Nothing Special   »   [go: up one dir, main page]

Kedudukan Ilmuwan Dalam Islam 2

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 8

Minggu, 25 November 2012

KEUTAMAAN MENUNTUT ILMU DAN KEDUDUKAN ILMUWAN DALAM ISLAM (Kajian


Ayat-ayat dan Hadist tentang ilmu pengetahuan dan kedudukan ilmuwan)
A. PENDAHULUAN
Islam memiliki perhatian yang sangat besar terhadap ilmu pengetahuan. AlQuran
dan Hadis sebagai pedoman umat Islam banyak sekali mendiskripsikan tentang
ilmu pengetuan serta pentingnya memperoleh ilmu baik dengan membaca,
menganalisa maupun menuliskannya (mengamalkannya)

Setiap proses dalam mendapatkan ilmu pengetahuan amatlah berharga dalam


pandangan Islam, karenanya beberapa ayat dalam AlQuran menjelaskan tentang
pentingnya hal ini, sehingga hasil dan manfaat yang amat besar akan diperoleh
manusia yang berilmu baik dalam kehidupannya didunia (bermasyarakat) maupun
diakhirat kelak,sebagaimana firmanNya dalam Q.S AlMujadalah:11.

Untuk memberikan penjelasan tentang besarnya perhatian Islam terhadap ilmu


pengetahuan ini dan pentingnya memperoleh imu serta tingginya derajat manusia
berilmu disisi Alloh s.w.t dan makhlukNya, makalah ini akan menjabarkan beberapa
hal terkait dengan konsep Islam tentang ilmu pengetahuan , pentingnya
memperoleh dan menuntut ilmu, serta kemuliaan orang-orang berilmu (ilmuwan)
dalam kehidupan vertical maupun horizontalnya.

B. KONSEP ISLAM TENTANG ILMU PENGETAHUAN

Dalam Islam, ilmu bermula dari keinginan untuk memahami wahyu yang
terkandung dalam al-Quran dan bimbingan Nabi Muhammad s.a.w mengenai wahyu
tersebut. Demikian dapat diterima karena alQuran merupakan pedoman Umat Islam
dalam kehidupan beragama, berilmu dan beramalnya.
Dalam Ensiklopedi Islam dijelaskan Kata ilmu berasal dari bahasa Arab ilm yang
berarti pengetahuan, merupakan lawan dari kata jahl yang berarti ketidaktahuan
atau kebodohan. (1997:2001). Sumber lain mengatakan bahwa kata ilm adalah
bentuk masdar dari alima, yalamu, ilman.Menurut Ibn Manzur ilmu adalah
antonym dari tidak tahu (naqid al-jahl), sedangkan menurut al-asfahani dan alanbari, ilmu adalah mengetahui hakikat sesuatu (idrak alsyai bi haqq qatih).
(Ensiklopedi AlQuran, 1997:150)

