Anti Sosial Anak SD
Anti Sosial Anak SD
Anti Sosial Anak SD
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan dalam penelitian sebagai berikut :
1. Faktor apa sajakah yang berperan dalam timbulnya perilaku antisosial pada
siswa kelas 1 dan 2 SD Negeri Gandekan Surakarta Tahun Ajaran 2017/2018?
2. Bagaimana faktor tersebut dapat berpengaruh terhadap timbulnya perilaku
antisosial pada siswa kelas 1 dan 2 SD Negeri Gandekan Surakarta Tahun
Ajaran 2017/2018?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, penelitian ini
bertujuan untuk :
1. Mendeskripsikan faktor-faktor yang berperan dalam timbulnya perilaku
pada siswa kelas 1 dan 2 SD Negeri Gandekan Surakarta Tahun Ajaran
2017/2018.
3
2. Mendeskripsikan cara dan proses faktor tersebut dapat mempengaruhi
timbulnya perilaku antisosial pada siswa kelas 1 dan 2 SD Negeri Gandekan
Surakarta Tahun Ajaran 2017/2018.
D. Manfaat Penelitian
4
1) Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai perbaikan dan
peningkatan program pelayanan untuk penanganan anak berperilaku
antisosial.
2) Melalui penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas
pendidikan.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
factors), berkaitan dengan sekolah (school-related risk factors), dan sosial
(social risk factors).
Setiadi (2011: 232) yang mengemukakan bahwa faktor-faktor yang
mendorong perilaku antisosial antara lain:
1. Adanya gangguan mental
2. Faktor keturunan
3. Stres dan sosiokultural
4. Faktor lingkungan
5. Kegagalan belajar moral dan etika kehidupan awal mereka
Mash & Wolfe (dalam Yuniardi, 2009: 22-23) mengungkapkan bahwa
penyebab perilaku antisosial yaitu sebagai berikut:
1. Faktor biologis, mencakup: early temperament, genetik, dan neurobiologis.
2. Faktor kognitif sosial, mencakup: egosentrisme dan ketidakmatangan dalam
berfikir, defisiensi kognitif karena kegagalan anak menggunakan perantara
verbal dalam meregeluasi tingkah laku, dan distorsi dalam interpretasi
informasi.
3. Faktor keluarga, mencakup: konflik pernikahan, perpisahan dari keluarga,
kekerasan dalam rumah tangga, penerapan disiplin yang lemah, kebiasaan
memberi hukuman, dan kurangnya pengawasan orang tua.
4. Faktor sosial, mencakup: pengaruh lingkungan tempat tinggal, sekolah, dan
media.
5. Faktor budaya dan etnis: perbedaan budaya dalam mengekspresikan tingkah
laku agresif sangat beragam, sosialisasi terhadap agresi ditemukan sebagai
salah satu yang paling kuat untuk memprediksi tingkah laku antisosial.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku antisosial dikategorikan menjadi
empat faktor, yaitu: faktor pribadi, faktor keluarga, faktor berkaitan dengan
sekolah, dan faktor sosial. Setiap kategori terdiri dari berbagai faktor sebagai
berikut:
1. Faktor pribadi, mencakup: agresivitas dan intelektual rendah.
8
2. Faktor keluarga, mencakup: hubungan orang tua dan kurangnya pengawasan
orang tua terhadap kegiatan anak.
3. Faktor berkaitan dengan sekolah, mencakup: pengaruh teman sebaya, sikap
negatif anak di sekolah, dan disiplin yang berlebihan.
4. Faktor sosial, mencakup: pengaruh lingkungan, media, dan status sosial
ekonomi rendah.
Selanjutnya penelitian ini akan dilakukan dengan melakukan observasi
dan wawancara mendalam terhadap empat faktor di atas.
C. Anak Usia SD
Masa kanak-kanak akhir sering disebut sebagai masa usia sekolah atau
masa sekolah dasar. Masa ini dialami anak pada usia 6 tahun sampai masuk ke
masa pubertas dan masa remaja awal yang berkisar pada usia 11-13 tahun. Pada
masa ini anak sudah matang bersekolah dan sudah siap masuk sekolah dasar.
