif-kritis cenderung lebih positif
dibandingkan menggunakan pembelajaran konvensional. Hal ini dibuktikan
dengan banyaknya komentar positif dalam angket yang diedarkan pada
mahasiswa peserta kuliah Metodologi Penelitian Bisnis Prodi Pendidikan
Akuntansi FISE UNY 2007 / 2008. Mahasiswa lebih giat dan bersemangat
dalam belajar yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan prestasi belajar.
2. Prestasi belajar mahasiswa dengan menggunakan model pembelajaran
kreatif-kritis meningkat. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan nilai
rerata kelas. Nilai kelas yang dibagi dalam tiga kategori menunjukkan
peningkatan semua. Atau dapat dikatakan bahwa nilai teori, nilai teori dan
praktik, maupun teori, praktik, dan lapangan meningkat dengan adanya
implementasi model pembelajaran kreatif-kritis.
B. Saran.
Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian adalah:
1. Fasilitas belajar dilengkapi atau paling tidak ada pemerikasaan rutin
sehingga fasilitas yang ada akan mudah terpantau jika ada yang memerlukan
perbaikan atau penggantian.
2. Modul
diberikan
sebelum
kuliah
sehingga
mahasiswa
sudah
mempunyai gambaran mengenai apa yang akan dilakukan dalam kuliah.
DAFTAR PUSTAKA
Abu
Muhammad Ibnu Abdullah. 2008. Prestasi Belajar. http://spesialistorch.com/content/view/120/29/ diambil pata tanggal 5 Juli 2008.
Anonim. (2008). Humanistic. Didownload dari http://www.sparknotes.com/psychology/
personality/humanistic/section2.rhtml pada tanggal 30 Mei 2008.
Bozarth, Jerold D. (2008). A Functional Concept in Client-Centered Therapy.
Didownload
dari
http://www.users.muohio.edu/stileswb/readings/Bozath&Brodley1991.doc
pada tanggal 28 Me 2008.
Bulo, William, E.L. (2002). Pengaruh Pendidikan Tinggi Akuntansi Terhadap
Kecerdasan Emosional Mahasiswa. Skripsi FE UGM.
79
80