Kata ilmu biasa disepadankan dengan kata Arab lainnya, yaitu


marifah(pengetahuan),fiqh(pemahaman),hikmah(kebijaksanaan), dan syuur
(perasaan). Marifah adalah padanan kata yang paling sering digunakan.
Ada dua jenis pengetahuan: Pengetahuan biasa dan pengetahuan ilmiyah.
Pengetahuan biasa diperoleh dari keseluruhan bentuk upaya kemanusiaan seperti
perasaan, pikiran, pengalaman, pancaindra, dan instuisi untuk mengetahui sesuatu
tanpa memperhatikan obyek, cara dan kegunaannya. Dalam bahasa inggris, jenis
pengetahuan ini di sebut knowledge.
Pengetahuan ilmiyah juga merupakan keseluruhan bentuk upaya kemanusiaan
untuk mengetahui sesuatu, tetapi dengan memperhatikan obyek yang ditelaah,
cara yang digunakan, dan kegunaan pengetahuan tersebut. Dengan kata lain,
pengetahuan ilmiyah memperhatikan obyek ontologis (sumber ilmu,red), landasan
epistimologis (pengembangan ilmu, red), dan landasan aksiologis (pemanfaatan
ilmu, red) dari pengetahuan itu sendiri. Jenis pengetahuan ini dalam bahasa Inggris
di sebut science.. (Abuddin Nata, 2008:156)
Secara epistimologis, al Ghazali membagi ilmu menjadi dua, yaitu ilmu syariat ialah
ilmu yang diperoleh dari para Nabi seperti AlQuran, Hadist, maupun dari para
sahabat seperti ijma. Sedangkan yang ghairu syarI ialah ilmu-ilmu yang bersifat
duniawi seperti ilmu kedokteran, matematika, geografi, astrologi dll.
Secara ontologism, al Ghazali menjelaskannya sebagai ilmu yang berhubungan
dengan tugas dan tujuan hidup manusia. Ada yang bersifat fardlu ain yaitu yang
dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas akhirat dengan baik seperti ilmu
tauhid dan ilmu syariat maupun tasawwuf. Dan ada yang bersifat fardlu kifayah
yakni ilmu-ilmu yang berkaitan dengan urusan keduniaan yang perlu diketahui
manusia, seperti ilmu-ilmu arsitektur Islam, bahasa satra, filsafat, psychology,
antropologi dll
Adapun pendekatan aksiologis digunakan untuk menilai jenis ilmu. Ilmu-ilmu
syariyyah bersifat terpuji secara keseluruhan, sedangkan ilmu ghairu syariyyah
ada yang terpuji dan ada yang tercela dan ada pula yang mubah. Tetapi dalam hal
pembagian ilmu ini Al Ghazali menjelaskan lebih lanjut, bahwa ilmu itu tercela
maupun tidak bukan karena ilmu itu sendiri melainkan lebih berkaitan dengan
factor manusianya. (Ibnu Rusn: 44-49)
Dalam hal ilmu pengetahuan ini, banyak sekali ayat-ayat AlQuran yang
mengandung kata ilm, diantaranya sebagaimana yang ditulis oleh Al Imam Abi
Hamid Muhammad bin Muhammad AlGhazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin juz I
hal 15 yaitu Q.S Ali Imran; 18 (ulul ilm), Al Mujadalah: 11, al-ankabut: 49 (utul
ilm), Az zumar: 9 (yalamun), Fathir:28 (ulama), An naml: 40, ar-Rad:43, al-araf:
52 (ilm), al-ankabut 43: (alim), Ar Rahman: 14(allama).

Dan di dalam AlQuran, kata ilm dan turunannya (tidak termasuk al-alam, al-alamin
dan alamat yang disebut sebanyak 76 kali) disebut sebanyak 778 kali. (Ensiklopedi
alQuran:150)

Sekian banyak ayat alQuran yang menjelaskan kata ilmu menunjukkan betapa
besarnya perhatian Islam (lewat firmanNya) terhadap ilmu pengetahuan.

C. URGENSI MENUNTUT ILMU DALAM ISLAM

Baik Sejarah maupun realitas kehidupan kita saat ini membuktikan, bangsa yang
berperadaban maju, memiliki kemandirian dan bermartabat di hadapan bangsa
lainnya adalah bangsa yang paling maju ilmu pengetahuannya, demikian pula
sebaliknya.
Saat ini Negara-negara Asia yang sangat sungguh-sungguh menghargai ilmu
pengetahuan terbukti sekarang menjadi negara maju seperti Jepang, Korea dan
Taiwan, disusul kemudian Singapura dan Malaysia. Cina dan India yang sangat getol
mendidik generasi mudanya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan
diperkirakan akan menjadi kekuatan ekonomi kedua setelah Amerika pada tahun
2015, disusul kemudian India pada tahun 2020. (Tobroni, 2008:38)
Sesungguhnya konsep dan ajaran Islam selalu memotivasi umatnya untuk maju dan
beradab. Seperti ajarannya tentang kewajiban menuntut ilmu dan menjunjung
tinggi ilmu pengetahuan.
Sebuah hadist Rasulullah s.a.w Riwayat Ibnu Abd al Bar dari Anas, tentang
keharusan menuntut ilmu bagi setiap muslim;
" , "
Mencari ilmu wajib bagi setiap orang Islam Sesungguhnya orang yang menuntu
ilmu akan dimintakan ampunan oleh seluruh makhluk hingga ikan dilaut
(Mukhtarul Ahadist: 89)