Masuk sekolah untuk pertama kalinya memberikan pengalaman baru
yang menuntut anak untuk mengadakan penyesuaian dengan lingkungan
sekolah. Menjadi siswa kelas satu merupakam peristiwa penting bagi kehidupan
anak sehingga mengakibatkan perubahan dalam sikap, nilai dan perilaku. Pada
awal masuk sekolah sebagian anak mengalami gangguan keseimbangan dalam
penyesuain diri dengan lingkungan sekolah.
1. Perkembangan Fisik
Pertumbuhan fisik cenderung lebih stabil atau tenang sebelum
memasuki masa remaja yang pertumbuhannya begitu cepat. Masa yang
tenang ini diperlukan oleh anak untuk belajar berbagai kemampuan
akademik.Anak menjadi lebih tinggi, lebih berat, lebih kuat serta belajar
berbagai keterampilan. Kenaikan tinggi dan berat badan bervariasi antara
anak yang satu dengan yang lain. Peran kesehatan dan gizi sangat penting
dalam pertumbuhan dan perkembangan anak.
Jaringan lemak berkembang lebih cepat daripada jaringan otot yang
berkembang pesat pada masa pubertas. Perubahan nyata terlihat pada system
tulang, otot dan keterampilan gerak. Keterampilan gerak mengalami
9
kemajuan pesat, semakin lancar dan lebih terkoordinasi dibanding dengan
masa sebelumnya. Berlari, memanjat, melompat, berenang, naik sepeda,
main sepatu roda adalah kegiatan fisik dan keterampilan gerak yang banyak
dilakukan oleh anak. Untuk kegiatan yang melibatkan kerja otot besar anak
laki-laki lebih unggul daripada anak perempuan.
Kegiatan fisik sangat perlu untuk mengembangkan kestabilan tubuh
dan kestabilan gerak serta melatih koordinasi untuk menyempurnakan
berbagai keterampilan. Kebutuhan untuk selalu bergerak perlu bagi anak
karena energi yang terumpuk pada anak perlu penyaluran. Di samping itu
kegiatan jasmani diperlukan untuk lebih menyempurnakan berbagai
keterampilan menuju keseimbangan tubuh, bagaimana menendang bola
denagan tepat sasaran, mengantisipasi gerakan. Pada prinsipnya selalu aktif
bergerak penting bagi anak. Perbedaan seks dalam pertumbuhan fisik
menonjol dibanding tahun-tahun sebelumnya yang hampir tidak nampak
2. Perkembangan Kognitif
Dalam tahapan perkembangan kognitifnya Piaget, masa kanak-kanak
akhir berada dalam tahap operasi konkret dalam berfikir (usia 7-11 tahun),
dimana konsep yang pada awal masa kanak-kanak merupakan konsep yang
samar-samar dan tidak jelas sekarang lebih konkret.
Perkembangan kognitif menggambarakn bagaimana kemampuan
berfikir anak berkembang dan berfungsi. Kemampuan berfikir anak
berkembang dari tingkat yang sederhana dan konkret ketingkat yang lebih
rumit dan abstrak. Pada masa ini anak sudah dapat memecahkan masalah-
masalah yang bersifat konkret. Anak memahami volume suatu benda padat
atau cair meskipun ditempatkan pada tempat yang berbeda bebtuknya.
Kemampuan berfikir ditandai dengan adanya aktivitas-aktivitas
mental seperti mengingat, memahami dan mampu memecahkan masalah.
Pengalaman hidupnya memberikan andil dalam mempertajam konsep. Anak
sudah lebih mampu berfikir, belajar, mengingat, dan berkomunikasi, karena
proses kognitifnya tidak lagi egosentrisme, dan lebih logis. Anak mampu
mengklasifikasikan dan mengurutkan suatu benda berdasarkan cirri-ciri sutu
10
objek. Misalnya mengelompokkan buku berdasarkan warna maupun ukuran
buku.
3. Perkembangan Bicara
Berbicara merupakan alat komunikasi terpenting dalam berkelompok.
Anak belajar bagaimana berbicara dengan baik dalam berkomunikasi dengan
orang lain. Bertambahnya kosa kata yang berasal dari berbagai sumber
menyebabkan semakin banyak perbendaharaan kata yang dimiliki. Anak
mulai menyadari bahwa komunikasi yang bermakna tidak dapat dicapai bila
anak tidak mengerti apa yang dikatakan oleh orang lain. Hal ini mendorong
anak untuk meningkatkan pengertiannya.