Juga H.R Ibn Abd AlBar dari Ibn ady dan Baihaqi dari Anas
" , , "
Tuntutlah ilmu walau sampai ke negri Cina, Sesungguhnya menuntut ilmu wajib
bagi setiap orang Islam. Sesungguhnya malaikat membentangkan sayap-sayapnya

bagi penuntut ilmu untul mencarikan ridlo atas apa yang mereka lakukan (menuntut
ilmu)" (Mukhtarul Ahadist: 21)
(Imam Baihaqi memberi catatan, hadist ini masyhur matannya dlaif sanadnya;
Ket. Ihya Ulumuddin:19)

Dalam kaidah ushuliyyah disebutkan al amru yadullu ala alwujub mengandung


pengertian jika kalimat yang digunakan adalah amar (perintah) berarti
mengandung arti diwajibkannya melakukan hal tersebut , yaitu menuntut ilmu.
Keharusan menuntut ilmu ini sangat beralasan karena tanpa ilmu manusia tidak
mampu mengelola diri dan lingkungannya menjadi lebih baik dan berkualitas. Tanpa
ilmu dunia seisinya dimana ia tinggal dan bermuasyarah (bersosilaisasi) tidak bisa
berkembang dengan baik dan maksimal, dan akhirnya tanpa menuntut ilmu jelas
tidak akan ada peradaban dan kemajuan.
Begitu urgen nya menuntut dan memperdalam ilmu, sehingga dalam ayatNya Q.S
at-Taubah : 122 Alloh menurunkan perintah kepada Nabi Muhammad larangan
perginya semua sahabat berjuang ke medan perang, namun tetap harus ada
komunitas yang berjuang dan intensif serta konsisten di jalan nasyrul ilmi
(menyebarluaskan ilmu);
" Tidak sepatutnya bagi orang-orang mukmin itu pergi semuanya (ke medan
perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa
orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk
memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya,
supaya mereka itu dapat menjaga dirinya."

Ayat ini menggarisbawahi pentingnya memperdalam ilmu dan menyebarluaskan


informasi yang benar. Ia tidak kurang pentingnya dari mempertahankan wilayah.
Bahkan ,pertahanan wilayah berkaitan erat dengan kemampuan informasi dan
kehandalan ilmu pengetahuan atau sumber daya manusia. (al Mishbah, vol 5, hal,
751)
Arti penting menuntut ilmu bagi setiap orang Islam serta memperdalam ilmu bagi
segolongan orang sangat mendapat perhatian dalam Islam. Sehingga Nabi s.a.w
menyebut dalam salah satu hadist riwayat Bukhari-Muslim dari Abdullah bin amr
bin Ash;
. " : . : .
. ."

Aku telah mendengar Rasulullah s.a.w bersabda: Sesungguhnya Alloh tidak akan
mencabut ilmu langsung dari hati hamba, tetapi tercabutnya ilmu dengan matinya
Ulama, sehingga bila tidak ada orang alim, lalu orang-orang mengangkat pemimpin
bodoh agama, kemudian jika ditanya agama, lalu menjawab tanpa ilmu, sehingga
mereka sesat dan menyesatkan (Al Lulu Wa Al Marjan, juz 2:1040)

Adapun ancaman bagi mereka yang tidak menyebarluaskan ilmu juga disampaikan
oleh Nabi s.a.w dari Abi Hurairah r.a ;
" "

Barangsiapa mengetahi sebuah informasi (ilmu) dan menyimpannya (tidak


mengamalkan), Maka Alloh akan mengikatnya dengan ikatan api neraka. H.R Abu
Daud, Turmudzi, Ibn Majah, Ibn Hibban dan hakim. (Ihya : 21)

D. KEDUDUKAN ILMUWAN DALAM ISLAM

Dalam al-Quran Surat AlMujadalah ayat 11 dikemukakan: Alloh akan mengangkat


derajat orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan beberapa derajat
mengilhami kepada kita untuk serius dan konsisten dalam memperdalam dan
mengembangkan ilmu pengetahuan. Beberapa tokoh penting (ilmuwan) dalam
sejarah Islam jelas menjadi bukti janji Alloh s.w.t akan terangkatnya derajat mereka
baik dihadapan Alloh maupun sesama manusia.
Nama-nama besar seperti Abu Hasan Alasyari (873-935), al Jubai (w.303 H) al
Maturidi (w.944) dalam lapangan theology Islam; Imam AlBukhari (w.870), Imam
Muslim (w.875), al Turmudzi (w.892) dan al NasaI (w.915) dalam lapangan Hadist;
AlKhuwarizmi (800-847) ilmuwan Muslim perintis ilmu pasti, al farghani atau
farghanus abad 9 seorang ahli astronomi dll.
Dalam lapangan kedokteran ilmuwan Muslim yang sangat terkenal, antara lain Abu
ali Al Husain bin Abdullah bin Sina (Ibn Sina) atau Avicenna (980-1037) dan diberi
julukan sebagai the prince of physician yang juga dikenal sebagai Filsuf besar,
termasuk Al Farabi (870-950) yang juga memiliki keahlian dalam lapangan logika,
politik dan ilmu jiwa (Abuddin: 150-151) dan masih banyak lainnya, menunjukkan
pada umat Islam tingginya kedudukan mereka di kalangan umat Islam hingga
menembus umat di luar Islam. Semuanya sebagai konsekwensi logis dari ilm yang
mereka miliki.

DR Wahbah Zuhaili dalam Tafsir Al Munir nya memaknai kata darajaat (beberapa
derajat) dengan beberapa derajar kemuliaan di dunia dan akhirat. Orang alim yang
beriman akan memperoleh fahala di akhirat karena ilmunya dan kehormatan serta
kemulyaan di sisi manusia yang lain di dunia. Karena itu Alloh s.w.t meninggikan
derajat orang mumin diatas selain mumin dan orang-orang alim di atas orangorang tidak berilmu. (juz 28: 43)
Dalam perspektif sosiologis, orang yang mengembangkan ilmu berada dalam
puncak piramida kegiatan pendidikan. Banyak orang sekolah/ kuliah tetapi tidak
menuntut ilmu. Mereka hanya mencari ijazah, status/gelar. Tidak sedikit pula guru
atau dosen yang mengajar tetapi tidak mendidik dan mengembangkan ilmu. Mereka
ini berada paling bawah piramida dan tentunya jumlahnya paling banyak. Kelompok
kedua adalah mereka yang kuliah untuk emnuntu ilmu tetapi tidak
emngembangkan ilmu. Mereka ini ingin memiliki dan menguasai ilmu pengetahuan
untuk bekal hidupnya atau untuk dirinya sendiri, tidak mengembangkannya untuk
kesejahteraan masyarakat. Kelompok ini berada di tengah piramida kegiatan
pendidikan. Sedangkan kelompok yang paling sedikit dan berada di puncak
piramida adalah seorang yang kuliah dan secara bersungguh-sungguh mencintai
dan mengembangkan ilmu. Salah satunya adalah dosen yang sekaligus juga
seorang pendidik dan ilmuwan. (Tobroni:36)
Keutamaan orang alim (ilmuwan) dibanding lainnya diperkuat oleh hadist Nabi dari
Muadz;
" "
Keutamaan orang alim atas hamba (lainnya) adalah seperti kelebihan bulan
purnama atas bintang-bintang H.R Abu Daud, Turmudzi, Nasai , dan Ibn hibban.