Anak bicara lebih terkendali dan terseleksi. Anak menggunakan
kemampuan bicara sebagai bentuk komunikasi, bukan semata-mata sebagai
bentuk latihan verbal. Bila pada masa kanak-kanak awal anak berada pada
tahap mengobrol, maka kini banyaknya bicara makin lama makin berkurang.
Pada umumnya anak perempuan berbicara lebih banyak daripada anak laki-
laki. Anak laki-laki berpendapat bahwa terlalu banyak berbicara kurang
sesuai dengan perannya sebagai laki-laki. Kemampuan berbicara ditunjang
oleh perbendaharaan kosa kata yang dimiliki.
4. Kegiatan bermain
Dibanding dengan masa sebelumnya, anak pada masa kanak-kanak
akhir sudah masuk sekolah, sehingga mau tidak mau akan mengarungi waktu
12
bermain daripada masa sebelumnya. Hal ini ditunjang dengan banyaknya
acara di TV, radio serta buku-buku bacaan yang banyak disajikan untuk anak
kelompok usia ini. Bermain sangat penting bagi perkembangan fisik, psikis
dan social anak. Dengan bermain anak berinteraksi dengan teman main yang
banyak memberikan berbagai pengalaman berharga. Bermain secara
berkelompok memberikan peluang dan pelajaran kepada anak untuk
berinteraksi, bertenggang rasa dengan sesama teman.
Permainan yang disukai cenderung kegiatan bermain yang dilakukan
secara berkelompok, kecuali bagi anak-anak yang kurang diterima
dikelompoknya dan cenderung memilih bermain sendiri. Bermain yang
sifatnya menjelajah, ketempat-tempat yang belum pernah dikunjungi baik
dikota maupun di desa sangat mengasyikkan bagi anak. Permainan
konstruktif yaitu membangun atau membentuk sesuatu adalah bentuk
permainan yang juga disukai anak serta mampu mengembangkan kreativitas
anak. Bernyanyi merupakan bentuk kegiatan kreatif lainnya. Selain itu bentuk
permainan kelompok yang disenangi merupakan permainan olah raga seperti
basket, sepak bola, volley dan sebagainya. Jenis permainan ini membantu
perkembangan otot dan pembentukan tubuh.
5. Perkembangan Moral
Perkembangan moral ditandai dengan kemampuan anak untuk
memahami aturan, norma dan etika yang berlaku di masyarakat.
Perkembangan moral terlihat dari perilaku moralnya di masyarakat yang
menunjukkan kesesuaian dengan nilai dan norma di masyarakat. Perilaku
moral ini banyak diengaruhi oleh pola asuh orang tuanya serta perilaku moral
dari orang-orang disekitarnya.Perkembangan moral ini juga tidak terlepas
dari perkembangan kognitif dan emosi anak.
Menurut Piaget, antara usia 5 sampai 12 tahun konsep anak mengenai
keadilan sudah berubah. Pengertian yang kaku tentang benar dan salah yang
telah dipelajari dari orang tua menjadi berubah. Piaget menyatakan bahwa
relativisme moral menggantikan moral yang kaku. Misalnya : bagi anak usia
5 tahun, berbohong adalah hal yang buruk, tetapi bagi anak yang lebih besar
13
sadar bahwa dalam beberpa situasi, berbohong adalah dibenarkan, dan oleh
karenanya berbohong tidak terlalu buruk. Piaget berpendapat bahwa anak
yang lebih muda ditandai dengan moral yang heteronomous sedangkan anak
pada usia 10 tahun mereka sudah bergerak ke tingkat yang lebih tinggi yang
disebut moralitas autonomous.
Kohlberg memperluas teori Piaget dan menyebut tingkat kedua dari
perkembangan moral masa ini sebagai tingkat moralitas dari aturan-aturan
dan penyesuaian konvensional. Dalam tahap pertama dari tingkat ini oleh
Kohlberg disebut moralitas anak baik, anak mengikuti peraturan untuk
mengambil hati orang lain dan untuk mempertahankan hubungan-hubungan
yang baik. Dalam tahap kedua Kohlberg menyatakan bahwa bila kelompok
social menerima peraturan-peraturan yang sesuai bagi semua anggota
kelompok, ia harus menyesuaikan diri dengan peraturan untuk menghindari
penolakan kelompok dan celaan (Hurlock, 199S : 16S).
Kohlberg (Duska & Whelan, 19B1 : 59-61) menyatakan adanya enam
tahap perkembangan moral. Keenam tahap tersebut terjadi pada tiga
tingkatan, yakni tingkatan : (1) pra-konvensional; (2) konvensional dan (S)
pasca konvensional. Pada tahap pra-konvensional, anak peka terhadap
peraturan- peraturan yang berlatar belakang budaya dan terhadap penilaian
baik buruk, benar-salah tetapi anak mengartikannya dari sudut akibat fisik
suatu tindakan.
Pada tahap konvensional, memenuhi harapan-harapan keluarga, kelompok
atau agama dianggap sebagai sesuatu yang berharga pada dirinya sendiri,
anak tidak peduli apapun akan akibat-akibat langsung yang terjadi. Sikap
yang nampak pada tahap ini terlihat dari sikap ingin loyal, ingin menjaga,
menunjang dan memberi justifikasi pada ketertiban. Pada tahap pasca-
konvensional ditandai dengan adanya usaha yang jelas untuk mengartikan
nilai-nilai moral dan prinsip- prinsip yang sahih serta dapat dilaksanakan,
terlepas dari otoritas kelompok atau orang yang memegang prinsip-prinsip
tersebut terlepas apakah individu yang bersangkutan termasuk kelompok itu
atau tidak.
14
Pengembangan moral termasuk nilai-nilai agama merupakan hal yang
sangat penting dalam membentuk sikap dan kepribadian anak. Mengenalkan
anak pada nilai-nilai agama dan memberikan pengarahan terhadap anak
tentang hal-hal yang terpuji dan tercela.
Henrik Larsson, Essi Viding, Fruhling Risjdijk & Robert Plomin (2008),
jurnalnya yang berjudul “Relationship between Parental Negativity and
Chlidhood Antisocial Behavior Over Time: A Bidirectional Effects Model in a
Longitudinal Genetically Informative Design”. Jurnal Psikologi Abnormal
Anak. Studi ini meneliti hubungan antara sifat negatif orang tua dan perilaku
antisosial anak usia SD menggunakan model efek dua arah dalam desain
longitudinal informasi genetik. Subjek penelitian ini adalah anak usia 4 dan 7
tahun dengan perilaku antisosial. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa
hubungan antara orang tua dan perilaku antisosial anak usia SD dijelaskan oleh
kedua efek, yaitu: dorongan orang tua dan dorongan anak sendiri. Sifat negatif
orang tua terhadap anak-anak mereka akan menjembatani risiko lingkungan
yang dapat mempengaruhi anak untuk berperilaku antisosial. Selain itu perilaku
antisosial anak usia SD dipengaruhi pula oleh genetik orang tua anak.
E. Kerangka Berpikir
Dari kajian pustaka di atas maka dapat dibuat kerangka berpikir seperti
berikut: Perilaku antisosial tidak dapat muncul dengan sendirinya. Perilaku
antisosial muncul dikarenakan oleh beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhi
perilaku antisosial terdiri dari empat kategori faktor, yaitu: faktor pribadi, faktor
keluarga, faktor yang berkaitan dengan sekolah, dan faktor sosial. Setiap
kategori terdiri dari berbagai faktor sebagai berikut:
1. Faktor pribadi, mencakup: genetik, psikis, intelektual rendah, gangguan
perhatian/ hiperaktif, dan tidak dapat mengendalikan diri.
15
2. Faktor keluarga, mencakup: konflik pernikahan (broken home), hubungan
orang tua dan anak yang kurang, kekerasan dalam rumah tangga, penerapan
disiplin yang lemah, dan kurangnya pengawasan orang tua.
3. Faktor berkaitan dengan sekolah, mencakup: pengaruh teman sebaya, sikap
negatif anak di sekolah, performa sekolah yang buruk, disiplin yang
berlebihan, dan kurangnya keterlibatan dalam aktivitas sekolah.
4. Faktor sosial, mencakup: pengaruh lingkungan, bergabung dengan
kelompok antisosial, media, dan status sosial ekonomi rendah. .