Dan Hadist riwayat Ibnu Majah dari Utsman r.a;


" :"

Tiga golongan orang yang ditolong di hari kiamat; yaitu para Nabi kemudian
Ulama kemudian syuhada. (Ihya: 17)

Penjelasan al Quran , Hadist maupun fakta di atas memberikan gambaran yang


jelas bahwa kedudukan ilmu dan ilmuwan begitu tinggi dan mulya di hadapan Alloh
dan hamba-hambaNya. Jika umat Islam menyadari dan memegang teguh ajaran
agamanya untuk menjunjung tingi ilmu pengetahuan , maka pasti dapat di raih
kembali puncak kejayaan Islam sebagaimana catatan sejarah di abad awal Hijrah

hingga abad ke dua belas Hijrah, dimana umat dan Negara- negara Islam menjadi
pusat peradaban dunia.

E. KESIMPULAN

Pertama, Islam adalah agama yang sangat menghargai dan menjunjung tinggi ilmu
pengetahuan. Penghargaan ini dapat dibuktikan dalam ajarannya yang
memerintahkan seluruh umatnya untuk menuntut ilmu
Kedua, Alloh s.w.t dalam Firmannya berjanji akan mengangkat derajat orang-orang
yang beriman dan berilmu pengetahuan jauh lebih tinggi di banding orang-orang
yang tidak beriman dan berilmu pengetahuan dengan beberapa derajat kemuliaan
baik di dunia maupun di akhirat
Ketiga, Kunci utama meraih kesuksesan di dunia dan akhirat adalah iman dan ilmu
pengetahuan. Kemajuan dan bahkan martabat bangsa dan Negara sangat
ditentukan oleh kemajuan ilmu pengetahuan manusianya.
Keempat, Iman dan ilmu pengetahuan adalah dua hak yang tidak terpisahkan.
Dalam sejarah kita saksikan banyak sekali bangsa yang terhormat dan berjaya
tetapi mengesampingkan factor keimanan dan sedikit ilmu pengetahuan, terbukti
tidak mampu menolongnya dari kehancuran karena konflik yang berkepanjangan.
Namun sebaliknya yang beriman dan berilmu pengetahuan akan memperoleh
jaminan dari Alloh s.w.t dengan meraih kehidupan berbangsa yang baldatun
thoyyibatun wa rabbun ghofuur. Alloh Maha menepati janji, tinggal umat Islam yang
mestinya kensekwen dan konsisten dengan ajaran agamanya.

DAFTAR PUSTAKA

Al ghazali, Abi Hamid Muhammad bin Muhammad. Ihya Ulum Ad-Diin. Jilid I, tt
Ahmad Al Hasyimiy, Sayyid. Mukhtarul Ahadist An-Nabawiyyah wal Hikam Al
Muhammadiyyah, Beirut Libanon: Darul Fikr 1414 H / 1994 M
Abdul Baqi, Muhammad Fuad. Al Lulu Wal Marjan (Terj.) juz II. Surabaya : P.T Bina
Ilmu. 2006

Az-Zuhaili, Wahbah. At-Tafsir Al- Munir Fil Aqidah wal Syariah wal Manhaj .Juz 28.
Beirut- Libanon: Darul Fikr. 1411 H/1991 M
Ibn Rusn, Abidin. Pemikiran Al Ghazali tentang Pendidikan, Yogyakarta.: Pustaka
Pelajar . 1998
Nata, Abuddin. Tafsir Ayat-ayat Pendidikan Tafsir Ayat-Ayat Al- Tarbawiy. Jakarta: P.T
Rajawali Press, 2008
Shihab, Quraisy. Tafsir AL Mishbah. Volume 5
Tobroni, DR. Pendidikan Islam Paradigma Teologis, Filosofis dan Spiritualitas.
Malang : UMM Press. 2008
Diposkan oleh STIT AT-TAQWA di 10.42
http://stitattaqwa.blogspot.com/2012/11/keutamaan-menuntut-ilmu-dankedudukan.html

Anda mungkin juga menyukai