Dari beberapa kategori faktor tersebut akan dapat diketahui faktor yang
mempengaruhi perilaku antisosial siswa kelas 1 dan 2 SD Negeri gandekan
Surakarta Tahun Ajaran 2018/2019. Secara sederhana kerangka pemikiran dari
penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Perilaku Antisosial
16
BAB III
METODE PENELITIAN
17
perilaku siswa yang melakukan tindakan tindakan berikut ini: Sulit diatur, Suka
berkelahi, Menunjukkan sikap bermusuhan, Tidak patuh, Agresif baik secara
verbal maupun behavioral, Senang membalas dendam, Senang merusak
(vandalisme), Suka berdusta, Mencuri, Temper-tantrums atau mengamuk.
Sedangan objek dari penelitian ini adalah faktor yang mempengaruhi perilaku
anti sosial yang dilakukan oleh siswa.
Dalam penelitian ini, pengambilan subjek sebagai sumber data penelitian
menggunakan teknik “purpose sampling”. Sampel yang dipilih karena memang
menjadi sumber dan kaya dengan informasi tentang fenomena yang ingin
diteliti. sampling bersifat purposive yaitu tergantung pada tujuan fokus
penelitian. Pengambilan sampel ini didasarkan pada pilihan peneliti tentang
aspek apa dan siapa yang dijadikan fokus pada saat situasi tertentu dan
terus-menerus sepanjang penelitian.
D. Pengumpulan Data
Data pada penelitian ini dikumpulkan dengan teknik pengumpulan data
interaktif. Teknik pengumpulan data interaktif memungkinkan peneliti dapat
mempengaruhi sumber datanya (Sutopo, 2006: 66). Teknik pengumpulan data
interaktif yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari observasi, wawancara,
dan dokumen untuk memperoleh keterangan atau pendapat dari anak, teman
anak, guru, orang tua, dan orang di sekitar rumah anak mengenai topik yang
diteliti. Adapun rincian teknik pengumpulan data interaktif yang dalam
penelitian ini sebagai berikut:
1. Observasi
Observasi digunakan untuk menggali data dari sumber data berupa
peristiwa, aktivitas, perilaku, tempat atau lokasi, benda, dan rekaman gambar
(Sutopo, 2006: 75). Observasi perilaku dalam penelitian ini menggunakan
observasi naturalistik sehingga dapat mendiskripsikan perilaku yang biasanya
muncul secara alamiah (Shaughnessy, Zechmeister, B. dan Zechmeister,
2012: 87-99). Observasi dilakukan terhadap anak yang berperilaku antisosial
baik dari segi pribadi anak, lingkungan sekolah maupun lingkungan rumah
anak yang dapat mempengaruhi anak dapat berperilaku antisosial.
18
2. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu (Moleong,
2010: 186). Wawancara di dalam penelitian ini menggunakan pertanyaan
terbuka dan mendalam (indepht interview). Dalam penelitian ini wawancara
dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara bebas terpimpin.
Wawancara bebas terpimpin yaitu cara mengajukan pertanyaan yang
dikemukakan bebas, artinya pertanyaan tidak terpaku pada pedoman
wawancara tentang masalah-masalah pokok dalam penelitian kemudian
dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi di lapangan (Sutrisno Hadi,
1994: 207). Dalam melakukan wawancara ini, pewawancara membawa
pedoman yang hanya berisi garis besar tentang hal-hal yang akan
ditanyakan.
3. Dokumentasi dan Arsip
Pengumpulan data kualitatif selain menggunakan teknik observasi dan
wawancara, dilakukan pula teknik dokumen (Ulfatin, 2013: 217).
Dokumentasi dan arsip yang digunakan dalam pengumpulan data dalam
penelitian ini antara lain berupa catatan lapangan, catatan guru mengenai
perilaku antisosial anak, dan foto serta rekaman saat penelitian berlangsung.
E. Uji Validitas Data
Data atau informasi yang digunakan dalam penelitian perlu diperiksa
validitasnya sehingga data atau informasi tersebut dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya. Kriteria validitas data dalam penelitian kualitatif antara lain
derajat kepercayaan (kredibility), keteralihan, kebergantungan, dan kepastian.
Setiap kriteria tersebut menggunakan teknik validitas sendiri-sendiri (Moleong,
2010: 330). Validitas data dalam penelitian ini menggunakan triangulasi sumber,
review informan kunci (pengecekan anggota) dan teknik audit, yaitu sebagai
berikut:
1. Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber adalah teknik validitas data yang dilakukan oleh
seorang peneliti dengan membandingkan dan mengecek balik informasi atau
data yang diperoleh dari sumber/informan lain yang berbeda. Triangulasi sumber
19
dilakukan dengan membandingkan data hasil wawancara kepada orang tua,
guru, dan orang di lingkungan sekitar anak (significant others). Dengan
demikian peneliti dapat memperoleh data yang akurat dan memenuhi kriteria
derajat kepercayaan (kredibility) dalam penelitian ini.
2. Review Informan Kunci (Pengecekan Anggota)
Review informan kunci (pengecekan anggota) pada penelitian ini adalah
teknik pemeriksaan data dengan cara mengonfirmasikan data kepada informan,
sehingga data diperoleh dari kesepakatan antara peneliti dan informan. Informan
yaitu orang tua, guru dan orang di sekitar anak. Data yang diperoleh melalui
teknik review informan kunci (pengecekan anggota) akan memenuhi kriteria
derajat kepercayaan (kredibility).
3. Teknik Audit
Teknik audit adalah teknik validitas data yang dilakukan dengan
menggunakan pendapat atau pertimbangan dari para ahli. Teknik audit dalam
penelitian ini digunakan pada pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan dalam
wawancara, transkrip wawancara, dan hasil wawancara secara keseluruhan.
Dalam hal ini peneliti akan meminta pertimbangan dari ahli Psikologi (dosen
psikologi).
F. Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah model
analisis interaktif Miles dan Huberman. Model analisis interaktif Miles dan
Huberman dalam Ulfatin (2013: 250) terdiri 4 komponen pokok, yaitu:
pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau
verifikasi. Adapun skema analisis kualitatif menurut Miles dan Huberman yang
digunakan dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Pengumpulan Penyajian
Data Data
Reduksi Data
Penarikan
Kesimpulan
20
Gbr.2. Skema analisis interaksi data kualitatif
Berikut rincian model analisis interaktif yang digunakan dalam penelitian ini:
1. Pengumpulan Data
Proses awal dari penelitian ini adalah pengumpulan data dengan
mencatat semua data hasil observasi dan wawancara mendalam kepada
guru, orang tua dan orang-orang disekitar rumah anak secara objektif.
Observasi diwujudakan dalam catatan-catatan dan dokumen gambar,
sedangkan wawancara direkam dengan alat perekam dan ditandai (diberi
kode) untuk memudahkan analisis.
2. Reduksi Data
Data yang diperoleh dari lapangan selalu berkembang, maka peneliti
membuat reduksi data. Reduksi data merupakan proses pemilihan
pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan tranformasi
data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Dari
reduksi data akan dapat diketahui data yang akan digunakan dan data yang
tidak akan digunakan serta untuk data yang tidak digunakan dapat dibuang.
Reduksi data dalam penelitian ini dilakukan dengan membuang data apabila
hasil wawancara yang mendalam ada hal-hal yang tidak digunakan. Reduksi
data dilakukan melalui horizonalization dengan mendaftar pernyataan
responden dan memperlakukan pernyataan dengan seimbang sesuai dengan
asumsi bahwa setiap pernyataan memiliki nilai yang sama. Hal tersebut juga
dapat mengembangkan daftar pernyataan yang tidak berulang dan tidak
tumpang tindih.
3. Penyajian Data
Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang
memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan. Penyajian data
dalam penelitian ini adalah dalam bentuk kualitatif. Data yang sudah didapat
dalam penelitian ini kemudian disusun menjadi deskripsi dan sinopsis
berdasarkan berbagai topik atau tema penelitian.
21
4. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi
Peneliti membuat dan menarik kesimpulan dengan verifikasi semua
hal yang terdapat dalam reduksi data dan penyajian data. Kemudian diikuti
dengan penyusunan data yang berupa deskripsi atau uraian secara
sistematis.
G. Prosedur Penelitian
Prosedur Penelitian merupakan langkah-langkah yang harus dilalui
peneliti. Prosedur penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan
rangkuman prosedur penelitian kualitatif dari (Tohirin, 2012: 55-59) dan
(Moleong, 2010: 126-148) yang terdiri dari tiga tahapan, yaitu tahap
pralapangan, tahap pekerjaan lapangan, dan tahap analisis atau interpretasi data.
Adapun rincian tahap-tahap dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Tahap Pralapangan
Kegiatan yang dilakukan oleh peneliti pada tahap ini adalah:
a. Menyusun rencana penelitian atau membuat desain penelitian.
b. Menentukan lapangan penelitian.
c. Mengurus perizinan untuk melakukan penelitian kepada pihak-pihak yang
terkait dengan penelitian yang akan dilakukan.
d. Menilai lapangan atau melakukan studi pendahuluan
1) Pemahaman atas petunjuk dan cara hidup subjek penelitian.
2) Memahami pandangan hidup subjek penelitian.
3) Penyesuaian diri dengan keadaan lingkungan atau latar penelitian.
e. Memilih dan memanfaatkan subjek penelitian.
f. Menyiapkan perlengkapan penelitian seperti alat-alat tulis, kamera, tape
recorder, dan peralatan lain yang dapat mendukung kelancaran penelitian
di lapangan atau menentukan dan membuat instrumen penelitiannya.
g. Memperhatikan etika penelitian termasuk di dalamnya menghargai dan
menghormati pandangan subjek.
2. Tahap Pekerjaan Lapangan
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan peneliti meliputi:
a. Memahami latar penelitian dan persiapan diri.
22
1) Membatasi latar penelitian.
2) Menjaga penampilan dengan menyesuaikan kebiasaan latar penelitian.
b. Pengenalan hubungan peneliti di lapangan.
Peneliti menjaga keakraban dengan informan atau anggota penelitian
lain, namun juga harus mengetahui batas-batas hubungan antara peneliti
dengan informan sehingga dapat menghindari subjektivitas data atau hasil
penelitian.
c. Menjelaskan kepada informan atau subjek penelitian waktu penelitian.
d. Melakukan penelitian di lapangan dengan memperhatikan etika penelitian.
e. Menjelaskan kepada informan atau subjek penelitian batas-batas
penelitian yang dilakukan.
f. Mencatat data ketika mengadakan pengamatan, wawancara, atau
menyaksikan kejadian tertentu.
g. Membuat petunjuk cara mengingat data agar dapat mengingat data yang
dikumpulkan di lapangan dengan pengkodean.
h. Analisis di lapangan.
3. Tahap Analisis dan Interpretasi Data
Dalam tahap ini analisis yang digunakan penelitian adalah analisis
interaktif. Analisis interaktif terdiri dari 4 tahap, yaitu: pengumpulan data,
reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Analisis
dilakukan terhadap data yang diperoleh melalui pengamatan berperan serta
atau wawancara atau pengamatan deskriptif yang terdapat dalam catatan
lapangan. Setelah melakukan analisis data, selanjutnya peneliti melakukan
interpretasi data atau penafsiran data untuk memperoleh arti dan makna yang
mendalam terhadap hasil penelitian. Peneliti membahas hasil penelitian
dengan cara meninjau hasil penelitian secara kritis dengan teori yang relevan
dan informasi akurat yang diperoleh dari lapangan.
23
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, K. & Hikmah (2005). Perlindungan dan Pengasuhan Anak Usia SD.
Jakarta: DEPDIKNAS.
Burt, S. A., Donnellan, M. B., Iacono, W. G., & McGue M. (2011). Age-of-Onset
or Behavioral Sub-Types? A Prospective Comparison of Two
Approaches to Characterizing the Heterogeneity within Antisocial
Behavior. Journal Abnormal Child Psychology, 3, 633-644.
Caldeira, V. & Woodin, E. M. (2012). Childhood Exposure to Aggression and
Adult Relationship Functioning: Depression and Antisocial Behavior as
Mediators. Jounal Fam Viol, 27, 687-696.
Hasan, Maimunah. (2010). PAUD (Pendidikan Anak Usia SD). Yogyakarta: DIVA
Press.
24
Mulyasa, H. E. (2012). Manajemen PAUD. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Rumini, Sri & Sundari, Siti. (2013). Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
Seefeldt, C. & Wasik, B. A. (2006). Pendidikan Anak Usia SD: Menyiapkan Anak
Usia Tiga, Empat, dan Lima Tahun Masuk Sekolah. Jakarta: PT.
INDEKS.
Snyder, et. al. (2012). Covert Antisocial Behavior, Peer Deviancy Training,
Parenting Processes, and Sex Differences in The Development of
Antisocial Behavior During Childhood. Development and
Psychopathology, 24 (2012), 1117–1138.
Sutanto, Ahmad. (2012). Perkembangan Anak Usia SD. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
25
Tohirin. (2012). Metode Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan dan Bimbingan
Konseling. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
26